LP Post Craniotomi ICH Eka [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN POST CRANIOTOMY EVAKUASI ICH, SDH DI RUANG ICU RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO Tugas mandiri Stase Keperawatan Kritis Tahap Profesi Program Studi Ilmu Keperawatan



Disusun Oleh : EKA YULIANI 1811040067



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2018



A. Definisi Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer. Adanya pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan prognose perdarahan subdural. (Paula, 2009). Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak .Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul. (Suharyanto, 2009). Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri. Hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi. (Corwin, 2009). Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak. Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul. Intra Cerebral Hematom (ICH) merupakan koleksi darah focus yang biasanya diakibatkan oleh cidera regangan atau robekan rotasional terhadap pembuluh –pembuluh darah dalam jaringan fungsi otak atau kadang kerena cidera tekanan .ukuran hematom bervariasi dari beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2- 16 kasus cidera. Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri . hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita strok hemorgik akibat melebarnya pembuluh nadi.



B. Anatomi dan Fisiologi Trepanasi atau craniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Trepanasi/ kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yangbertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitive.



C. Etiologi Etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2011) adalah : 1) Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala 2) Fraktur depresi tulang tengkorak 3) Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba 4) Cedera penetrasi peluru 5) Jatuh 6) Kecelakaan kendaraan bermotor 7) Hipertensi 8) Malformasi Arteri Venosa 9) Aneurisma 10) Distrasia darah 11) Obat 12) Merokok



D. Patofisiologi Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada



neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa menit, jam bahkan beberapa hari. Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua cara yaitu: 1) Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini terutama pada kasus dimana hematoma meluas kemedial dan talamus serta ganglia basal rusak. 2) Hematoma yang membelah korona radiata menyebabkan kerusakan yang kurang selluler namun mungkin berukuran besar dan menyebabkan penekanan serta gangguan fungsi neurologis yang mungkin reversibel. 80% pasien adalah hipertensif dan biasanya dalam eksaserbasi akut dari hipertensinya pada saat datang. Kebanyakan kasus hematoma memecah kesistema ventrikuler atau rongga subarakhnoid menimbulkan gambaran klinis PSA. Pria terkena 5-20% lebih sering dari wanita dan 75-90% terjadi antara usia 4575 tahun. Pasien dengan koagulopatia lebih berisiko terhadap PIS seperti juga penderita yang mendapat antikoagulan terutama Coumadin. Trombositopenia dengan hitung platelet kurang dari 20.000, penyakit hati, leukemia, dan obat-obat seperti amfetamin meninggikan risiko terjadinya PIS. ICH terjadi pada teritori vaskuler arteria perforating kecil seperti lentikulostriata pada ganglia basal, talamoperforator diensefalon, cabang paramedian basiler pada pons. Karenanya kebanyakan terjadi pada struktur dalam dari hemisfer serebral. Berikut ini struktur beserta frekuensi kejadiannya: putamen 30-50%, substansi putih subkortikal 30%, serebelum 16%, talamus 10-15%, serta pons 5-12%. Arteria yang paling sering menimbulkan perdarahan adalah cabang lentikulostriata lateral dari arteria serebral media yang mencatu putamen. ICH merupakan sekitar 10% dari semua strok. Seperti dijelaskan diatas, ia disebabkan oleh perdarahan arterial langsung ke parenkhima otak. Ruptur vaskuler dikira terjadi pada aneurisma milier kecil, dijelaskan oleh Charcot dan Bouchard 1868, dan/atau pada arteria lipohialinotik yang sering tampak pada otopsi pasien



dengan hipertensi. Minoritas kasus PIS kemungkinan disebabkan aneurisma, AVM, malformasi kavernosa, amiloid serebral, atau tumor. Glioblastoma adalah tumor otak primer yang paling sering mengalami perdarahan, sedangkan melanoma, khoriokarsinoma dan ipernefroma adalah tumor metastatik yang tersering menimbulkan perdarahan. Kematian akibat ICH sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup, tetap dengan defisit neurologis nyata. Penelitian memperlihatkan bahwa prognosis terutama tergantung pada derajat klinis saat pasien masuk, lokasi serta ukuran perdarahan. Pasien sadar tentu lebih baik dari pada pasien koma. Penelitian Dixon 1984 memperlihatkan bahwa satu-satunya prediktor terpenting atas outcome adalah Skala Koma Glasgow. Pasien dengan hematoma lober superfisial cenderung lebih baik dari perdarahan batang otak yang lebih dalam. Perluasan klot ke sistema ventrikuler memperburuk outcome. Pasien dengan perdarahan dengan diameter lebih dari 3 cm atau volumenya lebih dari 50 sk, lebih buruk. Pasien dengan kondisi medis buruk dan yang berusia 70 tahun atau lebih cenderung mempunyai outcome buruk.



E. Manifestasi Klinik Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan. Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit. Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu : 1) Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya hematom. 2) Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal. 3) Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal. 4) Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.



5) Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat. 6) Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan intra cranium.



F. Pemeriksan Penunjang Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut Sudoyo (2006) adalah sebagai berikut : 1) Angiografi 2) Ct scanning 3) Lumbal pungsi 4) MRI 5) Thorax photo 6) Laboratorium 7) EKG



G. Komplikasi 1.



Edema cerebral



2. Perdarahan epidural Yaitu: penimbunan darah di bawah dura meter. Terjadi secara akut dan biasanya karena perdarahan arteri yang mengancam jiwa. 3. Perdarahan subdural Perdarahan subdural dapat terjadi akibat perdarahan lambat yang disebut perdarahan subdural sub akut, secara cepat (subdural akut) dan sangat besar (subdural kronik). 4. Perdarahan intracranial Yaitu perdarahan di dalam otak itu sendiri. Dapat terjadi pada cedera kepala tertutup yang berat, atau yang lebih sering, cedera kepala terbuka. Dapat timbul akibat pecahnya suatu ancorisma atau stroke hemoragik. Perdarahan di otak menyebabkan peningkatan TIC, sehingga sel-sel dan vaskuler tertekan. 5. Hypovolemik syok 6. Hydrocephalus 7. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes Insipidus) 8. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis. Tromboplebitis post operasi



biasanya



timbul



7



-



14



hari



setelah



operasi.



Bahaya



besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh



darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi, ambulatif dini. 9. Infeksi Infeksi luka sering muncul pada 36 – 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapylococus auereus, organism garam positif stapylococus mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptic dan antiseptic.



H. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. a. Pengumpulan data Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien 1) Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. 2) Keluhan utama Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. 3) Riwayat penyakit sekarang 4) Riwayat penyakit dahulu 5) Riwayat penyakit keluarga 6) Riwayat psikososial 7) Pola-pola fungsi kesehatan a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat b. Pola nutrisi dan metabolisme c. Pola eliminasi d. Pola aktivitas dan latihan e. Pola tidur dan istirahat



f. Pola hubungan dan peran g. Pola persepsi dan konsep diri h. Pola sensori dan kognitif i. Pola reproduksi seksual j. Pola penanggulangan stress k. Pola tata nilai dan kepercayaan 8) Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum  Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran  Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara  Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi b. Pemeriksaan integumen 



Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.







Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis







Rambut : umumnya tidak ada kelainan



c. Pemeriksaan kepala dan leher 



Kepala : bentuk normocephalik







Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi







Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)



d. Pemeriksaan dada Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan. e. Pemeriksaan abdomen Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine g. Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. h. Pemeriksaan neurologi







Pemeriksaan nervus craniali







Pemeriksaan motorik







Pemeriksaan sensorik







Pemeriksaan refleks



9. Pemeriksaan penunjang a) Pemeriksaan radiologi 



CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.







MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.







Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.







Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.



b) Pemeriksaan laboratorium 



Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.







Pemeriksaan darah rutin







Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.







Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.



I. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan mobilisasi fisik b.d kondisi yang melemah b. Gangguan intoleransi aktivitas b.d kelemahan tonus otot c. Gangguan nyaman nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial (TIK) d. Gangguan defisit perawatan diri b.d kelemahan otot.



J. Intervensi Keperawatan Diagnosa



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



Rasional



Gangguan



Tujuan : setelah dilakukan



1. Observasi kondisi



1. Inspeksi kondisi awal



mobilisasi fisik



tindakan keperawatan selama



fisik klien



pasien



b.d kondisi yang waktu 4X24 jam pasien



2. Rencanakan proses



2. Merencanakan porsi



melemah



latihan yang efisien bila latihan untuk menunjang



diharapkan dapat melakukan



mibilisasi fisik secara optimal. perlu kolaborasikan Kriteria hasil: - Tonus otot



kesembuhan pasien



dengan fisioterapi untuk bertambah



- Mobilisasi ROM pasif menjadi aktif



menambah proses latihan 3. Atur posisi senyaman 3. Memberikan



- Tidak mengeram kesakitan mungkin dalam proses latihan



kenyamanan



4. Mengajari pasien



4. Melakukan tindakan



ROM pasif dan aktif



keperawatan



5. Biarkan pasien



5. Monitoring tindakan



mempraktikan kembali yang sudah dilakukan yang sudah diajarkan tapi dengan pengawasan perawat 6. Observasi kembali



6. Mengetahui



peningkatan gerak fisik perkembangan latihan 7. Berikan HE(healt education)tentang



7. Memberikan informasi kepada pasien.



pentingnya latihan ROM.



Gangguan



Tujuan : setelah dilakukan



1. Observasi kondisi



1. Inspeksi kondisi awal



intoleransi



tindakan keperawatan dalam



fisik klien



pasien



aktivitas b.d



waktu 6X24 jam diharapkan



2. Rencanakan proses



2. Merencanakan porsi



kelemahan tonus pasien dapt terpenuhi aktivitas latihan yang efisien bila latihan untuk menunjang otot



sehari hari dengan normal



perlu kolaborasikan



Kriteria hasil :



dengan fisioterapi untuk



- Terjadi



menambah proses



peningkatan



kesembuhan pasien



tonus otot



latihan



- Pasien dapat aktivitas dengan



melakukan



sehari hari



mungkin



kenyamanan



4. Mengajari pasien



4. Melakukan tindakan



sakit bila



ROM pasif dan aktif



keperawatan



latihan



5. Biarkan pasien



5. Monitoring tindakan



mandiri



- Tidak terasa melakukan



3. Atur posisi senyaman 3. Memberikan



mempraktikan kembali yang sudah dilakukan yang sudah diajarkan tapi dengan pengawasan perawat 6. Bila sudah bisa



6. Melanjutkan proses



menyangga tubuh



latihan keperawatan



ajarkan berjalan tapi dengan dammpingan perawat



7. Memberi semangat



7. Berikan dukungan



untuk menambah latihan.



dalam setiap tindakan yang sudah dilakukan.



Gangguan rasa



Tujuan : setelah dilakukan



1. Observasi secara



1. Inspeksi skala nyeri



nyaman Nyeri b.d tindakan keperawatan dalam



subjektiv skal nyeri



awal dari pasien



peningkatan



waktu 3X24 jam diharapkan



yang dirasakan pasien



tekanan



rasa nyeri yang dirasak pasien 2. Beri posisi yang



intrakranial (TIK) dapat berkurang atau bahkan



2. Memberikan rasa



nyaman



nyaman



hilang



3. Ajari metode



3. Melakukan terapi



Kriteria Hasil :



relaksasi seperti



perawatan



- Wajah tidak mengurung



distraksi, nafas dalam,



dan menahan kesakitan



dan bila emosi ajarkan



- Skala nyeri



turun



- Pasien tidak memegangi bagian yang sakit



imajinasi terpimpin 4. Anjurkan pasien



4. Memantau adakah



untuk melakukan



kelainan dari



pemeriksaan CT-Scan



pemeriksaan



5. Kolaborasikan



5. Membantu



dengan pihak medis



mempercepat



untuk terapi obat



kesembuhan pasien



6. Berikan HE tentang



6. Memberi informasi



pentingnya ambulansi



secara lengkap



saat emergensi 7. Observasi penurunan 7. monitoring skala nyeri yang



perkembangan setelah



dirasakan



dilakukan tindakan keperawatan



Defisit perawatan Tujuan : setelah dilakukan



1. Observasi kondisi



1. Obsevasi kondisi awal



diri b.d kelemahan tindakan keperawatan dalam



awal pasien terutama



dari pasien



otot



waktu 1X24 jam diharapkan



fisik dan kebersihan



pasien terpenuhi dalam



2. Siapkan alat untuk



2. Menyiapkan alat dari



perawatan dirinya secara



melakukan PH



suatu bagian tindakan



optimal



keperawatan



Kriteria Hasil :



3. Memberitahu maksud 3. Menghindari



-.Wajah tidak lesu



dan tujuan tindakan



penolakan dri tindakan



- Kulit tidak saling



yang dilakukan



keperawatan



4. Menutup gorden



4. Menjaga privasi



5. Melakukan PH



pasien



sambil mengajari



5. Melakukan tindakan



keluarga



keperawatan



6. Observasi tindakan



6. Monitoring tindakan



yang dilakukan



yang sudah dilakukan



melengket - Badan menjadi harum



7. Beri HE pentingnya 7. Membantu perawatan diri



memberikan informasi secara jelas.



DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta. Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta. Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf Indonesia, Surabaya. Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Alih bahasa : Yayasan Ikatan alumsi Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung. Cetakan I Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC. Doengoes E.Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC. Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius. PriceS.A., Wilson L. M. 2006. Buku Ajar Ilmu. Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 3 volume 8. Jakarta: EGC. Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC