LP Icu Gagal Nafas Umi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN RESPIRATORY FAILUR (GAGAL NAFAS) DI RUANG ICU RSUD KOTA BANDUNG



Disusun Oleh: Nama



: NURHASANA



NIM



: 4006170055



Pembimbing Akademik



(Heri Prayitno, S.Kep., Ners., M.Kep.)



PROGRAM PROFESI NERS PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG 2018



RESPIRATORY FAILUR (GAGAL NAFAS)



I.



Defenisi



Gagal



nafas



adalah



kegagalan



system



pernafasan



untuk



mempertahankan pertukaran O2 dan CO2 dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (Heri Rokhaeni, dkk, 2001). Secara umum gagal nafas dibedakan menjadi gagal nafas tipe hiperkapnia dan gagal nafas tipe hipoksemia. Pasien dengan gagal nafas hiperkapnia mempunyai kadar PCO2 arterial (PaCO2) yang abnormal tinggi. (PaCO2 > 45 mmHg). Sedangkan pada gagal nafas hipoksemia didapatkan PO2 arterial (PaO2) yang rendah (PaO2 < 60 mmHg) dengan PaCO2 yang normal atau rendah (Hall, 2008).



II.



Etilogi Etiologi/Penyebab dari gagal nafas menurut Morton (2012) diantaranya: a.



Depresi sistem saraf pusat Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi



tidak adekuat. Pusat



pernafasan yang mengendalikan pernafasan, terletak dibawah otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal. b.



Kelainan neurologis primer Akan mempengaruhi fungsi pernapasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernafasan atau pertemuan neuromuscular yang terjadi pada pernafasan akan sangat mempengaruhi ventilasi.



c.



Efusi pleura, hemotoraks dan pneumotoraks Merupakan



kondisi



yang



mengganggu



ventilasi



melalui



pengahambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan



2



3



penyakit paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas. d.



Trauma Disebabkan oleh kendaraan motor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cedera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mengarah pada obstuksi jalan nafas atas dan depresi pernafasan. Hemothoraks, pneumotoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin menyebabkan gagal nafas.



e.



Penyakit akut paru Pneumoni disebabkan oleh bakteri atau virus. Pneumoni kimiawi atau pneumoni diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronchial, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyebabkan gagal nafas.



III.



Manifestasi Klinik a. Gagal nafas total 1. Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan 2. Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi 3. Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan b. Gagal nafas parsial 1. Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing 2. Ada retraksi dada 3. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2) 4. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun) (Corwin, 2009).



4



IV.



Patofisiologi



Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara). Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel. Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari 20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik opioid. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut (Purwato dkk, 2009).



5



V.



Pathway



Trauma, Depresi sistem saraf pusat, Penyakiat akut paru, Kelainan neurologis, Efusi pleura



Gangguan saraf dan otot pernafasan



Peningkatan permeabilitas membrane alveolan kapiler



Gangguan evitalium alveolar



Gangguan endothalium kapiler



Oedema paru



Cairan masuk ke intertisial



Penurunan comlain paru



Peningkatan tahanan jalan nafas



Penurunan cairan surfaktan



Kehilangan fungsi silia saluran pernafasan



Gangguan pengembangan paru kolap alveoli



Ventilasi dan perfusi tidak seimbang



Gangguan Pertukaran Gas



Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas



Ekspansi paru



Ketidakefektifan Pola Nafas



6



VI.



Penatalaksaan



a.



Perbaiki jalan napas (Air Way) Terutama



pada



obstruksi



jalan



napas



bagian



atas,



dengan



hipereksistensi kepala mencegah lidah jatuh ke posterior menutupi jalan napas, apabila masih belum menolong maka mulut dibuka dan mandibula didorong ke depan (triple airway maneuver) atau dengan menggunakan manuver head tilt-chin lift), biasanya berhasil untuk mengatasi obstruksi jalan nafas bagian atas. b.



Terapi oksigen Pada keadaan O2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk menaikkan PaO2 sampai normal. Pada terapi oksigen, besarnya oksigen yang diberikan tergantung dari mekanisme hipoksemia, tipe alat pemberi oksigen tergantung pada jumlah oksigen yang diperlukan, potensi efek samping oksigen, dan ventilasi semenit pasien.



c.



Ventilasi Kendali Pasien diintubasi, dipasang pipa trakea dan dihubungkan dengan ventilator. Ventilasi pasien sepenuhnya dikendalikan oleh ventilator. Biasanya diperlukan obat-obatan seperti sedative, narkotika, atau pelumpuh otot agar pasien tidak berontak dan parnapasan pasien dapat mengikuti irama ventilator (Hall, 2008).



VII.



Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang



a.



Analisa Gas Darah Arteri Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk menentukan adanya asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik, serta untuk mengetahui apakah klien mengalami asidosis metabolik, alkalosis metabolik, atau keduanya pada klien yang sudah lama mengalami gagal napas. Selain itu, pemeriksaan ini juga sangat penting untuk mengetahui oksigenasi



7



serta evaluasi kemajuan terapi atau pengobatan yang diberikan terhadap klien. b. Radiologi Berdasarkan pada foto thoraks PA/AP dan lateral serta fluoroskopi akan banyak



data



yang



diperoleh



seperti



terjadinya



hiperinflasi,



pneumothoraks, efusi pleura, hidropneumothoraks, sembab paru, dan tumor paru. c.



Pengukuran Fugnsi Paru Penggunaan spirometer dapat membuat kita mengetahui ada tidaknya gangguan obstruksi dan restriksi paru. Nilai normal atau FEV1 > 83% prediksi. Ada obstruksi bila FEV1 < 70% dan FEV1/FVC lebih rendah dari nilai normal. Jika FEV1 normal, tetapi FEV1/FVC sama atau lebih besar dari nilai normal, keadaan ini menunjukkan ada restriksi.



d. Elektrokardiogram (EKG) Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai dengan perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III dan aVF, serta jantung yang mengalami hipertrofi ventrikel kanan. Iskemia dan aritmia jantung sering dijumpai pada gangguan ventilasi dan oksigenasi. e.



Pemeriksaan Sputum Yang perlu diperhatikan ialah warna, bau, dan kekentalan. Jika perlu lakukan kultur dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab. Jika dijumpai ada garis-garis darah pada sputum (blood streaked), kemungkinan disebabkan oleh bronkhitis, bronkhiektasis, pneumonia, TB paru, dan keganasan. Sputum yang berwarna merah jambu dan berbuih (pink frothy), kemungkinan disebabkan edema paru. Untuk sputum yang mengandung banyak sekali darah (grossy bloody), lebih sering merupakan tanda dari TB paru atau adanya keganasan paru (Said, 2011).



8



VIII.



Asuhan Keperawatan a.



Data Fokus Pengkajian Pimary survey 1. Airway a) Peningkatan sekresi pernapasan b) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi 2. Breathing a) Distress



pernapasan



:



pernapasan



cuping



hidung,



takipneu/bradipneu, retraksi. b) Menggunakan otot aksesori pernapasan c) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis 3. Circulation a) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia b) Sakit kepala c) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk d) Papiledema e) Penurunan haluaran urine 4. Disability Perhatikan bagaimana tingkat kesadaran klien, dengan penilain GCS, dengan memperhatikan refleks pupil, diameter pupil. 5. Eksposure Penampilan umum klien seperti apa, apakah adanya udem, pucat, tampak lemah, adanya perlukaan atau adanya kelainan yang didapat secara objektif. Secondary survey 1. Sistem kardiovaskuler a) Takikardia, irama ireguler b) S3 S4/Irama gallop c) Daerah PMI bergeser ke daerah mediastinal



9



d) Hamman’s sign (bunyi udara beriringan dengan denyut jantung menandakan udara di mediastinum) e) TD : hipertensi/hipotensi 2. Sistem pernafasan a) Riwayat trauma dada, penyakit paru kronis, inflamasi paru , keganasan, “lapar udara”, batuk b) Takipnea, peningkatan kerja pernapasan, penggunaan otot asesori, penurunan bunyi napas, penurunan fremitus vokal, perkusi : hiperesonan di atas area berisi udara (pneumotorak), dullnes di area berisi cairan (hemotorak); perkusi : pergerakan dada tidak seimbang, reduksi ekskursi thorak. 3. Sistem integumen Cyanosis, pucat, krepitasi sub kutan; mental: cemas, gelisah, bingung, stupor 4. Sistem musculoskeletal Edema pada ektremitas atas dan bawah, kekuatan otot dari 2- 4. 5. Sistem endokrin Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, 6. Sistem gastrointestinal Adanya mual atau muntah. Kadang disertai konstipasi. 7. Sistem neurologi: Sakit kepala 8. Sistem urologi Penurunan haluaran urine 9. Sistem indera a) Penglihatan : penglihatan buram,diplopia, dengan atau tanpa kebutaan tiba-tiba. b) Pendengaran : telinga berdengung c) Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman d) Pengecap : tidak ada masalah dalam pengecap e) Peraba : tidak ada masalah dalam peraba, sensasi terhadap panas/dingin tajam/tumpul baik. 10. Sistem abdomen: Biasanya kondisi disertai atau tanpa demam.



10



11. Nyeri/Kenyamanan Nyeri pada satu sisi, nyeri tajam saat napas dalam, dapat menjalar ke leher, bahu dan abdomen, serangan tiba-tiba saat batuk. Melindungi bagian nyeri, perilaku distraksi, ekspresi meringis. 12. Keamanan Riwayat terjadi fraktur, keganasan paru, riwayat radiasi/kemoterapi 13. Penyuluhan/pembelajaran Riwayat factor resiko keluarga dengan tuberculosis



b. Analisa Data No 1.



Symptom DS: o Dipsnea o Gangguan penglihatan o Sakit kepala saat bangun tidur DO: o pH darah arteri abnormal o Pernafasan abnormal o Warna kulit abnormal o Konfusi o Sianosis o Diaforesis o Hiperkapnia o Hipoksia o Iritabilitas o Napas cuping hidung o Gelisah o Samnolen o Takikardia



Etiologi Trauma, Depresi sistem saraf pusat, Penyakiat akut paru, Kelainan neurologis, Efusi pleura Gangguan saraf dan otot pernafasan Peningkatan permeabilitas membrane alveolan kapiler Gangguan evitalium alveolar Oedema paru Penurunan comlain paru Penurunan cairan surfaktan Gangguan pengembangan paru kolap alveoli Ventilasi dan perfusi tidak seimbang Gangguan pertukaran gas



Problem Gangguan pertukaran gas



11



2.



DS: o Dispnea DO: o Suara napas tambahan (rale, crackle, ronkhi, dan mengi) o Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan o Sianosis o Kesulitan untuk berbicara o Penurunan suara napas o Sputum berlebihan o Batuk tidak efektif atau tidak ada o Ortopnea o Gelisah o Mata terbelalak



Trauma, Depresi sistem saraf pusat, Penyakiat akut paru, Kelainan neurologis, Efusi pleura



Ketidakefektifan bersihan jalan napas



Gangguan saraf dan otot pernafasan Peningkatan permeabilitas membrane alveolan kapiler Gangguan endothalium kapiler Cairan masuk ke intertisial Peningkatan tahanan jalan nafas Kehilangan fungsi silia saluran pernafasan Ketidakefektifan bersihan jalan nafas



3.



DS: o Dispnea DO: o Perubahan ekskursi dada o Mengambil posisi tiga titiktumpu (tripod) o Bradipnea o Penurunan tekanan inspirasiekspirasi o Penurunan ventilasi semenit o Penurunan kapasitas vital o Penurunan dalam kedalaman bernapas (dewasa VT 500 ml pada saat istirahat, bayi 6-8 ml/Kg BB) o Peningkatan anterior – posterior o Napas cuping hidung o Ortopnea



Trauma, Depresi sistem saraf pusat, Penyakiat akut paru, Kelainan neurologis, Efusi pleura Gangguan saraf dan otot pernafasan Peningkatan permeabilitas membrane alveolan kapiler Gangguan evitalium alveolar Oedema paru Penurunan comlain paru Penurunan cairan surfaktan Gangguan pengembangan paru kolap alveoli



Ketidakefektifan pola napas



12



o o o o



Fase ekspirasi memanjang Pernapasan bibir mencucu Takipnea Penggunaan otot aksesoris untuk bernapas o Kecepatan pernapasan:  Dewasa 14 tahun atau lebih: ≤ 11 atau > 24 x/mnt  Usia 5 – 14 tahun: < 15 atau > 25 x/mnt  Usia 1 – 4 tahun: < 20 atau > 30 x/mnt  Bayi: < 25 atau > 60 x/mnt



c.



Ekspansi paru Ketidakefektifan pola nafas



Masalah Keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas 2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas 3. Ketidakefektifan pola napas



d. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi 2. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas 3. Ketidakefektifan Pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru



e. No 1



Intervensi Keperawatan



DX. Keperawatan



Tujuan Kriteria Hasil (NOC)



Intervensi Keperawatan (NIC)



Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi



 Respiratory status: Gas exchange  Respiratory status: ventilation  Vital sign status Kriteria Hasil: a. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat b. Memelihara kebersihan paruparu dan tanda-tanda distres pernafasan c. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dispnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) d. Tanda-tanda vital dalam rentang normal.



Airway Management 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chint lift atau jaw thrust bila perlu 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan 4. Pasang mayo bila perlu 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 7. Auskultasi suara nafas dan catat adanya suara tambahan 8. Lakukan suction pada mayo 9. Berikan bronkodilator bila perlu 10. Monitor respirasi dan status O2



Rasional Tindakan



Airway Management 1. Memudahkan sirkulasi udara bagi pasien yang tidak sadar 2. Posisi pasien yang sesuai membantu ventilasi yang baik bagi pasien 3. Menentukan indikasi pemasangan alat bantu nafas 4. Mematenkan jalan nafas pada pasien yang tidak sadar 5. Membantu pengeluaran sekret dari dalam paru 6. Mengurangi sumbatan jalan nafas 7. Mengidentifikasi adanya masalah pada organ pernafasan 8. Mencegah sumbatan jalan nafas serta aspirasi 9. Membantu membuka jalan nafas 10. Memantau pemenuhan kebutuhan Respiratory Monitoring 1. Monitor rata-rata kedalaman, irama oksigenasi pasien dan usaha respirasi 2. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot



13



3. 4. 5. 6.



7.



2



Ketidakefektifan jalan  Respiratory status : Ventilation  nafas berhubungan  Respiratory status : Air way 1. dengan hilangnya patency fungsi jalan nafas, Kriteria Hasil : 2. peningkatan sekret



tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal Monitor suara nafas, seperti dengkur Monitor pola nafas Catat lokasi trakea Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan nafas utama Auskultasi suara paru setelah dilakukan tindakan



Respiratory Monitoring 1. Pemantauan respirasi secara tepat dapat menentukan intervensi keperawatan selanjutnya yang tepat 2. Penggunaan otot tambahan pernafasan saat bernafas menggambarkan adanya indikasi kelemahan dalam respirasi 3. Memantau suara tambahan pernafasan 4. Mengetahui kebutuhan oksigenasi pasien 5. Lokasi trakea yang abnormal menandakan adanya tension pneumotorak 6. Membersihkan jalan nafas sesuai lokasi sekret 7. Mengetahui keberhasilan tindakan keperawatan Airway Suction Airway Suction Pastikan kebutuhan oral/tracheal 1. Penggunaan oral/trakheal suctioning suctioning yang sesuai mencegah terjadinya Auskultasi suara nafas sebelum dan iritasi pada saluran pernafasan sesudah suctioning



14



pulmonal, a. Mendemonstrasikan batuk peningkatan resistensi efektif dan suara nafas yang jalan nafas bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara abnormal) c. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas



3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction nasotrakeal 6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan 7. Anjurkan klien untuk istirahat dan nafas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal 8. Monitor status oksigen pasien 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction 10. Hentikan suction dan berikan oksigen bila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.



2. Mengetahui lokasi penumpukkan sekret sebelum dan sesudah dilakukan tindakan 3. Memberikan pemahaman kepada keluarga dan pasien sehingga mengurangi kecemasan keluarga dan pasien 4. Memfasilitasi pembukaan jalan nafas 5. Membantu pemenuhan oksigen selama proses suction 6. Mencegah terjadinyainfeksi silang 7. Mengurangi distres pernafasan 8. Mengetahui tingkat saturasi oksigen pasien serta kebutuhan oksigenasinya 9. Melibatkan keluarga dalam perawatan pasien sehingga dapat melakukan suction kepada pasien secara mandiri 10. Tindakan suction dapat menyebabkan distres pernapasan bagi klien sehingga perlu selalu  Airway Management 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik mengawasi keadaan pasien selama chin lift atau jaw trust bila perlu prosedur dilaksanakan.



15



2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan 4. Pasang mayo bila perlu 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan 8. Lakukan suction pada mayo 9. Berikan bronkodilator bila perlu 10. Monitor respirasi dan status O2.



3



Airway Management 1. Memudahkan sirkulasi udara bagi pasien yang tidak sadar 2. Posisi pasien yang sesuai membantu ventilasi yang baikbagi pasien 3. Menentukan indikasi pemasangan alat bantu nafas 4. Mematenkan jalan nafas pada pasien yang tidak sadar 5. Membantu pengeluaran sekret dari dalam paru 6. Mengurangi sumbatan jalan nafas 7. Mengidentifikasi adanya masalah pada organ pernafasan 8. Mencegah sumbatan jalan nafas serta aspirasi 9. Membantu membuka jalan nafas 10. Memantau pemenuhan kebutuhan oksigenasi pasien Ketidakefektifan Pola  Respiratory status: Ventilation Airway management Airway management nafas b.d. penurunan  Respiratory status: Airway 1. Posisikan klien untuk 1. Mencegah terjadinya asidosis, karena ekspansi paru patency memaksimalkan ventilasi asidosis menghambat masuknya  Vital sign status 2. Auskultasi suara nafas tambahan oksigen Kriteris Hasil: 3. Pertahankan jalan nafas yang paten



16



a. Mendemonstrasikan batuk 4. Berikan oksigen sesuai kebutuhan efektif dan suara nafas yang 5. Monitor Tanda vital Sign bersih, tidak ada sianosis dan 6. Monitor suhu, warna dan dyspneu (mampu mengeluarkan kelembaban kulit sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara abnormal) c. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)



17



2. Nafas tambahan bisa memperburuk keadaan klien 3. Agar tidak terjadi apneu 4. Membantu pernafasan agar tidak terjadi hipoksia 5. Mengetahui keadaan umum klien dan membantu penentuan intervensi selanjutnya 6. Untuk mengetahui terjadi sianosis pada klien



18



IX.



Daftar Pustaka



1. Amin, Zulfikli, dan Johanes Purwato. 2009. Gagal Nafas Akut. Dalam : Aru W. Sudoyo (ed.) . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing. 2. Chang, Ester, 2009. Patofisiologi: aplikasi pada praktik keperawatan.. Jakarta: EGC. 3. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi bahasa Indonesia, Jakarta EGC. 4. Guyton,A.C. , dan John E. Hall. 2008. Ventilasi Paru. Dalam : Arthur C. Guyton dan John E. Hall (ed.) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC.. 5. Latief, A. Said. 2011. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intesif. Jakarta: FK UI. 6. Morton G.P. 2012. Keperawatan Kritis, Edisi. Jakarta: EGC. 7. Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : Mediaction.