LP Lower Extremity [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

UNIVERSITAS JEMBER



LAPORAN PENDAHULUAN



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR LOWER EXTREMITIES DIRUANG SERUNI RUMAH SAKIT DAERAH dr. SOEBANDI JEMBER



OLEH: Nahdah Khoirotul Ummah, S.Kep. NIM 182311101129



PPROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER



i



LEMBAR PENGESAHAN



Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Fraktur Cruris di Ruang SeruniRSD dr. Soebandi Jember telah disetujui dan di sahkan pada Hari, Tanggal :Senin, 8 April 2019 Tempat :Ruang Seruni RSD dr. Soebandi Jember



Jember, 8 Apri 2019



Pembimbing Akademik Stase Keperawatan Bedah FKep Universitas Jember



Pembimbing Klinik Kepala Ruang Seruni RSD dr. Soebandi Jember



Ns. Siswoyo, S.Kep NIP. 19731403 199703 1 007



Ns. Baskoro Setioputro, M. Kep NIP. 19830505 200812 1 004



ii



LEMBAR PENGESAHAN



Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Fraktur Cruris di Ruang SeruniRSD dr. Soebandi Jember telah disetujui dan di sahkan pada Hari, Tanggal :Jumat, 8 April 2019 Tempat :Ruang Seruni RSD dr. Soebandi Jember



Jember, 8 April 2019



Pembimbing Akademik Stase Keperawatan Bedah FKep Universitas Jember



Pembimbing Klinik Ruang Seruni RSD dr. Soebandi Jember



Ns. Baskoro Setioputro, M. Kep NIP. 19830505 200812 1 004



Ns. Moch.Alfian, S.Kep NIP/NIK. 202201304110880000



Mengetahui Kepala Ruang Seruni RSD dr. Soebandi Jember



Ns. Siswoyo, S.Kep NIP. 19731403 199703 1 007



iii



LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN FRAKTUR EKTREMITAS BAWAH Oleh : Nahdah Khoirotul Ummah, S.Kep



A. Anatomi Fisiologi 1. Anatomi Tulang Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat (Price & Wilson, 2006). Berikut adalah gambar anatomi tulang manusia:



Gambar 1: Anatomi Tulang Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang memiliki suplai syaraf dan darah. Tulang banyak



1



mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam- garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Price dan Wilson,2006). Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, metatarsalia, dan falang (Price dan Wilson,2006). a) Tulang Koksa (Tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang pelvis. b) Tulang femur (tulang paha) OS femur merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris, disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang di sebut dengan fosa kondilus. c) Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis) OS tibialis dan fibularis merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut OS maleolus medialis. Tulang tibia terdiri dari tiga bagian meliputi epyhysis prosimalis, diaphysis dan epiphyysis. Epiphysis terdiri dari dua bulatan yaitu condilus medialis dan condilus lateralis. Pada daerah permukaan proksimalis terdiri dari permukaan sendi untuk bersendi dengan tulang femur disebut dengan facies



2



articularis superior yang ditengahnya terdapat peninggian yang disebut dengan eminentia intercondyloidea. Di ujung proksimal terdapat dataran sendi dengan tulang fibula. Diaphysis memiliki tiga tepi antara lain anterior, margo medialis, dan crista interosea disebelah lateral. Terdapat tiga dataran meliputi facies medialis, facies posterior, dan facies lateralis. Margo anteror dibagian proksimal menonjol disebut tuberositas tibia.



Pada epiphysis



distalis pada bagian distal terdapat tonjolan disebut malleous medialis, yang memiliki dataraan sendi menghadapa lateral untuk bersendi denga talus disebut facies malleous lateralis.Tulang fibula terletak disebelah lateral tibia empunyai tiga bagian yaitu epiphysis proksimalis, diaphysis dan epiphysis distal. Epihysis proksimal membulat seperti capitulum fibula yang kearah proksimal meruncing menjadi apex kapitula fibula. Kapitula fibula mempunyai dataran sendi yaitu facies artycularis capituli fibula untuk bersendi dengan tulang fibia. Diaphysis mempunyai empat cristayaitu krista lateralis, krita medialis, krista anterior, krista anterior, krista iterosea, dan tiga dataran facies medialis, facies lateralis, facies posterior.epiphysis distalis kebelakang agak membulat dan sedikit keluar disebbut malleous lateralis. Disebelah dalam terdapat dataran sendi yang disebut facies artycularis malleolus laterallis. Disebelah luar terdapat suatu sulcus disebut sulcus tendo musculi tendon perineum dan dilalui tendo otot poreneus longus dan poroneus brevis



Gambar 2 : Anatomi tulang tibia dan fibula



3



1



2



Gambar 3. Tulang tibia dan fibula dari depan Keterangan: 1



= tulang fibula



2



= tulang tibia



Gambar 4. Tulang tibia dan fibula dari belakang Keterangan Tulang Tibia: 1



= Facies articularis superior condylus lateralis



2



= Facies articularis superior condylus medialis



3



= Condylus medialis



7



= Margo intercosseus



4



= Linea musculi solei



8



= Margo medialis



5



= Foramen Nutricium



9



= Suleus malleolaris



6



= Facies interosseus



10 = Malleolus medialis



Keterangan tulang tibia: 1



= Apex caoitalis fibulae



4



= Crista medialis



5



= Margo posterior



2



= Caput fibulae



6



= Malleolus lateralis



3



= Facies posterior



7



= Facies artcilaris malleoli



4



Regio cruris kompartemen dibagi menjadi 4 bagian yaitu: 1) Kompartemen anterior merupakan kondisi di mana pembengkakan dalam kompartemen anterior tungkai bawah yang membahayakan kelangsungan hidup otot, saraf dan arteri yang melayani kaki.



2) Kompartemen lateral : otot peroneus longus dan brevis, nervus peroneal superfisial.



3) Kompartemen posterior superfisial : otot gastrocnemius dan soleus, nervus sural. 4) Kompartemen posterior profunda : otot tibialis posterior dan flexor ibu jari kaki, nervus tibia.



5



d) Tulang tarsalia (tulang pangkalkaki) OS tarsalia dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular, osteum kuboideum, kunaiformi. e) Meta tarsalia (tulang telapak kaki) Meta tarsalia terdiri dari tulang- tulang pendek yang banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan perantara sendi. f) Falangus (ruas jari kaki) Falangus merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masingmasingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid). 2. Fisiologi Tulang Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut (Price dan Wilson, 2006). Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ketulang. Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini



6



menghasilkan enzim-enzim proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. Hormon yang mempengaruhi pertumbuhan tulang disekresikan oleh kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, indung telur dan testis. Kelenjar hipofisis, mensekresikan hormon pertumbuhan (GH) yang disebut juga somatotropin yang menstimulasi aktivitas di lempeng epifisis. Somatotropin memainkan peranan yang penting dalam tubuh dengan merangsang pertumbuhan otot, mempertahankan tingkat normal sintesis protein dalam semua sel tubuh, serta membantu dalam pelepasan lemak sebagai sumber untuk hormon lain yang berperanan dalam mempertahankan kekuatan matriks tulang. Ini adalah untuk mengkontrol tingkat kalsium darah. Selain itu, kalsium juga diperlukan untuk sejumlah proses metabolisme lain selain daripada pembentukan tulang seperti pembentukan bekuan darah, konduksi impuls saraf, dan kontraksi sel otot. Bila kuantiti kalsium dalam darah adalah rendah, kelenjar paratiroid berespon dengan mensekresikan hormon paratiroid (PTH). Hormon ini merangsang osteoklas untuk memecah jaringan tulang, dan garam kalsium yang dilepaskan ke dalam darah. Di sisi lain, jika tingkat kalsium darah terlalu tinggi, kelenjar tiroid merespon dengan mensekresi hormon yang disebut calcitonin. Efeknya adalah antagonis dengan hormon paratiroid, yaitu menghambat aktivitas osteoclast dengan menstimulasi osteoblast untuk membentuk jaringan tulang. Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain: a) Sebagai kerangka tubuh Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh. b) Proteksi Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh tulang- tulang kostae (iga). c) Ambulasi dan mobilisasi Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system pengungkit yang di



7



gerakan oleh otot- otot yang melekat pada tulang tersebut ; sebagai suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot- otot yang melekat padanya. d) Deposit mineral Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium, dan elemen- elemen lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh. e) Hemopoesis Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk menghasilkan selsel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah tulang tertentu. Berikut adalah sistem otot yang digunakan pada os tibia dan fibula: a) Otot-otot penggerak tungkai bawah bagian belakang 1) m.gastrocnemius (caput mediale dan caput lateral) untuk plantar fleksi kaki dan fleksi sendi lutut. 2) m.soleus untuk plantar fleksi kaki pada sendi pergelangan kaki. 3) m.tibialis posterior untuk plantar fleksi kaki pada sendi pergelangan kaki dan inversi kaki. 4) m.plantaris untuk plantar fleksi sendi pergelangan kaki dan fleksi sendi lutut. b) Otot-otot penggerak tungkai bawah bagian lateral 1) m.peroneus longus untuk plantar fleksi kaki dan eversi kaki. 2) m.peroneus brevis untuk plantar fleksi dan eversi kaki. c) Otot-otot penggerak tungkai bawah bagian depan 1) m.extensor digitorum longus untuk distensi jari kaki. 2) m.tibialis anterior untuk ekstensi kaki pada semi pergelangan kaki dan inverse. d) Otot-otot penggerak sendi lutut 1) Otot penggerak fleksi lutut antara lain musculus biceps femoris, musculus semi tendi nosus, semi membranosus. 2) Otot penggerak ekstensi lutut antara lain musculus vastus lateralis, vastus intermedius, musculus vastus medialis, musculus rectus femoris. 3) Otot penggerak eksorotasi lutut antara lain musculus biceps femoris, musculus extensor fascialata, musculus gastrocnemius caput medialis.



8



4) Otot penggerak endorotasi lutut antara lain musculus semitendinosus, musculus semimembranosus, musculus gracilis, musculus popliteus, musculus gastrocnemius caput lateral. e) Otot-otot penggerak sendi ankle 1) Otot penggerak plantar fleksi antara lain musculus Gastrocnemius, musculus Soleus, musculus Plantaris, musculus Fleksor hallucis longus, musculus Tibialis posterior, musculus peroneus longus, musculus peroneus brevis. 2) Otot penggerak dorsi fleksi antara lain musculus Tibialis anterior, musculus extensor digitorum longus, musculus peroneus tertius, musculus extensor hallucis longus. 3) Otot penggerak inversi antara lain musculus Tibialis anterior, musculus Tibialis posterior, musculus fleksor hallucis brevis. 4) Otot penggerak eversi antara lain musculus peroneus longus, musculus peroneus brevis.



1



3 2



6



4 7 8 5



Gambar 5. Otot tungkai bawah kanan tampak depan Keterangan gambar: 1



= m. Fibularis (peroneus)



7



longus 2



= m. Tibialis anterior



3



= m. Gastrocnemius



4



= m. Soleus



5



= m. Extensor hallucis brevis



6



= m. Fibularis brevis



= m. Extensor digitorum longus



8



9



= m. Extensor hallucis longu



Berikut adalah sistem persarafan pada tungkai atas berasal dari plexus sacralis mensyarafi otot-otot pada sekitar tungkai atas: a) Nervus femoralis Nervus femoralis merupakan cabang plexus lumbalis. Nervus ini bersisi dari tiga bagian plexus anterior yang berasal dari n. Lumbalis (L2, 3 dan L4). Nervus tersebut muncul dari tepi lateral musculus Psoas di dalam abdomen dan berjalan kebawah diantara m. Psoas dan M Iliacus. Terletak dibelakang fascia iliaca dan memasuki paha lateral terhadap arteri femoralis dan selubung femoral dibelakang ligamen inguinale dan



berakhir dibawah



ligamen inguinale dan pecah menjadi divisi anterior dan posterior. Nervus femoralis mensyarafi semua otot ruas anteroir paha. b) Nervus obturatorius Nervus obturatorius berasal dari plexus lumbal (L2, 3 dan 4) dan muncul pada tepian m. Psoas didalam abdomen ia berjalan kebawah dan kedepan pada dinding lateral pelvis untuk mencapai bagian atas foramen obturatorium , hal ini pecah menjadi devisi anterior dan posterior. Devisi anterior memberi cabang-cvabang muscular pada m. Brachialis, m. Adductor brevis dan adductor longus. Sedang devisi posterior mensarafi articularis genus dan memberi cabang-cabang muscular kepada m. Obturatorius externus, adductor magnus c) Nervus gluteal superior dan inferior Nervus gluteal superior dan inferior, cabang plexus sacralis meninggalkan elvis melalui bagian atas dan bawah foramen ischiadicus majus diatas musculus piriformis. Dan bagian bawah foramen isciadicus mensarafi tensorfacialata, m. Gluteus minimus serta gluteus meximus. d) Nervus ischiadadicus Nervus ischiadicus merupakan cabang plexus sacralis (L4, 5 dan S1, 2, 3) meningggalkan regio glutealis menuju kebawah sepanjang caput longum m.Biceps femoris. Setelah sampai pertengahan paha pada bagian posterior ditutupi oleh tepian m.Biceps femoris dan m.Semimembranosus yang berdekatan. Nervus ini terletak pada apex posterior m. Adductor magnus



10



pada sepertiga pada bagian paha bawah kemudian berahkir dan pecah menjadi n. Tibialis dan n. Peroneus communis. Nervus ischiadicus pecah menjadi terminal pada bidang lebih tinggi pada bagian atas paha, regio gluteal dan didalam pelvis.



Gambar 6. Nerve peroenus communis (L4,5 dan S1,2) Keterangan: 1. Sciatic nerve



7. M. Peroneus longus



2. Comon peroneal nerve



8. M. extensor hallucis longus



3. Deep peroneal nerve



9. M. peroneus brevis



4. M. tibialis anterior



10. M. peroneus tertius



5. Supervicial peroneal nerve



11. M. extensor digitorium brevis



6. M. extensor digitorium longus 12. Sural nerve



Gambar 7. Nerve tibialis (L4,5 dan S1,3)



11



Keterangan: 1. Sciatic nerve



9. M. flexor hallucis nerve



2. Comon peroneal nerve 10. Comon peroneal nerv 3. M. gastrocnemius



11. Medial sural cutaneous nerve



4. M. Popliteus



12. Lateral sural cutaneous nerve



5. M. Plantaris



13. Sural nerve



6. M. soleus



14 Medial plantar nerve



7. M. tibialis posterior



15. Lateral plantar nerve



8. M. gigitorium longus



B. Pengertian dan macam-macam Fraktur ekstremitas bawah Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price & Wilson,2006). Berdasarkan Smeltzer & Bare (2002) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. Adapaun Fraktur yang terjadi pada ektremitas bawah adalah sebagai berikut: Faktur Femur Fraktur femur dapat dibagi dalam : 1. Fraktur Collum Femur : Fraktur Collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam : • Fraktur Intrakapsuler (Fraktur Collum femur) • Fraktur Extrakapsuler (Fraktur Intertrochanter femur) 2. Fraktur Subtrochanter Femur Adalah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding dan Magliato, yaitu: Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor



12



Tipe 2 : garis patah berada 1-2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor Tipe 3 : garis patah berada 2-3 inch di distal dari batas atas trochanter. Fraktur ini dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat trauma yang hebat. Gambaran klinisnya berupa anggota gerak bawah dalam keadaan rotasi eksterna, memendek, dan ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur disertai nyeri pada pergerakan. Pada pemeriksaan radiologis dapat meninjukkan fraktur yang terjadi dibawah trokhanter minor. Garis fraktur bisa bersifat transverse, oblik atau spiral, dan sering bersifat kominutif. Fragmen proksimal dalam keadaan posisi fleksi sedangkan distal dalam keadaan posisi abduksi dan bergeser ke proksimal. Pengobatan dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna dengan menggunakan plate dan screw. Komplikasi yang sering timbul adalah nonunion dan malunion. Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan osteotomi atau bone grafting. 3. Fraktur Batang (midshaft) Femur Fraktur batang femur merupakan fraktur yang sering terjadi pada orang dewasa muda. Jika terjadi pada pasien manula, fraktur ini harus dianggap patologik sebelum terbukti sebaliknya. Fraktur spiral biasanya disebabkan oleh jatuh dengan mekanisme terpuntir/ twisting injury. Fraktur transverse dan oblik biasanya akibat angulasi atau benturan langsung, oleh karena itu sering ditemukan pada kecelakaan sepeda motor. Pada benturan keras, fraktur mungkin bersifat kominutif atau tulang dapat patah lebih dari satu tempat. Universitas Sumatera Utara Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi untuk tulang femur, tetapi juga dapat berakibat jelek karena dapat menarik fragmen fraktur sehingga bergeser. Femur dapat pula mengalami fraktur patologis akibat metastasis tumor ganas. Fraktur femur sering disertai dengan perdarahan masif yang harus selalu dipikirkan sebagai penyebab syok. Klasifikasi fraktur femur dapat bersifat tertutup atau terbuka, simpel, komunitif, fraktur Z atau segmental. 4. Fraktur Distal Femur Dibagi menjadi 2 :



13



• Suprakondiler Femur Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan batas metafisis dengan diafisis femur. Fraktur terjadi karena tekanan varus atau valgus disertai kekuatan aksial dan putaran. Klasifikasi fraktur suprakondiler femur terbagi atas : tidak bergeser, impaksi, bergeser, impaksi, bergeser dan komunitif. Fragmen bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hasil ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan otot – otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondylar ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi. • Interkondiler Femur Fraktur intercondylar femur, adalah fraktur dimana, garis fraktur diantara condylus medialis dan lateralis, umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.1,19 Mekanisme terjadinya fraktur femur dapat disebabkan oleh trauma langsung atau tidak langsung. Menurut Swiontkowski dan Stovitz, trauma langsung, gaya atau energi trauma akan mengenai sepanjang shaft femur atau di regio trokhanter, sedangkan trauma tidak langsung oleh karena tarikan otot illiopsoas di trochanter minor dan otot adductor di trochanter mayor Faktur Tibia Fraktur tulang panjang yang paling sering terjadiadalah fraktur pada tibia. Pusat NasionalKesehatan di luar negeri melaporkan bahwa frakturini berjumlah ±77.000 orang, dan ada di 569.000rumah sakit tiap hari /tahunnya. Pada frakturtibia, dapat terjadi fraktur pada bagiandiafisis,kondiler, dan pergelangan kaki. Fraktur Tibia dan Fibula Fraktur tibia dan fibula adalah trauma dari kebanyakan organ ekstrimitas bawah, terutama frakturdan kedua tibia dan fibula Fraktur Talus Adanya rudapaksa yang menyebabkan os talus mengalami diskontuinitas jaringan tulang. Klasifikasi fraktur talusTerdapat 4 tipe dari fraktur talus berdasarkan mekanisme kejadiannya, yaitu :Fraktur pada leher talus Fraktur



14



procesus lateral Fraktur procesus posterior Talar dome fractures Fraktur leher talus menurut hawkins. Fraktur Kalkaneus adalah fraktur paling sering pada os tarsal. Fraktur calcaneus biasanya disebabkan oleh cedera pergelangan kaki yang berputar atau lebih sering akibat terjatuh dari ketinggian, kecelakaan mobil, pergelangan kaki keseleo, penggunaan berlebihan atau stress berulang pada tulang tumit. Fraktur Metatarsal merupakan kondisi patah tulang kaki pada tulang metatarsal kelima di jari kaki. Metatarsal kelima adalah tulang panjang di bagian luar kaki yang terhubung ke jari kaki terkecil atau jari kelingking. C. Klasifikasi Fraktur 1. Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan



tulang



dengan dunia luar di bagi menjadi 2 sebagai berikut: a) Fraktur tertutup (closed) Fraktur tertutup adalah fraktur yang bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: 1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunaksekitarnya. 2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringansubkutan. 3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam danpembengkakan. 4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindromakompartement.



15



Gambar 9. Fraktur Tertutup b) Fraktur terbuka (open/ compound fraktur) Fraktur terbuka adalah fraktur yang bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka dibagi menjadi 3, yaitu: 1) Derajat I apabila laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal. 2) Derajata II apabila laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmenjelas. 3) Derajat III apabila luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar. (a) Derajat IIIA: patah tulang terbuka dengan jaringan luas, tetapi masih bisa menutupi patahan tulang saat dilakukan perbaikan. (b) Derajat IIIB: patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan lunak hebat atau hilang (soft tissue loes) sehingga tampak tulang (bone-exposs). (c) Derajat IIIC: patah tulang terbuka dengan kerusakan pembuluh darah dan atau saraf yang hebat.



16



Gambar 10. Fraktur Terbuka 2. Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu: a) Patah tulang lengkap (Completefraktur) Patah tulang lengkap apabila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubak tempat. b) Patah tulang tidak lengkap (Incompletefraktur) Patah tulang tidak lengkap apabila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut greenstick. Menurut Price dan Wilson (2005) kekuatan dan sudut dari tenaga fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. 3. Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada 5yaitu: a) Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi ataulangsung. b) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga. c) Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan oleh traumarotasi.



17



d) Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang kea rah permukaanlain. e) Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya padatulang. 4. Menurut Smeltzer & Bare (2001) jumlah garis patahan ada 3 yaitu: a) Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan salingberhubungan. b) Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidakberhubungan. c) Fraktur Multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yangsama.



Gambar 11. Garis Patahan Ada 2 tipe fraktur cruris yaitu 1. Fraktur intra capsuler : yaitu terjadi dalam tulang sendi panggul dan captula a) Melalui kapital fraktur b) Hanya dibawah kepala femur c) Melalui leher dari femur 2. Fraktur ekstra kapsuler a) Terjadi diluar sendi dan kapsul melalui trokanter cruris yang lebih besar atau yang lebih kecil pada daerah intertrokanter b) Terjadi di bagian distal menuju leher cruris tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trokanter terkecil



18



D. Etiologi Fraktur Etiologi dari fraktur menurut Price & Wilson (2006) ada 3 yaitu sebagai berikut: 1. Cidera atau benturan Kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat teradi patah pada tempat yang terkena, akan mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. Fraktur karena trauma ada 2 yaitu: a) Trauma langsung adalah benturan pada tulang yang berakibat ditempat tersebut. b) Trauma tidak langsung adalah titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur yang berjauhan. 2. Fraktur patologik Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis. Penyebab dari fraktur cruris dapat disebabkan oleh adanya trauma akibat benturan keras pada tungkai bawah. Benturan tersebut terjadi akibat kecelakan. Selain itu, fraktur cruris juga disebabkan oleh penekukan atau penarikan tendon dan ligament yang dapat berakibat terpisahnya tulang. 3. Fraktur beban Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari. 4. Spontan Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.



E. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis fraktur menurut Smelzter & Bare (2002) adalah sebagai berikut:



19



1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. 2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnyaotot. 3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempatfraktur. 4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yanglainya. 5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera



F. Patofisiologi Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit (Smelter & Bare, 2002). Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat



20



menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Smeltzer & Bare, 2002). Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain: nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri (Carpenito,2012).Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price & Wilson, 2006).



G. Komplikasi Komplikasi fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) dan Price (2005) antara lain sebagai berikut: 1. Syok Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis danvertebra. 2. Sindrom emboli lemak Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena



21



katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjasinya globula lemak pada aliran darah. 3. Sindroma kompartement Sindroma kompartement merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk). 4. Kerusakan arteri Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. 5. Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. 6. Avaskuler nekrosis Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di awali dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer & Bare, 2001). Komplikasi fraktur humerus adalah sebagai berikut (Reksoprodjo, 2009). 1. Malunion: tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. 2. Delayed union: kegagalan fraktur berkonsolidasi (bergabung) sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. 3. Non union: kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.



22



4. Kekakuan sendi bahu (ankilosis). Lesi pada nervus sirkumfleksi aksilaris menyebabkan paralisis muskulus deltoid 5. Kompartment



sindrom,



merupakan



komplikasi



yang



terjadi



karena



terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat. Tanda-tanda sindrom kompartemen dikenal dengan 5P yaitu Pain (nyeri lokal), Pallor (pucat bagian distal), Pulsussness (tidak ada denyu nadi, perubahan nadi, perfusi yang tidak baik dan CRT > 3 detik pada bagian distal kaki), Paraestesia (tidak ada sensasi), Paralysis (kelumpuhan tungkai). 6. Malunion cubiti varus (carrying angle berubah) dimana siku berbentuk O, secara fungsi baik tapi secara kosmetik kurang baik maka dari itu perlu dilakukan koreksi dengan operasi meluruskan siku dengan teknik french osteotomy. 7. Cedera vakuler, jika ada tanda dengan insufisiensi vaskuler pada ekstremitas, kerusakan



arteri



memperlihatkan



brakhialis tingkat



harus cedera.



disingkirkan. Cedera



Angiografi



vaskuler



akan



merupakan



kegawatdaruratan yang membutuhkan eksplorasi dan perbaikan langsung atau cangkok (grafting) vaskuler. 8. Cedera Saraf, radial nerve palsy dapat terjadi pada fraktur shaft humerus terutama pada fraktur oblik sepertiga tengah dan distal humerus. Pergelangan tangan dan telapak tangan harus secara teratur digerakkan dari pergerakan pasif putaran penuh hingga mempertahankan pergerakan sendi sampai saraf kembali pulih. 9. Infeksi, Infeksi terjadi karena sistem pertahanan tubuh yang rusak akibat adanya trauma pada jaringan. Pada trauma osthopedic infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat. Infeksi paska trauma sering menyebabkan osteitis kronik.



23



Osteitis tidak mencegah fraktur mengalami union, namun union akan berjalan lambat dan kejadian fraktur berulang akan meningkat.



H. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengatahui keadaan tulang cruris yang mengalami fraktur yaitu: 1. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk mengetahui kadar Hb dan hematokrit, kerana perdarahan yang terjadi akibat fraktur akan menyebabkan kadar Hb dan hematokrit dalam tubuh menjadi rendah. Selain itu, Laju Endap Darah (LED) akan meningkat apabila kerusakan yang terjadi pada jaringan lunak sangat luas. Selain itu pemeriksaan golongan darah juga penting untuk dilakukan apabila tindakan operasi dilakukan, dan pemeriksaan kadar kratinin juga harus dilakukan, karena trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal. 2. X-ray Pemeriksaan



Xray



merupakan



pemeriksaan



yang



digunakan



untuk



melihat gambaran fraktur, deformitas (pergeseran fragmen pada fraktur) dan metalikment. Pemeriksaan Xray merupakan salah satu metode dengan menggunakan prosedur non invasif. Gambar diambil pada dua proyeksi, yaitu PA (posteroanterior) atau AP (anteroposterior) dan lateral (LAT). Keuntungan pemeriksaan Xray yaitu tidak ada residu radiasi di dalam tubuh, tidak ada efek samping, dan cepat, dapat digunakan pada situasi darurat. 3. CT-scan CT-scan merupakan alat yang bekerja dengan cara memproduksi gambaran organ tubuh dengan menggunakan gelombang suara yang terkan pada komputer(Bastiansyah, 2008). CT-scan dapat menghasilkan gambaran dari organ tubuh termasuk keadaan tulang. Secara umum pemeriksaan CT-scan dapat memberikan gambaran secara rinci mengenai struktur tulang, jaringan dan cairah tubuh. Pada fraktur cruris CT-scan dapat digunakan untuk mendeteksi struktur fraktur yang terjadi secara kompleks.



24



4. MRI (Magnetic Resonanci Imaging) MRI merupakan alat diagnostik yang dapat menghasilkan potongan organ tubuh menusia dengan menggunakan medan magnet tanpa menggunakan sinar-X. MRI pada kejadian fraktur cruris dapat digunakan untuk menegakkan diagonsis apabila terjadi robekan pada ligamen akibat kejadian fraktur tersebut. 5. Rontgen Pemeriksaan rontgen merupakan salah satu prosedur yang efektif bila digunakan untuk mendeteksi terjadinya fraktur. Rontgen digunakan untuk memotret tubuh bagian dalam, sehingga organ yang ada dalam tubuh dapat terlihat dengan jelas, terutama pada bagian tulang yang mengalami fraktur. Foto rontgen menggunakan media sinar X sebagai hasil untuk mengetahui seberapa tingkat keparahan pada fraktur yang terjadi.



I. Penatalaksanaan Menurut Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. 1. Rekognisi (Pengenalan) Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka. 2. Reduksi (Manipulasi/ Reposisi) Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka.



Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk



mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer,



25



2002).Dalam penatalaksanaan fraktur dengan reduksi dapat dibagi menjadi 2 yaitu: a) Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation) Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragment tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, traksi, dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus disiapkan untuk menjalani prosedur dan harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anesthesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Reduksi tertutup pada banyak kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragment tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. b) Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation) Pada Fraktur tertentu dapat dilakukan dengan reduksi eksternal atau yang biasa dikenal dengan OREF, biasanya dilakukan pada fraktur yang terjadi pada tulang panjang dan fraktur fragmented. Eksternal dengan fiksasi, pin dimasukkan melalui kulit ke dalam tulang dan dihubungkan dengan fiksasi yang ada dibagian luar. Indikasi yang biasa dilakukan penatalaksanaan dengan eksternal fiksasi adalah fraktur terbuka pada tulang kering yang memerlukan perawatan untuk dressings. Tetapi dapat juga dilakukan pada fraktur tertutup radius ulna. Eksternal fiksasi yang paling sering berhasil adalah pada tulang dangkal tulang misalnya tibial batang. 3. Retensi (Immobilisasi) Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau



26



interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis (Mansjoer, 2000).Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai temporary treatment untuk trauma muskuloskeletal atau sebagai definitive treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi pada tulang dan jaringan lunak (Muttaqin, 2008).Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu: a) Skin Traksi Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam). b) Skeletal traksi Adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan memasukkan pins / kawat ke dalam tulang. 4. Rehabilitasi Rehabilitasi dilakukan untuk aktifitas fungsional semaksimal mungkin dalam menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus



27



segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer, 2000). Tahap penyembuhan tulang dibagi menjadi 5 proses yaitu sebagai berikut: 1. Tahap pembentukan hematoma Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area fraktur. Suplai darah meningkat dan terbentuk hematom yang berkembang menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima. 2. Tahap proliferasi Dalam waktu sekitar 5 hari, hematom akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan dara, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang, lalu akan terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan. 3. Tahap pembentukan kalus Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubung. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan tulang serat imatur. Butuh 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. 4. Osifikasi Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulan melalui proses penulangan ndokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 34 bulan. 5. Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodelling (6-12 bulan) Tahap akhir dari perbaikan patah tulang adalah dengan aktifitas osteoblas dan osteoclas. Kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.



28



J. Rehabilitasi 1. Rehabitity exercise a) Breathing exercise Posisi pasien tidur terlentang, dan pasien diminta menghirup nafas lewat hidung dan menghembuskan lewat mulut dengan 5 kali hitungan.



Gambar 12. Latihan pernafasan b) Static contraction otot knee Static contraction merupakan kontraksi otot tanpa perubahan panjang otot atau tanpa gerakan sendi yang nyata. Tujuan static contraction adalah untuk meningkatkan rileksasi otot dan sirkulasi darah serta menurunkan nyeri setelah fraktur dalam proses penyembuhan. Pada kasus ini static contraction ditujukan untuk otot quadriceps. Latihan static contraction dilakukan pada hari pertama dan kedua pasca operasi. Posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis berada di samping pasien. Terapis meletakkan tangannya di bawah lutut pasien, kemudian pasien diminta menekan tangan terapis ke tempat tidur. Latihan ini dilakukan dengan penahanan 610 detik, fase istirahat 3-5 detik, kekuatan kontraksi min 40% dari kekutan kontraksi maksimal dengan 12 kali pengulangan, dilakukan 3-5 kali per hari.



Gambar 13. Statik kontraksi pada knee 29



c) Relaxed passive exercise Passive exercise merupakan gerak yang dihasilkan oleh kekuatan dari luar tanpa disertai kontraksi otot. Kekuatan dari luar tersebut berupa gravitasi, mekanik, orang lain atau bagian lain dari tubuh pasien itu sendiri. Passive exercise dapat menjaga elastisitas otot sehingga dapat memelihara luas gerak sendi.Passive exercise dilakukan pada hari pertama sampai dengan hari keenam pasca operasi. Pada hari pertama sampai hari ketiga latihan dilakukan dengan posisi pasien tidur terlentang, terapis berada di samping pasien. Terapis memfiksasi fragmen bagian distal dan satu tangan menyangga tungkai bawah. Terapis menggerakkan ke arah fleksi dan ekstensi. Untuk hari keempat sampai keenam latihan dilakukan dengan posisi tengkurap. Gerakan inidilakukan 5-10 kali



. Gambar 14. Relaxed passive exercise ke arah dorsi-plantar fleksi d) Assissted active exercise Assisted active exercise yaitu suatu gerakan aktif dengan bantuan kekuatan dari luar, sedangkan pasien tetap mengkontraksikan ototnya secara sadar. Bantuan dari luar dapat berupa tangan terapis, papan, maupun suspension. Latihan ini dilakukan pada hari pertama sampai dengan hari ketiga pasca operasi. Pada hari pertama posisi pasien tidur terlentang, terapis berada di samping pasien pada sisi yang sakit. Terapis memfiksasi fragmen bagian distal dan menyangga tungkai bawah. Pasien diminta menekuk dan meluruskan lututnya sesuai kemampuan. Pada hari kedua dan ketiga pasca operasi latihan ini dilakukan dengan posisi berbeda yaitu dengan duduk ongkang-ongkang, satu tangan terapis memberi fiksasi di atas lutut dan satu tangan yang lain menyangga tungkai bawah kemudian pasien diminta



30



bergerak menekuk dan meluruskan lututnya. Gerakan ini dilakukan 5-10 kali pengulangan



Gambar 15. Gerakan assisted active untuk sendi lutut fleksi-ekstensi e) Free active exercise Free active exercise yaitu suatu gerakan aktif yang dilakukan oleh adanya kekuatan otot dan anggota tubuh itu sendiri tanpa bantuan, gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi dengan melawan pengaruh gravitasi. Latihan ini dilakukan pada hari ketiga sampai hari keenam. Posisi pasien yaitu duduk ongkang-ongkang. Terapis berada di samping pasien dan memberi fiksasi pada tungkai atas sedekat mungkin dengan lututkemudian pasien diminta untuk menekuk lutut (fleksi) dan meluruskan lutut (ekstensi) dilakukan 8 kali.



Gambar 16. Free Active Movement pada sendi lutut f) Hold relax Posisi pasien duduk long sitting atau tidur terlentang tangan kiri terapis memfiksasi atas ankle lalu tangan kanan terapis berada dibawah tumit kaki pasien dengan lengan bawah berada di telapak kaki pasien sebagai tahanan. Setelah siap pasien melakukan gerakan ke arah dorsi fleksi hingga batas nyeri, setelah itu pasien diminta untuk melawan tahanan ke



31



arah plantar fleksi lalu terapis memberi aba-aba “pertahankan disini”. Setelah itu rileks dan terapis berusaha menambah gerakan ke arah dorsi fleksi. Latihan ini dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan luas gerak sendi lutut. Latihan ini dilakukan pada hari keempat sampai hari keenam pasca operasi. Gerakan ini dilakukan 12 kali pengulangan.



Gambar 17. Hold Relax g) Ressisted active exercise Resisted active exercise yaitu gerak aktif dengan tahanan dari luar terhadap gerakan yang dilakukan oleh pasien. Tahanan dapat berasal dari terapis, pegas maupun dari pasien itu sendiri. Salah satu cara untuk meningkatkan kekuatan otot adalah dengan meningkatkan tahanan secara bertahap. Latihan ini dilakukan pada hari keempat sampai hari keenam. Posisi pasien duduk ongkang-ongkang. Terapis berada di samping pasien, satu tangan memfiksasi tungkai atas bagian distal sedekat mungkin dengan lutut dan satu tangan memberi tahanan pada tungkai bawah. Pasien diminta meluruskan lututnya kemudian terapis memberi tahanan ke arah fleksi, selanjutnya pasien diminta untuk menekuk lututnya kemudian terapis memberi tahanan ke arah ekstensi. Gerakan ini dilakukan 5-10 kali pengulangan .



Gambar 18. Resisted active exercise pada sendi lutut



32



h) Latihan duduk 1) Latihan duduk Long Sitting Posisi awal pasien tidur terlentang satu tangan terapis diletakkan di punggung pasien. Untuk menahan agar tidak jatuh, pasien diminta bangun dengan kedua siku sebagai tumpuan, kemudian kedua telapak tangan pasien menumpu setelah badan condong ke belakang/posisi long sitting, kedua tangan menumpu ke belakang badan.



Gambar 19. Duduk long sitting 2) Latihan duduk ongkang-ongkang Posisi awal pasien duduk half lying dengan long sitting, terapis berdiri disamping pasien, tungkai kanan yang sehat disuruh menekuk. Kedua tangan sebagai tumpuan dan terapis menyangga tungakai yang cidera. Dan pelan-pelan pasien disuruh menggeser pantatnya, terapis membawa tungkai kedua tungkai kesamping bed sampai kedua lutut di tepi bed kedua tangan pasien menumpu untuk menyangga tubuh, kemudian kedua tungkai dalam keadaan menggantung.



Gambar 20. Duduk ongkang-ongkang



33



i) Latihan jalan Latihan jalan dapat dimulai pada hari ketiga pasca operasi. Latihan jalan dengan menggunakan kruk atau walker dapat memperbaiki aktifitas fungsional jalan. Sebelum latihan jalan penderita diberikan latihan transfer secara bertahap mulai dari posisi tidur terlentang ke posisi duduk, duduk ke berdiri. Pada saat duduk dan berdiri diberikan latihan keseimbangan yaitu dengan memberi dorongan ke depan, belakang, samping kanan dan kiri. Latihan jalan bisa dimulai dari tingkat yang paling aman yaitu dengan walker yang mempunyai stabilitas lebih tinggi daripada kruk. Apabila dengan walker kemampuan jalan penderita mulai meningkat kemudian dapat diganti dengan kruk. Latihan jalan dilakukan tanpa menumpu berat badan (non weight bearing) yaitu kaki yang sehat menumpu sedang kaki yang sakit tidak menumpu dan dengan metode swing yang terdiri dari swing to dan swing trough. Swing to yaitu kedua kruk maju kemudian diikuti kedua kaki diayunkan ke depan dengan posisi kaki saat menumpu sejajar dengan kedua kruk. Swing trough yaitu kedua kruk maju kemudian diikuti kedua kaki diayunkan ke depan dengan posisi kaki saat menumpu melewati kruk. Latihan jalan pertama kali diberikan dengan jarak yang dekat seperti di sekitar tempat tidur baru kemudian ditambah dengan jarak yang lebih jauh bertahap dari hari ke hari. Pasien diminta untuk tetap berjalan seperti yang diajarkan terapis yaitu tanpa menumpu berat badan sampai menunggu jadwal kontrol ke dokter dimana hasil dari kontrol tersebut



menjadi



pertimbangan



apakah



pasien



diperbolehkan



partialweight bearing (setengah menumpu berat badan) atau weight bearing sekaligus.



Gambar 21. Latihan jalan 34



35



K. Clinical Pathway Trauma langsung



Trauma tidak langsung



Kondisi patologis



Fraktur



Pergeseran fragmen tulang



Diskontinuitas tulang



Perubahan jaringan sekitar



Pergeseran fragmen tulang



Spasme otot



Deformitas



Peningkatan tekanan kapiler



Gangguan fungsi



Pelepasan histamin



Hambatan mobilitas fisik



Nyeri akut



Ansietas



Laserasi kulit dan jaringan



Port de entry kuman



Putus vena/ arteri



Risiko infeksi



Perdarahan



Protein plasma hilang



Kerusakan integritas jaringan Kehilangan cairan



edema Syok hipovolemik Penekanan pembuluh darah



Penurunan perfusi jaringan



Gangguan perfusi jaringan



36



Kerusakan integritas kulit



L. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a) Identitas Pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakitdan diagnosa medis. b) Keluhan Utama Adanya rasa nyeri pada daerah fraktur atau tidak c) Riwayat Penyakit Sekarang Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang kruris, pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lainya. Adanya trauma lutut berindikasi pada fraktur tibia proksimal. Adanya trauma angulasi akan menimbulkan fraktur tipe konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat. d) Riwayat Penyakit dahulu Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker tulang



atau



menyebabkan



fraktur



patologis



sehingga



tulang



sulit



menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes menghambat penyembuhantulang. e) Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secaragenetik.



37



f) Pola Kebiasaan 1) Pola Nutrisi Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi terutama bagi pasien yang merupakn pengalaman pertama masuk rumah sakit. 2) Pola Eliminasi Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi dilakukan ditempat tidur. 3) Pola Istirahat Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau berubah seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitalisasi. 4) Pola Aktivitas Umumnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas (rutinitas) sebagaimana biasanya, yang hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur. Hal ini dilakukan karena ada perubahan fungsi anggota gerak serta program immobilisasi, untuk melakukan aktivitasnya pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya sendiri. 5) Personal Hygiene Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien ditempat tidur. 6) Riwayat Psikologis Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap fraktur, selain itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body image, jika terjadi atropi otot kulit pucat, kering dan besisik. Dampak psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih dalam perawatan dirumah sakit. Hal ini dapat



38



terjadi karena adanya program immobilisasi serta proses penyembuhan yang cukup lama. 7) Riwayat Spiritual Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya tidak mengalami gangguan yang berarti, pasien masih tetap bisa bertoleransi terhadap agama yang dianut, masih bisa mengartikan makna dan tujuan serta harapan pasien terhadap penyakitnya. 8) Riwayat Sosial Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna (terutama kalau ada program amputasi). g) Pemeriksaan Fisik 1) B1 (Breathing) Pre operasi: pada pemeriksaan sistem pernafasan tidak mengalami gangguan. Post operasi: biasanya terjadi reflek batu tidak efektif sehingga terjadi penurunan akumulasi sekret. Bisa terjadi apneu, lidah ke belakang akibat general anastesi, RR meningkat karena nyeri. 2) B2 (Blood) Pre operasi: dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi karena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama pada fraktur terbuka. Post operasi: dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi karena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama pada proses pembedahan. 3) B3 (Brain) Pre operasi: tingkat kesadaran biasanya compos mentis. Post operasi: dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan anastesi, nyeri akibat pembedahan.



39



4) B4 (Bladder) Pre operasi: biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada sistem ini. Post operasi: terjadi retensi urin akibat general anastesi. 5) B5 (Bowel) Pre operasi: pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal, pola defekasi tidak ada kelainan. Post operasi: penurunan gerakan peristaltic akibat general anastesi. 6) B6 (Bone) Pre operasi: adanya deformitas, nyeri tekan pada daerah trauma. Post operasi: gangguan mobilitas fisik akibat pembedahan.



2. Diagnosa Keperawatan a) Pre Operasi 1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (trauma) 2) Hambatan



mobilitas



fisik



berhubungan



dengan



gangguan



muskuloskeletal 3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera 4) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan 5) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, luka 6) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan imobilitas 7) Intoleran aktivitas berhubungan dengan imobilitas 8) Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan b) Post operasi 1) Nyeri berhubungan dengan proses pembedahan 2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan 3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi muskuloskletal,



nyeri/ketidaknyamanan,



gangguan



fungsi



muskuloskeletal, imobilisasi 4) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan



40



5) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penatalaksanaan medis (pemasangan fiksasi eksternal) 6) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi yang ada 7) Sindrom disuse berhubungan dengan efek pembedahan: resiko infeksi, gg. eliminasi, pemasangan traksi, hambatan mobilitas fisik 8) Defisit



perawatan



diri



berhubungan



musculoskeletal



41



dengan



gangguan



fungsi



3. Intervensi Keperawatan No. 1.



Masalah Keperawatan Pre Operatif Nyeri akut (00132)



Tujuan & Kriteria Hasil (NOC)



Intervensi (NIC)



NOC Kontrol nyeri (1605) Tingkat nyeri (2102) Kepuasan klien: manajemen nyeri (3016) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri akut pada pasien dapat berkurang, dengan kriteria hasil: 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang



NIC Manajemen nyeri (1400) 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, dan intensitas nyeri) 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri 3. Pastikan analgesik dipantau dengan ketat 4. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang dirasakan Terapi relaksasi (6040) 5. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti nafas dalam dan musik 6. Dorong pasien mengambil posisi nyaman Pemberian analgesik (2210) 7. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan keparahan nyeri sebelum mengobati pasien 8. Cek adanya riwayat alergi obat 9. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat analgesik yang diresepkan



39



2.



Hambatan mobilitas fisik NOC (00085) Koordinasi pergerakan(0212) setelah dilakukan perwatan selama 3x24 jam mobilitas fisik pasien membanik dengan kriteria hasil: 1. Dapat mengontrol kontraksi pergerakkan 2. Dapat melakukan kemantapan pergerakkan 3. Dapat menahan keseimbangan pergerakkan



40



NIC Peningkatan Mekanika Tubuh (0140) 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi mobilisasi sesuai indikasi 2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi penyebab nyeri otot atau sendi 3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam mengembangkan peningkatan mekanika tubuh sesuai indiksi Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201) 4. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan fisiologis, dan konsekuensi dari penyalahgunaannya 5. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan untuk terlibat dalam latihan otot progresif 6. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi latihan menurut lefel kebugaran 40actor40 atau tidaknya faktor resiko 7. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap selesai satu set jika dipelukan 8. Bantu klien untuk menyampaikan atau mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar



3.



Kerusakan integritas kulit NOC (00046) Intregitas jaringan: kulit dan membran mukosa (1101) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan integritas kulit tetap terjaga dengan kriteria hasil: 1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) 2. Tidak ada luka/lesi pada kulit



41



sudah di pelajari Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224) 9. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya terhadap fungsi sendi 10. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam mengembangkan dan menerapan sebuah program latihan 11. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang teraktur dan terencana 12. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan latihan ROM pasif, dan aktif 13. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM 14. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan NIC Perawatan Luka Tekan (3520) 1. Ajarkan pasien dan keluarga akan adanya tanda kulit pecah-pecah 2. Hindari kerutan pada tempat tidur 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah



3. Perfusi jaringan baik 4. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang



4.



Ansietas (00146)



NOC Tingkat Kecemasan (1211) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam, ansietas pada pasien dapat teratasi, dengan kriteria hasil: 1. Pasien dapat menyampaikan rasa takut secara lisan 2. Tidak ada peningkatan tekanan darah pasien



42



yang tertekan 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien 8. Monitor status nutrisi pasien 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat Pengecekan kulit (3590) 10. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya kemerahan 11. Amati warna, bengkak, pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi pada ekstremitas 12. Monitor warna dan suhu kulit 13. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet 14. Monitor infeksi terutama daerah edema 15. Ajrkan anggota keluarga/pemberi asuhan mengenai tanda-tanda kerusakan kulit, dengan tepat NIC Pengurangan kecemasan (5820) 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan menyakinkan 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku klien 3. Jelaskan semua prosedur termasuk sesuai yang akan dirasakan yang mungkin akan alami klien selama prosedur



5.



Resiko infeksi (00004)



3. Tidak ada Peningkatan frekuensi 4. Berikan informasi 43actual terkait diagnosis, nadi pasien perawatan dan prognosis 4. Tidak ada Peningkatan frekuensi 5. Berada di sisi klien untuk meningkatkan rasa pernafasan pasien aman dan mengurangi ketakutan 6. dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan ketakutan 7. dukung penggunaan mekanisme koping yang sesuai 8. instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi 9. kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan NOC NIC Keparahan infeksi (0703) Kontrol infeksi (6540) Kontrol resiko (1902) 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah dipakai Setelah dilakukan tindakan keperawatan setiap pasien selama 3x24 jam, tidak terjadi infeksi 2. Ganti perawatan peralatan setiap pasien sesuai pada pasien dengan kriteria hasil: SOP rumah sakit 1. Luka tidak berbau busuk 3. Batasi jumlah pengunjung 2. Pasien tidak demam (suhu stabil) 4. Ajarkan cara mencuci tangan 3. Tidak terdapat nanah pada luka Perlindungan infeksi (6550) 4. Pasien dapat mengidentifikasi 5. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi 43actor resiko 6. Berikan perawatan kulit yang tepat 5. Mengenali 43actor resiko individu Manajemen nutrisi (1100) 7. Tentukan status gizi pasien



43



6.



Ketidakefektifan perfusi NOC jaringan perifer (00204) Perfusi jaringan: perifer (0470) Status sirkulasi (0401) Tanda-tanda vital (0802) Integritas jaringan: kulit dan membran mukosa (1101) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, perfusi jaringan perifer pasien kembali efektif dengan kriteria hasil: 1. Kekuatan denyut nadi 2. Suhu kulit ujung tangan dan kaki (hangat) 3. Tekanan darah sistol dan diastol (120/90 mmHg) 4. Suhu tubuh (36,50-37,50C) 5. Irama pernafasan reguler 6. Pernafasan (16-20 x/menit) 7. Nadi (60-100 x/menit) 8. Tidak sianosis



44



8. Identifikasi adanya alergi Identifikasi resiko (6610) 9. Kaji ulang riwayat kesehatan masa lalu 10. Identifikasi strategi koping yang digunakan NIC Manajemen cairan (4120) 1. Jaga intake dan output pasien 2. Monitor status hidrasi (mukosa) 3. Berikan cairan IV sesuai dengan suhu kamar Pengecekan kulit (3590) 4. Periksa kulit terkait adanya kemerahan dan kehangatan 5. Amati warna, kehangatan, pulsasi pada ekstremitas Monitor tanda-tanda vital (6680) 6. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan dengan tepat



7.



Intoleransi (00092)



aktivitas NOC Toleransi terhadap aktivitas (0005) Tingkat kelelahan (0007) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, aktivitas pasien toleran dengan kriteria hasil: 1. Saturasi oksigen saat beraktivitas (>95%) 2. Frekuensi nadi saat beraktivitas (6080 x/menit) 3. Frekuensi pernafasan saat beraktivitas (16-20 x/menit) 4. Tekanan sistol dan diastol ketika beraktivitas 5. Pasien tidak merasa lelah saat melakukan aktivitas ringan 6. Pasien dapat melakukan ADL dalam kegiatan sehari-hari



8.



Risiko syok hipovolemik (00205)



NOC Pencegahan syok Management syok



45



NIC Manajemen energi (0180) 1. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan keletihan 2. Monitor intake dan asupan nutrisi 3. Konsultasi dengan ahli gizi terkait cara peningkatan energi dari asupan makanan 4. Monitor/catat waktu dan lama waktu istirahat tidur pasien 5. Anjurkan tidur siang jika diperlukan 6. Anjurkan aktivitas fisik (misal ambilasi, ADL) sesuai dengan kemampuan (energi) pasien Terapi latihan: ambulasi (0221) 7. Beri pasien pakaian yang tidak mengekang 8. Anjurkan pasien menggunakan alas kaki agar tidak cidera 9. Dorong untuk duduk di tempat tidur, di samping tempat tidur (menjutai), atau di kursi, sesuai toleransi pasien 10. Bantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur untuk memfasilitasi penyesuaian sikap tubuh. NIC Pencegahan syok (4260) 1. Monitor status sirkulasi (tekanan darah, warna



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, resiko infeksi pada pasien dapat teratasi, dengan kriteria hasil: 1. Irama jantung dalam batas yang diharapkan 2. Frekuensi nafas daam batas yang diharapkan 3. Irama pernafasan dalam batas yang diharapkan No. 1.



Masalah Keperawatan Post Operatif Nyeri akut (00132)



2. 3. 4. 5.



kulit, suhu kulit, denyut jantung, ritme, nadi perifer, dan CRT) Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan Monitor input dan output Monitor tanda awal syok Kolaborasi pemberian cairan IV dengan tepat



Tujuan & Kriteria Hasil (NOC)



Intervensi (NIC)



NOC Kontrol nyeri (1605) Tingkat nyeri (2102) Kepuasan klien: manajemen nyeri (3016) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri akut pada pasien dapat berkurang, dengan kriteria hasil: 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik



NIC Manajemen nyeri (1400) 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, dan intensitas nyeri) 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal nyeri 3. Pastikan analgesik dipantau dengan ketat 4. Jelaskan pada pasien terkait nyeri yang dirasakan Terapi relaksasi (6040) 5. Gambarkan rasional dan manfaat relaksasi seperti nafas dalam dan musik 6. Dorong pasien mengambil posisi nyaman



46



2.



nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Kerusakan integritas kulit NOC (00046) Intregitas jaringan: kulit dan membran mukosa (1101) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan integritas kulit tetap terjaga dengan kriteria hasil: 1. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi) 2. Tidak ada luka/lesi pada kulit 3. Perfusi jaringan baik 4. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera



47



Pemberian analgesik (2210) 7. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan keparahan nyeri sebelum mengobati pasien 8. Cek adanya riwayat alergi obat 9. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat analgesik yang diresepkan



NIC Perawatan Luka Tekan (3520) 1. Ajarkan pasien dan keluarga akan adanya tanda kulit pecah-pecah 2. Hindari kerutan pada tempat tidur 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien 8. Monitor status nutrisi pasien 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat



berulang



3.



Hambatan mobilitas fisik NOC (00085) Koordinasi pergerakan(0212) setelah dilakukan perwatan selama 3x24 jam mobilitas fisik pasien membanik dengan kriteria hasil: 1. Dapat mengontrol kontraksi pergerakkan 2. Dapat melakukan kemantapan pergerakkan 3. Dapat menahan keseimbangan pergerakkan



48



Pengecekan kulit (3590) 10. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya kemerahan 11. Amati warna, bengkak, pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi pada ekstremitas 12. Monitor warna dan suhu kulit 13. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet 14. Monitor infeksi terutama daerah edema 15. Ajrkan anggota keluarga/pemberi asuhan mengenai tanda-tanda kerusakan kulit, dengan tepat NIC Peningkatan Mekanika Tubuh (0140) 1. Bantu pasien latihan fleksi untuk memfasilitasi mobilisasi sesuai indikasi 2. Berikan informasi tentang kemungkinan posisi penyebab nyeri otot atau sendi 3. Kolaborasi dengan fisioterapis dalam mengembangkan peningkatan mekanika tubuh sesuai indiksi Peningkatan Latihan: Latihan Kekuatan (0201) 4. Sediakan informasi mengenai fungi otot, latihan fisiologis, dan konsekuensi dari penyalahgunaannya



5. Bantu mendapatkan sumber yang diperlukan untuk terlibat dalam latihan otot progresif 6. Spesifikkan tingkat resistensi, jumlah pengulangan, jumlah set, dan frekuensi dari sesi latihan menurut lefel kebugaran 49actor49 atau tidaknya faktor resiko 7. Instruksikan untuk beristirahat sejenak setiap selesai satu set jika dipelukan 8. Bantu klien untuk menyampaikan atau mempraktekan pola gerakan yan dianjurkan tanpa beban terlebih dahulu sampai gerakan yang benar sudah di pelajari Terapi Latihan : Mobilitas Sendi (0224) 9. Tentukan batas pergerakan sendi dan efeknya terhadap fungsi sendi 10. Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam mengembangkan dan menerapan sebuah program latihan 11. Dukung latihan ROM aktif, sesuai jadwal yang teraktur dan terencana 12. Instruksikan pasien atau keluarga cara melakukan latihan ROM pasif, dan aktif 13. Bantu pasien ntuk membuat jadwal ROM 14. Sediakan petujuk tertulis untuk melakukan latihan



49



4.



Resiko infeksi (00004)



5.



Gangguan (00118)



citra



NOC Keparahan infeksi (0703) Kontrol resiko (1902) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, tidak terjadi infeksi pada pasien dengan kriteria hasil: 1. Luka tidak berbau busuk 2. Pasien tidak demam (suhu stabil) 3. Tidak terdapat nanah pada luka 4. Pasien dapat mengidentifikasi 50actor resiko 5. Mengenali 50actor resiko individu



NIC Kontrol infeksi (6540) 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah dipakai setiap pasien 2. Ganti perawatan peralatan setiap pasien sesuai SOP rumah sakit 3. Batasi jumlah pengunjung 4. Ajarkan cara mencuci tangan Perlindungan infeksi (6550) 5. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi 6. Berikan perawatan kulit yang tepat Manajemen nutrisi (1100) 7. Tentukan status gizi pasien 8. Identifikasi adanya alergi Identifikasi resiko (6610) 9. Kaji ulang riwayat kesehatan masa lalu 10. Identifikasi strategi koping yang digunakan tubuh NOC NIC Citra tubuh (1200) Peningkatan citra tubuh (5220) Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Diskusikan mengenai perubahan-perubahan tubuh selama 3x24 jam, citra tubuh tidak yang disebabkan perubahan kesehatan terganggu dengan kriteria hasil: 2. Bantu pasien untuk mendiskusikan terkait stresor 1. Kesesuaian antara realitas dan ideal yang mempengaruhi citra diri diri 3. Monitor frekuensi dari pernyataan mengkritik diri



50



2. Kepuasan dengan penampilan tubuh 3. Kepuasan dengan fungsi tubuh 4. Dapat menyesesuaikan dengan bentuk penampilan tubuh 5. Penyesuaian terhadap perubahan status kesehatan



6.



Defisiensi pengetahuan(00126)



NOC Pengetahuan : Prosedur penanganan (1814) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, defisiensi pengetahuan pada pasien dapat teratasi, dengan kriteria hasil: 1. Pasien memahami prosedur penanganan, tujuan prosedur, langkah-langkah prosedur 2. Klien mengetahui efek samping penanganan 3. Klien mengetahui kontraindikasi penanganan



51



Peningkatan harga diri (5400) 4. Monitor pernyataan pasien mengenai harga diri 5. Tentukan kepercayaan diri pasien dalam hal penilaian diri 6. Dukung pasien untuk mengidentifikasi kekuatan 7. Dukung pasien untuk memberikan afirmasi positif 8. Jangan mengkritisi pasien secara negatif 9. Bantu pasien untuk mengidentifikasi respon positif dari orang lain NIC Pengajaran: Perioperatif (5610) 1. informasikan kepada pasien dan keluarga untuk jadwal tanggal, waktu dan lokasi operasi. 2. Informasikan kepada pasien dan keluarga perkiraan lama operasi 3. Kaji riwayat operasi sebelumnya, latar belakang, budaya dan tingkat pengetahuan terkait operasi 4. Fasilitasi kecemasan pasien dan keluarga terkait kecemasannya 5. Berikan kesemapatan untuk pasien bertanya 6. Jelaskan prosedur persiapan pre-operasi (misalnya jenis anestesi, diit yang sesuai, pengosongan saluran cerna, pemeriksaan lab yang dibutuhkan, perisapan area operasi, terapi



7.



Risiko sindrom disuse (00040)



NOC Koordinasi pergerakan (0212) Pergerakan sendi (0206) Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap sesuai dengan batas kemampuannya. 1. Terjadi peningkatan kontraksi otot pada klien 2. Klien mampu melakukan pergerakan halus 3. Klien mampu menggerakkan persendiannya



52



intravena, pakaian operasi, ruang tunggu keluarga, transportasi menuju ruang operasi dan lain-lain. 7. Berikan umpan balik terhadap kepercayaan pasien kepada semua pihak yang terlibat dalam proses operasi 8. Diskusikan kemungkinan nyeri yang dirasakan 9. Intruksikan pasien mengenai teknik mobilisasi, batuk dan nafas dalam Evaluasi kemampuan pasien dan dokumentasi NIC Terapi latihan: mobilitas sendi (0224) 1. Gunakan pakaian yang tidak ketat pada pasien 2. Dampingin pasien untuk mengoptimalkan posisi tubuh untuk latihan pergerakan sendi baik aktif maupun pasif 3. Tunjukkan cara melakukan ROM aktif maupun pasif 4. Dampingi pasien untuk membuat jadwal latihan ROM aktif Nilai kemajuan yang dicapai



8.



Defisit perawatan (00108)



diri NOC Perawatan diri: mandi (0305) Perawatan diri: kebersihan (0301) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan perawatan diri pasien: mandi tidak mengalami gangguan dengan kriteria hasil: Keluarga mampu melakukan 1. Mencuci tangan pasien 2. Membersihkan telinga 3. Menjaga kebersihan untuk kemudahan bernafas 4. Mempertahankan kebersihan mulut 5. Memperhatikan kuku jari tangan 6. Memperhatikan kuku jari kaki Mempertahankan kebersihan tubuh



53



NIC Bantuan perawatan diri: mandi/kebersihan (1801) 1. Fasilitasi pasien untuk menggosok gigi dengan tepat 2. Fasilitasi pasien untuk seka dengan tepat 3. Monitor kebersihan kuku 4. Monitor integritas kulit 5. Jaga kebersihan secara berkala 6. Dukung keluarga berpartisipasi dalam mempertahankan kebersihan dengan tepat



4. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi keperawatan. Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu: 1. S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan. 2. O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah dilakukan tindakan keperawatan. 3. A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi, teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru 4. P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah, atau dimodifikasi



5. Discharge Planning Berdasarkan Nurafif dan Kusuma (2015) discharge planning untuk pasien fraktur sebagai berikut: 1. Meningkatkan masukan cairan 2. Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu 3. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat 4. Kontrol sesuai jadwal 5. Mimun obat sesuai dengan yang diresepkan dan segera periksa jika ada keluhan 6. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang 7. Hindari trauma ulang.



54



Analisis Jurnal Judul : Physical therapy in the postoperative of proximal femur fracture in elderly. Literature review Tujuan : untuk melakukan review sistematis terapi fisik protokol dalam pasca bedah untuk patah tulang paha proksimal usia lanjut Metode : Tinjauan sistematis dari literatur, Kriteria inklusi studi diterbitkan dalam sepuluh tahun terakhir, dalam bahasa Inggris dan Portugis, dilakukan pada manusia, tanpa perbedaan jenis kelamin dan dengan orang-orang lebih dari 60 tahun yang menderita fraktur femoralis proksimal, diperlakukan dengan osteosynthesis. Uji klinis terkontrol dan acak juga dianggap sebagai kriteria inklusi. Hasil : Literatur tidak memiliki pengobatan terapi fisik yang spesifik dan terperinci untuk pasien usia lanjut pada periode pasca bedah fraktur femoralis proksimal. Ada kecenderungan untuk latihan penguatan untuk menjadi kunci untuk peningkatan fungsional pasien ini.Bukti menunjukkan bahwa terapi fisik cenderung untuk mempercepat pemulihan pasien usia lanjut



55



DAFTAR PUSTAKA



Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi 6. Jakarta: EGC. Bulechek, G. M., H. K. Butcher, J. M. Dochteman, C. M. Wagner. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi 6. Jakarta: EGC. Carpenito, L.J. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisis 13. Jakarta: EGC. Mansjoer, Arif, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Jakarta: Medika Aesculapius FK UI. Mansjor, A. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: EGC. Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan. Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika. Nanda Internasional 2015. Diagnosis Keperawatan 2015-2017. Oxford: Willey Backwell. Nurafif, A.H. dan K. Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Edisi 1. Yogyakarta: Mediaction. Price, S. A. dan L. M. Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 1. Jakarta: EGC. Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit. Edisi 6.Volume 2. Jakarta: EGC. Reksoprodjo, S. 2009. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher. Smeltzer, S. C. dan B. G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC. Smeltzer, S. C., dan Bare, B. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth.Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.



56