LP Fraktur Femur [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI (ORGAN YANG BERMASALAH) 1.1 GAMBAR ANATOMI (ORGAN YANG BERMASALAH)



(sumber: www.wordpress.com)



1.2



ANATOMI FISIOLOGI DARI FRAKTUR FEMUR



Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses “Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium.Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya : 1).Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh selsel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atautrabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosterone merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen,bersama 1



dengan testosteron,merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang. 2).Tulang pendek (carpals)bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat. 3).Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang concellous. 4).Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek. 5).Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut). Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen



dan



2%



subtansi



dasar(glukosaminoglikan,



asam



polisakarida)



dan



proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ). Osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang. Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm). Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang. Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast, yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang). Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan 70 % endapan garam. Bahan 2



organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih dari 90 % serat kolagen dan kurang dari 10 % proteoglikan (protein plus sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan). Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat berupa pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn hormon, faktor makanan, dan jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang, dan terjadi akibat aktivitas sel-sel pembentuk tulang yaitu osteoblas. Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi bagian dari osteoid, dan d isebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring dengan terbentuknyatulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang. Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang, sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal ini dianggap sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengan cepat antara tulang, cairan interstisium, dan darah. Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara bersamaan dengan pembentukan tulang. Penyerapan aktivitas osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh beberapa faktor fisik dan hormon. Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormonhormon tersebut. Estrogen dan testosterone akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan 3



tulang. Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang. Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulanguntuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas. Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.



1.3



Fisiologi Tulang



Fungsi tulang adalah sebagai berikut : 1).Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh. 2).Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan lunak. 3).Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan). 4).Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema topoiesis). 5).Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.



4



2. DEFINISI Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price & Wilson,2006) Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2003). Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). Patah pada tulang femur dapat menimbulkan perdarahan cukup banyak serta mengakibatkan penderita mengalami syok (Sjamsuhidajat, 2004). Jadi, fraktur femur adalah patah tulang, yang disebabkan oleh terputusnya jaringan tulang dan tulang rawan yang terjadi akibat trauma langsung. 3. ETIOLOGI Menurut (Mansjoer,2003) Penyebab fraktur secara fisiologis merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga dan trauma dapat disebabkan oleh: cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan dan cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan. Secara patologis merupakan suatu kerusakan tulang yang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma dapat mengakibatkan fraktur, hal ini dapat terjadi pada berbagai keadaan diantaranya: tumor tulang, osteomielitis, scurvy (penyakit gusi berdarah) serta rakhitis.



4. MANIFESTASI KLINIS Menurut (NANDA NIC NOC 2015) manifestasi klinis dari fraktur femur adalah: 1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak 2. Nyeri pembengkakan 3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan kerja, trauma olahraga) 5



4. Gangguan fungsional anggota gerak 5. Deformitas 6. Kelainan gerak 7. Krepitasi atau dating dengan gejala-gejala lain



5. PATOFISIOLOGI Menurut (Price,2005) Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal datang lebih besar dari pada tekanan yang diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang dapat mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (fraktur) (Elizabeth, 2003). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang menjadi rusak sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan. Pada saat perdarahan terjadi terbentuklah hematoma di rongga medulla tulang, sehingga jaringan tulang segera berdekatan kebagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis akan menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang di tandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit serta infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.



6



6. PATHWAY



Sumber: Nanda Nic Noc Jilid.2 Tahun 2015 Hal.12



7



7. PENATALAKSANAAN MEDIS Menurut (NANDA NIC NOC 2015) Prinsip penanganan fraktur meliputi: 1. Reduksi Reduksi fraktur bearti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi penutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai, dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, dan paku 2. Imobilisasi Imobilisasi



dapat



dilakukan



dengan



metode



eksterna



dan



interna.



Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, dan gerakan. Perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan



8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Menurut (NANDA NIC NOC 2015) pemeriksaan penunjang meliputi: 1. X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur 2. Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak 3. Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler 4. Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada pendarahan; peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan 5. Kretinin: trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal 6. Profil kalugasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse atau cidera hati.



9. KOMPLIKASI Menurut (Sjamsuhidajat,2004) komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi antara lain: syok neurogenik, infeksi, nekrosis divaskuler, cidera vaskuler dan saraf, mal-union, luka akibat tekanan serta kaku sendi.



8



10. TEORI DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 10.1 ASSESMENT PENGKAJIAN Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. 1.Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawat an sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas: a.Pengumpulan Data 1)Anamnesa a)Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan,pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. b)Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: (1)Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri. (2)Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. (3)Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. (4)Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya. (5)Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. 9



c)Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bias diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995). d) Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang



e)Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).



f)Riwayat Psikososial Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna D, 1995).



10



10.2



DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cidera jaringan lunak, pemasangan traksi (NANDA NIC NOC 2015 Hal.306) 2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah kejaringan (NANDA NIC NOC 2015 Hal.296) 3. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup) (NANDA NIC NOC 2015 Hal.286) 4. Hambatan mobilitas fisik b.d rangka neuromuscular, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi) (NANDA NIC NOC 2015 Hal.271) 5. Resiko infeksi b.d trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive (pemasangan traksi) (NANDA NIC NOC 2015 Hal.316) 6. Resiko syok (hipovolemik) b.d kehilangan volume darah akibat trauma (fraktur) (NANDA NIC NOC 2015 Hal.341)



10.3 INTERVENSI KEPERAWATAN 1) Diagnosa 1: a) Rencana Tujuan Setelah diberikan asuhan keperawatan nyeri yang dialami pasien berkurang atau hilang.



b) Kriteria Hasil (1) Pasien menyatakan nyeri berkurang (2) Pasien mengungkapkan mampu tidur / istirahat dengan baik. (3) Pasien tampak rileks (4) TD pasien dalam rentang normal 100/60- 120/80 mmHg (5) Frekuensi nadi pasien dalam rentang normal 80-100 x/menit (6) Skala nyeri 0 dari 0 - 10 (7) Pasien dapat beraktivitas sesuai kemampuan.



c) Rencana Tindakan (1) Observasi TTV.



11



R :Mengetahui kondisi pasien sehingga dapat menentukan rencana selanjutnya seperti peningkatan nadi, tekanan darah dimana menunjukan adanya peningkatan atau penurunan akibat rasa nyeri sehingga merupakan indikator atau derajat nyeri secara tidak langsung. (2) Kaji nyeri dengan teknik PQRST. R :Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukan perubahan dimana memerlukan evaluasi dan intervensi yang berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. (3) Anjurkan klien istirahat di tempat tidur. R :Istirahat yang adekuat dapat mengurangi intensitas nyeri dimana istirahat dapat meningkatkan normalisasi fungsi organ, misalnya menurunkan ketidaknyamanan pada daerah abdomen post operasi. (4) Beri posisi nyaman. R :Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang. (5) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi. R :Distraksi menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan perhatian pasien dengan cara mengajak pasien dalam hal-hal yang digemari pasien. Relaksasi mengurangi ketegangan, membuat perasaan lebih nyaman, dan meningkatkan mekanisme koping. (6) Beri kompres hangat / dingin sesuai indikasi. R :Menghilangkan atau mengurangi nyeri melalui cara meningkatkan rasa nyaman dimana dengan mengompres di sekitar daerah yang terindikasi dapat memvasodilatasi dan meningkatkan aliran sirkulasi sehingga dapat mengurangi ketegangan dan meningkatkan relaksasi otot akibat nyeri yang ditimbulkan dan memberikan sensasi yang menyenangkan.



(7) Intruksikan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri itu muncul. R :Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat menurunkan beratnya serangan yang ditimbulkan. (8) Beri teknik sentuhan yang terapeutik, biofeedback, hipnotis sendiri, dan reduksi stress. R :Memberikan pasien sejumlah pengendali nyeri dan / atau dapat mengubah mekanisme sensasi nyeri dan mengubah persepsi nyeri. (9) Beri HE mengenai manajemen nyeri.



12



R : Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berlangsung, dan antisipasi ketidak nyamanan akibat timbulnya nyeri sehingga pasien tidak mengalami kecemasan dan pasien mampu mandiri untuk menangani jika nyeri itu timbul. (10)



Kolaborasi untuk pemberian analgetik.



R : Analgetik berguna mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman dimana obat golongan analgesik akan merubah persepsi dan interprestasi nyeri sistem saraf pusat pada thalamus dan korteks serebri. Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan nyeri yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri. Diagnosa 2 a) Rencana tujuan Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan perfusi jaringan efektif b) Kriteria hasil (1) Meningkatkan perfusi jaringan (2) Tingkat kesadaran composmentis (3) Fungsi kognitif dan motorik/sensorik yang membaik (4) Tidak terjadinya tanda-tanda peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial) (5) Tekanan darah dalam rentang yang normal (100/60- 120/80 mmHg) (6) Nadi perifer tidak teraba (7) Edema perifer tidak ada



c) Rencana tindakan (1) Auskultasi frekuensi dan irama jantung, catat terjadinya bunyi jantung ekstra. R : Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upaya peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan. (2) Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya. R : Untuk mengetahui tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK. (3) Melakukan perawatan sirkulasi perifer secara komprehensif misal: periksa nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, dan suhu ekstremitas. R : Mengetahui keefektifan intervensi dan perkembangan pasien. (4) Ajarkan pasien pentingnya mematuhi diit dan program pengobatan. R : Mempercepat proses penyembuhan. (5) Tinggikan anggota badan yang terkena 20 derajat atau lebih tinggi dari jantung. 13



R : Meningkatkan aliran darah balik vena. (6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian anti trombosit & anti koagulan R : Untuk meningkatkan aliran darah serebral



Diagnosa 3 a) Rencana tujuan Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kerusakan integritas jaringan dapat diatasi. b) Kriteria hasil (1) Penyembuhan luka sesuai waktu (2) Tidak ada laserasi, integritas kulit baik



c) Rencana tindakan (1) Observasi keadaan kulit/kerusakan jaringan lunak yang terjadi pada klien. R : menjadi data dasar untuk memberikan informasi intervensi perawatan luka, alat apa yang akan dipakai, dan jenis larutan apa yang akam dilakukan. (2) Evaluasi kerusakan jaringan dan perkembangan pertumbuhan jaringan. R : apa bila masih belum tercapai kriteria evaluasi, sebaiknya perlu dikaji ulang faktorfaktor apa yang menghambat pertumbuhan jaringan lika. (3) Lakukan perawatan luka dengan teknik steril. R : perawatan luka dengan teknik steril dapat mengurangi kontaminasi kuman langsung kearea luka (4) Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang) R : Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas. (5) Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips. R : Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi. (6)



Kolaborasi dengan tim bedah untuk dikukan bedah perbaikan pada karusakan



jaringan agar tingkat kesembuhan dapat dipercepat. R : Bedah perbaikan dilakukan terutama pada klien fraktur terbuka dengan luka yang luas yang dapat menjadi pintu masuk kuman yang ideal. Diagnosa 4 a) Rencana tujuan



14



Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien dapat melakukan mobilitas fisik secara mandiri atu kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang b) Kriteri hasil 1) Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas pada tingkat yang paling tinggi yang mungkin 2) Mempertahankan posisi fungsional 3) Meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit c) Rencana tindakan (1) Kaji kemampuan mobilisasi pasien R : Menilai sejauh mana masalah yang dialami pasien (2) Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien. R :Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi. (3) Berikan penyangga pada ekstrimitas yang bermasalah R : Mempertahankan posis fungsional ekstremitas. (4) Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien. R : Menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia). (5) Dorong/pertahankan asupan cairan. R : Mempertahankan hidrasi adekuat, men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi (6) Berikan diet TKTP. R : Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mempertahankan fungsi fisiologis tubuh. (7) Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi. R : Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual Diagnosa 5 a) Rencana tujuan Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi infeksi b) Kriteri hasil 1)



Tidak terdapat tanda dan gejala infeksi 15



2)



Klien mampu mendiskripsikan proses penularan penyakit, factor yang



mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya 3)



Klien mempunyai kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi



4)



Jumlah leukosit dalam batas normal(5.000 – 10.000)



c) Rencana tindakan 1)



Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda infeksi



R : peningkatan suhu tubuh merupakan salah satu tanda terjadinya proses infeksi. 2)



Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan



sensitivitas luka/serum/tulang) R : Leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia dan peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi. 3)



Lakukan perawatan perawatan luka



R : Mencegah infeksi sekunderdan mempercepat penyembuhan luka. 4)



Ajarkan klien untuk mempertahankan kebersihan luka.



R : Meminimalkan kontaminasi dan resiko terjadinya infeksi 5)



Jelaskan kepada klien dan keluarga tanda dan gejala infeksi



R : Mencegah terjadinya infeksi secara lebih awal 6)



Kolaborasi pemberian antibiotika



R : Antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi.



Diagnosa 6 a) Rencana tujuan Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan resiko syok hipovolemik tidak terjadi. b) Kriteria hasil 1) Klien tidak mengeluh pusing 2) Membra mukosa lembab 3) Turgor kulit normal 1) TTV dalam batas nomal (N : 80-100 x/menit, TD : 100/60- 120/80 mmHg) 4) CRT 600 ml/hari



c) Rencana tindakan 16



1) Pantau status cairan (turgor kulit, membran mukosa, haluaran urine). R : Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan oleh keadaan status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunan produksi urine, pemantauan yang ketat pada produksi urine < 600 ml/ hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok hipovolemik.



2) Kaji sumber kehilangan cairan. R : Kehilangan cairan dapat berasal dari faktor gijal dan diluar ginjal. Penyakit yang mendasari terjadinya kekurangan volume cairan ini juga haris diarasi. Perdarahan harus dikendalikan. 3) Auskultasi tekanan darah. Bandingkan kedua lengan. R : hipotensi dapat terjadi pada hipovolemia yang menunjukan terlibatnya sistem kardiovaskuler untuk melakukan konpensasi mempertahankan tekanan darah. 4) Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaforesis secara teratur. R : Mengetahui adanya pengaruh penungkatan tahanan perifer. 5) Pantau frekuensi dan irama jantung. R : Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukan komplikasi disritmia. 6) Kolaborasi pemberian cairan melalui intravena. R : Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan kontrol asupan dan haluaran cairan.



17



DAFTAR PUSTAKA Nur Arif, A. H dan Kusuma , H (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc, Edisi Revisi Jilid 2, Yogyakarta:Mediaaction Kusuma Ratna Astuti. 2012. Jurnal Askep Fraktur Femur.Surakarta.Diambil dari: http://eprints.ums.ac.id/22045/21/NASKAH_PUBLIKASI.pdf (10 Juli 2017) http://stikeswh.ac.id/psik/files/Askep_Fraktur.pdf



18