LP KDM Oksigenasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar Oksigenasi Stase Keperawatan Dasar Profesi (KDP)



Penyusun:



Nama



: Nurwahyudin



NIM



: 20310190



PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA



PENDAHULUAN Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan manusia untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatannya. Pada hakikatnya manusia mempunyai beberapa kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi, baik Fisiologis maupun Psikologis. Pada tahun 1950, Abraham Maslow seorang psikolog dari Amerika mengembangkan teori tentang kebutuhan dasar manusia yang lebih dikenal dengan istilah Hierarki Kebutuhan Dasar Manusia Maslow. Hierarki tersebut meliputi lima kategori kebutuhan dasar manusia yang mana salah satunya adalah kebutuhan Fisiologis. Kebutuhan Fisiologis (Physiologic Needs) itu sendiri memiliki prioritas tertinggi dalam Hierarki Maslow, karena merupakan hal yang mutlak dipenuhi manusia untuk bertahan hidup. Kebutuhan Fisiologis menurut Maslow ini meliputi 8 kebutuhan manusia yang harus terpenuhi dan salah satunya yaitu Kebutuhan Oksigen Dan Pertukaran Gas (Mubarak, W.I. & Chayatin, N. 2007). Oksigen menjadi kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia. Dalam tubuh, oksigen berperan penting di dalam proses metabolisme sel, kekurangan oksigen akan menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh, salah satunya kematian. Oleh karena itu sistem pernapasan memegang peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan oksigen ini. Pernapasan atau respirasi adalah proses pertukaran gas antara individu dan lingkungan. Fungsi utama pernapasan adalah untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeluarkan CO2 yang dihasilkan oleh sel. Pada orang yang sehat, sistem pernapasan dapat menyediakan kadar oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Akan tetapi, pada kondisi sakit tertentu, proses oksigenasi tersebut dapat terhambat sehingga mengganggu pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh. Beberapa gangguan pada pemenuhan kebutuhan oksigen antara lain adalah gangguan pertukaran gas dan perubahan pola napas



KONSEP KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI 1. Pengertian A. Pengertian kebutuhan oksigenasi Oksigenasi meupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup, dan aktivitas berbagai organ dam sel tubuh. Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahkan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup oksigen (O2) setiap kali bernapas dari atmosfer. Oksigen untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan (Andarmoyo, 2012). Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan oksigen di atmosfer. Konsentrasi oksigen dalam udara ruangan adalah 21%. Tujuan terapi oksigen adalah memberikan transport oksigen yang adekuat dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stres pada miokardium ( Mutaqqin, 2015) 2. Anatomi Fisiologi A. Anatomi system pernapasan a.



Hidung Hidung terdiri dari hidung eksterna dan rongga hidung di belakang hidung eksterna. Hidung eksterna terdiri dari tulang kartilago sebelah bawah dan tulang hidung di sebelah atas ditutupi bagian luarnya dengan kulit dan pada bagian dalamnya dengan membran mukosa. Rongga hidung memanjang memanjang dari nostril pada bagian depan ke apertura posterior hidng, yang keluar ke nasofaring bagian belakang. Septum nasalis memisahkan kedua rongga hidung. Septum nasalis merupakan struktur tipis yang terdiri dari tulang kartigo, biasanya



membengkok ke satu sisi atau salah satu sisi yang lain, dan keduanya dilapisi oleh membran mukosa. Dinding Lateral dari rongga hidung sebagian dibentuk oleh maksila, palatum dan os sphenoid.Konka superior, Inferior dan media (turbinasi hidung) merupakan tiga buah tulang yang melengkung lembut melekat pada dinding lateral dan menonjol ke dalam rongga hidung. Ketiga tulang tersebut tertutup oleh membran mukosa. Sinus paranasal merupakan ruang pada tulang kranial yang berhubungan melalui ostium ke dalam rongga hidung. Sinus tersebut ditutupi oleh membran mukosa yang berlanjut dengan rongga hidung. Ostium ke dalam rongga hidung. Lubang hidung, sinus sphenoid, diatas konkha superior. b. Faring, Faring



atau



tenggorok



merupakan



struktur



sperti



tuba



yang



menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring. Adenoid atau tonsil faring terletk dalam langit-langit nasofaring . Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiration dan digestif (Brunner & Suddarth. 2002) c. Laring Laring merupakan pangkal tenggorok merupakan jalinan tulang rawan yamg dilengkapi dengan otot, membrane, jaringan ikat, dan ligamentum . Sebelah atas pintu masuk laring membentuk tepi epiglottis, lipatan dari epiglottis ariteroid dan piat intararitenoid, dan sebelah tepi bawah kartilago



krikoid.



Fugsi



laring



sebagai



vokalalisasi



yang



menilabtaknsistem pernapasan yang meliputi pusat khusus pengaturan bicara dalam kortek serebri, pusat respirasi di dalam batang otak, artikulasi serta resonansi dari mulut dan rongga hidung d. Trakea Trakea adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C yang dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan oleh selaput, terletak di antara vertebrae servikalis VI sampai ke tepi bawah ketilago krikoidea vertebra torakalis V. Panjangnya kira-kira 13 cm dan diameter 2,5 cm



dilapisi oleh otot polos, mempunyai dinding fibroealitis yang tertanam dalam balok-balok hialin yang mempertahankan trakea tetap terbuka. e. Bronkus Bronkus merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V. Bronkus mempunyai struktur sama dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan trakea dan berjalan ke bawah kearah tumpuk paru.



Bagian bawah



trakea mempunyai cabang 2, kiri dan kanan yang dibatasi oleh garis pembatas. f. Pulmo (Paru-paru) Pulmo atau paru merupakan salah satu organ pernapasan yang berada didalam kantong yang dibentuk oleh pleura parietalis dan pleura viseralis. Kedua paru sangat lunak, elastic, dan berada dalam rongga torak. Sifatnya ringan dan terapung di dalam air. Paru berwarna biru keabu-abuan dan berbintik-bintik karena partikel-partikel debu yang masuk termakan oleh fagosit. Fungsi utama paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara udara atmosfer dan darah. Dalam menjalankan fungsinya, paru-paru ibarat sebuah pompa mekanik yang berfungsi ganda, yakni menghisap udara atmosfer ke dalam paru (inspirasi) dan mengeluarkan udara alveolus dari dalam tubuh (ekspirasi). ( Syafudin, 2011) B. Fisiologi Pernapasan Ada tiga langkah dalam proses oksigenasi, yakni : ventilasi, perfusi dan difusi( Potter & Perry, 2006). a. Ventilasi Ventilasi merupakan proses untuk menggerakan gas kedalam



dan



keluar paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan throak yang elastic dan persarafan yang utuh. Otot pernapasan yang utama adalah diagfragma(Potter & Perry, 2006). Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru, jumlahnya sekitar 500



ml. Udara yang masuk dan keluar terjadi kare.na adanya perbedaan tekanan antara intrapleural lebih negative (752 mmhg) daripada tekanan atmofer (760 mmhg) sehingga udara akan masuk ke alveoli. 1. Kerja Pernapasan Pernafasan adalah upaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan dan membuat paru berkontraksi. Kerja pernafasan ditentkan oleh tingkat kompliansi paru, tahanan jalan nafas, keberadaan ekspirasi yang aktif, dan penggunaan otot-otot bantu pernafasan. Kompliansi menurun pada penyakit, seperti edema pulmonar, interstisial, fibrosis pleura, dan kelainan struktur traumatic, atau congenital seperti kifosis atau fraktur iga. Tahanan jalan nafas dapat mengalami peningkatan akibat obstruksi jalan nafas, penyakit di jalan nafas kecil (seperti asma), dan edema trakeal. Jika tahanan meningkat, jumlah udara, jumlah udara yang melalui jalan nafas anatomis menurun. Ekspirasi merupakan proses pasif normal yang bergantung pada property recoil elastic dan membutuhkan sedikit kerja otot atau tidak sama sekali. Volume paru normal diukur melalui pemeriksaan fungsi pulmonary. Spirometer mengukur volume paru yang memasuki atau yang meninggalkan paru-paru. Variasi volume paru dapat dihubungkan dengan status kesehatan, seperti kehamilan, latihan fisik, obesitas, atau kondisi paru yang obstruktif.



Jumlah surfaktan, tingkat



kompliansi, dan kekuatan otot bantu pernafasan mempengaruhi tekanan dan volume di dalam paru-paru. 2. Tekanan Gas bergerak ke dalam dan keluar paru karena ada perubahan tekanan. Tekanan intrapleura bersifat negative atau kurang dari tekanan atmosfer yakni 760 mmhg pada permukaan laut. Supaya udara mengalir ke dalam paru-paru, maka tekanan intrapleura harus lebih negative dengan gradient tekanan antara atmosfer dan alveoli



b. Perfusi Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru untuk dioksigenasi, di mana pada sirkulasi paru adalah darah dioksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dri ventrikel kanan jantung. Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume darah yang besar sehingga dapat dipergunakan jika sewaktu-waktu terjadi penurunan volume atau tekanan darah sistemik. c. Difusi Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi yang lebih tinggi kedaerah degan konsentrasi yang lebih rendah. Difusi gas pernafasan terjadi di membrane kapiler alveolar dan kecepatan difusi dapat dipegaruhi oleh ketebalan membrane(Potter & Perry, 2016). 3. Etiologi Keadekuatan sirkulasi, ventelasi, perfusi, dan transport gas – gas pernapasan kejaringan dipengaruhi oleh empat tipe factor : a. Faktor fisiologis Tabel 1. Proses Fisiologis yang Mempengaruhi Oksigenasi (Potter & Perry, 2006) Proses Anemia



Pengaruh Pada Oksigenasi Menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen



Racun inhalasi



Menurunkan kapasitas darah yang membawa oksigen



Obstruksi jalan nafas



Membatasi pengiriman oksigen yang diinspirasi



ke alveoli Dataran tinggi



Menurunkan



konsentrasi



oksigen



inspirator



karena konsentasi oksigen atmosfer yang lebih rendah. Demam



Meningkatkan



frekuensi



metabolism



dan



kebutuhan oksigen di jaringan. Penurunan pergerakan Mencegah dinding



penurunan



diafragma



dan



dada menurunkan diameter anteroposterior thoraks



(kerusakan muskulo)



pada saat inspirasi, menurunkan volume udara yang diinspirasi.



Adapun kondisi yang mempengaruhi gerakan dinding dada : 1.



Kehamilan Ketika fetus mengalami perkembangan selama kehamilan, maka uterus maka uterus yanb berukuran besar akan mendorong isi abdomen ke atas diagfragma.



2.



Obesitas Klien yang obese mengalami penurunan volume paru. Hal ini dikarenakan thorak dan abdomen bagian bawah yang berat.



3.



Kelainan musculoskeletal Kerusakan muskulosetal di region thorak menyebabkan penurunan oksigenasi.



4.



Konfigurasi structural yang abnormal



5.



Trauma



6.



Penyakit otot



7.



Penyakit system persarafan



8.



Perubahan system saraf pusat



9.



Pengaruh penyakit kronis.



10.



Faktor Perkembangan 1. Bayi Prematur



Bayi premature : berisiko terkena penyakit membrane hialin, yang diduga disebabkan defisiensi surfaktan. 2. Bayi dan Todler Bayi dan toddler : berisiko mengalami infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) hasil pemaparan dari anak-anak lain dan pemaparan asap dari rokok. Selain itu, selama proses pertumbuhan gigi, beberapa bayi berkembang kongesti nasal yang memungkinkan pertumbuhan bakteri dan meningkatkan potensi terjadinya ISPA. ISPA yang sering doalami adalah nasofaringitis, faringitis, influenza, dan tonsillitis. 3. Anak usia sekolah dan remaja Anak usia sekolah dan remaja terpapar pada infeksi pernapasan dan factor-faktor resiko pernafasan, misalnya asap rokok dan merokok. 4. Dewasa muda dan dewasa pertengahan Individu pada usia pertengahan dan dewasa muda terpapar pada banyak factor resiko kerdiopulmonar seperti diet yang tidak sehat, kurang latihan fisik, obat-obatan. 5. Lansia Kompliansi dinding dada menurun pada klien lansia yang berhubungan dengan osteoporosis dan kalsifikasi tulang rawan kosta. Otot – otot pernapasan melemah dan sirkulsi pemubuluh darah pulmonar menurun. b. Faktor Perilaku 1. Nutrisi Nutrisi mempengaruhi fungsi kardiopulmonar dalam beberapa cara. Klien yang mengalami kekurangan gizi mengalami kelemahan otot pernafasan. Kondisi ini menyebabkan kekekuatan otot dan kerja pernapasan menurun. 2. Latihan Fisik



Latihan fisik meningkatkan aktivitas metabolism tubuh dan kebutuhan oksigen. Frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat, memampukan individu untuk mengatasi lebih banyak oksigen dan mengeluarkan kelebihan karbondoksida. 3. Merokok Dikaitkan dengan sejumlah penyakit termasuk penyakit jantung, penyakit paru obstrukti kronis, dan kanker paru. 4. Penyalahgunaan Substansi Penggunaan



alcohol



dan



obat-obatan



secara



berlebihan



akan



menggganggu oksigenasi jaringan. Kondisi ini sering kali memiliki asupan nutrisi yang buruk.Kondisi ini menyebabkan penurunan asupan makanan kaya gizi yang kemudian menyebabkan penurunan prosuksi hemoglobin. c. Faktor Lingkungan Abestosis merupakan penyakit paru yang memperoleh di tempat kerja dan berkembang setelah individu terpapar asbestosis. d. Ansietas Keadaan yang terus-menerus pada insietas beat akan meningkatkan laju metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen akan meningkat(Potter & Perry, 2006). 4. Patofisiologi Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi. Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume



sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 2012). 5. Pemeriksaan diagnostic Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan oksigenasi yaitu: a.



EKG: menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung, mendeteksi transmisi impuls dan posisi listrik jantung.



b.



Pemeriksaan stres latihan, digunakan untuk mengevaluasi respond jantung terhadap stres fisik. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang respond



miokard



terhadap



peningkatan



kebutuhan



oksigen



dan



menentukan keadekuatan aliran darah koroner. c.



Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi ; pemeriksaan fungsi paru, analisis gas darah (AGD).



6. Penatalaksanaan A. Penatalaksanaan keperawatan a.



Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif - Pembersihan jalan nafas - Latihan batuk efektif - Suctioning - Jalan nafas buatan



b.



Pola Nafas Tidak Efektif - Atur posisi pasien ( semi fowler ) - Pemberian oksigen - Teknik bernafas dan relaksasi



c.



Gangguan Pertukaran Gas - Atur posisi pasien ( posisi fowler ) - Pemberian oksigen - Suctioning



7. Asuhan Keperawatan



A. Pengkajian Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawatan pada sistem pernapasan merupakan hal utama yang dilaksanakan perawat karena 80% diagnosis masalah pasien diperoleh dari anamnesis. 1) Identitas d.



Umur Umur pasien yang mengalami gangguan kebutuhan oksigenasi banyak menyerang diusia produktif 18-50 tahun dan anak anak dibawah usia 5 tahun.



e.



Alamat Kondisi permukiman atau tempat tinggal menjadi salah satu hal yang penting dan perlu ditanya pada pasien dengan gangguan oksigenasi. Karena gangguan kebutuhan oksigenasi sangat rentan dialami oleh mereka yang bertempat tinggal di pemukiman padat dan kumuh, rumah yang lembab akibat kurang pencahayaan matahari, dan kurang adanya ventilasi.



f.



Jenis Kelamin Penderita gangguan kebutuhan oksigenasi banyak didapatkan pada jenis kelamin laki-laki, karena pola hidup mereka seperti merokok.



g.



Pekerjaan Jenis pekerjaan dilingkungan industri dan berpolusi beresiko dapat mengganggu system pernapasan (Muttaqin,2012).



2) Keluhan Utama Keluhan utama adalah yang paling sering dirasakan mengganggu oleh klien dengan gangguan kebutuhan oksigenasi. Keluhan utama yang sering muncul pada klien gangguan kebutuhan oksigenasi adalah sebagai beikut: a) Batuk b) Peningkatan produksi sputum c) Dispnea



d) Hemoptysis e) Mengi f) Chest pain 3) Riwayat Penyakit Saat Ini Pengkajian riwayat penyakit saat ini seperti menanyakan tentang riwayat penyakit sejak timbulnya keluhan hingga pasien meminta pertolongan. Misal sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan tersebut terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan pertama kali timbul, apa yang dilakukan ketika keluhan ini terjadi, keadaan apa yang memperberat atau memperingan keluhan, adakah usaha untuk mengatasi keluhan ini sebelum meminta pertolongan, berhasil atau tidak usaha tersebut. 4) Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit dahulu memberikan data tentang informasi kesehatan klien. Kaji klien tentang kondisi kronis manifestasi pernapasan, karena kondisi ini memberikan petunjuk tentang penyebab masalah baru. Dapatkan pula informasi tentang sejak kapan terjadi penyakit, apakah pasien pernah dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa, apakah pernah mengalami penyakit yang berat, apakah pernah mempunyai keluhan yang sama. 5) Riwayat Penyakit Keluarga Pengkajian riwayat keluarga pada pasien dengan gangguan oksigenasi sangat penting untuk mendukung keluhan dari penderita. Perlu dicari riwayat keluarga yang memberikan predisposisi keluhan kepada pasien (Andarmoyo, 2012). B.



Pemeriksaan Fisik 1) Mata a.



Lesi kuning pada kelopak mata (hiperlipidemia)



b.



Konjungtiva pucat (anemia)



c.



Konjungtiva sianosis (hipoksemia)



2) Hidung a. Pernapasan dengan cuping hidung b. Membran mukosa sianosis (penurunan oksigen) c. Bernapas dengan mengerutkan mulut (dikaitkan dengan penyakit paru kronik) 3) Kulit a. Sianosis perifer (vasokontriksi) b. Sianosis secara umum (hipoksemia) c. Penurunan turgor (dehidrasi) 4) Jari dan kuku a. Sianosis perifer (kurangngnya suplai O2 ke perifer) b. Clubbing finger ( hipoksemia kronik) 5) Dada dan Thoraks a. Inspeksi Dada



diinspeksi



terutama



mengenai



postur,



bentuk,



dan



kesimetrisan ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi pada dada bisa dikerjakan pada saat bergerak aray pada saat diam. Amati juga pergerakan pernapasan klien. Sedangkan untuk mengamati adanya kelainan tulang punggung baik kifosis, skoliosis, maupun lordosis, akan lebih mudah dilakukan pada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi (eupnea, bradipnea, dan takipnea), sifat (pernapasan dada, diafragma, stoke, kussmaul, dll). b. Palpasi Palpasi dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada, mengobservasi abnormalitas, mengidentifikassi keadaan kulit, dan mengetahui taktil fermitus. Kaji abnormalitas saat inspeksi seperti: masa, lesi, dan bengkak. Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri. Taktil fremitus (getaran pada dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara). c. Perkusi



-



Perkusi langsung Perkusi langsung, yakni pemeriksaan memukul thoraks klien dengan bagian palmar jaritengan keempatujung jari tangannya.



-



Perkusi Tak Langsung Perkusi taklangsung, yakni pemeriksa menempelkan suatu objek padat yang disebut pleksimeter pada dada klien, lalu sebuah objek lain yang disebut pleskor untuk memukul pleksimeter tadi, sehingga menimbulkan suara.



-



Suara perkusi pada klien tuberkulosis paru biasanya hipersonor yaitu bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi udara.



d.



Auskultasi Biasanya pada penderita tuberkulosis paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat untuk mendemonstrasikan daerah mana didapatkan adanya ronkhi (Andarmoyo, 2012).



C.



Pemeriksaan Penunjang Menurut Mutaqin (2012) untuk memastikan diagnosa pasien TB paru dengan gangguan kebutuhan oksigenasi diantaranya: 1.



Pemeriksaan Rontgen Thoraks Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan kelainan pada paru.



2.



CT – Scan (Computerized Tomography Scanner) Pemeriksaan CT – Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukan dengan adanya gambar garis-garis fibrotik. Sebagaimana pemeriksaan rontgen thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif dapat hanya berdasarkan pada temuan CT- Scanpada pemeriksaan tunggal, namun selalu dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan periksaan secara serial setiap hari.



3.



Pemeriksaan Laboratorium Bahan pemeriksaan untuk bakteri mycrobacterium tuberculosis berupa sputum pasien. Sebaiknya sputum diambil pada pagi hari dan yang pertama keluar. Jika sulit didapatkan maka sputum dikumpulkan selama 24 jam.



B. Analisa Data



-



-



-



-



SYMPTOM Dispneu, Penurunan suara nafas Orthopneu Cyanosis Kelainan suara nafas (rales, wheezing) Batuk, tidak efekotif atau tidak ada Mata melebar Produksi sputum Gelisah Perubahan frekuensi dan irama nafas



- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi - Penurunan pertukaran udara per menit - Menggunakan otot pernafasan tambahan - Nasal flaring - Dyspnea - Orthopnea - Perubahan penyimpangan dada - Nafas pendek



-



-



-



-



ETIOLOGI Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma. Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas Hiperventilasi Deformitas tulang Kelainan bentuk dinding dada Penurunan energi/kelelahan Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal Obesitas Posisi tubuh Kelelahan otot pernafasan Hipoventilasi sindrom



PROBLEM Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif



pola nafas tidak afektif



- Assumption of 3point position - Pernafasan pursedlip - Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama - Peningkatan diameter anteriorposterior - Pernafasan ratarata/minimal Bayi : < 25 atau > 60 Usia 1-4 : < 20 atau > 30 Usia 5-14 : < 14 atau > 25 Usia > 14 : < 11 atau > 24 - Kedalaman pernafasan Dewasa volume tidalnya 500 ml saat istirahat Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg - Timing rasio - Penurunan kapasitas vital



- Nyeri - Kecemasan - Disfungsi Neuromuskuler - Kerusakan persepsi/kognitif - Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang -  Imaturitas Neurologis



C. Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan salah satu factor berikut ; - Lingkungan : merokok, menghirup asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi - Fisiologis : disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma.



- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas 2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan salah satu factor berikut -



Hiperventilasi Deformitas tulang Kelainan bentuk dinding dada Penurunan energi/kelelahan Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal Obesitas Posisi tubuh Kelelahan otot pernafasan Hipoventilasi sindrom Nyeri Kecemasan Disfungsi Neuromuskuler Kerusakan persepsi/kognitif Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang Imaturitas Neurologis



D. Perencanaan dan intervensi Keperawatan No 1



Diagnosa Keperawatan Bersihan jalan nafas tidak efektif



NOC NOC : - Respiratory status : Ventilation - Respiratory status : Airway patency - Aspiration Control Kriteria Hasil - Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)



NIC Airway suction - Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning - Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning. - Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning - Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan. - Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal - Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan



- Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) - Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas



2



Pola napas tidak efektif



- Respiratory status : Ventilation - Respiratory status : Airway patency - Vital sign Status



- Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal - Monitor status oksigen pasien - Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion - Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll. Airway Management - Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu - Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi - Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan - Pasang mayo bila perlu -  Lakukan fisioterapi dada jika perlu -  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction - Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan -  Lakukan suction pada mayo - Berikan bronkodilator bila perlu - Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab - Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. - Monitor respirasi dan status O2 Airway Management - Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu - Posisikan pasien untuk



Kriteria Hasil : - Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) - Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) - Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)



-



-



-



memaksimalkan ventilasi Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2



Terapi Oksigen - Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea - Pertahankan jalan nafas yang paten - Atur peralatan oksigenasi - Monitor aliran oksigen - Pertahankan posisi pasien - Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi - Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring - Monitor TD, nadi, suhu, dan RR - Catat adanya fluktuasi tekanan darah - Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri - Auskultasi TD pada kedua



-



-



-



lengan dan bandingkan Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas Monitor kualitas dari nadi Monitor frekuensi dan irama pernapasan Monitor suara paru Monitor pola pernapasan abnormal Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign



E. Implementasi dan Evaluasi Implementasi keperawatan merupakan tindakan mandiri dasar berdasarkan ilmiah, masuk akal dalam melaksanakan yang bermanfaat bagi klien yang antipasi berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan pewujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan keperawatan pada kien dapat berupa tindakan mandiri atau tindakan kolaborasi. Dalam pelaksanaan tindakan langkah – langkah yang dilakukan adalah : mengkaji kembali keadaan klien, validasi rencana keperawatan, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta menetapkan strategi tindakan yang dilakukan. Selain itu juga dalam pelaksanaan tindakan, semua tindakan yang dilakukan pada klien dan respon klien pada setiap tindakan keperawatan didokumentasikan dalam catatan keperawatan dalam pendokumentasian adalah waktu tindakan dilakukan,



tindakan dan respon klien, serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan. (Asmmadi, 2010). 1. Evaluasi Merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan proses yang dilakukan dalam menilai keberhasilan suatu tindakn keperawatan dan menentukan seberapa jauh tujuan sudah dicapai. Evaluasi merupakn aspek penting daam proses keperawatan, karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi keperawatan diakhiri atau dilanjutkan kembali atau dimodifikasi. Dalam evaluasi prinsip obyektifias,



rehabilitas,



dan validasi



dapat



dipertahankan



agar



kepustakan yang diambil tepat. Evaluasi proses keperawatan ada 2 yaitu : evaluasi proses dan evaluasi hasil (Asmadi, 2010). Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah tindakan dilakukan dan di dokumentasikan pada catatan keperawatan. Sedengkan evaluasi akhir adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur sejauh mana pencapaian tujuan yang ditetapkan dan dilakukan pada akhir asuhan.



Daftar Pustaka NANDA Internasional Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikas 2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC. Andarmoyo,



Sulistyo.



2012.



Kebutuhan



Dasar



Munusia



( Oksigenasi ).Yogyakarta : Graha Ilmu Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi. Jakarta : EGC Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan NANDA NIC NOC. Yogyakarta : MediAction.



Jurnal terkait gangguan rasa nyaman nyeri No 1



Pengarang Judul Ilmi Efektivitas terapi Darmawan,M oksigenasi nasal ilasari kanul terhadap saturasi oksigen pada penyakit acute coronary syindrome (acs) di instalasi gawat darurat rsud ulin banjarmasin



Hasil Ada efektifitas pemberian saturasi oksigen nasal kanul terhadap saturasi oksigen pada pasien ACS.



Tahun 2019



2



Afif Mustikarani, Akhmad Mustofa



Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien Stroke melalui Pemberian Posisi Head Up



2019



3



Anita Yulia, Dahrizal, Widia Lestari



Pengaruh Nafas Dalam dan Posisi Terhadap Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nafas Pada Pasien Asma



4



Syamsul Firdaus, Misbachul Munirul Ehwan, Agus Rachmadi



Efektivitas Pemberian Oksigen Posisi Semi Fowler Dan Fowler Terhadap Perubahan Saturasi Pada



Penerapan efidance based practice nursing yaitu pemberian posisi head up 300 terbukti efektif dalam menaikan kadar saturasi pasien stroke hemoragic di RSUP dr. Kariadi Semarang ada pengaruh yang signifikan pemberian intervensi nafas dalam dan posisi terhadap nilai saturasi oksigen dan frekuensi nafas pada pasien asma. Intervensi nafas dalam dan posisi dapat diterapkan pada pasien asma. Tidak ada perbedaan efektivitas pemberian oksigen pada posisi semi fowler dengan fowler terhadap perubahan saturasi pada pasien asma bronkial persisten ringan di IGD RSUD Ratu Zalecha Martapura



2019



2019



Pasien Asma Bronkial Persisten Ringan 5



Ely Purnama, Hanura Aprillia



Hubungan Pemberian Terapi Oksigen Sistem Aliran Rendah Dengan Status Fisiologis (Revised Trauma Score) Pada Pasien Trauma Di Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin



Ada hubungan pemberian terapi oksigen sistem aliran rendah dengan status fisiologis (Revised Trauma Score) pada pasien trauma di RSUD Ulin Banjarmasin



2019



6



Nurmayanti, Agung Waluyo, Wati Jumaiyah, Rohman Azzam



Pengaruh fisioterapi dada, batuk efektif dan nebulizer terhadap peningkatan saturasi oksigen Dalam darah pada pasien ppok



ada pengaruh pemberian fisioterapi dada, batuk efektif dan nebulizer terhadap peningkatan saturasi oksigen dalam darah sebelum dan sesudah intervensi pada pasien PPOK.



2019