LP App [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA APENDIKSITIS



OLEH : NI WAYAN ANIK YULIANI NIM : 2114901034



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI 2021/2022



LAPORAN PENDAHULUAN APENDIKSITIS



A. TINJAUAN KASUS 1.



Pengertian Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kirakira 10 cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Smeltzer, 2002). Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007). Apendiksitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran



mukosa



seperti Entamoeba



appendiks histolytica,



dapat



terjadi



Trichuris



karena



parasit



trichiura, danEnterobius



vermikularis (Ovedolf, 2006). Apendiksitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan multiplikasi (Chang, 2010) Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).



Klasifikasi : Apendiksitis dibagi atas apendiksitis akut dan apendiksitis kronik. a.



Apendiksitis akut dibagi atas : 1) Apendiksitis akut fokalis atau segmentalis. Biasanya hanya bagian distal yang meradang, tetapi seluruh rongga appendiks 1/3 distal berisi nanah. Untuk diagnosa yang penting ialah ditemukannya nanah dalam luwen bagian itu. Kalau radangnya menjalar maka dapat terjadi : 2) Apendiksitis



akut



purulenta/supperotiva



diffusa



disertai



pembentukan nanah yang berlebihan. Jika radanya lebih mengeras, dapat terjadi nekrosis dan pembusukan disebut apendiksitis yang renosa dapat terjadi perforasi akibat nekrosis ke dalam rongga perut dengan akibat peritonitis. b.



Apendiksitis Kronik dibagi atas : 1) Apendiksitis Kronik Fokalis Secara mikroskopik tampak fibrosis setempat yang melingkar, sehingga dapat menyebabkan stenosis. 2) Apendiksitis Kronik Obsiteratif Terjadi fibrosis yang luas sepanjang apendiks pada jaringan submukosa dan subserosa. Sehingga terjadi obliterasi (hilangnya lumen) terutama di bagian distal dengan menghilang selaput lendir pada bagian itu.



2.



Anatomi Fisiologi a.



Anatomi Appendiks Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke delapan



yaitu



bagian



ujung



dari protuberans sekum.



Pada



saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal. Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit kearah ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens Apendisitis pada usia tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala klinik Apendisitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks adalah retrocaecal (dibelakang



sekum)



65,28%, pelvic (panggul)



31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar dibawah ini :



Gambar 1 Appendiks pada saluran pencernaan



Gambar 2 Anatomi Appendiks



Gambar 3 Appendiks normal dan Appendiksitis



b.



Fisiologi Appendiks Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang



terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal



lainnya.



Namun,



pengangkatan



appendiks



tidak



mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh. 3.



Etiologi Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor prediposisi yaitu : a.



Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena : 1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak. 2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks 3) Adanya benda asing seperti biji-bijian 4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.



b.



Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus



c.



Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.



d.



Tergantung pada bentuk apendiks: 1) Appendik yang terlalu panjang 2) Massa appendiks yang pendek 3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks 4) Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009)



4.



Patofisiologi Apendisitis



biasanya



disebabkan



oleh penyumbatan



lumen



apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) . 5.



Manifestasi Klinis



-



Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.



-



Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.



-



Nyeri tekan lepas dijumpai.



-



Terdapat konstipasi atau diare.



-



Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.



-



Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.



-



Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.



-



Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.



-



Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.



-



Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat ileus paralitik.



-



Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.



Nama pemeriksaan Tanda dan gejala Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada Psoas



sign



kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan. atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan



Obraztsova’s sign



ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri



Obturator sign



pada kanan bawah. Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri



Dunphy’s sign



pada hipogastrium atau vagina. Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan



Ten Horn sign



batuk Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada



Kocher sign



korda spermatic kanan (Kosher)’s Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan



Sitkovskiy



bawah. Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran



(Rosenstein)’s sign Aure-Rozanova’s



kanan bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit



sign



triangle kanan (akan positif Shchetkin-Bloomberg’s



Blumberg sign



sign) Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba



6.



Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik -



Pemeriksaan darah lengkap : menunjukkan adanya peningkatan jumlah leukosit.



-



Pemeriksaan urin rutin: ditemukan sejumlah kecil eritrosit dan leukosit.



-



Foto abdomen: gambaran fekalit, adanya massa jaringan lunak di abdomen kanan bawah, dan mengandung gelembung-gelembung udara.



7.



-



USG menunjukkan gambaran apendiksitis.



-



Pemeriksaan fisik nyeri tekan pada titik Mc Burney.



Penatalaksanaan Medis a. Pre Operasi - Istirahat tirah baring: untuk observasi dalam 8-12 jam setelah keluhan. - Puasa : pemberian cairan parenteral jika pembedahan langsung dilakukan. - Terapi



pharmacologic



menghilangkan



:



tanda



narkotik dan



dihindari



gejala,



karena



antibiotik



menanggulangi infeksi. - NGT untuk mengeluarkan cairan lambung jika diperlukan.



dapat untuk



- Enema dan laxantria tidak boleh diberikan karena dapat meningkatkan peristaltik usus meningkat dan menyebabkan perforasi. - Pembedahan : apendiktomi secepatnya dilakukan bila diagnosanya tepat. b. Intra Operasi - Apendiktomi c. Post Operasi - Observasi TTV : syok, hipertermi, gangguan pernafasan - Klien dipuasakan sampai fungsi usus kembali normal. - Berikan minum mulai 15 ml/am selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya lunak. - Aktivitas : satu hari pasca operasi klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua klien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. - Antibiotik dan analgesik. - Jahitan diangkat hari ketujuh. B. TINJAUAN ASKEP 1.



Pengkajian a. Data Subyektif Data yang di dapatkan informasi langsung dari pasien atau keluarga pasien yang mengungkapkan perasaan atau keluhan pasien. b. Data Obyektif Data yang didapatkan melalui melihat langsung ke pasien berupa sikap pasien , pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang. Meliputi pengkajian :



1) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan. -



Riwayat penyakit



2) Pola nutrisi metabolic -



Kebiasaan makan makanan berbiji, rendah serat



-



Mual, muntah



-



Anoreksia



-



Demam



3) Pola eliminasi -



Konstipasi



4) Pola tidur dan istirahat Gangguan tidur karena nyeri 5) Pola persepsi kognitif Nyeri perut Nyeri tekan di titik Mc Burney. 6) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress Cemas 7) Pola aktivitas dan latihan Bagaimana aktivitas klien sehari-hari 8) Pola hubungan dengan orang lain Pasien dapat b/d orang lain secara baik tetapi akibat kondisinya pasien malas untuk keluar dan memilih untuk istirahat 9) Pola reproduksi/seksual Pola hidup meningkatkan resiko terpejan (ex: homoseksual aktif/biseksual pada wanita) 10) Pola mekanisme koping Apabila pasien merasakan tidak nyaman selalu memegangi perutnya dan meringis kesakitan 11) Pola nilai kepercayaan/keyakinan Karena pasien merasakan kesakitan di perutnya menyebabkan terganggunya aktivitas ibadah pasien



c. Diagnosa Keperawatan Pre Operasi 1) Nyeri akut b/d peradangan pada apendiks. 2) Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah pembatasan cairan peroral (pre op). 3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah dan anoreksia. 4) Resiko infeksi b/d ruptur apendiks. 5) Hipertermia b/d peradangan apendiks. Intra Operasi 1) Resiko infeksi b/d insisi pembedahan. 2) Kerusakan integritas kulit b/d insisi pembedahan. 3) Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b/d pemajanan suhu lingkungan yang ekstrem Post Operasi 1) Nyeri b/d insisi pembedahan. 2) Resiko



kekurangan



volume



cairan



b/d



intake



kurang,



pembatasan pemasukan cairan secara oral (puasa post op). 3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah, puasa post op. 4) Kerusakan integritas kulit b/d insisi pembedahan.



2. NO 1



Perencanaan DIAGNOSA/MASALAH KOLABORASI Nyeri Akut



TUJUAN (NOC)



INTERVENSI (NIC)



NOC :



NIC :



o Pain Level,



Pain Management



o Pain control,



1.



Lakukan pengkajian nyeri secara



o Comfort level



komprehensif termasuk lokasi,



Kriteria Hasil :



karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas



1. Mampu mengontrol nyeri (tahu



dan faktor presipitasi



penyebab nyeri, mampu menggunakan



2.



ketidaknyamanan



tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)



3.



pasien



dengan menggunakan manajemen nyeri 4.



berkurang



Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri



intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri



Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri



2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 3. Mampu mengenali nyeri (skala,



Observasi reaksi nonverbal dari



5.



Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau



6.



Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan



5. Tanda vital dalam rentang normal



kontrol nyeri masa lampau 7.



Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan



8.



Kontrol lingkungan yang dapat



mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan 9.



Kurangi faktor presipitasi nyeri



10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi 13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 15. Tingkatkan istirahat 16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil 17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri Analgesic Administration 1.



Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat



2.



Cek instruksi dokter tentang jenis obat,



dosis, dan frekuensi 3.



Cek riwayat alergi



4.



Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu



5.



Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri



6.



Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal



7.



Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur



8.



Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali



9.



Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat



10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping) 2



Resiko kekurangan volume



NOC:



11. NIC:



cairan



o Fluid balance



Fluid Management



o Hydration



1. Timbang popok atau pembalut jika



o Nutritional status : Food and Fluid



diperlukan. 2. Pertahankan catatan intake dan ouput yang



o Intake Kriteria hasil : 1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat badan. 2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal. 3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.



akurat. 3. Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan. 4. Monitor vital sign. 5. Monitor masukan cairan atau makanan, dan hitung intake kalori harian.



Elastisitas turgor kulit baik, membrane 6. Kolaborasikan pemberian cairan intravena. mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang 7. Monitor status nutrisi. berlebihan.



8. Dorong masukan oral. 9. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output. 10. Kolaborasi dengan dokter. Hipovolenia management 1. Monitor status cairan, intake dan output cairan. 2. Monitor tingkat hb dan hematokrit. 3. Monitor tanda-tanda vital. 4. Minitor berat badan. 5. Dorong pasien untuk intake oral. 6. Pemberian cairan intravena.



7. Monitor adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan. 8. Monitor adanya tanda gagal ginjal. 3



Ketidak seimbangan Nutrisi



NOC:



NIC:



Kurang Dari Kebutuhan Tubuh



o Fluid balance



Nutrition management:



o Hydration



1. Kaji adanya alergi makanan



o Nutritional status : Food and Fluid



2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk



o Intake



menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang



Kriteria hasil :



dibutuhkan pasien



4. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat badan. 5. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal. 6. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.



3. Anjurkan apsien untuk meningkatkan intake Fe 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C 5. Berikan substansi gula



Elastisitas turgor kulit baik, membrane 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.



7. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dnegan ahli gizi) 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian 9. Monitor jumlah nutria dan kandungan kalori



10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi 11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Nutrition monitoring: 1. BB pasien dalam batas normal 2. Monitor adanya penurunan BB 3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan 4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan 5. Monitor lingkungan selama makan 6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan 7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi 8. Monitor turgor kulit 9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah 10. Monitor mual dan muntah 11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb,



dan kadar Ht 12. Monitor pertumbuhan dan perkembangan 13. Monitor pucat, kekeringan konjungtiva, dan kemerahan 14. Monitor kalori dan intake nutrisi 15. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papilla lidah dan cavitas oral 16. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet 4



Resiko Infeksi



NOC:



NIC:



o Immune status



Infection control:



o Knowledge: infection control



1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai



o Risk control



pasien lain 2. Pertahankan teknik isolasi



Kriteria Hasil:



3. Batasi pengunjung bila perlu



1. Klien bebas dari tanda dan gejala



4. Instruksikan pada pengunjung untuk



infeksi 2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang Mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya 3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi



mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan 6. Cuci tangan setiap sebelum dan setelah tindakan keperawatan 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai



4. Jumlah leukosit dalam batas normal Menunjukkan perilaku hidup sehat



pelindung 8. Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat 9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum 10. Gunakan kateter intermitten untuk menurunkan infeksi kandung kencing 11. Tingkatkan intake nutrisi 12. Berikan terapi antibiotic bila perlu infection protection (proteksi terhadap infeksi) 13. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local 14. Monitor hitung granulosit, WBC 15. Monitor kerentanan terhadap infeksi 16. Batasi pengunjung 17. Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang beresiko 18. Pertahankan teknik isolasi 19. Berikan perawatan kulit pada area epidema 20. Inspeksi kulit dan membrane mukosa



terhadap kemerahan, panas, drainase 21. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah 22. Dorong masukan nutrisi yang cukup 23. Dorong masukan cairan 24. Dorong istirahat 25. Instruksikan pasien untuk minum antibiotic sesuai resep 26. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi 27. Ajarkan cara menghindari infeksi 28. Laporkan kecurigaan infeksi 29. Laporkan kultur positif 5



Hipertermia



NOC:



NIC:



Termoleregulation



Fever treatment



Criteria hasil



1. monitor suhu sesering mungkin



1. suhu tubuh dalam tentan normal



2. monitor IWL



2. nadi dan RR dalam rentan normal



3. monitor warna dan suhu kulit



3. tidak ada perubahan warna kulit dan



4. monitor tekanan darah, nadi , dan , RR



tidak ada pusing



5. monitor penurunan tingkat kesadaran 6. monitor WBC, HB , dan HCT 7. monitor intake dan output 8. berikan antifiretik



9. berikan pengobatan untuk mengobati demam 10. selimuti pasien 11. lakukan tapiid sponge 12. kolaborasi 13. pemberian cairan intravena 14. kompres pasien pada lipat paha dan aksila 15. tingkatkan sirkulasi udara 16. berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil temperature regulation 1. monitor suhu minimal setiap 2 jam 2. rencanakan monitoring suhu secara continue 3. monitor TD, nadi dan RR 4. monitor warna dan suhu kulit 5. monitor tanda- tanda hipertermi dan hipotermi 6. tingkatkan intake cairan dan nutrisi 7. selimuti pasien mencegah kehangatan tubuh 8. ajarkan pada pasien cara mencegah



keletihan akibat panas 9. diskusikan tentang peningnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negative dari kedinginan 10. peritahukan tentang idikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergensi yang diperlukan 6



Kerusakan Integritas Kulit



NOC :



NIC:



o Tissue integrity: skin and mucous



Pressure Management



membranes o Hemodyalis akses



1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar



Kriteria Hasil:



2. Hindari kerutan pada tempat tidur



1. Integritas kulit yang baik bisa



3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan



dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi, pigmentasi) 2. Tidak ada luka / lesi pada kulit



kering 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali



3. Perkusi jaringan baik



5. Monitor kulit akan adanya kemerahan



4. Menunjukkan pemahaman dalam



6. Oleskan lotion atau minyak / baby oil pada



proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang 5. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan



daerah yang tertekan 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien 8. Monitor status nutrisi pasien 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air



perawatan alami



hangat Insision Site Care 1. Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau straples 2. Monitor proses kesembuhan area insisi 3. Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi 4. Bersihkan area sekitar jahitan atau straples, menggunakan lidi kapas steril 5. Gunakan preparat antiseptic, sesuai program 6. Ganti Balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka(tidak dibalut) sesuai program Dyalisis acces maintenance



3.



Implementasi Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Rencana keperawatan yang buat berdasarkan diagnose yang tepat, intervensi, diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien.



4.



Evaluasi Evaluasi keperawatan adalah suatu proses yang digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi klien serta mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah dilakukan, evaluasi juga digunakan memeriksa semua proses keperawatan. a.



Nyeri Akut Kriteria evaluasi : 1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 5) Tanda vital dalam rentang normal



b. Resiko kekurangan volume cairan Kriteria evaluasi :



1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat badan. 2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal. 3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi. 4) Elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan. c.



Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Kriteria evaluasi : 1) Adanya peningkatan BB sesuai tujuan 2) BB ideal sesuai dengan TB 3) Mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 5) Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan 6) Tidak terjadi penurunan BB yang berarti



d. Resiko Infeksi Kriteria evaluasi : 1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 2) Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang Mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya 3) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi



4) Jumlah leukosit dalam batas normal 5) Menunjukkan perilaku hidup sehat e.



Hipertermia Kriteria evaluasi : 1) suhu tubuh dalam tentan normal 2) nadi dan RR dalam rentan normal 3) tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing



f.



Kerusakan integritas kulit Kriteria evaluasi : 1) Penyembuhan luka bakar 2) Akses hemodialisis 3) Penyembuhan luka primer 4) Penyembuhan luka sekunder



C. WOC



Apendisitis



FekolitFeses yang keras), hiperplasialimfoid& Tumor



Konsumsi rendahserat



Konstipasi Obstruksipada lumen BendunganMuku Peningkatantekanan intra-lumen (penekananpadadindingappendik s) Alirandarahterganggu Edema, Invasifbakteriakibatulserasipadadindingappendiks Hipertermia Peritoniti s DefisiensiPe ngetahuan



ResponInf lamasi



AppendiksMeradang (Appendisitis)



Peritoniu m



Mual, Muntah Appendiktomi



Kurangpengetahuantent ang proses pengobatan



Nyeri abdomen kuadrankananba wah



Nyeri



RisikoKekurangan Volume Cairan



RisikoInfeksi



Jaringan (Portal) Terbuka



Luka Insisi Nyeri



IntoleransiAktivita



EfekAnastesi Peristaltikususm enurun Konstipasi



DAFTAR PUSTAKA Elizabeth, J, Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi, EGC, Jakarta. Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby. Mansjoer, A.  (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby. NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi. Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & Suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC