LP Kekerasan Pada Wanita Dan Anak Perempuan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEKERASAN SEKSUAL PADA WANITA DAN ANAK PEREMPUAN/CHILD ABUSE



Disusun Oleh: 1. Ellyana Firdaus (J210150086) 2. Ayunda Tifmi Tamara (J210150088) 3. Niken Enggal Dwi Astuti (J210150095) 4. Yuli Wahyu Utami (J210150104)



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017



LAPORAN PENDAHULUAN KEKERASAN SEKSUAL PADA WANITA DAN ANAK PEREMPUAN/CHILD ABUSE



A. PENGERTIAN Kata kekerasan disini diterjemahkan dari ”violence”. Violence berasal dari gabungan kata latin yaitu ”vis” yang berarti daya atau kekuatan dan ”latus” yang berarti membawa, yang kemudian berarti membawa kekuatan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan diartikan sebagai sifat atau hal yang keras, kekuatan, paksaan. Sedangkan paksaan berarti tekanan, desakan yang keras. Kekerasan sebagai suatu pengaruh tertentu yang menyebabkan realitas jasmani dan mental aktual seseorang ada di bawah realitas aktualnya. Artinya bahwa ada sistem atau kondisi (struktural), atau perlakuan (non struktural/langsung) yang menyebabkan seseorang tidak dapat mengaktualisasikan potensi dirinya (Galtung, 1992). Dengan demikian, kata kekerasan mengacu pada suatu bentuk penindasan, pemaksaan, dan berbagai bentuk perlakuan lain yang menyebabkan seseorang dirugikan atau mengalami dampak negatif dalam berbagai bentuk. Sedangkan kekerasan seksual mengacu pada suatu perlakuan negatif (menindas, memaksa, menekan, dan sebagainya) yang berkonotasi seksual, sehingga menyebabkan seseorang mengalami kerugian. Komnas Perempuan (2001) menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah segala tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan yang berakibat atau kecenderungan untuk mengakibatkan kerugian dan penderitaan fisik, seksual, maupun psikologis terhadap perempuan, baik perempuan dewasa atau anak perempuan dan remaja.



Termasuk didalamnya



ancaman, pemaksaan maupun secara sengaja meng-kungkung kebebasan perempuan. Tindakan kekerasan fisik, seksual, dan psikologis dapat terjadi dalam lingkungan keluarga atau masyarakat. Laporan WHO tahun 2002 mengenai “Violence and Health” (Kekerasan dan Kesehatan) menunjukkan kualitas kesehatan perempuan menurun drastis akibat



kekerasan yang dialaminya. Hal tersebut dibuktikan bahwa antara 40-70 % perempuan yang meninggal karena pembunuhan, umumnya dilakukan oleh mantan atau pasangannya sendiri. 3 Studi yang dilakukan WHO di 10 negara menunjukkan 15-71% wanita mengalami kekerasan fisik atau seksual yang dilakukan oleh suami atau pasangannya. Selain itu penganiayaan seksual dapat didefinisikan sebagai ekspresi dari kekuatan dan kekuasaan dengan cara-cara kekerasan seksual, paling umum pada pria terhadap wanita walaupun pria juga bisa menjadi korban dari penganiayaan seksual (Hoff, 1985 dikutip dari Townsend, 1998). Sedangkan penganiayaan seksual pada anak dapat didefinisikan sebagai adanya tindakan seksual tapi tidak dibatasi pada insiden membuka pakaian, menyentuh dengan cara yang tidak pantas, dan penetrasi (koitus seksual) yang dilakukan pada seorang anak untuk kesenangan seksual orang dewasa (Townsend, 1993). Berikut ini merupakan tanda-tanda penganiayaan seksual pada anak, mencakup : 1. Infeksi saluran kemih yang sering 2. Kesulitan atau nyeri saat berjalan atau duduk 3. Kemerahan atau gatal pada daerah genital 4. Sering muntah 5. Tidak percaya kepada orang lain 6. Penganiayaan seksual pada anak yang lain 7. Mungkin memar pada beberapa area tubuh. Sedangkan di bawah ini merupakan tanda-tanda penganiayaan seksual pada wanita (Burgess, 1984 dikutip dari Townsend, 1998), mencakup : 1. Nyeri kepala, lelah, dan gangguan pola tidur 2. Nyeri abdomen, mual, muntah 3. Sekret vagina dan gatal, rasa terbakar saat defekasi, perdarahan dan nyeri rektal 4. Kasar, mempermalukan, hasrat untuk balas dendam, menyalahkan diri sendiri 5. Kekutan terhadap kekerasan fisik dan kematian 6. Rasa tidak berdaya yang sangat dan kekerasan pribadi.



B.



MACAM-MACAM



PERILAKU



KEKERASAN



SEKSUAL



PADA



WANITA DAN ANAK 1. Pelecehan Seksual Pelecehan seksual (Sexual harassment) adalah terminologi yang paling tepat umtuk memahami pengertian kekerasan seksual. Pelecehan seksual memiliki rentang yang sangat luas, mulai dari ungkapan verbal (komentar atau gurauan) yang jorok/ tidak seronoh, perilaku tidak seronoh (mencolek, meraba, mengelus, memeluk, dan sebagainya), mempertunjukkan gambar porno, serangan dan paksaan yang tidak seronoh (indecent assault) seperti memaksa untuk mencium atau memeluk, mengancam akan menyulitkan si perempuan bila menolak memberikan pelayanan seksual, hingga perkosaan. Pelecehan seksual dapat terjadi di mana pun selama ada percampuran lelaki dan perempuan di komunitas yang homogen. Namun banyak terjadi di tempat kerja, dan juga di tempat-tempat umum seperti di dalam bis kota, di jalanan, di pasar, dan sebagainya. 2. Perkosaan Perkosaan adalah bentuk kekerasan seksual yang paling populer dan dikenal oleh masyarakat luas. Menurut pasal 285 KUHP, perkosaan berarti memaksakan hubungan seksual (penetrasi penis ke dalam vagina) oleh lelaki terhadap perempuan yang bukan isterinya. Perkosaan tidak semata-mata dilakukan mengunakan cara pemaksaan atau ancaman, namun juga bujukan, janji-janji, dan penggunaan obat yang membuat korban tidak sadarkan diri. Perkosaan juga tidak selalu penetrasi penis ke dalam vagina tetapi juga dapat berupa sodomi (penetrasi penis ke dalam anus), dan oral seks. Korban perkosaan sebagian besar adalah wanita (walaupun tidak menutup kemungkinan pria yang menjadi korban), dan wanita usia 16-24 tahun adalah masa beresiko tinggi tetapi korban perkosaan juga ada yang berumur paling 15 bulan dan paling tua 82 tahun. 3. Incest Kekerasan seksual yang termasuk dalam kategori ini adalah yang terberat, karena pertimbangan bahwa si pelaku adalah orang dekat atau keluarga sendiri sehingga biasanya berulang terus, dan antara si korban dan si pelaku besar kemungkinannya untuk masih bisa bertemu. Korban incest biasanya anak-anak



dan mereka seringkali tidak menyadari akan apa yang terjadi pada dirinya, mereka baru menyadari kelak setelah dewasa atau apabila kemudian terjadi kehamilan. Kekerasan seksual pada anak-anak ini biasanya terjadi tanpa perlawanan dan relatif jarang menimbulkan trauma fisik karena biasanya anak-anak tidak memahami apa yang terjadi pada dirinya. 4. Bentuk kekerasan seksual yang lain a. Ekshibisionisme Merupakan kebiasaan seseorang yang suka memperlihatkan alat kelaminnya kepada orang lain, dan pelaku biasanya mendapatkan kepuasan dari ketakutan atau teriakan korbannya. b. Pedophilia Merupakan dorongan atau fantasi seksual yang biasanya dilakukan dengan anakanak. Pelaku hanya akan terangsang oleh anak-anak dan biasanya melakukan perkosaan pada korban. c. Algolagnia Merupakan perilaku kekerasan seksual yang terkait dengan tindakan menyakiti dan disakiti. Pada Sexual Sadism, yang menjadi korban adalah orang lain. Sedangkan Sexual Masochisme adalah dirinya sendiri yang disakiti oleh pasangannya. Tindakannya antara lain dengan memukul, menggigit, menjambak, dan sebagainya. d. Analingus Merupakan tindakan untuk merangsang anus seseorang dengan mulut, lidah, bibir pasangannya, bahkan benda asing seperti botol atau bola lampu dengan cara memasukkannya ke dalam anus.



C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEKERASAN Aina Rumiati Azis mengemukakan faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan yaitu : a)



Budaya patriarki yang mendudukan laki-laki sebagai mahluk superior dan perempuan sebagai mahluk interior.



b)



Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama sehingga menganggap laki-laki boleh menguasai perempuan.



c) Peniruan anak laki-laki yang hidup bersama ayah yang suka memukul,biasanya akan meniru perilaku ayahnya. Berkaitan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan, Sukerti mengemukakan sebagai berikut : 1)



Karena suami cemburu



2) Suami merasa berkuasa. 3)



Suami mempunyai selingkuhan dan kawin lagi tanpa ijin.



4)



Ikut campurnya pihak ketiga (mertua).



5)



Suami memang suka berlaku kasar (faktor keturunan).



6)



Karena suami suka berjudi . Dari beberapa faktor penyebab terjadi kekerasan terhadap perempuan



seperti telah disebutkan di atas faktor yang paling dominan adalah budaya patriarki. Budaya patriarki ini mempengaruhi budaya hukum masyarakat.



D. DAMPAK PERILAKU KEKERASAN SEKSUAL Ada dua dampak yang terjadi pada korban kekerasan seksual menurut Galtung, 1992 yaitu : 1. Dampak Fisik Para korban kekerasan seksual kebanyakan diperlakukan secara tidak manusiawi dan disakiti fisiknya seperti dipukul, ditampar, ditendang, dan sebagainya. Banyak pula yang menderita cacat fisik seperti kulit belang-belang dan lebam, seluruh tubuh penuh luka, pincang kakinya bahkan ada yang menjadi kecil salah satu kakinya akibat ditendang, kerusakan alat kelamin, dan masih banyak lagi yang lainnya. Ada pula yang menderita penyakit yang berhubungan dengan alat kelamin seperti ruptur vagina, infeksi vagina, PMS, bahkan terkena HIV/AIDS. Masih ada korban yang tidak bisa hamil karena adanya disfungsi dari organ reproduksinya.



2. Dampak Psikis Kekerasan seksual selain membawa dampak fisik juga membawa dampak psikis bagi para korbannya. Mereka biasanya malu, takut yang berlebihan, merasa tertekan, dan merasa tidak punya masa depan. Mereka juga bisa mengalami trauma dalam berhubungan seksual dan takut apabila harus bertemu dengan orang yang telah melecehkannya. Kemungkingan mereka juga akan mengalami depresi, menarik diri dari lingkungan, pendiam, introvert, HDR, kurang percaya diri, bahkan mungkin menjadi agresif dan mengamuk. Yang lebih parah mereka bahkan mencoba mengakhiri hidupnya dengan cara bunh diri. Akibat dari perkosaan biasanya adalah trauma jangka panjang, dimana mereka mengalami masalah psikologis yaitu sulit memulai hubungan dengan orang lain dan menerima cinta dari orang lain. Pada diri mereka muncul kecemasan-kecemasan yang berkaitan dengan penilaian teman sebaya terhadap dirinya, penilaian calon pacar, serta reaksi orang lain ketika mengetahui kejadian yang menimpa dirinya. Lebih lanjut, kecemasan tersebut dapat membuatnya menjadi ragu-ragu dalam menjalin hubungan antar jenis, menghindari atau bahkan menarik diri. Menurut Shinto B Adelar seorang psikolog, kekerasan seksual membawa dampak menyeluruh pada diri korban yang meliputi aspek fisik, emosi, pikiran, moral, hubungan sosial, spiritual, perilaku maupun perkembangan kepribadian umumnya. Selain itu konsep diri dan harga dirinya pun terpengaruh. Masih ada masalah psikososial lain yang menghadangnya seperti dikucilkan dari keluarga dan lingkungan, kehilangan suami, kehilangan penghasilan, perasaan berdosa, merasa dirinya kotor dan tidak berharga, dan lain-lain. Pada anak-anak diperkirakan akan mempengaruhi pemahaman dan persepsinya mengenai hubungan seksual. Persepsi mengenai kejadian yang menimpa mereka pun dapat berubah di masa remaja yang secara alamiah perhatian dan minat mereka dalam pergaulan antar jenis. Pada remaja tersebut akan timbul kecemasan-kecemasan yang berkaitan dengan penilaian teman sebayanya, penilaian calon pacar, reaksi orang lain ketika mengetahui masa lalunya dan sebagainya. Lebih lanjut, kecemasan itu dapat membuatnya menjadi ragu-ragu dalam menjalin hubungan



antar jenis, menghindari atau bahkan menarik diri. Mungkin dia akan menilai bahwa dirinya ”sudah rusak” sehingga sudah tidak pantas lagi untuk berhubungan dengan orang lain. Selain itu dikhawatirkan pelecehan atau perkosaan dapat mempengaruhi orientasi seksual seseorang. Karena trauma dengan laki-laki misalnya seorang gadis memutuskan untuk menjalin hubungan dengan sesama jenis. Atau sebaliknya, pengalaman sodomi membuatnya terdorong untuk mengulanginya dengan teman sesama jenis entah itu sebagai pembenaran atas kejadian yang menimpanya atau secara tidak disadari sebagai tindakan balas dendam agar bukan hanya dirinya saja yang mengalami kejadian tersebut. Beberapa perubahan perilaku bagi mereka yang dapat dicurigai sebagai akibat dari perilaku kekerasan yang mereka dapatkan menurut Tim Rifka Annisa Women’s Crisis Centre Yogyakarta, antara lain : 1. Menyendiri 2. Mengisolasi diri dari orang lain 3. Enggan pergi ke tempat tertentu atau pergi dengan orang tertentu 4.



Menunjukkan perilaku yang merusak diri sendiri seperti pergi dari rumah, menyakiti orang lain secara fisik, terjerumus dalam penggunaan obat-obatan terlarang dan alkohol, atau mungkin bunuh diri



E. DIMENSI-DIMENSI KEKERASAN SEKSUAL Menurut I Marsana Windhu, 1992 dimensi kekerasan dibagi menjadi : 1. Kekerasan fisik dan psikologis Dalam kekerasan fisik tubuh manusia disakiti secara jasmani, bahkan bisa sampai pada pembunuhan. Disini jelas sekali bahwa kemampuan somatis korban akan berkurang atau hilang sama sekali. Situasi ini juga yang menyebabkan kesehatan jiwa dan rohani korban juga berkurang. 2. Pengaruh positif dan negatif Mengacu pada sistem orientasi imbalan (oriented reward) dimana seseorang dapat dipengaruhi tidak hanya dengan menghukum tetapi juga dengan memberi imbalan. Dalam sistem imbalan setidaknya terdapat sistem pengendalian, tidak bebas, kurang terbuka, dan cenderung manipulatif meskipun memberikan



kenikmatan atau euforia. Yang ditekankan disini adalah kesadaran untuk memahami kekerasan yang luas itu penting adanya. 3. Ada obyek atau tidak Menurut Galtung, 1992 dalam setiap tindakan tetap ada ancaman kekerasan baik secara fisik maupun psikologis. Meskipun tidak memakan korban, tetapi dapat membatasi tindakan manusia. Meskipun tidak ada obyek yang langsung dikenai, tetap ada ancaman kekerasan baik pada diri seseorang atau apa yang dimiliki orang tersebut. 4. Ada subyek atau tidak Dampak kekerasan juga mempengaruhi pelaku karena akan ada suatu perasaan bersalah atau suatu ingatan yang mengganggunya sehinggadia akan mengalami stress. 5. Disengaja atau tidak Menurut Galtung, 1992 perbedaan ini justru penting karena akan mengungkap berbagai kemencengan pemahaman mengenai kekerasan yang dilakukan dengan sengaja. Pemahaman yang hanya menekankan unsur sengaja ini tentu tidak cukup untuk melihat dan mengatakan kekerasan struktural yan bekerja dengan halus dan tidak disengaja. Tetapi dilihat dari sudut korban, sengaja atau tidak kekerasan tetap kekerasan. 6. Yang tampak atau tersembunyi Kekerasan yang tampak dapat dilihat meski secara tidaklangsung, sedangkan kekerasan tersembunyi adalah sesuatu yang memang tidak kelihatan tapi bisa dengan mudah meledak. Kekerasan tersembunyi akan terjadi pada situasi menjadi begitu tidak stabil sehingga tingkat realisasi aktualnya dapat menurun dengan mudah.



F. REHABILITASI PARA KORBAN PERILAKU KEKERASAN SEKSUAL Beberapa



cara



yang



digunakan



dalam



program



rehabilitasi



atau



pengembalian bagi para korban perilaku kekerasan seksual diantaranya yaitu dengan model konseling, misal melakukan konseling pada remaja. Kita harus membina hubungan saling percaya dengan para korban perilaku kekerasan seksual



tersebut, yakinkan pada mereka bahwa kita tulus ingin membantu. Kita juga harus peka dalam mendengarkan kebutuhan klien dengan seksama, mengobati masalah medisnya, jika memungkinkan tawarkan tes kehamilan, memberikan informasi tentang PMS ataupun HIV/AIDS, dan juga adakan pengkajian psikologis serta kesehatan mental para korban kekerasan seksual tersebut. Selain itu, untuk mengatasi masalah dari luka-luka fisik yang kemungkinan diderita oleh para korban kekerasan seksual bisa dengan membawa dan mengobatinya di tempat-tempat pelayanan kesehatan seperti di rumah sakit, puskesmas, klinik kesehatan, balai pengobatan, dan sebagainya. Yang membutuhkan penanganan khusus adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan psikis para korban kekerasan seksual ini. Mereka mengalami stress psikologi yang mungkin bisa saja menjadi gangguan kesehatan mental atau kesehatan jiwa. Dukungan dari orang-orang terdekat maupun dari lingkungan sekitarnya sangat membantu mereka agar mereka tidak terlalu larut dalam kesedihan dan penderitaan yang sedang dihadapi. Tidak malah mengucilkan mereka dari pergaulan dan juga di lingkungan tempat tinggalnya. Pada intinya, kepedulian dan perhatian adalah dua kata yang sangat berarti dalam upaya membantu para korban kekerasan seksual ini dalam proses mereka melanjutkan hidupnya. Tunjukan pada mereka bahwa kita peduli pada penderitaan yang mereka alami. Komnas HAM anak juga juga membuat sebuah lembaga yang dinamakan ”Crisis Centre”, dimana anak-anak dipisahkan jauh dari lingkungan yang membuatnya trauma, pemberian terapi-terapi yang membuat mereka bisa melupakan trauma tersebut, maupun bantuan yang bersifat advokasi. Keluarga berperan besar dalam proses rehabilitasi para korban kekerasan seksual ini. Ketika kita sebagai keluarga mengetahui ada keluarga kita yang menjadi korban kekerasan seksual, maka respon yang paling baik adalah mendengarkan secara hati-hati apa yang mereka katakan dan memperhatikan perubahan perilaku mereka. Tunjukkan pada mereka bahwa kita peduli, bertanyalah kepada mereka dengan tanpa memaksa mereka untuk menjawab. Biarkan mereka tahu bahwa kita siap mendengarkan kapan saja. Setelah mereka



menceritakan bahwa mereka telah mengalami kekerasan seksual, langkah awal yang tepat adalah dengan memberi dukungan. Selanjutnya ada beberapa tahap yan dapat dilakukan, antara lain : 1. Bicaralah dengan anak di tempat yang terjaga privasinya, bawalah ke tempat yang tenang. Biarkan anak bercerita tentang apa yang terjadi dengan menggunakan bahasa mereka sendiri tanpa memaksa mereka untuk menjelaskan secara detail. Detail pertanyaan lebih baik dilakukan oleh orang yang terlatih. 2.



Dengarkan apa yang mereka ceritakan. Terimalah apa yang mereka ceritakan walaupun sulit untuk mempercayainya.



3. Bersikap tenang dan jangan bereaksi berlebihan seperti marah. 4. Tenangkan mereka. Biarkan mereka tahu bahwa kita akan menolong mereka dan jelaskan pula bahwa kita mungkin akan berbicara dengan orang lain yang akan membantu dia. 5. Mencari pertolongan sesegera mungkin. Segera ke dokter atau rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Atau pergi ke crisis centre atau lembaga sosial lain yang memberikan layanan kepada para korban kekerasan seksual. Atau ke polisi untuk segera diproses secara hukum.



G. KESIMPULAN Perilaku kekerasan seksual merupakan ancaman terutama bagi wanita dan anak-anak, berapapun usianya, apapun status sosial-ekonominya, tingkat pendidikannya, dan faktor pendukung lainnya. Kekerasan seksual bisa terjadi dimana saja bahkan di rumah sendiri sekalipun, oleh siapa saja bahkan oleh suaminya sendiri atau keluarganya sendiri. Bagaimana dampak bagi para korban perilaku kekerasan seksual itu sendiri dimana bisa terjadi trauma seksual, stress psikologi, kehamilan tidak dikehendaki (unwanted pregnancy), penularan PMS dan HIV/AIDS, gangguan fungsi reproduksi, kerusakan organ reproduksi, dan masih banyak lagi akibat lain yang ditimbulkan. Program konseling bisa dilakukan sebagai salah satu bentuk rehabilitasi bagi para korban perilaku kekerasan seksual, dimana kita bisa membangun sebuah



hubungan saling percaya dengan mereka adan ketulusanlah yang kita bawa untuk membantu mereka menyelesaikan permasalahan yang sedang mereka hadapi. Selain itu kepedulian dan perhatian adalah kunci dari semuanya agar bisa membantu mereka melanjutkan hidupnya.



Jurnal Pertama



Judul



: The re-enactment of childhood sexual abuse in maternity care: a qualitative study



Penulis



: Elsa Montgomery, Catherine Pope and Jane Rogers



Tahun terbit



: 2015



Abstrack Background: The process of pregnancy and birth are profound events that can be particularly challenging for women with a history of childhood sexual abuse. The silence that surrounds childhood sexual abuse means that few women disclose it and those caring for them will often not be aware of their history. It is known from anecdotal accounts that distressing memories may be triggered by childbirth and maternity care but research data on the subject are rare. This paper explores aspects of a study on the maternity care experiences of women who were sexually abused in childhood that demonstrate ways that maternity care can be reminiscent of abuse. Its purpose is to inform those providing care for these women.



Latar Belakang: Proses kehamilan dan kelahiran adalah peristiwa yang sangat berat bagi perempuan dengan riwayat pelecehan seksual pada masa kanak-kanak. Beberapa perempuan mengungkapkan pernah mandapatkan pelelecehan seksual pada masa kanak-kanak dan mereka mengikuti perawatan sehingga tidak akan menyadari riwayat mereka. Hal ini diketahui dari akun anekdotal bahwa kenangan yang menyedihkan mungkin dipicu dari perawatan bersalin, namun data penelitian pada subjek jarang terjadi. Makalah ini membahas aspek-aspek studi pada pengalaman perawatan bersalin perempuan yang mengalami pelecehan seksual di masa kecil yang menunjukkan cara bahwa perawatan bersalin dapat mengingatkan plecehan tersebut. Tujuannya adalah untuk menginformasikan orang-orang tentang perawatan untuk mereka.



Jurnal Kedua



Judul



: Violence against women during pregnancy: sistematized revision



Penulis



: Maria Misrelma Moura Bessa, Jefferson Drezett, Modesto Rolim, dan Luiz Carlos de Abreu



Tahun terbit



: 2014



Abstrack Violence against women is widely recognized as a serious public health problem. The pregnancy is a risk factor for increasing the violence, especially when it is related to socioeconomic conditions. The objective of this work is to ascertain the relation between violence against women during pregnancy in developed countries and in developing countries. It was performed a systematized review. It was proceeded a search of the literature through online databases MEDLINE and SciELO in December 2013, only with articles published between January 1, 2003 and November 30, 2013. The following descriptors were used for searching on the database “domestic violence” (Medical Subject Headings [MeSH]); “violence against women” (Health Sciences Descriptors [DeCS]); and “pregnancy” (Keyword). The Search strategies resulted in 71 studies. After analysis of the titles and abstracts of articles found for eligibility based on inclusion criteria, 43 articles were deleted and 28 articles were included in the final sample. The study revealed the predominance of researches developed about violence against women during pregnancy in developing countries, strengthening the strong socio-economic character related to victims and aggresso Latar Belakang: Kekerasan terhadap perempuan secara luas diakui sebagai masalah kesehatan masyarakat yang serius. Kehamilan merupakan salah satu faktor risiko untuk meningkatkan kekerasan, terutama ketika berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memastikan hubungan antara kekerasan terhadap perempuan selama kehamilan di negara maju dan di negara-negara berkembang. Hal ini diakukan dengan tinjauan secara sistematis. Dilanjutkan pencarian literatur melalui online database MEDLINE dan SciELO pada bulan Desember 2013 hanya dengan artikel yang dipublikasikan antara Januari1, 2003 dan 30 November 2013. Deskriptor berikut digunakan untuk mencari didatabase “kekerasan dalam rumah tangga” (Medical Subyek Pos [MESH]); “Kekerasan terhadap perempuan”(Ilmu Kesehatan Deskriptor [DECs]); dan “kehamilan” (Kata Kunci). Search strategi mengakibatkan 71 studi. Setelah analisis judul dan abstrak artikel ditemukan untuk



kelayakan berdasarkan kriteria inklusi, 43 artikel yang dihapus dan 28 artikel yang termasuk dalam sampel akhir. Studi ini mengungkapkan dominasi penelitian dikembangkan tentang kekerasan terhadap perempuan selama kehamilan di negaranegara berkembang, memperkuat kuatsosio-ekonomi karakter yang terkait dengan korban dan agresor.