16 0 126 KB
BAB I KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi Istilah autis berasal dari kata autos yang berarti diri sendiri dan isme berarti aliran. Jadi autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri (Purwati, 2007). Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah satu perkembangan pervasif berawal sebelum usia 2,5 tahun (Devision, 2006). B. Etiologi Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya autis menurut Kurniasih (2002) diantaranya yaitu: 1. Faktor Genetik Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya kelainan kromosom yang disebutkan syndrome fragile – x (ditemukan pada 5-20% penyandang autis). 2. Faktor Cacat (kelainan pada bayi) Disini penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak, yang berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan ataupun setelah persalinan, kemudian juga disebabkan adanya Kongenital Rubella, Herpes Simplex Enchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection. 3. Faktor Kelahiran dan Persalinan Proses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan dalam timbulnya gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan dan persalinan. Seperti adanya pendarahan yang disertai terhisapnya cairan ketuban yang bercampur feces, dan obat-obatan ke dalam janin, 1
Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Kartika Sari, S.Kep|70900116044
ditambah dengan adanya keracunan seperti logam berat timah, arsen, ataupun merkuri yang bisa saja berasal dari polusi udara, air bahkan makanan. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun
yang
mengakibatkan
kerusakan
pada
usus
besar
yang
mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis. C. Patofisiologi Penyebab pasti dari autisme belum diketahui. Yang pasti diketahui adalah bahwa penyebab dari autisme bukanlah salah asuh dari orang tua, beberapa penelitian membuktikan bahwa beberapa penyebab autisme adalah ketidakseimbangan biokimia, faktor genetic dan gangguan imunitas tubuh. Beberapa kasus yang tidak biasa disebabkan oleh infeksi virus (TORCH), penyakit- penyakit lainnya seperti fenilketonuria (penyakit kekurangan enzim), dan sindrom X (kelainan kromosom). Menurut Lumbantobing (2000), penyebab autisme dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu 1. Faktor keluarga dan psikologi Respon anak-anak terhadap stressor dari keluarga dan lingkungan. 2. Kelainan organ-organ biologi dan neurologi (saraf) Berhubungan dengan kerusakan organ dan saraf yang menyebabkan gangguan fungsi-fungsinya, sehingga menimbulkan keadaan autisme pada penderita 3. Faktor genetik Pada hasil penelitian ditemukan bahwa 2 - 4% dari saudara kandung juga menderita penyakit yang sama. 4. Faktor kekebalan tubuh
D. Tanda dan Gejala 1. Di bidang komunikasi : 2
Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Kartika Sari, S.Kep|70900116044
a.Perkembangan bahasa anak autis lambat atau sama sekali tidak ada. Anak nampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian hilang kemampuan bicara. b. Terkadang kata – kata yang digunakan tidak sesuai artinya. c.Mengoceh tanpa arti secara berulang – ulang, dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain. d. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Senang meniru atau membeo (Echolalia). e.Bila senang meniru, dapat menghafal kata – kata atau nyanyian yang didengar tanpa mengerti artinya. f. Sebagian dari anak autis tidak berbicara (bukan kata – kata) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa. g. Senang menarik – narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang dia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu. 2. Di bidang interaksi sosial : a.Anak autis lebih suka menyendiri b. Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari tatapan muka atau mata dengan orang lain. c.Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun yang lebih tua dari umurnya. d. Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau dan menjauh. 3. Di bidang sensoris : a.Anak autis tidak peka terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk. b. Anak autis bila mendengar suara keras langsung menutup telinga. c.Anak autis senang mencium –cium, menjilat mainan atau benda – benda yang ada disekitarnya. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut.
4. Di bidang pola bermain : a.Anak autis tidak bermain seperti anak – anak pada umumnya. b. Anak autis tida suka bermain dengan anak atau teman sebayanya. c.Tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi. d. Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar – putar. 3
Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Kartika Sari, S.Kep|70900116044
e.Senang terhadap benda – benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda, dan sejenisnya. f. Sangat lekat dengan benda – benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana – mana. 5. Di bidang perilaku : a.Anak autis dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan berperilaku berkekurangan (hipoaktif). b. Memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti bergoyang –goyang, mengepakkan tangan seperti burung. c.Berputar –putar mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau berjalan dengan bolak – balik, dan melakukan gerakan yang diulang – ulang. d. Tidak suka terhadap perubahan. e.Duduk bengong dengan tatapan kosong. 6. Di bidang emosi : a.Anak autis sering marah – marah tanpa alasan yang jelas, tertawa – tawa dan b. Dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya. c.Kadang agresif dan merusak. d. Kadang – kadang menyakiti dirinya sendiri. e.Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada disekitarnya atau didekatnya. E. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang 1. Neutrologis 2. Test neupsikologis 3. Test pendengaran 4. MRI (Magnetic resonance imaging) 5. EEG (elektro encepalogram) 6. Pemeriksaan darah 7. Pemeriksaan urine. F. Komplikasi Komplikasi yang terjadi pada penderita autis biasanya adalah : 1. Gangguan infeksi yang berulang-ulang 4 Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Kartika Sari, S.Kep|70900116044
2. Batuk 3. Flu 4. Serta demam berkepanjangan G. Penatalaksanaan Terapi yang dilakukan untuk anak dengan autisme, yaitu: 1. Applied Behavioral Analysis (ABA) ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya . Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia. 2. Terapi Wicara Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang , namun mereka tidak
mampu
untuk
memakai
bicaranya
untuk
berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong. 3. Terapi Okupasi Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot2 halusnya dengan benar. 4. Terapi Fisik Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang 5
kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Kartika Sari, S.Kep|70900116044
integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot2nya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya. 5. Terapi Sosial Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari caranya. 6. Terapi Bermain Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu. 7. Terapi Perilaku. Autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya, 8. Terapi Perkembangan Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian
ditingkatkan
kemampuan
sosial,
emosional
dan
Intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik. 9. Terapi Visual
6
Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Kartika Sari, S.Kep|70900116044
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya
dengan
metode
Dan
PECS
(
Picture
Exchange
Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi. 10. Terapi Biomedik Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis). Tatalaksana autis dibagi menjadi 2 bagian a. Edukasi kepada keluarga Keluarga memerankan peran yang penting dalam membantu perkembangan anak, karena orang tua adalah orang terdekat mereka yang dapat membantu untuk belajar berkomunikasi, berperilaku terhadap lingkungan dan orang sekitar, intinya keluarga adalah jendela bagi penderita untuk masuk ke dunia luar, walaupun diakui hal ini bukanlah hal yang mudah. b. Penggunaan obat-obatan Penggunaan obat-obatan pada penderita autisme harus dibawah pengawasan dokter. Penggunaan obat-obatan ini diberikan jika dicurigai terdapat kerusakan di otak yang mengganggu pusat emosi dari penderita, yang seringkali menimbulkan gangguan emosi mendadak, agresifitas, hiperaktif dan stereotipik. Beberapa obat yang diberikan adalah Haloperidol (antipsikotik), fenfluramin, 7
Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Kartika Sari, S.Kep|70900116044
naltrexone (antiopiat), clompramin (mengurangi kejang dan perilaku agresif) H. Prognosis Pada gangguan autisme, anak yang mempunyai IQ diatas 70 dan mampu menggunakan komunikasi bahasa mempunyai prognosis yang baik, kira-kira dua pertiga orang dewasa autisme bergantung sepenuhnya atau setengah bergantung pada keluarga atau dirumah sakit jiwa. Hanya 1-2% dapat hidup normal dan berstatus independent, dan 5-20% mendapat status normal borderline. BAB II KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas Klien Nama, umur, jenis kelamin, alamat, No. MR 2. Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD) Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin terganggu. Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme. Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah ( < 2500 gram) b. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKK) Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak yang lain, tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak
mata
menunjukkan
atau
hanya
ketidakpekaan
sedikit
melakukan
terhadap
nyeri,
kontak lebih
mata, senang
menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak membentuk hubungan 8
Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Kartika Sari, S.Kep|70900116044
pribadi yang terbuka, jarang memainkan permainan khayalan, memutar benda, terpaku pada benda tertentu, sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik, secara fisik terlalu. c. Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK) Dilihat dari faktor keluarga apakah keluarga ada yang menderita autisme. 3. Psikososial a. Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua b. Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem c. Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek d. Perilaku menstimulasi diri e. Pola tidur tidak teratur f. Permainan stereotip g. Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain h. Tantrum yang sering i. Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan j. Kemampuan bertutur kata menurun k. Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus 4. Neurologis a. Respons yang tidak sesuai dengan stimulus b. Refleks mengisap buruk c. Tidak mampu menangis ketika lapar 5. Gastrointestinal a. Penurunan nafsu makan b. Penurunan berat badan B. Diagnosa Keperawatan 1. Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus 2. Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan rawat inap di rumah sakit 3. Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan gangguan
9
Profesi Ners UIN Alauddin Makassar Kartika Sari, S.Kep|70900116044
C. Intervensi Keperawatan D. Diagnosa I E. Hambatan komunikasi yang berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus F. Hasil yang diharapkan : G. Anak mengomunikasikan kebutuhannya dengan menggunakan kata-kata atau gerakan tubuh yang sederhana dan konkret. H. Intervensi Ketika berkomunikasi
I. Rasional L. 1. Kalimat yang sederhana
dengan anak, bicaralah dengan
dan diulang-ulang mungkin
kalimat singkat yang terdiri atas
merupakan
satu hingga tiga kata, dan ulangi
cara berkomunikasi karena
perintah sesuai yang diperlukan.
anak yang autistik mungkin
Minta
tidak
J. 1.
kepada
anak anda
untuk ketika
melihat anda
satu-satunya
mampu
mengembangkan
tahap
berbicara dan pantau bahasa
pikiran
operasional
yang
tubuhnya dengan cermat.
konkret.
Kontak
mata
K.
langsung mendorong anak berkonsentrasi
pada
pembicaraan
serta
menghubungkan pembicaraan dengan bahasa dan
komunikasi.
Karena
artikulasi anak yang tidak jelas, bahasa tubuh dapat menjadi satu-satunya cara baginya
untuk
mengomunikasikan pengenalan
atau
pemahamannya terhadap isi M. 2.
Gunakan irama, musik, dan
pembicaraan N. 2. Gerakan fisik dan suara
gerakan tubuh untuk membantu
membantu anak mengenali
perkembangan
integritas
komunikasi
tubuh
sampai anak dapat memahami
batasan-batasannya
bahasa
sehingga terpisah
O. 3.
Bantu
hubungan
anak antara
mengenali sebab
dan
serta
mendoronnya dari
objek
orang lain P. 3. Memahami penyebab
dan
konsep
dan
efek
akibat dengan cara menyebutkan
membantu
perasaannya yang khusus dan
membangun
mengidentifikasi
untuk terpisah dari objek
penyebab
stimulus bagi mereka
serta
orang
anak kemampuan lain
dan
mendorongnya mengekpresikan kebutuhan serta perasaannya melalui berkomunikasi
kata-kata R. 4. Biasanya anak austik
dengan anak, bedakan kenyataan
tidak mampu membedakan
dengan
dalam
antara realitas dan fantasi,
pernyataan yang singkat dan
dan gagal untuk mengenali
jelas
nyeri atau sensasi lain serta
Q. 4.
Ketika
fantasi,
peristiwa hidup dengan cara yang
bermakna.
Menekankan
perbedaan
antara realitas dan fantasi membantu
anak
mengekpresikan kebutuhan serta perasaannya. S. Diagnosa II T. Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan rawat inap di RS. U. Hasil yang diharapkan
V. Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan melakukan kekerasan atau perilaku merusak diri sendiri, yang ditandai oleh frekuensi tantrum dan sikap agresi atau destruktif bekurang, serta peningkatan kemampuan mengatasi frustasi Y. 1.
W. Intervensi Sediakan lingkungan
kondusif
dan
Z. 1.
X. Rasional Anak yang austik dapat
sebanyak
berkembang melalui lingkungan
mungkin rutinitas sepanjang
yang kondusif dan rutinitas, dan
periode perawatan di RS
biasanya tidak dapat beradaptasi terhadap
perubahan
dalam
hidup mereka. Mempertahankan program yang teratur dapat mencegah yang
dapat
perasaan
frustasi,
menuntun
pada
Lakukan
ledakan kekerasan AB. 2. Sesi yang singkat
intervensi keperawatan dalam
dan sering memungkinkan anak
sesingkat dan sering. Dekati
mudah mengenal perawat serta
anak dengan sikap lembut,
lingkungan
bersahabat dan jelaskan apa
Mempertahankan sikap tenang,
yang
lakukan
ramah dan mendemontrasikan
dengan kalimat yang jelas,
prosedur pada orang tua, dapat
dan
Apabila
membantu
anak
menerima
demontrasikan
intervensi
sebagai
tindakan
AA.
2.
anda
akan
sederhana.
dibutuhkan,
prosedur kepada orang tua.
rumah
sakit.
yang tidak mengancam, dapat
Gunakan restrain
mencegah perilaku destruktif AD. 3. Restrain fisik dapat
fisik selama prosedur ketika
mencegah anak dari tindakan
membutuhkannya,
untuk
mencederai diri sendiri. Biarkan
memastikan keamanan anak
anak terlibat dalam perilaku
dan
yang
AC.
amarah
3.
untuk dan
mengalihkan frustasinya,
tidak
membahayakan,
terlalu misalnya
misalnya anak
untuk
dari
kepalanya
mencagah
membanding bantal, perilaku
membenturkan
semacam
ke
menyalurkan amarahnya, serta
dinding
ini
memungkinkan
berulang-ulang, restrain badan
mengekpresikan
frustasinya
anak pada bagian atasnya,
dengan cara yang aman
tetapi memperbolehkan anak untuk memukul bantal AE. 4. Gunakan teknik
AF.4.
Pemberian imbalan dan
modifikasi perilaku yang tepat
hukuman
untuk
mengubah perilaku anak dan
menghargai
positif
dan
perilaku
menghukum
perilaku
yang
negatif.
Misalnya,
hargai
perilaku
yang
positif
dengan
dapat
membantu
mencegah episode kekerasan
cara
memberi anak makanan atau mainan
kesukaannya,
beri
hukuman untuk perilaku yang negatif dengan cara mencabut hak istimewanya AG. 5. Ketika berperilaku
anak
destruktif,
AH.
5.
Setiap peningkatan
perilaku agresif menunjukkan
tanyakan apakah ia mencoba
perasaan
menyampaikan
kemungkinan
misalnya
apakah
sesuatu, ia
ingin
sesuatu untuk dimakan atau
kebutuhan
stres
meningkat, muncul
dari untuk
mengomunikasikan sesuatu.
diminum atau apakah ia perlu pergi ke kamar mandi AI. Diagnosa III AJ. Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan gangguan AK. Hasil yang diharapkan AL. Orang tua mendemontrasikan keterampilan peran menjadi orang tua yang tepat yang ditandai oleh ungkapan kekhawatiran mereka tentang kondisi anak dan mencari nasihat serta bantuan
AM. 1.
Intervensi Anjurkan orang
untuk
mengekpresikan
mengekpresikan perasaan dan
perasaan dan kekhawatiran
kekhawatiran mereka tentang
mereka
kondisi kronis anak membantu
AO. tua
AP.1.
AN. Rasional Membiarkan orang
mereka
beradaptasi
tua
terhadap
frustasi dengan lebih baik, suatu kondisi AQ.
2. Rujuk orang tua ke
yang
tampaknya
cenderung meningkat AR. 2. Kelompok
kelompok pendukung autisme
pendukung
setempat
orang tua menemui orang tua
dan
kesekolah
khusus jika diperlukan
dari
anak
memperbolehkan yang
menderita
autisme untuk berbagi informasi dan
memberikan
dukungan
Anjurkan orang
emosioanl AT.3. Kontak dengan kelompok
tua untuk mengikuti konseling
swabantu membantu orang tua
(bila ada)
memperoleh informasi tentang
AS.
3.
masa terkini, dan perkembangan yang autisme
berhubungan
dengan
AU.
DAFTAR PUSTAKA AV.
AW.
Mansjoer, Aris, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius : Jakarta AX. AY.Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Buku Kedokteran EGC : Jakarta AZ. BA.
Martin, weddy. 2012. Askep Autis. www:/autis/Ns.%20Weddy%20Martin, %20S.%20Kep%20%20ASKEP%20AUTIS.htm diakses pada tanggal 12 Februari 2017 pukul 13.00
BB. BC.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta : EGC BD. BE.
Price. (1995). Patofisiologi: Proses-proses Penyakit Edisi: 4, Editor peter Anugrah Buku II.Jakarta: EGC.
BF. BG.
Wilkinson, M, Judith; (1997) .Buku saku diagnosis keperawatan dengan NIC dan NOC . Edisi 7 .Jakarta : EGC. BH. BI.