5 0 115 KB
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH GAGAL GINJAL KRONIS (CKD)
DISUSUN OLEH : NADIA SAVITRI PO.71201190011
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIK (CKD)
A. Pengertian gagal ginjal kronik Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dlam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut (Nurarif & Kusuma, 2013). Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah tidak mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang biasanya dieliminasi melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa (Abdul, 2015). B. Etiologi Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR). Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013): 1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginajl. 2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis 3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. 4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amyloidosis yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara serius merusak membrane glomerulus.
5. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam berat. 6. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi uretra. 7. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan kondisi keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis. C. Tanda dan gejala Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2009): 1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun hingga 25% dari normal. 2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN sedikit meningkat diatas normal. 3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek. D. Patofisiologi Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan metabolic (DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan kongenital yang menyebabkan GFR menurun. Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefronnefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron
rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa di reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian lebih rendah itu. (Barbara C Long). Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011). E. Penatalaksanaan Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dilakukan dua tahap yaitu dengan terapi konservatif dan terapi pengganti ginjal. Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal, dan memelihara keseimbangan cairan elektrolit. Beberapa tindakan konservatif yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet pada pasien dengan gagal ginjal kronik diantaranya yaitu : 1. Diet rendah protein : Diet rendah protein bertujuan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. Jumlah protein yang diperbolehkan kurang dari 0,6 g protein/Kg/hari dengan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) kurang dari 10 ml/menit. 2. Terapi diet rendah Kalium : Hiperkalemia (kadar kalium lebih dari 6,5 mEq/L) merupakan komplikasi interdiliatik yaitu komplikasi yang terjadi selama periode antar hemodialisis. Hiperkalemia mempunyai resiko untuk terjadinya kelainan jantung yaitu aritmia yang dapat memicu terjadinya
cardiac arrest yang merupakan penyebab kematian mendadak. Jumlah yang diperbolehkan dalam diet adalah 40-80 mEq/hari. 3. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam Asupan cairan pada gagal ginjal kronik membutuhkan regulasi yang hati-hati. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edem, dan juga intoksikasi cairan. Kekurangan cairan juga dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan memburuknya fungsi ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran urine dalam 24 jam ditambah 500 ml yang mencerminkan kehilangan cairan yang tidak disadari. 4. Kontrol hipertensi : Pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal kronik, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah sering diperlukan diuretik loop, selain obat antihipertensi. 5. Mencegah dan tata laksana penyakit tulang ginjal : Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat pada setiap makan. 6. Deteksi dini dan terapi infeksi : Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan terapi lebih ketat. 7. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal : Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metaboliknya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal. 8. Deteksi dini dan terapi komplikasi : Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis. 9. Teknis nafas dalam : Breathing exercise atau teknis nafas dalam bertujuan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernapas. Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan menarik nafas melalui hidung dengan mulut tertutup tahan selama 3 detik, kemudian mengeluarkan nafas pelan-pelan melalui mulut dengan posisi bersiul, purse lips breathing dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selam ekspirasi dan tidak ada udara yang
keluar melalui hidung, dengan purse lips breathing akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps saluran nafas kecil pada waktu ekspirasi (Mu’fiah, 2018). Terapi pengganti ginjal dilakukan pada gagal ginjal kronik stadium akhir yaitu pada LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa : 1. Hemodialisa : Hemodialisa adalah suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme melalui membran semipermiabel atau yang disebut dengan dialisis. Salah satu langkah penting sebelum memulai hemodialisis yaitu mempersiapkan acces vascular beberapa minggu atau beberapa bulan sebelum hemodilasis dengan tujuan untuk memudahkan perpindahan darah dari mesin ke tubuh pasien. 2. CAPD (Continuous Ambulatory Peritonial Dyalisis) : CAPD dapat digunakan sebagai terapi dialisis untuk penderita gagal ginjal kronik sampai 3-4 kali pertukaran cairan per hari. Pertukaran cairan dapat dilakukan pada jam tidur sehingga cairan peritonial dibiarkan semalam. Terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien dialisis peritonial. Indikasi dialisis peritonial yaitu : a. Anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun). b. Pasien-pasien
yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskuler
c. Pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis. d. Kesulitan pembuatan AV shunting. e. Pasien dengan stroke. f. Pasien gagal ginjal terminal dengan residual urin masih cukup. g. Pasien nefropati diabetik disertai morbidity dan co-mortality. 3. Transplantasi ginjal : Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih disukai untuk pasien gagal ginjal stadium akhir. Kebutuhan transplantasi ginjal jauh melebihi ketersediaan ginjal yang ada dan juga kecocokan dengan
dengan pasien (umumnya keluarga dari pasien). Transplantasi ginjal memerlukan dana dan peralatan yang mahal serta sumber daya yang memadai. Komplikasi akibat pembedahan atau reaksi penolakan tubuh merupakan keadaan yang timbul akibat dari transplantasi ginjal. F. Pemeriksaan penunjang Menurut E Marlynn (2000) pemeriksaan penunjang pada pasien dengan gagal ginjal kronik dapat dilakukan pemeriksaan antara lain : 1. Urine : Volume biasanya kurang dari 400 ml /24 jam (oliguria) atau anuria. Warna secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, bila warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin. Berat jenis kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal tubular. Klirens kreatinin menurun, natrium lebih dari 40 mEq/lt, proteinuria dengan nilai 3 sampai 4 lebih. 2. Darah : BUN/kreatinin : meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir. Hitung darah lengkap: Ht menurun, Hb kurang dari 7-8 gr. Eritrosit : waktu hidup menurun. GDA (Glukosa Darah Acak) : Ph menurun kurang dari 7,2, asidosis metabolik. Natrium serum menurun, kalium meningkat, magnesium/fosfat meningkat, protein (khusus albumin) : menurun. 3. Osmolaritas serum lebh dari 285 mOsm/kg. 4. Pelogram retrograd, mengetahui abnormalitas pelvis ginjal dan ureter. 5. Ultrasono ginjal untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas. 6. Endoskopi ginjal, nefroskopi untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria, dan pengangkatan tumor selektif. 7. Arteriogram
ginjal untuk mengkaji
sirkulasi
ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskuler, massa. 8. EKG (Elektrokardiogram) : ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa. 9. Foto kaki, tengkorak, koluna spinal dan tangan : demineralisasi. 10. Biopsy ginjal : menentukan sel jaringan untuk diagnosis histologist.
G. Komplikasi Menurut Prabowo (2014) komplikasi yang dapat timbul dari penyakit gagal ginjal kronik adalah : 1. Penyakit tulang : Penyakit tulang dapat terjadi karena retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar alumunium. 2. Penyakit kardiovaskuler : Ginjal yang rusak akan gagal mengatur tekanan darah. Ini karena aldosteron (hormon pengatur tekanan darah) jadi bekerja terlalu keras menyuplai darah ke ginjal. Jantung terbebani karena memompa semakin banyak darah, tekanan darah tinggi membuat arteri tersumbat dan akhirnya berhenti berfungsi.tekanan darah tinggi dapat menimbulkan masalah jantung serius. 3. Anemia : Anemia muncul akibat tubuh kekurangan entrokosit, sehingga sumsum tulang yang mempunyai kemampuan untuk membentuk darah lama kelamaan juga akan semakin berkurang. 4. Disfungsi seksual : Pada klien gagal ginjal kronik, terutama kaum pria kadang merasa cepat lelah sehingga minat dalam melakukan hubungan seksual menjadi kurang.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK
A. Pengkajian 1. Identitas pasien Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua. 2. Keluhan utama Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma. 3. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya. 4. Aktifitas/istirahat : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak 5. Sirkulasi Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina), hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan. 6. Integritas ego Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian. 7. Eliminasi Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria. 8. Makanan/Cairan Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi
abdomen/asietes,
pembesaran
hati
(tahap
akhir),
perubahan
turgor
kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah 9. Neurosensori Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis 10. Nyeri/kenyamanan Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku berhatihati/distraksi, gelisah. 11. Pernapasan Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak, takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk dengan sputum encer (edema paru). 12. Keamanan Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi 13. Seksualitas Penurunan libido, amenorea, infertilitas 14. Interaksi social Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga. 15. Penyuluhan/Pembelajaran Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang. B. Diagnose Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut (Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016): 1) Hipervolemia 2) Defisit nutrisi
3) Nausea 4) Gangguan integritas kulit/jaringan 5) Gangguan pertukaran gas 6) Intoleransi aktivitas 7) Resiko penurunan curah jantung 8) Perfusi perifer tidak efektif 9) Nyeri akut C. Intervensi
NO
1.
Diagnosa Keperawatan Hipervolemia
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Setelah dilakukan Tindakan Manajemen keperawatan selama 3 x 8 jam Hipervolemia maka meningkat
hypervolemia Observasi : dengan
kriteria 1. Periksa tanda dan
hasil :
gejala hipervolemia
1. Asupan cairan meningkat 2. Haluaran urin meningkat
(edema, dispnea, suara
napas
tambahan) 3. Edema menurun 4. Tekanan darah membaik 5. Turgor kulit membaik
2. Monitor intake dan output cairan 3. Monitor jumlah dan warna urin
Terapeutik 4. Batasi
asupan
cairan dan garam 5. Tinggikan tempat tidur
Edukasi
kepala
6. Jelaskan
tujuan
dan prosedur pemantauan cairan Kolaborasi 7. Kolaborasai pemberian diuretik 8. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat deuretik 9. Kolaborasi
pemberian continuous renal replecement therapy
(CRRT),
jika perlu
2.
Defisit Nutrisi
Setelah dilakukan tindakan
Manajemen Nutrisi
keperawatan selama 3x8
Observasi
jam diharapkan pemenuhan
1. Identifikasi
kebutuhan nutrisi pasien
nutrisi
tercukupi dengan kriteria
2. Identifikasi
hasil: 1. intake nutrisi tercukupi 2. asupan makanan dan cairan tercukupi
makanan
status
yang
disukai 3. Monitor
asupan
makanan 4. Monitor
berat
badan
Terapeutik 5. Lakukan hygiene
oral sebelum
makan, jika perlu 6. Sajikan
makanan
secara menarik dan suhu yang sesuai 7. Berikan
makanan
tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Edukasi 8. Anjurkan
posisi
duduk, jika mampu 9. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi 10. Kolaborasi dengan ahli
gizi
untuk
menentukan jumlah kalori
dan
nutrisi
jenis yang
dibutuhkan,
jika
perlu 11. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum
makan
3.
Nausea
Setelah dilakukan tindakan
Manajemen Mual
keperawatan selama 3x8
Observasi
jam maka nausea membaik dengan kriteria hasil:
1. Identifikasi pengalaman mual
1. Nafsu makan membaik
2. Monitor
2. Keluhan mual menurun
(mis.
3. Pucat membaik
durasi, tingkat
mual
Frekuensi, dan
4. Takikardia membaik (60100 kali/menit)
keparahan)
Terapeutik 3. Kendalikan faktor lingkungan penyebab Bau
(mis.
tak
sedap,
suara,
dan
rangsangan visual yang
tidak
menyenangkan) 4. Kurangi
atau
hilangkan keadaan penyebab mual
(mis.
Kecemasan,ketak utan, kelelahan)
Edukasi 5. Anjurkan istirahat dan tidur cukup 6. Anjurkan
sering
membersihkan mulut, jika
kecuali
merangsang
mual 7. Ajarkan
teknik
nonfarmakologis untuk
mengatasi
mual(mis. Relaksasi,
terapi
musik, akupresur)
Kolaborasi 8. Kolaborasi
pemberian antiemetik, jika 4.
Kerusakan
Setelah dilakukan tindakan
perlu Perawatan
integritas kulit
keperawatan selama 3x8
integritas kulit
jam diharapkan integritas
Obsevasi
kulit dapat terjaga dengan
Identifikasi
1.
kriteria hasil:
penyebab
1. Integritas kulit yang baik
gangguan
bisa dipertahankan
integritas
2. Perfusi jaringan baik 3. Mampu dan
melindungi
(mis. Perubahan kulit
mempertahankan
kelembaban kulit
kulit
sirkulasi, perubahan status nutrisi) Terapeutik 2. Ubah posisi tiap 2 jam
jika
tirah
baring 3. Lakukan pemijataan
pada
area tulang, jika perlu 4. Hindari berbahan
produk dasar
alkohol pada kulit kering 5. Bersihkan perineal air hangat
Edukasi 6. Anjurkan
dengan
menggunakan pelembab
(mis.
Lotion
atau
serum) 7. Anjurkan
mandi
dan menggunakan sabun secukupnya 8. Anjurkan minum air yang cukup 9. Anjurkan menghindari terpapar
suhu
ekstrem
5.
Gangguan
Setelah dilakukan tindakan
Pemantauan
pertukaran gas
keperawatan selama 3x8
respirasi
jam diharapkan pertukaran
Observasi
gas tidak terganggu dengak
1. Monitor
kriteria hasil:
frekuensi, irama,
1. Tanda-tanda vital dalam
kedalaman
rentang normal 2. Tidak terdapat otot bantu napas
upaya napas 2. Monitor
pola
napas
3. Memlihara kebersihan paru
3. Monitor
dan bebas dari tanda-tanda
oksigen
distress pernapasan
dan
saturasi
4. Auskultasi bunyi napas
Terapeutik 5. Atur
interval
pemantauan respirasi
sesuai
kondisi pasien 6. Bersihkan sekret pada mulut dan
hidung, jika perlu 7. Berikan
oksigen
tambahan,
jika
perlu 8. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi 9. Jelaskan dan
tujuan prosedur
pemantauan 10. Informasikan hasil pemantauan
Kolaborasi 11. Kolaborasi
penentuan dosis 6.
Intoleransi
Setelah dilakukan tindakan
oksigen Manajemen Energi
aktivitas
keperawatan selama 3x8
Observasi 1. Monitor kelelahan
jam toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria
2. Monitor pola dan
hasil: 1. Keluhan lelah menurun 2. Saturasi
oksigen
rentang
normal
jam tidur
dalam Terapeutik 3. Lakukan (95%rentang
100%) 3. Frekuensi rentang
fisik
nadi
dalam
normal
(60-100
kali/menit) 4. Dispnea saat beraktifitas dan setelah beraktifitas menurun (16-20 kali/menit)
latihan gerak
pasif/aktif 4. Libatkan keluarga dalam melakukan aktifitas, perlu
Edukasi 5. Anjurkan
jika
melakukan aktifitas
secara
bertahap 6. Anjurkan keluarga
untuk
memberikan penguatan positif
Kolaborasi 7. Kolaborasi
dengan ahli gizi tentang
cara
meningkatkan 7.
Resiko penurunan Setelah dilakukan asuhan
asupan makanan Perawatan Jantung
curah jantung
Observasi:
keperawatan selama 3x8 jam diharapkan penurunan
1. Identifikasi tanda
curah jantung meningkat
dan gejala primer
dengan kriteria hasil:
penurunan curah
1. Kekuatan
nadi
perifer
(mis.
Dispnea,
meningkat 2. Tekanan
jantung
darah
membaik
100-130/60-90 mmHg 3. Lelah menurun 4. Dispnea menurun dengan frekuensi 16-24 x/menit
kelelahan) 2. Monitor tekanan darah 3. Monitor
saturasi
oksigen
Terapeutik : 2. Posisikan
semi-
fowler
atau
fowler 3. Berikan oksigen
Edukasi
terapi
4. Ajarkan
teknik
relaksasi
napas
dalam 5. Anjurkan beraktifitas
fisik
sesuai toleransi
Kolaborasi 6. kolaborasi
pemberian antiaritmia, jika 8.
Perfusi
perifer Setelah dilakukan tindakan
tidak efektif
perawatan selama 3x8 jam maka
perfusi
perifer
perlu Perawatan sirkulasi Observasi 1. Periksa
sirkulasi
meningkat dengan kriteria
perifer (mis. Nadi
hasil:
perifer,
1. denyut
nadi
perifer
pengisian kapiler, warna, suhu)
meningkat 2. Warna
edema,
kulit
pucat
menurun 3. Kelemahan otot menurun
2. Monitor perubahan kulit 3. Monitor
panas,
4. Pengisian kapiler membaik
kemerahan, nyeri
5. Akral membaik
atau bengkak
6. Turgor kulit membaik
4. Identifikasi faktor risiko
gangguan
sirkulasi
Terapeutik 5. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah
di
keterbatasan
area
perfusi 6. Hindari pengukuran tekanan
darah
pada ekstremitas dengan keterbatasan perfusi 7. Lakukan pencegahan infeksi 8. Lakukan perawatan
kaki
dan kuku
Edukasi 7. Anjurkan berhenti merokok 8. Anjurkan berolahraga rutin 9. Anjurkan mengecek mandi
air untun
menghindari kulit terbakar 10. Anjurkan meminum
obat
pengontrol tekanan
darah
secara teratur
Kolaborasi 11. Kolaborasi
pemberian
kortikosteroid, 9
Nyeri akut
Setelah dilakukan tindakan
jika perlu Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3x8
Observasi 1. Identifikasi factor
jam maka tautan nyeri meningkat dengan kriteria
pencetus
hasil:
pereda nyeri
1. Melaporkan
nyeri
2. Monitor kualitas nyeri
terkontrol meningkat 2. Kemampuan
dan
mengenali
onset nyeri meningkat
3. Monitor dan
lokasi
penyebaran
nyeri
3. Kemampuan menggunakan
teknik
4. Monitor intensitas
nonfarmakologis
nyeri
meningkat
menggunakan
4. Keluhan penggunaan
nyeri analgesik
menurun 5. Meringis menurun 6. Frekuensi nadi membaik 7. Pola nafas membaik 8. Tekanan darah membaik
dengan
skala 5. Monitor dan
durasi frekuensi
nyeri
Teraupetik 6. Ajarkan
Teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri 7. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi 8. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 9. Anjurkan menggunakan
analgetik
secara
tepat
Kolaborasi 10. Kolaborasi
pemberian obat analgetik