LP CKD HD [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK DI RUANGAN HEMODIALISA RSUD WONOSARI Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah



Disusun Oleh : Nama Kelompok : Andi Sukma (24211586) Cici Sri Dwiningsih (24211585) Hikmahtul Azizah (24211584)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL YOGYAKARTA 2022



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL YOGYAKARTA PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXVII LEMBAR PENGESAHAN Telah disahkan “Laporan Pendahuluan Gagal Ginjal Kronik Di Ruangan Hemodialis RSUD Wonosari” guna Memenuhi Tugas Mandiri Stase (Keperawatan Medikal Bedah) Ners STIKes Surya Global Yogyakarta Tahun 2022.



Yogyakarta, 28 Juli 2022



Diajukan Oleh : Andi Sukma, Cici Sri Dwiningsih, Hikmahtul Azizah Mengetahui,



Pembimbing Klinik



Pembimbing Akademik



(Muskhab Eko Riyadi, S.Kep., Ns., M.Kep)



(



)



LAPORAN PENDAHULUAN “GAGAL GINJAL KRONIK” A. Pengertian Gagal ginjal merupakan kondisi dimana ginjal tidak mampu melakukan filtrasi darah sebagaimana mestinya, sedangkan kronis berarti bahwa kondisi tersebut berlangsung perlahan dan berlangsung lama, (Ariyani, 2019). Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan fungsi ginjal secara progresif dan irreversible dimana tubuh tidak mampu mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (penumpukan sampah nitrogen dalam darah dan retensi urea), (Sukandar & Mustikasari, 2021). Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus- menerus. Fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolic, dan cairan elektrolit mengalami kegagalan, yang menyebabkan uremia, (Ma ’shumah et al., 2014). Sedangkan menurut Bello et al (2019), CKD didefinisikan sebagai kelainan struktur ginjal atau fungsi, hadir selama >3 bulan, dengan implikasi untuk kesehatan. B. Etiologi Menurut Inker et al (2014), ada beberapa kondisi atau keadaan lain yang dapat menyebabkan penyakit ginjal. 1. Glomerulonefritis Glomerulonefritis adalah sekelompok penyakit yang menyebabkan peradangan dan merusak unit penyaringan ginjal. Gangguan ini adalah jenis penyakit ginjal ketiga yang paling umum. 2. Penyakit bawaan Penyakit ginjal polikistik, atau PKD, adalah penyakit bawaan umum yang menyebabkan kista besar terbentuk di ginjal dan merusak jaringan di sekitarnya.



3. Kelainan ginjal dan saluran kemih sebelum lahir Malformasi yang terjadi saat bayi berkembang di dalam rahim ibunya. Misalnya, penyempitan dapat terjadi yang mencegah aliran urin normal dan menyebabkan urin mengalir kembali ke ginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan dapat merusak ginjal. 4. Penyakit autoimun Ketika sistem pertahanan tubuh, sistem kekebalan, berbalik melawan tubuh, itu disebut penyakit autoimun. Nefritis lupus adalah salah satu penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan (pembengkakan atau jaringan parut) pada pembuluh darah kecil yang menyaring limbah di ginjal Anda. 5. Penyebab lain Obstruksi yang disebabkan oleh batu ginjal atau tumor dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Pembesaran kelenjar prostat pada pria atau infeksi saluran kemih berulang juga dapat menyebabkan kerusakan ginjal. C. Patofisiologi Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan metabolic (DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan kongenital yang menyebabkan GFR menurun. Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban bahanyang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa di reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus. kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian lebih rendah itu. (Barbara C Long). Fungsi renal menurun,



produk akhir metabolism protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Pathway



HEMODIALISA



Pre HD



Metabolisme



Intra HD



Alirandarah ke ginjal



HCL



Sekresi Eritropoitin



Kerja ginjal



Iritasi lambung Mual, muntah



Proses HD



Kadar Hb



Retensi Na+H2O



Area pemasangan akses vesikuler



cairan pada paru



Hipervolemia



Pola nafas tidak efetif



Adanya kanulasi Adanya acurisma



Adanya luka akibat pungsi



Luka pungsi Resti injuri



Disfusi, Ultrafiltrasi Osmosis Priuritis, ititasi



Akumulasi Akral dingin, kram, Keluarnya CRT BB kering, piting odema (+), palbera odema



Post HD



Kerusakan perfusi jaringan



Resti kekukuran gan vol.cairan



Post enter masuknya kuman



Kerusakan integritas kulit Risiko infeksi



Intoleransi aktivitas Keletihan



(Sumber : Brunner & Sudart, 2013 dan SDKI, 2017) D. Klasifikasi Menurut Inker et al (2014), sejumlah penelitian dalam beberapa tahun terakhir telah memberikan bukti yang meyakinkan bahwa GFR lebih rendah dan lebih besar tingkat albuminuria secara independen terkait dengan kematian, kejadian kardiovaskular, dan tingkat ESRD. Seperti yang diulas dalam pedoman, tingkat yang lebih besar dari Sejumlah penelitian dalam beberapa tahun terakhir telah memberikan bukti yang meyakinkan bahwa GFR lebih rendah dan lebih besar tingkat albuminuria secara independen terkait dengan kematian, kejadian kardiovaskular, dan tingkat ESRD. Seperti yang diulas dalam pedoman, kadar albuminuria yang lebih tinggi sangat memprediksi hasil tingkat GFR pada individu dan populasi level.6-10 Mengintegrasikan GFR dan albuminuria ke dalam paradigma pementasan CKD diharapkan akan memberikan



klasifikasi yang lebih tepat dan informasi prog nostik yang lebih akurat. Kelompok kerja komentar mendukung penambahan albuminuria ke dalam skema klasifikasi CKD dan karakterisasi tingkat albuminuria berdasarkan tingkat keparahannya daripada istilah mikroalbuminuria atau makroalbuminuria.



E. Tanda dan Gejala Terdapat beberapa tanda dan gejala yang dikeluhkan pasien terkait penyakit GGK, yakni sebagai berikut: Gejala CKD lanjut 



nyeri dada







kulit kering







gatal atau mati rasa







merasa lelah







sakit kepala







peningkatan atau penurunan buang air kecil







kehilangan selera makan







kram otot







mual







sesak napas







masalah tidur







kesulitan berkonsentrasi







muntah







penurunan berat badan



Orang dengan CKD juga dapat mengalami anemia, penyakit tulang, dan malnutrisi, (The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, 2017).



F. Penatalaksanaan Menurut Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (worldkidneyday.org, 2015). 1. Dialisis Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka. Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis : 2. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser) Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai di bersihkan, darah dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah salit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam. 3. Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut) Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis. 4. Koreksi hiperkalemi



Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa. 5. Koreksi anemia Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi coroner. 6. Koreksi asidosis Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis. 7. Pengendalian hipertensi Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium. 8. Transplantasi ginjal Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru G. Konsep Ashuan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose keperawatan (Smeltezer and Bare, 2011). a. Identitas pasien



Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua. b. Keluhan utama Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma. c. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya. d. Aktifitas/istirahat : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak e. Sirkulasi Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina), hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada



penyakit



tahap



akhir,



pucat,



kulit



coklat



kehijauan,



kuning,



kecenderungan perdarahan. f. Integritas ego Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian. g. Eliminasi Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria. h. Makanan/Cairan Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi abdomen/asietes, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah



i. Neurosensori Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis j. Nyeri/kenyamanan Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku berhatihati/distraksi, gelisah. k. Pernapasan Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak, takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk dengan sputum encer (edema paru). l. Keamanan Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi m. Seksualitas Penurunan libido, amenorea, infertilitas n. Interaksi social Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga. o. Penyuluhan/Pembelajaran Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang. 2. Diagnosis



Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif . diagnosis negatif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sakit atau beresiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan pencegahan. Diagnosis ini terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko. Sedangkan diagnosis positif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai kondisi yang lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan Diagnosis Promosi Kesehatan (ICNP, 2015). Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan tanda/gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala, hanya memiliki faktor resiko. Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut (Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016): 1) Hipervolemia 2) Defisit nutrisi 3) Nausea 4) Gangguan integritas kulit/jaringan 5) Gangguan pertukaran gas 6) Intoleransi aktivitas 7) Resiko penurunan curah jantung 8) Perfusi perifer tidak efektif 9) Nyeri akut 3. Perencanaan Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien, keluarga, dan orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami pasien. Tahap perencanaan ini memiliki



beberapa tujuan penting, diantaranya sebagai alat komunikasi antar



sesama perawat dan tim kesehatan lainnya, meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi pasien, serta mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang ingin dicapai. Unsur terpenting dalam tahap perencanaan ini adalah membuat orioritas urutan diagnoa keperawatan, merumuskan tujuan, merumuskan kriteria evaluasi, dan merumuskan intervensi keperawatan.



Perencanaan asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik (sumber: SIKI, 2018



1.



Diagnosa keperawata n Hipervolemia



2



Defisit Nutrisi



No.



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam maka hipervolemia meningkat dengan kriteria hasil: 1. Asupan cairan meningkat 2. Haluaran urin meningkat 3. Edema menurun 4. Tekanan darah membaik 5. Turgor kulit membaik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam diharapkan pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien tercukupi dengan kriteria hasil:



Manajemen Hipervolemia Observasi: 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (edema, dispnea, suara napas tambahan) 2. Monitor intake dan output cairan 3. Monitor jumlah dan warna urin Terapeutik 4. Batasi asupan cairan dan garam 5. Tinggikan kepala tempat tidur Edukasi 6. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan cairan Kolaborasi 7. Kolaborasai pemberian diuretik 8. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat deuretik 9. Kolaborasi pemberian continuous renal replecement therapy (CRRT), jika perlu



Manajemen Nutrisi Observasi 1. Identifikasi status nutrisi 2. Identifikasi makanan yang disukai 3. Monitor asupan makanan 4. Monitor berat badan Terapeutik 5. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu



1. intake nutrisi tercukupi asupan makanan dan cairan tercukupi



3.



Nausea



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam maka nausea membaik dengan kriteria hasil: 1. Nafsu makan membaik 2. Keluhan mual menurun 3. Pucat membaik 4. Takikardia membaik (60-100 kali/menit)



4.



Kerusakan integritas kulit



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam diharapkan integritas 1. kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil: 1.Integritas kulit yang



6. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai



Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi Edukasi



8. Anjurkan posisi duduk, jika mampu 9. Ajarkan diet yang diprogramkan



Kolaborasi 10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan, jika perlu 11. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan Observasi 1. Identifikasi pengalaman mual 2. Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan) Terapeutik 3. Kendalikan faktor lingkungan penyebab (mis. Bau tak sedap, suara, dan rangsangan visual yang tidak menyenangkan) 4. Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis. Kecemasan, ketakutan, kelelahan) Edukasi 5. Anjurkan istirahat dan tidur cukup 6. Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang mual 7. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi mual(mis. Relaksasi, terapi musik, akupresur) Kolaborasi 8. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu Perawatan integritas kulit Obsevasi 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi) Terapeutik 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring 3. Lakukan pemijataan pada area tulang, jika perlu 4. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering Bersihkan perineal dengan air hangat Edukasi



5



Gangguan pertukaran gas



6



Intoleranasi



baik bisa dipertahankan 2.Perfusi jaringan baik 3.Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam diharapkan pertukaran gas tidak terganggu dengak kriteria hasil: 1. Tanda-tanda vital dalam rentang normal 2. Tidak terdapat otot bantu napas 3. Memlihara kebersihan paru dan bebas dari tanda-tanda distress pernapasan



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil: 1. Keluhan lelah



5. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion atau serum) 6. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya Anjurkan minum air yang cukup 7. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem



Pemantauan respirasi Observasi 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas 2. Monitor pola napas 3. Monitor saturasi oksigen 4. Auskultasi bunyi napas Terapeutik 5. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 6. Bersihkan sekret pada mulut dan hidung, jika perlu 7. Berikan oksigen tambahan, jika perlu 8. Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi 9. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 10. Informasikan hasil pemantauan Kolaborasi 11. Kolaborasi penentuan dosis oksigen Manajemen Energi Observasi 1. Monitor kelelahan fisik 2. Monitor pola dan jam tidur Terapeutik 3. Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif 4. Libatkan keluarga dalam melakukan aktifitas, jika



7.



8.



Resiko Penurunan curah jantung



Perfusi perifer tidak efektif



menurun 2. Saturasi oksigen dalam rentang normal (95%- 100%) 3. Frekuensi nadi dalam rentang normal (60-100 kali/menit) 4. Dispnea saat beraktifitas dan setelah beraktifitas menurun (16-20 kali/menit) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x8 jam diharapkan penurunan curah jantung meningkat dengan kriteria hasil: 1. Kekuatan nadi perifer meningkat 2. Tekanan darah membaik 100130/60-90 mmHg 3. Lelah menurun



perlu Edukasi 5. Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap 6. Anjurkan keluarga untuk memberikan penguatan positif Kolaborasi 7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan



Perawatan Jantung Observasi: 1. Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung (mis. Dispnea, kelelahan) 2. Monitor tekanan darah 3. Monitor saturasi oksigen Terapeutik: 4. Posisikan semi-fowler atau fowler 5. Berikan terapi oksigen Edukasi 6. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam 7. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi Kolaborasi 8. kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu



Dispnea menurun dengan frekuensi 1624 x/menit Setelah dilakukan tindakan perawatan



1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian



Perawatan sirkulasi Observasi



9.



Nyeri akut



selama 3x8 jam maka perfusi perifer meningkat dengan kriteria hasil: 1. denyut nadi perifer meningkat 2. Warna kulit pucat menurun 3. Kelemahan otot menurun 4. Pengisian kapiler membaik 5. Akral membaik Turgor kulit membaik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x8 jam maka tautan nyeri meningkat dengan kriteria hasil: 1. Melaporkan nyeri terkontrol meningkat 2. Kemampuan mengenali onset nyeri meningkat 3. Kemampuan menggunakan



kapiler, warna, suhu) 2. Monitor perubahan kulit 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak 4. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi Terapeutik 5. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi 6. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan perfusi 7. Lakukan pencegahan infeksi 8. Lakukan perawatan kaki dan kuku Edukasi 9. Anjurkan berhenti merokok 10.Anjurkan berolahraga rutin 11.Anjurkan mengecek air mandi untun menghindari kulit terbakar 12.Anjurkan meminum obat pengontrol tekanan darah secara teratur Kolaborasi 13.Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu Manajemen Nyeri Observasi 1. Identifikasi factor pencetus dan pereda nyeri 2. Monitor kualitas nyeri 3. Monitor lokasi dan penyebaran nyeri 4. Monitor intensitas nyeri dengan menggunakan skala 5. Monitor durasi dan frekuensi nyeri Teraupetik 6. Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri 7. Fasilitasi istirahat dan tidur Edukasi 8. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 9. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat Kolaborasi



10.



Defisit nutrisi



11. Hipervolemia



teknik nonfarmakologis meningkat 4. Keluhan nyeri penggunaan analgesik menurun 5. Meringis menurun 6. Frekuensi nadi membaik 7. Pola nafas membaik Tekanan darah membaik Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan 1. Porsi makan dihabiskan meningkat 2. BB membaik 3. IMT membaik



Setelah dilakukan tindakan keperawatan



Kolaborasi pemberian obat analgetik



Observasi 1.Periksastatus gizi, status alergi, program diet, kebutuhan dan kemampuan pemenuhan kebutuhan gizi 2. Identifikasi kemampuan dan waktu yang tepat menerima informasi Teraupetik 3. Persiapkan materi dan media seperti jenis-jenis nutrisi, tabel makanan penukar 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan Edukasi 5. Jelaskan kepada pasien dan keluarga alergi makanan, makanan yang harus dihindari, kebutuhan jumlah kalori, jenis makanan yang dibutuhkan pasien 6. Ajarkan cara menjalankan diet secara terprogram 7. Jelaskan hal-halyang dilakukan sebelum memberikan makan (misal, perawat mulut, obat yang harus dimakan seblkum makan) 8. Ajarkan pasien dan keluarga memantau kondisi kekurangan nutrisi Manajemen Hemodialisis : Observasi:



diharapkan 1. Kekuatan nadi meningkat 2. Turgor kulit meningkat 3. Berat badan meningkat 4. Tekanan darah membaik



12.



Pola nafas tidak efektif



Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan 1. Dispnea menurun 2. Penggunaan otor bantu nafas menurun 3. Frekuensi nafas membaik 4. Kedalaman nafas membaik



1. Identifiasi kesiapan hemodialisis (mis. tanda-tanda vital, berat badan kering, kelebihan cairan, kontraindikasi pemberian heparin) 2. Monitor tanda tanda vital Terapeutik: 1. Siapkan peralatan hemodialisis (mis. Bahan habis pakai, blood line hemodialisis) 2. Lakukan prosedur dialis dengan prinsip aseptik 3. Atur filtrasi sesuai kebutuhan penarikan kelebihan cairan 4. Hentikan hemodialisis jika mengalami kondisi yang membahayakan Edukasi: 5. Ajarkan pembatasan cairan, penanganan insomnia, pencegahan infeksi akses HD dan pengenalan tanda perburukan kondisi Kolaborasi 6. Kolaborasi pemberian heparin pada blood line, sesuai indikasi Observasi 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, weezing, ronkhi kering) 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik 4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma cervical) 5. Posisikan semi-Fowler atau Fowler 6. Berikan minum hangat 7. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu 8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik 9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum 10. Penghisapan endotrakeal 11. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill



12. Berikan oksigen, jika perlu Edukasi 13. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi. 14. Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi 15. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu



13.



Keletihan



Tingkat keletihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan 1. Motivasi meningkat 2. Verbalisasi lelah menurun 3. Lesu menurun 4. Gelisah menurun 5. Sakit kepala menurun



Edukasi aktivitas/istirahat (1.12362) 1. Observasi  Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi 2. Terapeutik  Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat  Jadwalkan pemberian pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan  Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya 3. Edukasi  Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisik/olahraga secara rutin  Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok, aktivitas bermain atau aktivitas lainnya  Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat  Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat (mis. kelelahan, sesak nafas saat aktivitas)  Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas sesuai



kemampuan 14.



Intoleransi aktivitas



Toleransi aktivitas 1. Kemudahan melakukan aktivitas seharihari meninkat 2. Perasaan lemah menurun 3. Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat



Terapi relaksasi otot progresif 1. Identifikasi tempat yang tenang dan nyaman 2. Moitor secara berkala monitor adanya indicator tidak rileks Teraupetik 1. Atur lingkungan agar tidak ada gangguan saat terapi 2. Berikan posisi bersandar pada kursi atau posisi lainnya yang nyaman Edukasi 1. Anjurkan menggunakan pakaian yang nyaman dan tiak sempit 2. ANjurkan menegangkan otot kaki selama tidak kebih dari 5 detik untuk menghindari kram 3. Anjurkan bernafas dalam dan perlahan



4. Implementasi Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses asuhan keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi kesehatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan yang di prioritaskan. Proses pelaksanaan imolementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi, ada 4 tahap operasional yang harus diperhatikan oleh perawat dalam melakukan implementasi keperawatan, yaitu sebagai berikut : 1) Tahap Prainteraksi Membaca rekam medis pasien, mengeksplorasi perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan professional pada diri sendiri, memahami rencana keperawatan yang baik, menguasai keterampilan teknis keperawatan, memahami rasional ilmiah dan tindakan yang akan dilakukan, mengetahui sumber daya yang diperlukan, memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan, memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan dan penampilan perawat harus meyakinkan 2) Tahap Perkenalan Mengucapkan salam, memperkenalkan nama, enanyakan nama, umur, alamat pasien, menginformasikan kepada pasien tujuan dan tindakan yang



akan



dilakukan oleh perawat, memberitahu kontrak waktu, dan memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan 3) Tahap Kerja Menjaga privasi pasien, melakukan tindakan yang sudah direncanakan, halhal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah energy pasien, pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, kondisi pasien, respon pasien terhadap tindakan yang telah diberikan. 4) Tahap Terminasi Beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan perasaannya setelah dilakukan tindakan oleh perawat, berikan feedback yang baik kepada pasien dan puji atas kerjasama pasien, kontrak waktu selanjutnya, rapikan peralatan dan lingkungan pasein dan lakukan terminasi, berikan salam sebelum menginggalkan pasien, lakukan pendokumentasian



5) Evaluasi Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus terhadap respon pasien pada tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses atau promotif dilakukan setiap selesai tindakan. Evaluasi dapat dilakukan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya. S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau muncul masalah baru. P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon pasien Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi: 1) Masalah teratasi, jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. 2) Masalah teratasi sebagian, jika pasien menunjukkan sebahagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan. 3) Masalah belum teratasi, jika pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan 4) Muncul masalah baru, jika pasien menunjukkan adanya perubahan kondisi atau munculnya masalah baru.



DAFTAR PUSTAKA Ariyani, H. (2019). Gambaran Karakteristik Pasien Gagal Ginjal Kronis Di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Jurnal Keperawatan & Kebidanan STIKes Mitra Kencana Tasikmalaya, 3(2), 1–6. Bare, Smeltzer. 2011. “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8.” Bello, A. K., Ronksley, P. E., Tangri, N., Kurzawa, J., Osman, M. A., Singer, A., … Drummond, N. (2019). Quality of Chronic Kidney Disease Management in Canadian Primary



Care.



JAMA



Network



Open,



2(9),



1–14.



https://doi.org/10.1001/jamanetworkopen.2019.10704 Inker, L. A., Astor, B. C., Fox, C. H., Isakova, T., Lash, J. P., Peralta, C. A., … Feldman, H. I. (2014). KDOQI US commentary on the 2012 KDIGO clinical practice guideline for the evaluation and management of CKD. American Journal of Kidney Diseases, 63(5), 713–735. https://doi.org/10.1053/j.ajkd.2014.01.416  International Conference on Network Protocols, ICNP 2015, San Francisco, CA, USA, November 10-13, 2015 Ma ’shumah, N., Bintanah, S., & Handarsari, E. (2014). Hubungan asupan protein dengan kadar ureum, kreatinin, dan kadar hemoglobin darah pada penderita gagal ginjal kronik hemodialisa rawat jalan di RS Tugurejo, Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang, 3(1), 22–32. PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI. Sukandar, D., & Mustikasari. (2021). Studi Kasus: Ansietas Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 4(3), 1689–1699.



The National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. (2017). Diambil dari https://www.niddk.nih.gov/health-information/kidney-disease/chronic-kidney-diseaseckd/what-is-chronic-kidney-disease Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia