LP Batu Empedu [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KOLELITIASIS Nama



: Dian Lestari Effendi



Nim



: 17030003



Ruangan



: Dahlia



A. Konsep Dasar 1. Pengertian Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu (Lesmana, 2000). Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau saluran empedu (duktus koledekus) atau keduanya. (muttaqin, 2011).Kolelitiasis adalah batu empedu yang biasanya terbentuk dalam kandungan empedu dari unsur-unsue padat yang membentuk cairan empedu. (suzane c. Smeltzer, 2002). Kolelitiasis merupakan suatu keadaan dimana terdapat batu empedu didalam kandung empedu (visika felea) dan unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu yang memiliki ukuran bentuk dan komposisi yang bervariasi. (brunner & suddarth, 2001). 2. Etiologi Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.



Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu (Denis, 2005). Menurut Lesmana (2000), Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain : a. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki) b. Usia lebih dari 40 tahun . c. Kegemukan (obesitas). d.



Faktor keturunan



e. Aktivitas fisik f. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan) g. Hiperlipidemia h. Diet tinggi lemak dan rendah serat i. Pengosongan lambung yang memanjang j. Nutrisi intravena jangka lama k. Dismotilitas kandung empedu l. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate) m. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu) n. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru orang Afrika) 3. Patofisiologi Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi



empedu



dengan



kolesterol



terjadi



bila perbandingan asam



empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar



asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik (Schwartz, 2000). Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolesterol.Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fagma parasit, epitel sel yang lepas, aau partikel debris yang lain di perlukan untuk memakai sebagai benih pengkristalan. 4. Pathway



5. Manifestasi Klinis Menurut Smeltzer dan Bare (2002), tanda dan gejala pasien dengan kolelitiasis, yaitu: a. Rasa Nyeri dan Kolik Billier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu, akan mengalami distensi dan akhirnya mengalami infeksi. Pasien akan mengalami panas dan mungkin tersaba massa padat pada abdomen. Pasien akan mengalami kolik bilier disertai nyeri abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan. Rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah dan bertambah hebat beberapa jam setelah makan dalam porsi besar. Kolik bilier disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Keluhan ini didefinisikan sebagai nyeri di perut atas berlangsung lebih dari 20 menit sampai 12 jam. b. Ikterus Ikterus biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledukus. Akibat obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan terjadi peningkatan kadar empedu dalam darah. Hal ini membuat kulit dan mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal pada kulit. c. Perunahan Warna Urine dan Feses Eksresi pigmen empedu oleh ginjal akan mebuat urin berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat yang disebut”clay-colored”. d. Devisiensi Vitamin Obrtuksi aliran empedu juga mengganggu absorbsi vitamin yang larut dalam lemak (Vitamin A, D, E, dan K) karena itu pasien dapat menunjukkan gejala defisiensi vitamin-vitamin jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal. Bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat duktus sistikus. Kandung empedu akan mengalirkan isinya keluar dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang relatif singkat. Jika batu tersebut terus menyumbat saluran tersebut, penyumbatan ini akan menyebabakan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.



6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien kolelitiasis adalah : a. Pemeriksaan Sinar-X Abdomen, dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-x. b. Foto polos abdomen, Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar di fleksura hepatika. Walaupun teknik ini murah, tetapi jarang dilakukan pada kolik bilier sebab nilai diagnostiknya rendah. c. Ultrasonografi,



pemeriksaan



USG



telah



menggantikan



pemeriksaan



kolesistografi oral karena dapat dilakukan secara cepat dan akurat, dan dapat dilakukan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Pemeriksaan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi. d. Pemeriksaan pencitraan Radionuklida atau koleskintografi. Koleskintografi menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara intravena. Preparat ini kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat diekskresikan ke dalam sistem bilier. Selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambar kandung empedu dan percabangan bilier. e. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography), pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanul dimasukkan ke dalam duktus koledokus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. ERCP juga memungkinkan visualisasi langsung struktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil empedu. f. Kolangiografi Transhepatik Perkutan, pemeriksaan dengan cara menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu relatif besar, maka semua komponen pada



sistem bilier (duktus hepatikus, duktus koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas. g. MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography), merupakan teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrumen, danradiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi, sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikrelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinngi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu. (Lesmana, 2006). h. Tes laboratorium : 1) Leukosit = 12.000 – 15.000 (N= 5000-10000 iu) 2) Bilirubin = meningkat ringan (N=