LP - DYSPNEA Lita Bab 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Secara umum yang dimaksud dengan dispneu adalah kesulitan bernapas. Kesulitan bernapas ini terlihat dengan adanya kontraksi otot-otot pernapasan tambahan. Perubahan ini biasanya terjadi dengan lambat, akan tetapi dapat pula terjadi dengan cepat. Kesulitan bernapas disebabkan karena suplai oksigen kedalam jaringan tubuh tidak sebanding dengan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Dispneu, sensasi sesak napas atau pernapasan tidak memadai, adalah keluhan yang paling umum dari pasien dengan penyakit kardiopulmonari. Evaluasi keluhan rumit oleh fakta bahwa dalam beberapa keadaan sesak napas adalah konsekuensi normal menguras tenaga. Lebih jauh lagi, persepsi sesak napas bervariasi antara individu-individu pada tingkat yang sama kebugaran dan bekerja dan bahkan dalam individu yang sama melakukan pekerjaan yang sebanding pada waktu yang berbeda. Pada penyakit Negara, persepsi dispneu dapat sangat bervariasi diantara individu. Akibatnya, penilaian subyektif sensasi dispneu harus menyeimbangkan konsep kerja dan ventilasi fisiologis permintaan dengan persepsi individu sesak napas. Makalah ini akan membahas tentang “ laporan pendahuluan Dispneu” . 2. Rumusan Masalah Dalam menyusun makalah ini, dibatasi laporan pendahuluan Dispneu akan dilaksanakan di Rumah sakit Muhamad Husein Palembang 3. Tujuan Mengetahui laporan pendahuluan Dispneu akan dilaksanakan di Rumah sakit Muhamad Husein Palembang



BAB II PEMBAHASAN



1. Difinition Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2006). Sesak nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)



PATHWWAY DYPSNEA



2. Etiologi a. Depresi Sistem saraf pusat Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal. b. Kelainan neurologis primer Akan mempengaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuskular yang terjadi pada pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi. c. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks



Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas. d. Trauma Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin menyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar e. Penyakit akut paru Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyebabkan gagal nafas. 3. Clinical minifestation a. Batuk dan produksi skutum Batuk adalah engeluaran udara secara paksa yang tiba – tiba dan biasanya tidak disadari dengan suara yang mudah dikenali. b. Dada berat Dada berat umumnya disamakan dengan nyeri pada dada. Biasanya dada berat diasosiasikan dengan serangan jantung. Akan tetapi, terdapat berbagai alasan lain untuk dada berat. Dada berat diartikan sevagai perasaan yang bera dibagian dada. Rata – rata orang juga mendeskripsikannya jantungnya. c. Mengi



seperti



ada



seseorang



yang



memegang



Mengi merupakan sunyi pich yang tinggi saat bernapas. Bunyi ini muncul ktika udara mengalir melewati saluran yang sempit. Mengi adalah tanda seseorang mengalami kesulitan bernapas. Bunyi mengi jelas terdengar sat ekspirasi, namun bisa juga terdengar saat inspirasi. Mengi umumnya muncul ketika saluran napas menyempit atau adanya hambatan pada saluran napas yang besar atau pada seseorag yang mengalami gangguan pita suara. d. napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. 4. Complication a. Sindrom koroner akut Sindrom koroner akut sering timbul dengan ketidaknyamanan dada retrosternal dan kesulitan bernapas. Namun, penyakit ini biasanya hanya muncul dengan sesak napas saja.



Faktor risiko termasuk usia tua,



merokok , hipertensi , hiperlipidemia , dan diabetes . Elektrokardiogram dan enzim jantung penting untuk diagnosis dan mengarahkan pengobatan. Perawatan melibatkan langkah-langkah untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung dan upaya untuk meningkatkan aliran darah. b. Gagal jantung kongestif Gagal jantung kongestif sering disertai dengan sesak napas dengan aktivitas, ortopnea , dan dispnea nokturnal paroksismal .



Ini



mempengaruhi antara 1-2% dari populasi umum Amerika Serikat dan terjadi pada 10% dari mereka yang berusia di atas 65 tahun. Faktor risiko dekompensasi akut meliputi asupan garam yang tinggi, ketidakpatuhan obat, iskemia jantung, irama jantung yang tidak normal , gagal ginjal , emboli paru, hipertensi , dan infeksi. Upaya pengobatan diarahkan untuk mengurangi kemacetan paru-paru. c. Penyakit paru obstruktif kronik Orang dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), paling sering emfisema atau bronkitis kronis , sering mengalami sesak napas kronis dan batuk produktif kronis.



Eksaserbasi akut muncul dengan peningkatan



sesak napas dan produksi dahak . COPD adalah faktor risiko untuk



pneumonia ; dengan demikian kondisi ini harus disingkirkan. Dalam pengobatan eksaserbasi akut adalah dengan kombinasi antikolinergik , agonis adrenoseptor beta , steroid dan kemungkinan ventilasi tekanan positif . d.



Asma



Asma adalah alasan paling umum untuk datang ke ruang gawat darurat dengan sesak napas. Ini adalah penyakit paru-paru yang paling umum di negara berkembang dan maju yang mempengaruhi sekitar 5% populasi. Gejala lain termasuk mengi , sesak di dada, dan batuk yang tidak produktif. Kortikosteroid inhalasi adalah pengobatan yang disukai untuk anak-anak, namun obat ini dapat mengurangi tingkat pertumbuhan. Gejala akut diobati dengan bronkodilator kerja singkat. e. Pneumothorax Artikel utama: Pneumothorax Pneumotoraks menunjukkan secara khas nyeri dada pleuritik dengan onset akut dan sesak napas yang tidak membaik dengan oksigen. Temuan fisik dapat berupa bunyi napas tidak ada di satu sisi dada, distensi vena jugularis , dan deviasi trakea.



f. Pneumonia Artikel utama: Pneumonia Gejala-gejala pneumonia adalah demam , batuk produktif , sesak napas, dan nyeri dada pleuritik . Radang inspirasi mungkin terdengar saat ujian. Rontgen dada bermanfaat untuk membedakan pneumonia dari gagal jantung kongestif. Karena penyebabnya biasanya infeksi bakteri, antibiotik biasanya digunakan untuk perawatan. g. Emboli paru Emboli paru secara klasik menunjukkan onset akut sesak napas. Gejala lain yang muncul termasuk nyeri dada pleuritik , batuk, hemoptisis , dan demam . Faktor risiko termasuk trombosis vena dalam , pembedahan barubaru ini, kanker , dan tromboemboli sebelumnya. Ini harus selalu



dipertimbangkan pada mereka yang memiliki onset akut sesak napas karena tingginya risiko kematian. Diagnosis, bagaimanapun, mungkin sulit dan Skor Wells sering digunakan untuk menilai probabilitas klinis. Pengobatan, tergantung pada keparahan gejala, biasanya dimulai dengan antikoagulan ; adanya tanda-tanda tidak menyenangkan (tekanan darah rendah) dapat menjamin penggunaan obat trombolitik . h. Anemia Anemia yang berkembang secara bertahap biasanya timbul dengan dispnea saat aktivitas, kelelahan, kelemahan, dan takikardia .Ini bisa menyebabkan gagal jantung . Anemia sering menjadi penyebab dispnea. Menstruasi, terutama jika berlebihan, dapat berkontribusi terhadap anemia dan dispnea akibat pada wanita. Sakit kepala juga merupakan gejala dispnea pada pasien yang menderita anemia. Beberapa pasien melaporkan sensasi mati rasa di kepala mereka, dan yang lain melaporkan penglihatan kabur yang disebabkan oleh hipotensi di belakang mata karena kekurangan oksigen dan tekanan; pasien-pasien ini juga telah melaporkan sakit kepala parah, yang banyak di antaranya menyebabkan kerusakan otak permanen. Gejala dapat meliputi kehilangan konsentrasi, fokus, kelelahan, gangguan kemampuan berbahasa dan kehilangan memori. i.



Lainnya



Penyebab penting atau umum dari sesak napas lainnya termasuk tamponade jantung , anafilaksis , penyakit paru interstitial , serangan panik ] dan hipertensi paru . Tamponade jantung muncul dengan dispnea, takikardia, peningkatan tekanan vena jugularis, dan pulsus paradoxus . Standar emas untuk diagnosis adalah USG . Anafilaksis biasanya dimulai beberapa menit pada seseorang dengan riwayat yang sama sebelumnya. Gejala lain termasuk urtikaria , pembengkakan tenggorokan , dan gangguan pencernaan.Perawatan utama adalah epinefrin . Penyakit paruparu interstisial timbul dengan onset napas pendek secara bertahap yang biasanya disertai riwayat paparan lingkungan predisposisi. Sesak nafas sering kali merupakan satu-satunya gejala pada mereka yang memiliki



tachydysrhythmias .



Serangan panik biasanya muncul dengan



hiperventilasi , berkeringat, dan mati rasa . Namun mereka adalah diagnosis eksklusi . Sekitar 2/3 wanita mengalami sesak napas sebagai bagian dari kehamilan normal. Kondisi neurologis seperti cedera saraf tulang belakang, cedera saraf frenikus, sindrom Guillain-Barré , sklerosis lateral amyotrophic , multiple sclerosis dan distrofi otot semua dapat menyebabkan seseorang mengalami sesak napas. 5. Implementasi a. Airway - Peningkatan sekresi pernapasan -Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi b. Breathing - Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, - Menggunakan otot aksesori pernapasan - Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis c. Circulation - Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia - Sakit kepala - Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, - Papiledema - Penurunan haluaran urine d. Pemeriksaan fisik : -System pernafasaan : Inpeksi : kembang kembis dada dan jalan nafasnya Palpasi : simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernafasaan tertinggal Perkusi : suara nafas ( sonor, hipersonor atau pekak) Auskultasi ; suara abnormal (wheezing dan ronchi) - System Kardiovaskuler : Inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah trauma



Palpasi ; bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral Suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradok -System neurologis Inpeksi ; gelisah atau tidak gelisah, adakah jejas di kepala Palpasi ; kelumpuhan atau laterarisasi pada anggota gerak Bagaimana tingkat kesadaran yang dialamu dengan menggunakan Glasgow Coma Scale e. Pemeriksaan sekunder 1) Aktifitas Gejala : - Kelemahan - Kelelahan - Tidak dapat tidur - Pola hidup menetap - Jadwal olah raga tidak teratur Tanda : - Takikardi - Dispnea pada istirahat atau aaktifitas 2) Sirkulasi Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus, gagal nafas Tanda : -Tekanan darah Dapat normal / naik / turun Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri - Nadi Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia) -



Bunyi jantung



Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel -



Murmur Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung



6.



Patofisiologi dan Pathwys Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara). Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali ke asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel. Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiod. Penemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut (Brunner & Sudarth, 2001).



BAB III



ASUHAN KEPERAWATAN 1.



PENGKAJIAN



1. Identitas Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis. 2. Riwayat kesehatan a



Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada.



b Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA. c



Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI, ISPA, batuk.



d Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat kesehatan keluarga pasien 3. Pola kesehatan fungsional Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah : a



Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan , adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan dengan oksigen.



b Pola metabolik-nutrisi Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang kurang gizi, mengalami kelemahan otot pernafasan. c



Pola eliminasi



d Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi), perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi) Aktivitas-latihan Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan oksigen yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki peningkatan aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen. e



Pola istirahat-tidur Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat.



1) Pola persepsi-kognitif Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan pasien. 2) Pola konsep diri-persepsi diri Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang (pekerjaan, situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap diri sendiri (gemuk/ kurus). 3) Pola hubungan dan peran Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang. 4) Pola reproduksi-seksual Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji 5) Pola toleransi koping-stress Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien. 6) Keyakinan dan nilai Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien. 4. Pemeriksaan fisik a. Kesadaran: kesadaran menurun



b. TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi c. Head to toe 1)



Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis



(karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie ( karena emboli atau endokarditis) 2)



Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan



mengerutkan mulut 3)



Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung



4)



Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara



dada kanan dan kiri, suara nafas tidak normal. 5)



Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan cepat



(tacypnea), pernafasan lambat (bradypnea) 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan oksigenasi adalah: a.



Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus



banyak. b.



Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau



hiperventilasi c.



Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan



perfusi ventilasi.



3. INTERVENSI KEPERAWATAN NO TUJUAN INTERVENSI DX I Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama a. Manajemen Jalan Napas 1) Buka jalan napas pasien 3x24 jam, klien dapat mencapai bersihan jalan 2) Posisikan pasien untuk napas yang efektif, dengan kriteria hasil: memaksimalkan ventilasi. Respiratory Status: Airway patency 3) Identifikasi Pasien Tujuan N Awa Indikator untuk perlunya o l 1 2 3 4 5 pemasangan alat jalan 1. Pengeluaran 2 √ napas buatan sputum pada jalan 4) Keluarkan secret napas dengan suction 2. Irama napas sesuai 2 √ 5) Auskultasi suara napas, yang diharapkan catat bila ada suara 3. Frekuensi 2 √ napas tambahan pernapasan sesuai 6) Monitor rata-rata yang diharapkan respirasi setiap pergantian shift dan Keterangan: setelah dilakuakan 1. Keluhan ekstrim tidakan suction 2. Keluhan berat b. Suksion Jalan Napas 3. Keluhan sedang 1) Auskultasi jalan napas 4. Keluhan ringan sebelum dan sesudah 5. Tidak ada keluhan suction 2) Informasikan keluarga tentang prosedur suction 3) Berikan O2 dengan



RASIONAL 1. Ventilasi maksimal membuka area atelectasis. 2. Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. 3. Mencegah obstruksi/aspirasi. 4. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis. Ronki menunjukan akumulasi secret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesoris pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan. 1. Mencegah obstruksi/aspirasi. Penghisapan dapat diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan secret. 2. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis. 3.Ventilasi maksimal



II



menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakheal 4) Hentikan suksion dan berikan oksigen bila Pasien menunjukkan bradikardi peningkatan saturasi oksigen 5) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 6) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi.



membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan secret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan. 4.Mencegah pengeringan mukosa, membantu pengenceran sekret



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama a. Manajemen Jalan Napas 1) Buka jalan napas 3x24 jam, klien dapat mencapai napas efektif, Pasien dengan kriteria hasil: 2) Posisikan Pasien untuk memaksimalkan Respiratory Status: Ventilation ventilasi. Tujuan N Awa Indikator 3) Identifikasi Pasien o l 1 2 3 4 5 untuk perlunya 1. Auskultasi suara 2 √ pemasangan alat jalan napas sesuai napas buatan 2. Bernapas mudah 2 √ 4) Keluarkan secret 3. Tidak didapatkan 2 √ dengan suction penggunaan otot 5) Auskultasi suara napas, tambahan



Airway management 1) Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi. 2) Memposisikan pasien semi fowler supaya dapat bernafas optimal. 3) Deteksi terhadap pertukaran gas dan bunyi tambahan serta kesulitan bernafas (ada tidaknya



6. Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, membuatnya mudah dikeluarkan.



Vital sign Status Tujuan N Awa Indikator o l 1 2 3 4 5 1. Tanda Tanda vital 2 √ dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) Keterangan: 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan



catat bila ada suara napas tambahan 6) Monitor penggunaan otot bantu pernapasan 7) Monitor rata-rata respirasi setiap pergantian shift dan setelah dilakuakan tidakan suction



Vital sign monitoring 1) Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi 2) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi 3) Monitor vital sign 4) Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas. 5) Ajarkan bagaimana batuk efektif 6) Monitor pola nafas



dispneu) untuk memonitor intervensi. 4) Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia 5) Memberikan rasa nyamandan mempermudah pernapasan 6) Deteksi status respirasi



Vital sign monitoring 1) Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum 2) Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam/dehidrasi tetapi dapat sebagai respons terhadap hipoksemia 3) Selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal (hipotensi/syok) dapat terjadi. 4) Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami pasien mengalami nyeri, khusunya bila alasan lain



untuk perubahan tanda vital telah terlihat. III



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kerusakan pertukaran pasien teratasi dengan kriteria hasil: Respiratory Status : Gas exchange Keseimbangan asam Basa, Elektrolit Respiratory Status : ventilation Vital Sign Status Tujuan N Awa Indikator o l 1 2 3 4 5 1. Mendemonstrasika 2 √ n peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat 2. Memelihara 2 √ kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan



1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 2) Pasang mayo bila perlu 3) Lakukan fisioterapi dada jika perlu 4) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 5) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 6) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. 7) Monitor respirasi dan status O2 8) Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal 9) Monitor suara nafas,



1.



Ventilasi



maksimal



membuka area atelectasis. 2.



Posisi



membantu



memaksimalkan ekspansi paru dan



menurunkan



upaya



pernafasan. 3.Mencegah obstruksi/aspirasi. 4. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis. Ronki menunjukan



akumulasi



secret/ketidakmampuan untuk membersihkan



jalan



yang



menimbulkan



dapat



penggunaan



otot



nafas



aksesoris



pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan. 5. Pemasukan cairan yang banyak



membantu



3. Mendemonstrasika n batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) 4. AGD dalam batas normal 5. Status neurologis dalam batas normal Keterangan: 1. Keluhan ekstrim 2. Keluhan berat 3. Keluhan sedang 4. Keluhan ringan 5. Tidak ada keluhan



2







2







2







seperti dengkur 10) Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot 11) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan 12) Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental 13) Observasi sianosis khususnya membran mukosa



mengencerkan



sekret,



membuatnya



mudah



dikeluarkan.



4. EVALUASI Pada tahap akhir dari proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang di berikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi yang merupakan proses terus menerus, diperlukan untuk menentukan seberapa baik rencana perawatan yang dilaksanakan. Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu, karena setiap tindakan keperawatan dilakukan, respon pasien di catat dan evaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang di harapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuanyang telah ditetapkan.



DAFTAR PUSTSAKA Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. III. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius



Doengoes, E. Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.III. Jakarta : EGC



Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8. Vol. 3. Jakarta : EGC