12 0 549 KB
LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO GANGGUAN JIWA
Oleh: Mochammad Saiqul Ulum 20902100100
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2022
LAPORAN PENDAHULUAN “KETIDAKBERDAYAAN”
Oleh: Mochammad Saiqul Ulum 20902100100
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2022
A. DEFINISI Kondisi ketika individu atau kelompok merasakan kurangnya kontrol personal terhadap sejumlah kejadian atau situasi tertentu yang mempengaruhi pandangan tujuan dan gaya hidup (Carpenito 2009). Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna ;suatu keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan (NANDA, 2015). B. TANDA DAN GEJALA
1. Mengungkapkan
dengan
kata-kata
bahwa
tidak
mempunyai
kemampuan mengendalikan atau mempengaruhi situasi.
2. Mengungkapkan tidak dapat menghasilkan sesuatu 3. Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap ketidakmampuan untuk melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya.
4. Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran. 5. Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri 6. Menunjukkan perilaku ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang perawatan
7. Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan kesempatan
8. Enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya 9. Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan iritabilitas, ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah.
10. Gagal mempertahankan ide/pendapat yang berkaitan dengan orang lain ketika mendapat perlawanan
11. Apatis dan pasif 12. Ekspresi muka murung 13. Bicara dan gerakan lambat 14. Tidur berlebihan
15. Nafsu makan tidak ada atau berlebihan 16. Menghindari orang lain C. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Data yang perlu dikaji Data Masalah Subjektif: Harga diri rendah. 1. Mengatakan secara verbal ketidak mampuan mengendalikan atau mengetahui situasi. 2. Mengatakan tidak dapat menghasilkan sesuatu. 3. Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri. Objektif: 1. Tidak berpartisipasi dalam mengambil keputusan saat kesempatan diberikan. 2. Segan mengekspresikan perasaan yang sebenarnya. 3. Apatis, pasif 4. Ekspresi muka murung. 5. Bicara dan gerakan lambat. 6. Nafsu makan tidak ada atau berlebihan. 7. Tidur berlebihan. 8. Menghindari orang lain 1. Intervensi Generalis Pada Pasien TujuanUmum a. Pasien mampu membina hubungan saling percaya b. Pasien mampu mengenali dan mengekspresikan emosinya. c. Pasien mampu memodifikasi pola kognitif yang negatif d. Pasien mampu berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan perawatannya sendiri. e. Pasien mampu termotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang realistis. Tindakan Keperawatan SP1 :Assesmen ketidakberdayaan dan latihan berpikir positif
1.
Bina hubungan saling percaya
a. Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri, panggil pasien sesuai nama panggilan yang disukai
b. Menjelaskan
tujuan
interaksi:
melatih
pengendalian
ketidakberdayaan agar proses penyembuhan lebih cepat 2.
Membuat kontrak (inform consent) dua kali pertemuan latihan pengendalian ketidakberdayaan
3.
Bantu pasien mengenal ketidakberdayaan: a. Bantu
pasien
untuk
mengidentifikasi
dan
menguraikanperasaannya.
b. Bantu pasien mengenal penyebab ketidakberdayaan c. Bantu klien menyadari perilaku akibat ketidakberdayaan d. Bantu Bantu klien untuk mengekspresikan perasaannya dan identifikasi area-area situasi kehidupannya yang tidak berada dalam kemampuannya untuk mengontrol e. Bantu klien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap ketidak berdayaannya
f. Diskusikan tentang masalah yang dihadapi klien
tanpa
memintanya untuk menyimpulkan
g. Identifikasi pemikiran yang negatif dan bantu untuk menurunkan melalui interupsi atau subtitusi h. Bantu pasien untuk meningkatkan pemikiran yang positif i. Evaluasi ketepatan persepsi, logika dan kesimpulan yang dibuat pasien j. Identifikasi persepsi klien yang tidak tepat, penyimpangan dan pendapatnya yang tidak rasional 4.
Latih mengembangkan harapan positif (afirmasi positif)
SP2 : Evaluasi asesmen ketidakberdayaan, manfaat mengembangkan harapan positif dan latihan mengontrol perasaan ketidakberdayaan
1. Pertahankan rasa percaya pasien
a. Mengucapkan salam dan member motivasi b. Asesmen
ulang
ketidakberdayaan
dan
kemampuan
mengembangkan pikiran postif 2. Membuat kontrak ulang: latihan mengontrol perasaan ketidakberdayaan 3. Latihan mengontrol perasaan ketidakberdayaan melalui peningkatan kemampuan mengendalikan situasi yang masih bisa dilakukan pasien. (Bantu klien mengidentifikasi areaarea situasi kehidupan yang dapat dikontrolnya. Dukung kekuatan – kekuatan diri yang dapat di identifikasi oleh klien) misalnya klien masih mampu menjalankan peran sebagai ibu meskipun sedang sakit. Intervensi Generalis pada Keluarga a. Tujuan : 1. Keluarga mampu mengenal masalah ketidakberdayaan pada anggota keluarganya 2. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami ketidakberdayaan 3. Keluarga
mampu
memfollow
up
anggota
keluarga
yang
ketidakberdayaan b. Tindakan keperawatan pada keluarga 1)Mendiskusikan kondisi pasien: ketidakberdayaan, penyebab, proses terjadi, tandadangejala, akibat 2) Melatih keluarga merawat ketidakberdayaan pasien 3) Melatih keluarga melakukan follow up SP1 keluarga:penjelasan kondisi pasien dan cara merawat:
1. Bina hubungan saling percaya a. Mengucapkan salam terapeutik, memperkenalkan diri b. Menjelaskan tujuan interaksi: menjelaskan ketidakberdayaan pasien dan cara merawat agar proses penyembuhan lebih cepat
mengalami
c. Membuat kontrak (inform consent) dua kali pertemuan latihan cara merawat ketidakberdayaan pasien 2. Bantu keluarga mengenal ketidakberdayaan: a. Menjelaskan ansietas, penyebab, proses terjadi, tanda dan gejala, serta akibatnya b. Menjelaskan cara merawat ketidakberdayaan pasien: membantu mengembangkan motivasi bahwa pasien dapat mengendalikan situasi dan memotivasi cara afirmasi positif yang telah dilatih perawat pada pasien SP 2 keluarga : Evaluasi peran keluarga merawat pasien, cara latihan mengontrol perasaan ketidakberdayaan dan follow up
1. Pertahankan rasa percaya keluarga dengan mengucapkan salam, menanyakan peran keluarga merawat pasien & kondisi pasien
2. Membuat kontrak ulang: latihan lanjutan cara merawat dan follow up 3. Menyertakan keluarga saat melatih pasien latihan mengontrol perasaan tidak berdaya
4. Diskusikan dengan keluarga follow up dan kondisi pasien yang perlu dirujuk (klien tidak mau terlibat dalam perawatan di Rumah Sakit) dan cara merujuk pasien
DAFTAR PUSTAKA Fitria Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Fitria Nita. Dkk. 2013. Laporan Pendahuluan Tentang Masalah Psikososial. Jakarta: Salemba Medika. Herdman, T.H. 2012. International Diagnosis Keperawatan. Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Keliat,
B.A.
2006.
Keperawatan
Kesehatan
Jiwa
Komunitas
:
CNHM(basic course). Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Keliat,
B.A.
2011.
Keperawatan
Kesehatan
Jiwa
Komunitas
:
CMHN(basic course). Buku Kedokteran. Jakarta: EGC Kusumawati, F. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Wilkinson A. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Buku Kedokteran: EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN “HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL”
Oleh: Mochammad Saiqul Ulum 20902100100
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG 2022
A. Pengertian Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, rendah diri, yang menjadikan evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri (keliat, 2011). Harga diri rendah situasional merupakan perkembangan persepsi negatif tentang harga diri sebagai respons seseorang terhadap situasi yang sedang dialami.(Wilkinson, 2012). B. Etiologi Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara : 1. Situasional Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu
(korban
perkosaan,
dituduh
KKN,
dipenjara
tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena : a. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan perneal). b. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/ sakit/ penyakit. c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan. 2. Kronik
Yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negative terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa. Dalam tinjauan life span history klien, penyebab HDR adalah kegagalan tumbuh kembang, misalnya sering disalahkan, kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima dalam kelompok (Yosep, 2007). C. Tanda dan Gejala
1. Data Subjektif : a. Mengungkapkan rasa malu/bersalah b. Mengungkapkan menjelek-jelekkan diri c. Mengungkapkan hal-hal yang negative tentang diri (misalnya, ketidakberdayaan dan ketidakbergunaan).
2. Data Obektif a. Kejadian menyalahkan diri secara episodic terhadap permasalahan hidup yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif.
b. Mengevaluasi
diri
seperti
tidak
permasalahan/situasi
c. Kesulitan dalam membuat keputusan D. Pohon Masalah Isolasi Sosial : Menarik Diri Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah Koping Individu Tidak Efektif (Nita,Fitria. 2010) E. Diagnosa Keperawatan : Harga Diri Rendah
mampu
untuk
mengatasi
F. IntervensiGeneralis Tujuan Umum :Klien mampu mencapai kembali harga diri terdahulu yang positif. Tujuan Khusus
1. Klien dapat meningkatkan kesadaran tentang hubungan positif antara harga diri dan pemecahan masalah yang efektif.
2. Klien dapat melakukan keterampilan perawatan diri untuk meningkatkan harga diri.
3. Klien dapat melakukan pemecahan masalah dan melakukan umpan balik yang efektif.
4. Klien dapat menyadari hubungan yang positif antara hargadiri dan kesehatan fisik. Intervensi Keperawatan
1. Tingkatkan kesadaran tentang hubungan positif antara harga diri dan pemecahan masalah yang efektif dengan cara :
a. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perubahan perasaan diri. b. Bantu pasien dalam menggambarkan dengan jelas keadaan evaluasi diri yang positif yang terdahulu.
c. Eksplorasi bersama pasien lingkungan organisasi pekerjaan (kestabilan organisasi, konflik interpersonal, ancaman terhadap pekerjaan saat ini.
d. Bantu pasien mengkaji pilihan yang realistic terhadap diri di dalam organisasi yang telah ada dan kemungkinan kesempatan kerjalain, dalam jangka panjang atau jangka pendek.
e. Ikut sertakan pasien dalam pemecahan masalah (mengidentifikasi tujuan yang meningkat dan mengembangkan rencana tindakan untuk memenuhi tujuan).
2. Berikan dorongan pada keterampilan perawatan diri untuk harga diri dengan cara :
a.
Bersama pasien meninjau kelompok masyarakat yang dapat
membantu dalam pemecahan masalah dan pebuatan keputusan.
b. Tawarkan pasien bahan-bahan bacaan yang mungkin membantu dalam pemecahan masalah.
c. Ajarkan klien akibat negative membicarakan hal-hal yang negatif. d. Ajarkan keterampilan resolusi konflik. e. Ajarkan pasien pertahanan melawan serangan orang lain. f. Rujuk sumber-sumber yang tersedia dalam mengidentifikasi kesempataan untuk bekerja.
g. Bentuk lingkungan yang memberikan dukungan berdasarkan realitas untuk pemecahan masalah dan umpan balik yang efektif.
h. Bantu pasien dalam menggambarkan tingkat penampilan kerja saat ini dan dampaknya terhadap aspek lain dalam kehidupan sehari-hari.
i. Bantu pasien mengidentifikasi strategi pemecahan yang lalu, kekuatan, keterbatasan serta potensi yang dimiliki.
j. Tawarkan harapan bahwa situasi akan dapat diatasi dengan menggambarkan orang lain yang mempunyai masalah yang sama.
k. Sarankan pasien untuk selalu menyimpan bacaan agar dapat membantu dalam pemecahan masalah dan mendapatkan umpan balik.
l. Berikan dukungan terhadap upaya pembuatan keputusan. m. Tingkatkan kesadaran tentang hubungan yang positif antara harga diri dan kesehatan fisik.
n. Kaji status kesehatan fisik dan perasaan positif antara harga diri dan kesehatan fisik.
o. Ajarkan pasien tentang hubungan antara kesehatan fisik dengan perasaan positif tentang diri.
DAFTAR PUSTAKA Fitria Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Fitria Nita. Dkk. 2013. Laporan Pendahuluan Tentang Masalah Psikososial. Jakarta: Salemba Medika. Herdman, T.H. 2012. International Diagnosis Keperawatan. Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Keliat, B.A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN(basic course). Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Kusumawati, F. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika. Wilkinson A. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Buku Kedokteran : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN “ANSIETAS”
Oleh: Mochammad Saiqul Ulum 20902100100
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2022
A. Pengertian Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir,atau tidak nyaman seakanakan akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman Ansietas berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap ssuatu yang berbahaya, sedangkan ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut (Keliat, 2012). Ansietas merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang spesifik sehingga orang merasakan suatu perasaan was-was (khawatir) seolah-olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala otonomik yang berlangsung beberapa waktu (Stuart dan Laraia,1998)dalam buku (Pieter,dkk,2011). B. Faktor Predisposisi : 1. Biologis a. Latar belakang genetik :
Riwayat ansietas dalam keluarga, ada komponen genetik yang sedang dan dihubungkan dengan fobiasosial dan depresi mayor
Sensitivitas laktat
Kembar monozigot 5 x > dizigot
Sindrom kromosom 13 terkait dengan gangguan panik, sakit kepala berat, hipotiroid
b. Status nutrisi : BB kurang (terlalu kurus) atau lebih dari BB ideal (overweight). c. Kondisi kesehatan secara umum : memiliki riwayat penyakit fisik
Riwayat penyakit kanker
Riwayat gangguan pada paru-paru : (penyakit paru obstruksif kronik, oedema paru, sumbatan jalan nafas, asma, embolus).
Riwayat gangguan jantung (Penyakit jantung bawaan atau demam rhematik, riwayat serangan kondisi arteriosclerosis).
jantung, dan hipertensi,
Riwayat penyakit endokrin (Hipertiroid, hipoglikemi, hipotiroid, premenstrual sindrom,menopause).
Riwayat penyakit neurologis (Epilepsi, Huntington’s disease, Multiple Sclerosis, Organic Brain Syndrome).
Riwayat penyakit gastrointestinal : Gastritis, Ulkus Peptik, CH
Riwayat penyakit integumen : Herpes, Varisela, Eskoriasis
Riwayat penyakit muskuloskletal : Fraktur dengan Amputasi,
Riwayat penyakit reproduksi : Impoten, Frigid, Infertil,
Riwayat penyakit kelamin :Gonorhoe, Sipilis
Riwayat penyakit imunologi : HIV/AIDS, Sindrom Steven Johnson
Riwayat penggunaan zat Intoksikasi : obat antikoli nergik, aspirin, kafein, kokain, halusinogen termasuk phenchiclidine, steroid dan simpatomimetik.
Riwayat putus zat : alkohol, narkotik, sedatif-hipnotik
Sensitivitas biologi :
Secara anatomi :gangguan pada system limbik, talamus, korteks frontal.
Sistem neurokimia :GABA (Gama Amino Butiric Acid) defisiensi relative atau ketidakseimbangan GABA.
Norepinephrin : terlalu aktif atau kurang aktif di bagian otak yang berkaitan dengan ansietas. Serotonin :kekurangan atau ketidakseimbangan.
d. Paparan terhadap racun 2. Psikologis a. Intelegensia
Retardasi mental ringan IQ 50-70
Retardasi mental sedang IQ 35-50
Kadang-kadang tidak mampu membuat penilaian dan keputusan
Kadang-kadang tidak mampu berkonsentrasi
b. Kemampuan verbal
Adanya gangguan sensori penglihatan dan pendengaran: buta dan tuli.
Adanya kerusakan area motorik bicara : pelo dan gagap
Adanya pembatasan kontak sosial dengan keluarga dan teman : perbedaan budaya dan lokasi tempat tinggal.
Proses pengobatan yang menyebabkan gangguan bicara : ICU, NGT, ETT, trakeostomi.
c. Kepribadian : ambang, histrionik, narsisistik, menghindar, dependen, obsesif kompulsif/ kepribadian pencemas. d. Pengalaman masa lalu Pengalaman yang tidak menyenangkan :
Keluarga: masa kecil yang kacau, berpisah dengan orang tua pada usia awal/dini, proses imitasi dan identifikasi diri terhadap kedua orang tua.
Tempat kerja : mutasi, PHK, pensiun, turun jabatan, konflik di tempat kerja.
Sekolah : tinggal kelas, tidak lulus, sering pindah sekolah.
Masyarakat : riwayat pasca trauma yang buruk (pengalaman berperang, perkosaan, kecelakaan yang serius, deprivasi atau penyiksaan yang buruk).
e. Konsep diri
Gambaran diri Tidak menyukai tubuhnya Merasa tidak sempurna Ketidakpuasan
terhadap
ukuran
penampilan danpotensi yang dimiliki
Identitas diri Kerancuan identitas Peran
tubuh,
fungsi,
Konflik peran Peran ganda Ketidakmampuan menjalankan peran Tuntutan peran tidak sesuai usia
Ideal diri Ideal diri tidak realistis Ideal diri terlalu rendah Ambisius
Harga diri : harga diri rendah situasional
Motivasi : motivasi rendah
Pertahanan psikologis Self kontrol (kadang tidak mampu menahan diri terhadap dorongan yang kurang positif). Menurut pandangan Psikoanalitik, ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, id dan super ego.
3. Sosial Budaya a. Usia : remaja, dewasa awal b. Gender :wanita : pria = 2 : 1 c. Pendidikan : kurang/ rendah d. Pendapatan : kurang/ rendah e. Pekerjaan
:
tidak
tetap,
tidak
punya
pekerjan,
tidakmandiridalamekonomi, bebankerja yang terlalutinggi f. Status sosial : belum bisa memisahkan diri dari autokritas keluarga g. Latar belakang budaya : budaya yang individualis, nilai budaya yang bertentangan dengan nilai kesehatan dan nilai dirinya h. Agama dan keyakinan : semua agama, kurang mengamalkan ajaran agama dan keyakinannya/mempunyai religi dan nilai agama yang buruk i. Keikutsertaan dalam politik : pengurus partai politik, post power syndrome
j. Pengalaman sosial : adanya perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan orang yang dicintai, lingkungan sosial yang rawan bencana, kriminalitas, kadang tidak mampu berhubungan secara intim dengan lawan jenis. k. Peran sosial : gagal melaksanakan peran sosial l. Keluarga : proses imitasi dan identifikasi diri terhadap kedua orang tua C. Faktor Presipitasi 1. Nature Faktor-faktor biologis a. Status nutrisi : BB kurang (terlalu kurus) atau lebih dari BB ideal (overweight). b. Kondisi kesehatan secara umum : memiliki sakit fisik (kehilangan salah satu bagian tubuh, kehilangan fungsi tubuh). c. Sensitivitas biologi : Secara anatomi : gangguan pada sistem limbik, talamus, korteks frontal. Sistem
neurokimia : GABA (Gama Amino Butiric Acid),
norepinephrin, serotonin. d. Paparan terhadap racun Faktor-faktor psikologis a. Intelegensia Retardasi mental ringan IQ 50-70 Retardasi mental sedang IQ 35-50 Kadang-kadang tidak mampu membuat penilaian dan keputusan Kadang-kadang tidak mampu berkonsentrasi b. Kemampuan verbal
Adanya gangguan sensori penglihatan dan pendengaran: buta dan tuli.
Adanya kerusakan area motorik bicara : pelo dan gagap.
Adanya pembatasan kontak sosial dengan keluarga dan teman : perbedaan budaya ,lokasi tempat tinggal yang terisolasi
Proses pengobatan : ICU, NGT, ETT, Trakeostomi
c. Moral
Konflik dengan norma atau peraturan di masyarakat, tempat kerja
Pelanggaran norma dan nilai di masyarakatTerlibat masalah hukum
d.
Kepribadian :ambang, histrionik, narsisistik, menghindar, dependen, obsesifkompulsif/ kepribadian pencemas.
e. Pengalaman yang tidak menyenangkan :(korban perkosaan, kehilangan pekerjaan/ pensiun, kehilangan sesuatu/ orang yang dicintai, saksi kejadian
traumatis,
ketegangan
peran,
kekerasan,
penculikan,perampokan, kehamilan di luar nikah, perselingkuhan). f.
Konsep diri
Gambaran diri Tidak menyukai tubuhnya Merasa tidak sempurnaketidakpuasan terhadap ukuran tubuh, fungsi, penampilan danpotensi yang dimiliki.
Identitas diri Kerancuan identitasperan Konflik peran Peran ganda : ketidak mampuan menjalankan peran tuntutan peran tidak sesuai usia
Ideal diri Ideal diri tidak realistis Ideal diri terlalu rendah Ambisius
Harga diri : harga diri rendah situasional
Motivasi : motivasi rendah
g. Pertahanan psikologis : self kontrol Faktor sosial budaya a. Usia : remaja, dewasa awal b. Gender : wanita : pria = 2 : 1 c. Pendidikan : kurang/ rendah d. Pendapatan : kurang/ rendah e. Pekerjaan : tidak tetap, tidak punya pekerjan, beban kerja yang terlalu tinggi f. Status sosial : menengah ke bawah g. Latar belakang budaya : budaya yang individualis h. Agama dan keyakinan : semua agama, kurang mengamalkan ajaran agama dan keyakinannya i. Keikutsertaan dalam politik : pengurus partai politik, post power syndrome j. Pengalaman sosial : berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan orang yang dicintai, lingkungan sosial yang rawan kriminalitas, bencana alam, peperangan/ konflik, kecelakaan). k. Peran sosial : gagal melaksanakan peran sosial, gagal membentuk keluarga baru, belum menikah. 2. Origin Internal:Persepsi Individu yang buruk tentang dirinya dan orang lain Eksternal a.
Kurang dukungan kelompok/ peer group
b.
Kurang dukungan keluarga
c.
Kurang dukungan masyarakat
3. Timing a. Stres terjadi dalam waktu dekat b. Stres terjadi dalam waktu yang cukup lama c. Stres terjadi secara berulang-ulang/terusmenerus
4. Number
a. Sumberstreslebihdarisatu
(semua
stressor
yang
adaselamausiatumbang)
b. Stresdirasakansebagaimasalah yang sangatberat
D. Klasifikasi Ansietas Klasifikasi ansietas adalah : 1. Ansietas ringan Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Ansietas dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. 2. Ansietas sedang Memungkinkan seseorang untuk memusatkan perhatian pada hal penting dan mengesampingkan
yang lain sehingga seseorang mengalami
perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. 3. Ansietas berat Ansietas ini sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan perhatian pada hal kecil saja dan mengabaikan hal lain. Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan/ tuntutan. 4. Panik Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Lahan persepsi sudah terganggu sehingga individu tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi pengarahan/ tuntutan. E. Tanda dan Gejala Ansietas Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu : 1. Fase 1
Keaadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (larisecepatcepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin. Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jaritangan. Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari system syaraf yang mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada secara benar 2. Fase 2 Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri. F. Penilaian Stressor a. Kognitif
Kerusakan perhatian
Kurang konsentrasi
Pelupa
Kesalahan dalam menilai
Preokupasi
Bloking
Penurunan lapangan pandang
Berkurangnya kreativitas
Produktivitas menurun
Bingung
Sangat waspadai
Berkurangnya objektivitas
Takut kehilangan kontrol
Takut bayangan visual
Takut akan terluka atau kematian
Kesadaran diri meningkat
Mimpi buruk
a. Afektif
Mudah terganggu
Tidak sabar
Gelisah
Tegang
Nervous
Takut
Alarm
Frustasi
Teror
Gugup
Gelisah
Merasa bersalah
Pemalu
Frustasi
b. Fisiologik Cardiovaskuler
Palpitasi
Jantung berdebar
TD meningkat
Rasa mau pingsan
Pingsan
TD menurun
Denyut nadi menurun
Pernafasan
Nafas cepat
Nafas pendek
Tekanan pada dada
Nafas dangkal
Pembengkakan pada tenggorok
Sensasi tercekik
Terengah-engah
Neuromuskular
Refleks meningkat
Reaksi kejutan
Mata berkedip-kedip
Insomnia
Tremor
Rigiditas
Gelisah
Wajah tegang
Gastrointestinal
Kehilangan nafsu makan
Menolak makanan
Rasa tidak nyaman pada abdomen
Mual
Rasa terbakar di perut
Diare
Perut melilit
Traktus Urinarius
Tidak dapat menahan kencing
Sering berkemih
Reproduksi
Tidak datang bulan (amenore)
Darah haid berlebihan
Darah haid amat sedikit
Masa haid berkepanjangan
Masa haid amat pendek
Haid beberapa kali dalam sebulan
Menjadi dingin
Ejakulasi dini
Integumen
Wajah kemerahan
Berkeringat setempat (telapak tangan)
Gatal
Rasa panas dan dingin pada kulit
Wajah pucat
Berkeringat seluruh tubuh
a. Behavioral
Gelisah
Ketegangan fisik
Tremor
Gugup
Bicara cepat
Kurang koordinasi
Cenderung mendapat cedera
Menarik diri dari hubungan interpersonal
Menghalangi
Melarikan diri dari masalah
Menghindar
Hiperventilasi
b. Respon Sosial
Kadang
-
kadang
menghindari
kontak
sosial/
aktivitas
sosialmenurun
Kadang-kadang menunjukkan sikap bermusuhan
G. Sumber Koping Personal ability 1.
Kurang komunikatif a. Hubungan interpersonal yang kurang baik b. Kurang memiliki kecerdasan dan bakat tertentu c. Mengalamigangguanfisik d. Perawatan diri yang kurang baik e. Tidakkreatif
2. Sosial Support a. Hubungan yang kurangbaikantar : indiv,
keluarga , kelp dan
masyarakat b. Kurang terlibat dalam organisasi sosial/ kelompok sebaya c. Ada konflik nilai budaya 3. Material Assets a. Kurang memilki penghasilan secara individu b. Sulit mendapat pelayanan kesehatan c. Tidak memiliki pekerjaan/ vokasi/ posisi 4. Positive beliefs a. Tidakmempunyaikeyakinan dan nilai yang positif b. Kurang memiliki motivasi c. Kurang berorientasi kesehatan pada d. Pencegahan (lebih senang melakukan pengobatan ) H. Mekanisme koping
1. Konstruktif Kecemasan dijadikan sebagai tanda dan peringatan. Individu menerimanya sebagai suatu pilihan
untuk pemecahan masalah. Seperti : negosiasi/
kompromi, meminta saran, perbandingan yang positif, penggantian rewards. 2. Destruktif Menghindari kecemasan tanpa menyelesaikan masalah atau konflik tersebut. Seperti denial, supresi atau proyeksi, menyerang, menarik diri I.
POHON MASALAH
J.
PENATALAKSANAAN
Menurut Hawari, (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut : a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara : 1) Makan makan yang bergizi dan seimbang 2) Tidur yang cukup. 3) Cukup olahraga. 4) Tidak merokok. 5) Tidak meminum minuman keras.
b. Terapi psikofarmaka. Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neurotransmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system).
STRATEGI
PELAKSANAAN
TINDAKAN
KEPERAWATANPADA
KLIEN ANSIETAS K. Proses Keperawatan 1. Kondisi Klien Ny. N (30 tahun), bekerja, dirawat di Rumah Sakit B untuk pertama kalinya dengan keluhan nyeri pada perut kanan bagian bawah. Ny. N merasa gelisah, cemas, tidak bisa tidur karena baru pertama kalinya dirawat di Rumah Sakit 2. Diagnosa Keperawatan : Ansietas 3. Tujuan : a. Pasien mampu membina hubungan saling percaya b. Pasien mampu mengenal ansietas c. Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi d. Pasien mampu memperagakan dan menggunakan teknik relaksasi untuk mengatasi ansietas 4.
Rencana Asuhan Keperawatan Tindakan Keperawatan pada Pasien SP I p 1. Identifikasi stressor cemas. 2. Identifikasi koping maladaptif dan akibatnya. 3. Bantu perluas lapang persepsi. 4. Konfrontasi positif (jika perlu). 5. Latih teknik relaksasi: nafas dalam. 6. Membimbing memasukkan dalam
Tindakan Keperawatan pada Keluarga SP I k 1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala ansietas sedang yang dialami pasien beserta proses terjadinya. 3. Menjelaskan cara-cara
jadwal kegiatan. SP II p 1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya. 2. Latih koping: beraktivitas. 3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan. SP III p 1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya. 2. Latih koping: olah raga. 3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
merawat pasien cemas. SP II k 1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien cemas sedang. 2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien cemas sedang. SP III k 1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat 2. Mendiskusikan sumber rujukan yang bisa dijangkau oleh keluarga
a. bina hubungan saling percaya Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi.Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya adalah :
Mengucapkan salam terapeutik
Berjabat tangan
Menjelaskan tujuan interaksi
Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
b. Bantu pasien mengenal ansietas
Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya
Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas
Bantu pasien mengenal penyebab ansietas
Bantu pasien menyadari perilaku akibat ansietas
c. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk meningkatkan kontrol dan rasa percaya diri
Pengalihan situasi
Latihan relaksasi Tarik nafas dalam Mengerutkan dan mengendurkan otot-otot Teknik 5 jari
d. Motivasi pasien melakukan teknik relaksasi setiap kali ansietas muncul L. Proses pelaksanaan tindakan Orientasi : ”Assalamualaikum mbak, perkenalkan nama saya susilowati, panggil saja saya susi Ibu , saya perawat yang akan merawat mbak selama di rumah sakit ini, saya akan datang setiap hari dari jam 8 pagi sampai jam 3 sore, Apa betul ini mbak LS ? Mbak lebih suka dipanggil siapa?” ”Tujuan saya merawat mbak untuk membantu mengatasi masalah yang mbak rasakan” ”Bagaimana perasaan Mbak L pagi ini?” ”O, jadi Mbak L semalam tidak bisa tidur?” ”Baiklah, mbak, bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang tentang perasaan yang Mbak rasakan?” ’Bagaimana kalau kita berbincang-bincang selama 30 menit?” ”Kita berbincang-bincang disini saja ya mbak, di ruangan mbak?” Kerja ”Coba mbak ceritakan apa yang mbak rasakan?” ”Oh, jadi mbak merasa gelisah, cemas karena harus dirawat di RS?”
”Apakah sebelumnya mbak pernah mengalami sakit sehingga perlu dirawat di RS?” ”Jadi mbak baru pertama kali dirawat di RS ?” “Selama ini, bila mbak punya masalah yang mengganggu, apa yang mbak lakukan?” ”Jadi kalau mbak punya masalah, mbak akan memikirkan terus masalah itu sehingga mbak merasa gelisah, tidak bisa tidur, tidak nafsu makan?” “Apakah sebelumnya mbak pernah mengalami masalah yang mbak anggap cukup berat?” “Apakah mbak mampu menyelesaikan masalah tersebut?” “Wah, baik sekali, berarti dulu mbak pernah mampu menyelesaikan masalah yang cukup berat, saya yakin sekali mbak sekarang juga akan mampu menyelesaikan kecemasan yang mbak rasakan” “Baiklah mbak, bagaimana kalau sekarang kita coba latihan relaksasi dengan cara tarik nafas dalam, ini merupakan salah satu cara yang cukup mampu untuk mengurangi kecemasanyang mbak rasakan. Bagaimana kalau kita latihan sekarang, Saya akan lakukan, mbak perhatikan saya, lalu mbak bisa mengikuti cara yang sudah saya ajarkan. Kita mulai ya mbak.” “Mbak silakan duduk dengan posisi seperti saya. Pertama-tama, mbak tarik nafas dalam perlahan-lahan, setelah itu tahan nafas dalam hitungan tiga setelah itu bapak hembuskan udara melalui mulut dengan meniup udara perlahan-lahan. Nah, sekarang coba mbak praktikkan. Wah bagus sekali, mbak sudah mampu melakukannya. Mbak bisa melakukan latihan ini selama 5 sampai 10 kali sampai mbak merasa relaks atau santai” Terminasi ”Bagaimana perasaan mbak setelah kita ngobrol tentang masalah yang mbak rasakan dan latihan relaksasi?” ”Bagus sekali, jam berapa mbak akan berlatih lagi melakukan cara ini? Mari, kita masukkan dalam jadual harian mbak. Jadi, setiap mbak merasa cemas, mbak bisa langsung praktikkan cara ini, dan bisa melakukannya lagi sesuai jadwal yang telah kita buat. Latihan relaksasi ini hanya salah satu cara yang
bisa digunakan untuk mengatasi kecemasan atau ketegangan, masih ada cara lain dengan latihan mengerutkan dan mengendurkan otot, bagaimana kalau kita latihan cara yang kedua ini besok pagi, seperti biasa jam 10 pagi di ruangan ini? Assalamualaikum, mbak”
DAFTAR PUSTAKA Anonim, DiagnosaKeperawatan NANDA NIC-NOC (terjemahan) Hawari, D., 2008, ManajemenStresCemas dan Depresi, BalaiPenerbitFKUI : Jakarta. Ibrahim, Ayub Sani. 2007. Panik Neurosis dan Gangguan Cemas. Dua As-As : Jakarta. Nurjannah, I., 2004, PedomanPenanganan Pada Gangguan Jiwa Manajemen, Proses Keperawatan dan HubunganTerapeutikPerawat-Klien, Penerbit MocoMedia : Yogyakarta. Suliswati, dkk., 2005, Konsep Dasar KeperawatanKesehatan Jiwa, EGC : Jakarta. Videbeck, S.J., 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, EGC : Jakarta.
LAPORAN PENDAHULUAN “GANGGUAN CITRA TUBUH”
Oleh: Mochammad Saiqul Ulum 20902100100
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2022
A. Masalah Utama Gangguan Citra tubuh B. Kondisi Klien (Kasus) seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas setelah pulang dari sekolah sehingga kaki kirinya harus diamputasi. AT sangat marah, kecewa dan sedih karena dokter telah mengamputasi kakinya saat dia masih tidak sadarkan diri dari peristiwa kecelakaan tersebut. Tindakan amputasi yang dilakukan medis sudah atas persetujuan kedua orang tua AT. Bd dalam kehidupan sehari-harinya termasuk anak yang pendiam dan setiap ada masalah selalu dipendam sendiri. Setelah mendapat perawatan selama 10 hari AT masih diam dan tidak mau melihat apalagi menyentuh kakinya yang telah diamputasi. Sekarang AT sudah pulang dari rumah sakit tetapi sikap dan perilaku AT tetap saja seperti di rumah sakit lebih banyak diam bahkan mudah tersinggung serta cepat marah dan tidak mau keluar rumah apalagi bergaul dengan orang lain atau tetangga. AT juga menolak untuk dijenguk oleh teman-teman sekelasnya. C. Proses Terjadinya Masalah
Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart-Laraia, 2005). Konsep diri seseorang tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil dari pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan dengan realitas dunia. Kosep diri terdiri atas komponen : Citra tubuh (Body image), Ideal diri (Self ideal), Harga diri (Self esteem), Identitas diri (Personal identity) dan Penampilan peran (role performance). Pengertian Citra Tubuh (Body image) 1. Citra tubuh adalah integrasi persepsi, pikiran dan perasaan individu tentang bentuk, ukuran, berat tubuh dan fungsi tubuh serta bagianbagiannya yang digambarkan dalam bentuk penampilan fisik (Fontaine, 2003). 2. Citra tubuh adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari
terhadap tubuhnya termasuk persepsi masa lalu dan sekarang,
serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi tubuh (Stuart-Laraia, 2005). Pengertian Gangguan Citra tubuh( Body image, disturbed)
1. Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas terhadap perubahan bentuk, struktur dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan (Stuart-Laraia, 2005).
2. Gangguan Citra tubuh adalah kebingungan diri dalam cara memandang dan menerima gambaran tubuh (Nanda, 2005).
3. Gangguan Citra tubuh adalah kebingungan secara mental dalam memandang fisik diri sendiri (Nanda, 2008). D. Etiologi Faktor Predisposisi Adanya riwayat :
1. Biologis
Penyakit genetik dalam keluarga, Pertumbuhan dan perkembangan masa bayi, anak dan remaja, Anoreksia, bulimia, atau berat badan kurang atau berlebih dari berat badan ideal, perubahan fisiologi pada kehamilan dan penuaan, pembedahan elektif dan operasi, trauma, penyakit atau gangguan organ dan fungsi tubuh lain ; Stroke, Kusta, Asthma dan lain-lain, pengobatan atau kemoterapi, penyalahgunaan obat atau zat ; coccaine, Amphetamine, Halusinogen dan lain-lain.
2. Psikologis Gangguan kemampuan
verbal,
konflik
dengan nilai
masyarakat,
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, ideal diri tidak realistis. 3. Sosial budaya Pendidikan masih rendah, masalah dalam pekerjaan, nilai budaya bertentangan dengan nilai individu, pengalaman sosial yang tidak menyenangkan, kegagalan peran sosial. Faktor Presipitasi 1. Trauma 2. Penyakit, kelainan hormonal 3. Operasi atau pembedahahan 4. Perubahan masa pertumbuhan dan perkembangan ; maturasi 5. Perubahan fisiologis tubuh ; kehamilan, penuaan. 6. Prosedur medis dan keperawatan ; efek pengobatan ; radioterapi, kemoterapi. Sumber Koping 1. Hubungan interpersonal dengan orang lain. 2. Support dari keluarga, teman dan masyarakat dan jaringan sosial. 3. Bakat tertentu 4. Pekerjaan, penghasilan. 5. Keyakinan diri yang positif. E. Tanda dan Gejala 1. Syok Psikologis
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan. Syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan peru bahan tubuh membuat klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri. 2. Menarik Diri Menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan ,tetapi karena tidak mungkin maka lari atau menghindar secara emosional, menjadi pasif, tergantung , tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya. 3. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap Setelah sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang baru. 4. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah 5. Tidak menerima perubahan yang terjadi 6. Menolak penjelasan perubahan tubuh 7. Persepsi negatif terhadap tubuh F. Mekanisme Koping 1. Konstruktif a. Berfokus pada masalah : negosiasi, konfrontasi dan meminta nasehat/saran. b. Berfokus pada kognitif : perbandingan yang positif, penggantian rewards, antisipasi. 2. Destruktif Berfokus pada emosi : Denial, Proyeksi, Represi, Kompensasi, Isolasi. G. Batasan Karakteristik Batasan karakteristik yang dikemukakan Nanda (2008) pada klien dengan Gangguan Citra Tubuh adalah sebagai berikut : 1. Perilaku mengakui bagian tubuh.
2. Perilaku menghindari bagian tubuh. 3. Perilaku memonitor bagian tubuh. 4. Respon nonverbal terhadap perubahan tubuh yang aktual (misalnya penampilan, struktur atau fungsi) 5. Respon nonverbal terhadap penerimaan perubahan tubuh (misalnya penampilan, struktur atau fungsi). 6. Verbalisasi perasaan sebagai refleks terhadap perubahan penampilan bagian tubuh (misalnya penampilan, struktur, fungsi). 7. Verbalisasi persepsi sebagai refleks terhadap perubahan penampilan bagian tubuh yang terlihat. Objektif : 1. Perubahan fungsi yang aktual. 2. Perubahan struktur yang aktual. 3. Perilaku mengakui bagian tubuh 4. Perilaku memonitor bagian tubuh. 5. Perubahan dalam kemampuan memperkirakan jarak untuk berhubungan. 6. Perubahan keterlibatan dalam sosial. 7. Perluasan batasan tubuh yang digabungkan dengan objek lingkungan. 8. Menyembunyikan bagian tubuh dengan sengaja. 9. Memperlihatkan bagai tubuh secara berlebihan dengan sengaja. 10. Lepasnya bagian tubuh. 11. Tidak tampak bagian tubuh. 12. Tidak tersentuh bagian tubuh. 13. Trauma yang menghilangkan fungsi bagian tubuh. 14. Tersembunyinya bagian tubuh yang tidak disengaja. 15. Penampakan bagian tubuh secara berlebihan yang tidak disengaja. Subjektif : 1. Kehilangan depersonalisasi 2. Berfokus pada penampilan masa lalu. 3. Berfokus pada fungsi masa lalu. 4. Berfokus pada kekuatan masa lalu.
5. Perasaan negatif tentang tubuh (misalnya perasaan tidak berguna, tidak ada harapan atau tidak ada kekuatan) 6. Berfokus (Preocupasi) pada masalah perubahan. 7. Berfokus (Preocupasi) pada masalah kehilangan. 8. Verbalisasi perubahan gaya hidup. H. Faktor Yang Berhubungan 1. Fisik
Injury
2. Kognitif
Persepsi
3. Budaya
Psikososial
4. Perubahan Perkembangan
Spiritual
5. Penyakit
Pembedahan
6. Tindakan pengobatan
Trauma
I. Pohon Masalah Gangguan harga diri ; harga diri rendah
Akibat
Masalah utama
Penyebab
Gangguan Citra tubuh
Penyakit, trauma, pengobatan, proses perubahan hormonal
pembedahan, efek tumbuh kembang,
J. Data Yang Perlu Dikaji 1. Objektif : b.
Hilangnya bagian tubuh.
c.
Perubahan anggota tubuh baik bentuk maupun fungsi.
d.
Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu.
e.
Menolak melihat bagian tubuh.
f.
Menolak menyentuh bagian tubuh.
g.
Aktifitas sosial menurun.
2. Subjektif : a. Menolak perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil operasi. b. Mengatakan hal negatif tentang anggota tubuhnya yang tidak berfungsi. c. Menolak berinteraksi dengan orang lain. d. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang terganggu. e. Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang terjadi. f. Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang. 3. Konsep diri :Ideal diri ; tidak realistis, ambisius 4. Sosial budaya : a. Nilai budaya yang ada di masyarakat. b. Nilai budaya yang dianut individu K. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan yang ditegakkan adalah : Gangguan Citra Tubuh(Body Image, Disturbed) L. Tindakan Keperawatan 1. Intervensi Generalis Tindakan Keperawatan pada Individu a. Tujuan
Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya.
Pasiendapatmeningkatkanpenerimaanterhadapcitratubuhnya.
Pasien dapat mengidentifikasi potensi (aspek positif) dirinya.
Pasien dapat mengetahui cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh.
Pasien dapat melakukan cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh.
Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa terganggu.
b. Tindakan Keperawatan Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya ; dulu dan saat ini, perasaan tentang citra tubuhnya dan harapan terhadap citra tubuhnya saat ini. Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara bertahap, bantu pasien menyentuh bagian tersebut. Diskusikan potensi bagian tubuh yang lain. Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu. Ajarkan pasien meningkatkan citra tubuh dengan cara : Gunakan protesa, wig, kosmetik atau yang lainnya sesegera mungkin, gunakan pakaian yang baru. Motivasi pasien untuk melakukan aktifitas yang mengarah pada pembentukan tubuh yang ideal Lakukan interaksi secara bertahap dengan cara : Susun jadwal kegiatan sehari-hari. Dorong melakukan aktifitas sehari-hari dan terlibat dalam aktifitas keluarga dan sosial. Dorong untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti/mempunyai peran penting baginya. Beri pujian terhadap keberhasilan pasien melakukan interaksi. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga a. Tujuan : Keluarga dapat mengenal masalah gangguan citra tubuh. Keluarga mengetahui cara mengatasi masalah gangguan citra tubuh. Keluarga mampu merawat pasien gangguan citra tubuh.
Keluarga mampu mengevaluasi kemampuan pasien dan memberikan pujian atas keberhasilannya. b. Tindakan Keperawatan Jelaskan dengan keluarga tentang gangguan citra tubuh yang terjadi pada pasien. Jelaskan kepada keluarga cara mengatasi masalah gangguan citra tubuh. Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien : Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pasien di rumah. Memfasilitasi interaksi di rumah. Melaksanakan kegiatan di rumah dan sosial. Memberikan
pujian
atas
kegiatan
yang
telah
dilakukan pasien. Bersama keluarga susun tindakan yang akan dilakukan keluarga dalam gangguan citra tubuh. Beri pujian yang realistis terhadap keberhasilan keluarga. 2. Intervensi Spesialis a. Terapi Individu
: Terapi CBT, Terapi Kognitif.
b. Terapi Keluarga
:
Family
System
Therapy,
Terapi
Komunikasi. c. Terapi Kelompok
: Logoterapi, Terapi Suportif.
d. Terapi Komunitas
: Psikoedukasi
M. Evaluasi 1.
Evaluasi kemampuan pasien
2.
Evaluasi kemampuan keluarga
3.
Evaluasi kemampuan perawat
Keberhasilan tindakan terhadap perubahan gambaran tubuh pasien dapat di identifikasi melalui perilaku pasien yaitu memulai kehidupan sebelumnya, termasuk hubungan interpersonal dan sosial, pekerjaan dan cara berpakaian, mengemukakan
perhatiannya
terhadap
perubahan
citra
tubuh,
memperlihatkan
kemampuan
koping,
kemampuan
meraba,
melihat,
memperlihatkan bagian tubuh yang berubah, kemampuan mengintegritasikan perubahan dalam kegiatan (pekerjaan, rekreasi dan seksual), harapan yang disesuaikan dengan perubahan yang terjadi, mampu mendiskusikan rekonstruksi (Keliat, 1998).
DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. 1993, Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa di Indonesia. III Depkes RI. Keliat,.B.A. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.Jakarta : EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN “KEPUTUSASAAN”
Oleh: Mochammad Saiqul Ulum 20902100100
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2022
A. Pengertian Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang tersedia dan tidak dapat memobilisasi energy yang dimilkinya (NANDA, 2005). B. Etiologi 1. Faktor kehilangan 2. Kegagalan yang terus – menerus 3. Faktor lingkungan 4. Orang terdekat 5. Status kesehatan 6. Adanya tekanan hidup 7. Kurangnya iman C. Tanda dan Gejala 1. Ungkapan klien tentang situasi kehidupan tanpa harapan dan terasa hampa (“saya tidak dapat melakukan”) 2. Sering mengeluh dan Nampak murung. 3. Nampak kurang bicara atau tidak mau berbicara sama sekali 4. Menunjukkan kesedihan, afek datar atau tumpul.
5. Menarik diri dari lingkungan. 6. Kontak mata kurang. 7. Mengangkat bahu tanda masa bodoh. 8. Nampak selalu murung atau blue mood. 9. Menunjukkan gejala fisik kecemasan (takikardia, takipneu) 10. Menurun atau tidak adanya selera makan 11. Peningkatan waktu tidur. 12. Penurunan keterlibatan dalam perawatan. 13. Bersikap pasif dalam menerima perawatan. 14. Penurunan keterlibatan atau perhatian pada orang lain yang bermakna.
D. Akibat 1. Stres 2. Depresi 3. Galau 4. Sakit 5. Pola hidup tidak teratur 6. Letih, lesu dan lemah 7. Hilang kesempatan yang ada 8. Trauma 9. Kematian E. Pencegahan 1. Berbaik sangkalah kepada ALLAH,Ingat bahwa setiap yang kita alami ada hikmahnya. Semua ini hanyalah sebuah cobaan dan bukti kecintaaan tuhan kepada kita. 2. Berpikir bahwa tidak ada kegagalan yang abadi, karena kita bisa mengubahnya dengan ber buat hal-hal baru. 3. Tetapkan tindakan kita dalam keadaan apapun kita tetap bisa memilih tindakan atau mengubah kebiasan lama dan mencari jalan untuk mengatasi masalah yg tengah kita hadapi.
4. Bersikap lebih fleksibel, kehidupan tidak selalu seperti yang di harapkan. Apabila kita dapat menyesuaikan diri dengan situasi baru maka ketegangan kita kan berkurang. 5. Kembangkan tindakan yang kreatif Tanyakan pada diri sendiri "KESEMPATAN APA BAGI SAYA DI SINI ? JALAN MANA YANG TERBUKA BAGI SAYA ?" 6. Evaluasi setiap situasi. Pikirkan segala tindakan sebelum bertindak agar bisa di dapatkan pemecah masalah yang baik. 7. Lihat sisi positifnya. Kegagalan memang merupakan pengalaman yang menyakitkan. Tapi daripada memikirkan kerugian yang kita alami, lebih baik fokuskan pada apa yang telah kita pelajari. 8. Bertanggung jawab. Jangan salah kan orang lain jika gagal,tapi perhatikan baik-baik masalah nya dan cobalah memahaminya. Tanyakan pada diri sendiri bagaimana mengatasinya? 9. Pelihara selera humor dan tertawa memang tidak segera memecahkan masalah,tetapi akan membantu kita melihat masalah secara perspektif. Hal itu bagaikan cahaya dalam kegelapan. 10. Ingatlah bahwa kegagalan adalah guru yang paling berharga kita bisa belajar tentang bagaimana kita bisa gagal dan bagaimana kita mengatasi sebuah kegagalan. F. Penatalaksanaan 1. Psikofarmaka 2. Psikoterapi 3. Terapi Psikososial 4. Terapi Psikoreligius 5. Rehabilitasi G. Data yang Perlu diKaji 1. Kaji dan dokumentasikan kemungkinan bunuh diri 2. Pantau afek dan kemampuan membuat keputusan 3. Pantau nutrisi: Asupan dan berat badan H. Asuhan Keperawatan
Pengkajian 1. Identitas klien 2. Keluhan utama a. Persepsi yang adekuat tentang rasa keputusasaan b. Dukngan yang adekuat ketika putus asa terhadap suatu masalah c. Perilaku koping yang adekuat selama proses 3. Faktor predisposisi a. Faktor genetik b. Kesehatan jasmani c. Kesehatan mental d. Struktur kepribadian e. Individu dengan konsep negatif 4. Faktor presipitasi a. Faktor kehilangan b. Kegagalan yang terus menerus c. Faktor lingkungan d. Orang terdekat e. Status kesehatan f. Adanya tekanan hidup g. Kurangnya iman 5. Respon emosional 6. Respon kognitif Diagnosa Keperawatan : 1. Keputusaasaan 2. Koping Individu Tidak Efektif 3. Isolasi Sosial Intervensi Generalis Tujuan Khusus 1.
Membina hubungan saling percaya
2.
Mengenal masalah keputusasaannya
3.
Berpartisipasi dalam aktivitas
4.
Menggunakan keluarga sebagai system pendukung
Tindakan Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya a. Ucapkan salam b. Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai c. Jelaskan tujuan pertemuan d. Dengarkan klien dengan penuh perhatian e. Bantu klien penuhi kebutuhan dasarnya. f. Klien mengenal masalah keputusasaannya g. Beri
kesempatan
bagi
klien
mengungkapkan
perasaan
sedih/kesendirian/keputusasaannya.
h. Tetapkan adanya perbedaan antara cara pandang klien terhadap kondisinya dengan cara pandang perawat terhadap kondisi klien.
i. Bantu klien mengidentifikasi tingkah laku yang mendukung putus asa : pembicaraan abnormal/negative, menghindari interaksi dengan kurangnya partisipasi dalam aktivitas.
j. Diskusikan dengan klien cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi masalah, tanyakan manfaat dari cara yang digunakan.
k. Dukung klien untuk menggunakan koping efektif yang selama ini digunakan oleh klien.
l. Beri alternative penyelesaian masalah atau solusi.Bantu klien mengidentifikasi keuntungan dan kerugian dari tiap alternative.
m. Identifikasi kemungkinan klien untuk bunuh diri (putus asa adalah factor risiko terbesar dalam ide untuk bunuh diri) : tanyakan tentang rencana, metode dan cara bunuh diri.
2. Klien berpartisipasi dalam aktivitas
a. Identifikasi aspek positif dari dunia klien (“keluarga anda menelepon RS setiap hari untuk menanyakan keadaanmu ?”
b. Dorong klien untuk berpikir yang menyenangkan dan melawan rasa putus asa.
c. Dukung klien untuk mengungkapkan pengalaman yang mendukung pikiran dan perasaan yang positif.
d. Berikan penghargaan yang sungguh-sungguh terhadap usaha klien dalam mencapai tujuan, memulai perawatan diri, dan berpartisipasi dalam aktivitas.
e. Klien menggunakan keluarga sebagai system pendukung 3. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga : a. Ucapkan salam. b. Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai. c. Tanyakan nama keluarga, panggilan yang disukai, hubungan dengan klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan. e. Buat kontrak pertemuan. f. Identifikasi maslaah yang dialami keluarga terkait kondisi putus asa klien
g. Diskusikan upaya yang telah dilakukan keluarga untuk membantu klien mengatasi masalah dan bagaimana hasilnya.
h. Tanyakan harapan keluarga untuk membantu klien mengatasi masalahnya.
4. Diskusikan dengan keluarga tentang keputusasaan : a. Arti, penyebab, tanda-tanda, akibat lanjut bila tidak diatasi. b. Psikofarmaka yang diperoleh klien : manfaat, dosis, efek samping, akibat bila tidak patuh minum obat.
c. Cara keluarga merawat klien
d. Akses bantuan bila keluarga tidak dapat mengatasi kondisi klien (Puskesmas, RS). STRATEGI PELAKSANAAN KEPUTUSASAAN Stategi Komunikasi 1. Orientasi a. Salam terapeutik Assalamualaikum wr.wb. Selamat pagi Bu/Pak ? . Perkenalkan Saya susilowati, mahasiswa dari Profesi UNISSULA,senang dipanggil susi, Nama Ibu/Bapak siapa? Senangnya dipanggil siapa ?”.Saya datang ke sini untuk membantu Ibu/Bapak menyelesaikan masalah Ibu/Bapak “. b. Evaluasi / validasi :“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini ? Bagaimana tidurnya semalam ? “ c. Kontrak : Topik :” Bagaimana Bu /Pak , kalau kita berbincang-bincang tentang perasaan sedih yang Ibu / Bapak rasakan saat ini ?”. Tempat : “Menurut Ibu/Bapak dimana enaknya kita berbincang – bincang ? Bagaimana kalau di tempat ini saja”. Waktu : “Bagaimana kalo kita berbincang-bincang selama 30 menit saja. Apakah Bapak/Ibu bersedia ?”. 2. Kerja “Coba Ibu/Bapak ceritakan kepada saya tentang perasaan sedih yang Ibu/Bapak rasakan saat ini”. “ Suster sangat
mengerti perasaan
Ibu/Bapak”. “ Sudah berapa lama perasaan itu Ibu/Bapak rasakan ?”. “ Coba Ibu/Bapak ceritakan apa yang terjadi sehingga Ibu/Bapak merasa seperti itu ?”. “ Kapan masalah tersebut terjadi ?” apa yang Ibu/Bapak pikirkan tentang orang lain di sekitar Ibu/Bapak ?”. “Bagaimana pandangan Bapak/Ibu tentang kondisi Bapak/Ibu saat ini” “Menurut suster sendiri, Bapak/Ibu saat ini mengalami hal yang disebut dengan keputusasaan”. “keputusasaan adalah suatu keadaan dimana seseorang itu melihat keterbatasan atau tidak ada pilihan lain lagi untuk menyelesaikan
masalahnya. Namun, di balik semua itu, sebenarnya ia masih memiliki potensi untuk menyelesaikan masalah” “Saat Bapak/Ibu merasa sangat sedih dan merasa putus asa, apa yang Bapak/Ibu lakukan ?” “
Begitu yaPak/Bu, menurut suster, dengan Bapak/Ibu menyendiri di
kamar, menghindari berbicara dengan orang lain dan berbicara hal-hal yang negatif, akan menambah rasa putus asa yang Bapak/Ibu rasakan. Selama ini apakah seperti itu yang Bapak/Ibu rasakan ?”. “Cara apa yang biasa Bapak/Ibu lakukan saat Bapak/Ibu lagi ada masalah ?”. “ Apa manfaat dari cara yang Bapak/Ibu gunakan tersebut ?”. “ Pak/Bu, bagaimana kalau suster memberitahukan tentang cara yang baik untuk menyelesaikan masalah ?” “Ada beberapa hal yang Bapak/Ibu bisa lakukan, misalnya, menceritakan masalah Bapak/Ibu kepada orang lain yang Bapak/Ibu percaya. Dengan demikian beban yang Bapak/Ibu rasakan setidaknya bisa berkurang. Selain itu, Bapak/Ibu juga bisa meminta masukan dari orang lain untuk penyelesaian masalah Bapak/Ibu”. Yang kedua, mungkin Bapak/Ibu bisa mengikuti kegiatan-kegiatan ibadah, atau memperbanyak membaca bukubuku pembangun jiwa, atau bisa mengikuti perkumpulan-perkumpulan sosial yang positif dan lain sebagainya” “Bapak/Ibu tadi mengatakan bahwa bila Bapak/Ibu punya masalah biasanya Bapak/Ibu banyak melakukan aktivitas-aktivitas fisik seperti olahraga. Betul yach Pak/Bu. Nah, itu juga bisa menjadi salah satu cara yang bisa Bapak/Ibu lakukan bila lagi sedih atau murung”. “Bapak/Ibu, tiap cara-cara tadi memiliki kelebihan dan kekurangan, misalnya kalau tiap ada masalah Bapak/Ibu hanya bisa olahraga, capek juga, tetapi di balik itu, ia bisa meningkatkan kebugaran tubuh yang akan menjernihkan pikiran dan mengarahkanBapak/Ibu ke arah yang positif. Sebaiknya, beberapa cara tersebut bisa digunakan secara bergantian”. “Selama ini, apa Bapak/Ibu pernah berpikir ingin mengakhiri hidup ?”
“bagus sekali Pak/Bu kalau memang belum pernah ada pikiran seperti itu”. 3. Terminasi a. Evaluasi subyektif :Nah ... Pak/Bu, bagaimana perasaannya setelah kita berbincang – bincang tentang perasaan Ibu/Bapak tadi ?”. b. Evaluasi objektif “ Coba Ibu/Bapak
menyebutkan apa sebenarnya yang Bapak/Ibu
alami saat ini ?”. “ Coba Ibu ulangi, apa yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalah?”. “Bagus sekali Pak/Ibu”. c. Rencana tindak lanjut “BaiklahIbu/Bapak,
sesuai dengan janji kita telah berbincang –
bincang selama 30 menit. Dan tadi Bapak/Ibu telah mengetahui cara untuk menyelesaikan masalah, setelah ini, Bapak/Ibu bisa mencoba untuk mulai menerapkannya. Bagaimana, apa Bapak/Ibu bersedia melakukannya ?”.” Bagus sekali Pak/Bu”. d. Kontrak yang akan datang
Topik : Ibu/Bapak, bagaimana kalau saya ke sini lagi untuk membicarakan
tentang
kegiatan-kegiatan
yang
bisa
mengurangi/menghilangkan rasa putus asa.
Tempat : Dimana sebaiknya kita bertemu nanti bu? Bagaimana kalau di ruangan ini lagi.
Waktu : Bapak/Ibu maunya jam berapa? Bagaimana kalau minggu depan jam 9 saya datang? Baiklah bu permisi dulu . Assalamualaikum . Selamat Pagi.
.... Saya
DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda. (2014). Nursing care plans: Transitional patient and family centered care. 6thEd. USA : Lippincott Williams and Wilkins. Cotton, C., Range, M. (1996). Suicidality, hopelessness, and attitudes toward life and death in clinical and nonclinical adolescents http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10169709 diakses pada 15/10/2014 pukul 19:34 WIB. Keliat, B.A. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC Keliat, B.A., Akemat, Helena, N., Susanti, H., Panjaitan, R.V., Wardani, I, Y., dkk. (2006). Modul praktek keperawatan profesional jiwa (MPKP Jiwa).Jakarta : FIK UI dan WHO. Wilkinson, J.M & Ahern, N.R. (2011). Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook :
-
NANDA Diagnosis, NIC Interventions, NOC OutcomeTerj Esti Wahyuningsih & Dwi Widiarti. Jakarta : EGC
LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN JIWA
Oleh: Mochammad Saiqul Ulum 20902100100
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2022
LAPORAN PENDAHULUAN DEFISIT PERAWATAN DIRI LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA
Disusun Oleh : M. Saiqul Ulum 20902100100
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2022
A. Masalah utama Defisit perawatan diri B. Pengertian Defisit perawatan diri adalah kelemahan kemampuan untuk melakukan atau melengkapi aktifitas mandi/kebersihan diri (NANDA 2012-2014). Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan toileting {Buang Air Besar (BAB)/Buang Air Kecil(BAK)} secara mandiri (WHO & FIK UI, 2006). C. Tanda dan Gejala
1. Subyektif a. Menyatakan tidak ada keinginan mandi secara teratur b. Perawatan diri harus dimotivasi c. Menyatakan Bab/bak di sembarang tempat d. Menyatakan tidak mampu menggunakan alat bantu makan 2. Obyektif a. Tidak mampu membersihkan badan b. Penampilan tidak rapi, pakaian kotor, tidak mampu berpakaian secara benar
c. Tidak mampu melaksanakan kebersihan yang sesuai, setelah melakukan toileting
d. Makan hanya beberapa suap dari piring/porsi tidak habis D. Etiologi Menurut Depkes (2000), Penyebab defisit perawatan diri adalah :
1. Faktor predisposisi a) Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b) Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c) Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d) Sosialisasi Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/ lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perwatan diri. Menurut Depkes (2000), Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah :
1) Body Image Gambaran individu terhdap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik social Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3) Status sosial ekonomi Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5) Budaya Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
7) Kondisi fisik atau psikis Pada keadaan tertentu/ sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya. E. Pohon Masalah Gangguan Pemeliharaan Kesehatan
Akibat
Defisit Perawatan Diri
Isolasi Soasial
F. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
Core Problem
Penyebab
a. Masalah keperawatan 1) Defisit Perawatan Diri 2) Isolasi Sosial 3) Gangguan Pemeliharaan Kesehatan b. Data yang dikaji 1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri 1) Data subyektif : Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak bias melakukan apa-apa,
2) Data obyektif: Klien terlihat lebih kurang memperhatikan kebersihan, halitosis, badan bau, kulit kotor
2. Isolasi Sosial 1) Data subyektif Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apaapa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
2) Data obyektif Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan
3.
Defisit Perawatan Diri
1) Data subyektif a) Pasien merasa lemah b) Malas untuk beraktivitas c) Merasa tidak berdaya. 2) Data obyektif a) Rambut kotor, acak – acakan
b) Badan dan pakaian kotor dan bau c) Mulut dan gigi bau. d) Kulit kusam dan kotor e) Kuku panjang dan tidak terawat G. Diagnosa keperawatan 1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri 2. Isolasi Sosial 3. Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK H. Rencana tindakan keperawatan Diagnosa 1
: Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Tujuan Umum: Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan diri Tujuan Khusus
:
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat. Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi. b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien. d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi. e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien. f. Buat kontrak interaksi yang jelas. g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati. h. Penuhi kebutuhan dasar klien. TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri. d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang. TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat. Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi. b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari. d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut. e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal. TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri. Intervensi
a. Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal. TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri. Intervensi
a. Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri. TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri. Intervensi
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain. Diagnosa 2
: Isolasi sosial
Tujuan Umum
:klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi
Tujuan Khusus : TUK I :Klien dapat membina hubungan saling percaya Intervensi a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburuburu, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien. TUK II
:Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Intervensi a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tandatandanya b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul b. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tandatanda serta penyebab yang muncul c. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
TUK III :Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain. Intervensi a. Kaji
pengetahuan
klien
tentang
manfaat
dan
keuntungan
berhubungan dengan orang lain 1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain 2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain 3) Berireinforcement
positif
terhadap
kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain b. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain 1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang lain 2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain 3) Beri
reinforcement
positif
terhadap
kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
TUK IV :Klien dapat melaksanakan hubungan sosial Intervensi a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan TUK IV :Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain Intervensi a. Dorong
klien
untuk
mengungkapkan
perasaannya
bila
berhubungan dengan orang lain b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang lain c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain Diagnosa 3
: Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK
Tujuan Umum
:
Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri
Tujuan Khusus :
Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
Pasien mampu melakukan makan dengan baik
Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Intervensi
1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri. b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
2) Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi : a) Berpakaian b) Menyisir rambut c) Bercukur Untuk pasien wanita, latihannya meliputi : a) Berpakaian b) Menyisir rambut c) Berhias
3) Melatih pasien makan secara mandiri a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan b) Menjelaskan cara makan yang tertib c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik 4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK E. STRATEGI PELAKSANAAN SP 1 Pasien :
1. Identifikasi masalah perawatan diri: kebersihan diri, berdandan, makan/minum, BAB/BAK
2. Jelaskan pentingnya kebersihan diri 3. Jalaskan cara dan alat kebersihan diri 4. Latih cara menjaga kebersihan diri: mandi dan ganti pakaian, sikat gigi, cuci rambut, potong kuku
5. Masukan pada jadual kegiatan untuk latihan mandi, sikat gigi (2 kali per hari), cuci rambut (2 kali per minggu), potong kuku (satu kali per minggu)
ORIENTASI: ”Selamat pagi, kenalkan saya Mahasiswa keperawatan STIKES TELOGOREJO SEMARANG yang akan merawat bapak Nama Saya Firda Vinanda, senang dipanggil Firda. Nama bapak siapa?Bapak Senang dipanggil apa”
”Dari tadi saya lihat pak... menggaruk-garuk badannya, gatal ya?” ”Bagaimana kalau kita bicara tentang kebersihan diri?” ”Berapa lama kita bicara? 20 menit ya...? mau dimana..? disini aja ya,” KERJA: ”Berapa kali bapak... mandi dalam sehari? Apakah pak... sudah mandi hari ini? menurut pak... apa kegunaannya mandi? Apa alasan pak... sehingga tidak bisa merawat diri? Menurut pak... apa manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak merawat diri dengan baik seperti apa ya..? badan gatal, mulut bau, apa lagi..? kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut pak... yang bisa muncul?” betul ada kudis, kutu.. dsb. ”Apa yang pak... lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja pak... menyisir rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud tujuan sisiran dan bedakan?” (Contoh untuk pasien laki-laki) ”Berapa kali pak... cukuran dalam seminggu? Kapan pak... cukuran terakhir? Apa gunanya cukuran? Apa alat-alat yang diperlukan?”. Iya... sebaiknya cukuran 2x perminggu, dan ada alat cukurnya?”. Nanti bisa minta ke perawat ya. ”Berapa kali pak... makan sehari? ”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” betul, kita harus sikat gigi setelah makan.” ”Dimana biasanya pak... berak/kencing? Bagaimana membersihkannya?”. Iya... kita kencing dan berak harus di WC, Nach.. itu Wc di ruang ini, lalu jangan lupa membersihkannya pakai air dan sabun”. ”menurut pak... kalau mandi itu kita harus bagaimana? Sebelum mandi apa yang perlu kita siapkan? Benar sekali.. pak.. perlu menyiapkan pakain ganti, handuk, sikat gigi, shampo dan sabun serta sisir”. ”Bagaimana kalau sekarang kita kekamar mandi, suster akan membimbing pak... melakukannya. Sekarang pak... siram seluruh tubuh pak... termasuk rambut lalu ambil shampo gosokkan pada kepala pak... sampai berbusa lalu bilas sampai bersih. Bagus sekali. Selanjutnya ambil sabun, gosokkan diseluruh tubuh secara merata lalu siram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol.. giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah. Gosok seluruh gigi pak... mulai dari depan sampai belakang. Bagus, lalu kumur-kumur sampai bersih. Terakhir siram lagi seluruh tubuh pak... sampai bersih lalu keringkan dengan handuk. Pak... bagus sekali melakukannya. Selanjutnya pak... pakai baju dan sisir rambutnya dengan baik”. TERMINASI:
”Bagaimana perasaan pak... setelah mandi dan mengganti pakaian?”coba pak... sebutkan lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah pak... lakukan tadi?” ”Bagaimana perasaan pak... setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya kebersihan diri tadi? Sekarang coba pak... ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi”. ”Bagus sekali mau berapa kali pak... mandi dansikat gigi...? dua kali pagi dan sore, mari... kita masukkan dalam jadual aktivitas harian. Nach.. lakukan ya pak... dan beri tanda kalau sudah dilakukan seperti M (mandiri) kalau dilakukan tanpa disuruh, B (bantuan) kalau diingatkan baru dilakukan dan pak... (tidak) melakukan? Baik besok lagi kita latihan berdandan. Oke?” pagi-pagi sehabis makan.
SP 2 Pasien : 1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri. Beri pujian
2. Jelaskan cara dan alat untuk berdandan 3. Latih cara berdandan setelah kebersihan diri: sisiran, rias muka untuk perempuan; sisiran, cukuran untuk pria 4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk kebersihan diri dan berdandan Orientasi: “Selamat pagi bapak ? Bagaimana perasaan bapak hari ini? Bagaimana mandinya?” sudah dilakukan? Sudah ditandai di jadual hariannya? ”Hari ini kita akan latihan brdandan, mau dimana latihannya. Bagaimana kalau diruang tamu? Lebih kurang setengah jam”. Kerja: “Apa yang pak... lakukan setelah selesai mandi?” apa pak... sudah ganti baju? ”untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti pakaian yang bersih 2x/hari. Sekarang coba bapak ganti baju.. ya, bagus seperti itu”. ”Apakah pak... menyisir rambut? Bagaimana cara bersisir?” coba kita praktekkan, lihat kecermin , bagus... sekali! ”Apakah pak... suka bercukur? Berapa hari sekali bercukur?” betul 2 kali perminggu. ”Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari pak dirapikan! Ya, bagus!”. (catatan : jangan dirapikan bila pasien tidak memelihara janggut) Terminasi: ”Bagaimana perasaan bapak setelah berdandan?”. ”Coba pak, sebutkan cara berdandan yang baik sekali lagi”. ”Selanjutnya bapak setiap hari setelah mandi berdandan dan pakai baju seperti tadi ya!
Mari kita masukkan pada jadual kegiatan harian, pagi jam berapa, lalu sore jam berapa? ”Nanti siang kita latihan makan yang baik. Diruang makan bersama dengan pasien yang lain”. 1. 2. 3. 4.
SP 3 Pasien : Evaluasi kegiatan kebersihan diri dan berdandan. Beri pujian Jelaskan cara dan alat makan dan minum Latih cara makan dan minum yang baik Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan kebersihan diri, berdandan dan makan & minum yang baik
Orientasi: “Selamat siang bapak...”. “Bagaimana pak sudah mandi dan berdandan dengan baik kan?” bagus pak kalau sudah dilakukan..” “Bagaimana perasaan bapak pagi ini?” ”wow... masih rapi deh bu...”. ”siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan langsung di ruang makan ya...! Mau berapa lama pak? mari... itu sudah datang makanan”. Kerja: ”bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun stelah makan? Dimana bapak... makan?” ”sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita praktekkan!”. Bagus! Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap kita berdoa dulu. Silahkan pak... yang pimpin!. Bagus... ”mari kita makan... saat makan kita harus menyuap maknan satu-satu dengan pelan-pelan. Ya, ayo... sayurnya dimakan.” “setelah makan kita bereskan piring, dan gelas yang kotor. Ya betul.. dan kita akhiri dengan cuci tangan. Ya bagus!” itu suster A sedang bagi obat, coba bapak... minta sendiri obatnya.” Terminasi: “Bagaimana perasaan bapak... setelah kita makan bersama-sama”. ”Apa saja yang harus kita lakukan pada sat makan,( cuci tangan, duduk yang baik, ambil makanan, berdoa, makan yang baik, cuci piring dengan gelas, lalu cuci tangan).” ”nach... coba bapak... lakukan seperti tadi setiap makan, mau kita masukkan dalam jadual?. Besok kita ketemu lagilatian BAB/BAK yang baik, bagaimana kalau jam 10.00 disini saja ya..?”
SP 5 Pasien :
1. Evaluasi kegiatan kebersihan diri, berdandan, makan & minum. Beri pujian 2. Jelaskan cara BAB dan BAK yang baik 3. Latih BAB dan BAK yang baik 4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan kebersihan diri, berdandan, makan & minum dan BAB&BAK
ORIENTASI: “Selamat pagi Ibu? Bagaimana perasaan ibu... hari ini?” Baik..! sudah dijalankan jadwal kegiatannya mandi, berdandan dan makan minum yang baik?”Bagus pak..
”Sekarang kita akan membicarakan tentang cara berak dan kencing yang baik.” ”kira-kira 20 menit ya bu... dan dimana kita duduk? Baik disana deh..!” KERJA: Untuk persiapan : ”dimana biasanya ibu... berak dan kencing?”“benar ibu... berak atau kencing yang baik itu di WC, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup dan ada saluran pembuangan kotorannya. Jadi kita tidak berak/kencing sembarangan tempat ya...” ”Sekarang, coba pak... jelaskan kepada saya bagaimana cara pak... cebok?” ”Sudah bagus ya pak... yang perlu diingat saat pak... cebok adalah tono memebersihkan anus atau kemaluan dengan air yang bersih dan pastikan tidak ada tinja/ air kencing yang masih tersisa di tubuh pak...” ”Setelah pak... selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di WC dibersihkan. Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai tinja/air kencing itu tidak tersisa di WC. Jika pak... membersihkan tinja/air kencing seperti ini, pak...ikut mencegah menyebarnya kuman yang berbahaya yang ada pada kotoran/air kencing”. ”Setelah selesai membersihkan tinja/air kencing, pak... perlu merapikan kembalipakaian sebelum keluar dari WC/kamar mandi. Pastikan resleting celana telah tertutuprapi, lalu cuci tangan menggunakan sabun. TERMINASI: ”bagaimana perasaan pak... setelah kita membicarakan tentang cara berak/kencing yang baik?” ”coba pak... jelaskan ulang tentang cara BAB/BAK yang baik”. Bagus!. ”untuk lanjutnya pak... bisa melakukan cara-cara yang telah dijelaskan tadi”. ”nah... besok kita ketemu lagi, untuk melihat sudah sejauh mana pak... bisa melakukan jadual kegiatannya.” “mau ketemu dimana?mau jam berapa?”
SP 5 Pasien:
1. Evaluasi kegiatan latihan perawatan diri: kebersihan diri, berdandan, makan & minum, BAB & BAK. Beri pujian
2. Latih kegiatan harian 3. Nilai kemampuan yang telah mandiri 4. Nilai apakah perawatan diri telah baik SP 1 Keluarga:
1. Diskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien 2. Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya defisit perawatan diri (gunakan booklet)
3. Jelaskan cara merawat defisit perawatan diri
4. Latih dua cara merawat : kebersihan diri dan berdandan 5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian SP 2 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien kebersihan diri. Beri pujian
2. Latih dua (yang lain) cara merawat : Makan & minum, BAB & BAK 3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberi pujian SP 3 Keluarga :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien kebersihan diri dan berdandan. Beri pujian
2. Bimbing keluarga merawat kebersihan diri dan berdandan dan makan & minum pasien
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan berikan pujian SP 4 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien kebersihan diri, berdandan, makan & minum. Beri pujian
2. Bimbing keluarga merawat BAB dan BAK pasien 3. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan 4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian SP 5 Keluarga:
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien dalam perawatan diri: kebersihan diri, berdandan, makan & minum, BAB & BAK. Beri pujian
2. Nilai kemampuan keluarga merawat pasien 3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ/PKM
DAFTAR PUSTAKA
Keliat. B.A. (2006). Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC Keliat. B.A. (2009). Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Perry, Potter. (2010) . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC. Rasmun S. Kep. M. (2008). Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto Parendrawati, D., P., Keliat, B., A.,Haryati, T., H. (2009). Pengaruh Terapi Token Ekonomi Pada Klien Defisit Perawatan Diri di Rumah Sakit Dr Marzuki Mahdi Bogor. FIK UI : Depok Sari, H., Keliat.,B.,A., & Mustikasari. (2009). Pengaruh Family Psychoeducation Therapy terhadap Beban dan Kemampuan Keluarga dalam Merawat Klien Pasung di Kabupaten Bireuen Nanggroe Aceh Darussalam. FIK UI : Depok
1. Teori Penyakit 1.1 Pengertian halusinasi Suatu kondisi seseorang mengalami perubahan jumlah atau pola dari suatu rangsangan yang diterima dihubungakan dengan turunny/meningkatnya penyimpangan respons rangsang Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. 1.2 Etiologi Faktor predisposisi Menurut stuart (2007) Biologis Abnormalitas perkembanagan system syaraf yang berhubungan dengan respon neurologis yang maladaktif baru mulai dipahami. Psikologis Keluarga, pengasuh, dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas dalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien Social budaya Kondisi social budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik social budaya(perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress Faktor presipitasi Menurut stuart (2007) Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku Sumber koping Sumber koping mempengaruhi individu dalam menanggapi stressor 1.3 Tanda dan gejala
Bicara, senyum dan tertawa sendiri Menarik diri dan menghindar dari orang lain Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata Tidak dapat memusatkan perhatian
Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung (budi anna keliat, 2005) 1.4 Pathway Halusinasi Isolasi sosial Resiko perilaku kekerasan
Resiko bunuh diri 1.5 Komplikasi Isolasi sosial: menarik diri Resiko perilaku kekerasan Resiko bunuh diri 1.6 Pemeriksaan penunjang Untuk mengetahui strukturotak, jenis alat yang dapat digunakan yaitu: CT scan, Magnetic resonance imaging(MRI), 1.7 Terapi 1. Terapi farmakologi Obat anti psikosis: phenotizin Obat anti depresi: amitriptyline Obat anti ansietas: diazepam 2. Terapi modalitas: Terapi keluarga Terapi perilaku kognitif 2. Diagnosa keperawatan 2.1 Gangguan persepsi: halusinasi 2.2 Isolasi social: menarik diri 2.3 Resiko perilaku kekerasan 2.4 Resiko bunuh diri 3. Rencana keperawatan 3.1 Gangguan persepsi: halusinasi Intervensi pada pasien: SP I P 1. Mendiskusikan jenis halusinasi pasien 2. Mendiskusikan isi halusinasi pasien 3. Mendiskusikan waktu halusinasi pasien 4. Mendiskusikan frekuensi halusinasi pasien
5. 6. 7. 8.
Mendiskusikan situasi yang menimbulkan halusinasi Mendiskusikan respons pasien terhadap halusinasi Melatih pasien mengontrol halusinasi: menghardik halusinasi Memotivasi pasien memasukan cara mengontrol dengan menghardik pada jadwal harian
SP II P 1. Mengevaluasi kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi dengan menghardik 2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakapcakap dengan dengan orang lain 3. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian SP III P 1. Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol halusinasi yaitu dengan cara menghardik, dan ngobrol 2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan 3. Memotivasi pasien masukkan dalam jadwal harian SP IV P 1. Mengevaluasi kemampuan pasien mengontrol halusinasi yaitu dengan cara menghardik, dan ngobrol serta kegiatan teratur 2. Memberikan pendkes tentang minum obat secara teratur 3. Memotivasi pasien memasukan dalam jadwal harian Intervensi pada keluarga: SP I K 1. Identifikasi permasalahan yang dialami keluarga saat merawat pasien halusinasi 2. Jelaskan hal terkait halusinasi (definisi, sebab, simptoms, dan akibat yang ditimbulkan serta jenis) 3. Jelaskan bagaimana merawat pasien halusinasi SP II K 1. Latih keluarga praktek merawat pasien SP III K 1. Latih secara langsng keluarga mempraktekkan cara merawat pasien SP IV K 1. Fasilitasi keluarga menyusun jadwal kegiatan dirumah untuk klien dan obat (discharge planning)
2. Jelaskan tindak lanjut setelah pasien pulang
3.2 Isolasi sosial
Intervensi pada pasien: SP I P
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien 2. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
3. Berdiskusi dengan 4. pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain 5. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang 6. Menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincangbincang dengan orang lain dalam kegiatan harian SP II P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara berkenalan dengan satu orang
2. Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian SP III P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien 2. Memberikan kesempatan pasien berkenalan dengan dua orang atau lebih
3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan jadwal harian. Intervensi pada keluarga: SP I K
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaaskan pengertian isolasi sosial, tanda dan gejala, serta proses terjadinya isolasi sosial
3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan isolasi sosial SP II K
1. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan isolasi sosial SP III K
1. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien dengan isolasi social SP IV K
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivita dirumah termasuk minum obat (discharge planning)
2. Menjelaskan follow up setelah pulang. 3.3 Resiko perilaku kekerasan Intervensi pada pasien: SP I P
1. Jelaskan sebab terjadi PK 2. Kenalkan simptom PK 3. Identifikasi jenis PK 4. Diskusikan akibat ketika PK 5. Ajarkan cara mengontrol PK 6. Latih mengontrol PK cara fisik pertama: tarik napas dalam 7. Susun jadwal harian SP II P
1. Evaluasi kemampuan pasien 2. Latih cara fisik II (pukul bantal/kasur) 3. Buat jadwal keiatan harian SP III P
1. Evaluasi kemampuan pasien 2. Latih cara verbal
3. Tulis jadwal kegiatan harian SP IV P
1. Evaluasi kemampuan pasien 2. Latih cara spiritual 3. Buat jadwal kegiatan harian Intervensi pada keluarga: SP I K
1. Identifikasi permasalahan yang dialami keluarga saat merawat 2. Jelaskan hal terkait pk (definisi,sebab, simtoms, dan akibat yang akan ditimbulkan)
3. Jelaskan bagaimana merawat pasien PK SP II K
1. Latih keluarga praktek merawat pasien SP III K
1. Latih secara langsung keluarga mempraktekan cara merawat pasien SP IV K
1. Fasilitasi keluarga menyusun jadwal kegiatan dirumah untuk klien dan obat (discharge planning)
2. Jelaskan tindak lanjut setelah pasien pulang 3.4 Resiko bunuh diri Intervensi pada pasien: SP I P
1. Menyusun perjanjian untuk berobat 2. Mengajarkan cara mengontrol stimulus bunuh diri 3. Melatih cara mengontrol stimulus bunuh diri 4. Mendiskusikan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
5. Mendiskusikan cara mengamankan beda-benda yang dapat membahayakan pasien SP II P
1. Mencari hal positif pada pasien 2. Mendorong pasien berfikir positif 3. Memotivasi pasien untuk menghargai hidupnya SP III P
1. Memilih pola koping yang bisa digunakan 2. Menilai strategi koping yang digunakan selama ini 3. Mencari pola koping yang membangun 4. Memotivasi pasien supaya memilih pola koping yang membangun
5. Menyarankan pasien agar menggunakan pola koping yang mambangun dalam aktivitas harian SP IV P
1. Menyusun paling masa depan yang realistis 2. Memilih cara untuk memperoleh planing masa depan yang realistis
3. Memotivasi pasien untuk beraktivitas untuk mencapai masa depan yang realistis. Intervensi pada Keluarga: SP I K
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian RBD, tanda dan gejala, serta proses terjadinya RBD
3. Menjelaskan cara merawat klien dengan RBD SP II K
1. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan RBD SP III K
1. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien SP IV K
1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas diirumah termasuk minum obat
2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
DAFTAR PUSTAKA Stuart, Gail W. (2013). Principles & Practice of Psychiatric Nursing (9th ed) Philadelphia: Elsevier Mosby Keliat, B.A. dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN Basic Course. Jakarta: EGC NANDA. (2012). Nursing Diagnosis : Definitions & Classification 2012-2014. Philadelphia: NANDA international
A. Masalah utama Gangguan konsep diri : harga diri rendah B. Pengertian Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri dan kemampuannya dalam waktu lama dan terus menerus (NANDA, 2012). Stuart (2013) menyatakan harga diri rendah adalah evaluasi diri negatif yang berhubungan dengan perasaan yang lemah, tidak berdaya, putus asa, ketakutan, rentan, rapuh, tidak berharga, dan tidak memadai. Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri (Keliat dkk, 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan gejala dan peningkatan kemampuan klien harga diri rendah kronis secara signifikan setelah diberikan tindakan keperawatan (Pardede, Keliat, dan Wardani, 2013). C. Tanda dan Gejala
1. Data Subjektif a. Sulit tidur b. Merasa tidak berarti dan Merasa tidak berguna c. Merasa tidak mempuanyai kemampuan positif d. Merasa menilai diri negatif e. Kurang konsentrasi dan Merasa tidak mampu melakukan apapun f. Merasa malu 2. Data Objektif a. Kontak mata berkurang dan Murung b. Berjalan menunduk dan Postur tubuh menunduk c. Menghindari orang lain d. Bicara pelan dan Lebih banyak diam
e. Lebih senang menyendiri dan Aktivitas menurun f. Mengkritik orang lain D. Etiologi Menurut Nurarif dan Hardhi (2016) faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistik, kurangnya pujian dan kurangnya pengakuan dari orang-orang atau orang tua, serta ideal diri yang tidak realistik. Stressor pencetus dari munculnya harga diri rendah adalah, gangguan fisik dan mental salah satu anggota keluarga, pengalaman tarumatik berulang seperti penganiayaan seksual dan psikologis, aniaya fisik, kecelakaan, bencana alam, dan perampokan. E. Akibat Klien yang mengalami gangguan harga diri rendah bisa mengakibatkan gangguan interaksi sosial : menarik diri, dan memicu munculnya perilaku kekerasan yang beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.Tanda dan gejala: Data Subyektif :
1. Klien mengatakan kesepian 2. Klien mengatakan tidak mempunyai teman 3. Klien mengatakan lebih sering di rumah, sendiri 4. Klien mengatakan tidak dapat berhubungan social Data Obyektif :
1) Menyendiri 2) Diam 3) Ekspresi wajah murung, sedih 4) Sering larut dalam pikiranya sendiri
Sedangkan perilaku kekerasaan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Tanda dan gejala : Data subyektif :
a. Mengungkapkan mendengar suara-suara yang mengancam, menyuruh melakukan pencederaan pada diri sendiri, orang lain atau lingkungan
b. Mengatakan takut, cemas atau khawatir. Data Obyektif :
a. Wajah tegang dan merah b. Mondar-mandir c. Mata melotot, rahang menutup d. Tangan mengepal e. Keluar keringat banyak f. Mata merah F. Pohon Masalah Isolasi sosial : menarik diri Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
Core Problem
Gangguan citra tubuh G. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji a. Masalah keperawatan 1) Isolasi sosial : menarik diri 2) Gangguan konsep diri : harga diri rendah 3) Berduka disfungsional b. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan harga diri rendah 1) Data Subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri. 2) Data Obyektif Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup. H. Diagnosa Keperawatan Harga Diri Rendah I. Rencana tindakan keperawatan Tujuan umum : Klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa berhubungan dengan orang lain dan lingkungan. Tujuan khusus : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya. Tindakan : a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, b. Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, c. Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan) d. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya e. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien f. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri 2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Tindakan : a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, c) Utamakan memberi pujian yang realistis
d) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki 3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan Tindakan : a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki b. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah. 4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki Tindakan : a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan 5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan Tindakan : 1) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan 2) Beri pujian atas keberhasilan klien 3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada Tindakan : a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga E. STRATEGI PELAKSANAAN
SP 1 Pasien: 1. Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien (buat daftar kegiatan). 2. Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari daftar kegiatan) : buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini. 3. Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat ini untuk dilatih. 4. Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya). 5.
Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua kali per hari.
ORIENTASI : “Selamat pagi” “Perkenalkan nama saya Firda Vinanda, Saya senang dipanggil Firda, saya mahasiswa STIKES TELOGOREJO SEMARANG yang akan merawat bapak.” “Siapa nama Bapak?Senang dipanggil siapa?” ”Bagaimana keadaan bapak hari ini ?. ”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan yang pernah bapak lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang masih dapat bapak dilakukan. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih” ”Dimana kita duduk ? Bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ? Bagaimana kalau 20 menit ? KERJA : ” bapak, apa saja kemampuan yang bapak miliki? Bagus, apa lagi? Saya buat daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa bapak lakukan? Bagaimana dengan merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci piring..............dst.”. “ Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan yang bapak miliki “. ” bapak dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat dikerjakan di rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang kedua.......sampai 5 (misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini. ”Sekarang, coba bapak pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini”.” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau begitu, bagaimana kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur bapak”. Mari kita lihat tempat tidur bapak Coba lihat, sudah rapihkah tempat tidurnya?” “Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu bantal dan selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan kasurnya kita balik.
”Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus !. Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus !” ” bapak sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba perhatikan bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ” “ Coba bapak lakukan dan jangan lupa memberi tanda MMM (mandiri) kalau bapak lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan, dan bapak bapak (tidak) melakukan. TERMINASI : “Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap dan latihan merapihkan tempat tidur ? “Coba bapak lakukan kembali tadi latihan merapihkan tempat tidur”Yah, ternyata banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya, merapihkan tempat tidur, yang sudah bapak praktekkan dengan baik sekali. Nah kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang.” ”Sekarang, mari kita masukkan pada jadual harian. Bapak Mau berapa kali sehari merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa ? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00” ”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Bapak masih ingat kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapihkan tempat tidur? Ya bagus, cuci piring.. kalu begitu kita akan latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi Sampai jumpa ya” SP 2 Pasien:
1. Evaluasi kegiatan pertama yang telah dilatih dan berikan pujian 2. Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih 3. Latih kegiatan kedua kedua (alat dan cara) 4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan: dua kegiatan masing2 dua kali per hari
ORIENTASI : “Selamat pagi” “Masih ingat dengan saya pak?” “Bagaimana perasaan Bapak pagi ini ? Wah, tampak cerah ” ”Kemarin kita sudah janjian kan pak untuk bertemu hari ini, kita akan latihan mencuci piring di dapur” ”Bapak mau berapa lama waktunya!” “oh yaa nanti kita akan melakukan 15 menit ya pak di dapur” KERJA : ”oh ya pak, bapak sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin atau tadi pagi? Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita akan latihan kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu t?” “Sekarang, coba bapak lakukan kembali merapikan tempat tidurnya” ..wah..bagus bapak sudah bisa. “ Bapak sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya, yaitu sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci piring, dan air untuk membilas., Bapak bisa menggunakan air yang mengalir dari kran ini. Oh ya jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-makanan. “Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya” “Setelah semuanya perlengkapan tersedia, Bapak ambil satu piring kotor, lalu buang dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah. Kemudian Bapak bersihkan piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes yang sudah diberikan sabun pencuci piring. Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di piring tersebut. Setelah itu Bapak bisa mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia di dapur. Nah selesai… “Sekarang coba Bapak yang melakukan…” “Bagus sekali, Bapak dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang dilap tangannya TERMINASI : ”Bagaimana perasaan Bapak setelah latihan cuci piring ?” “Coba bapak lakukan kembali tadi latihan cuci piringnya” “Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan seharihari Bapak Mau berapa kali mencuci piring? Bagus sekali Bapak mencuci piring tiga kali setelah makan.” ”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan tempat tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar kita akan latihan mengepel” ”Mau jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai jumpa ” SP 3 Pasien:
1. Evaluasi kegiatan pertama dan kedua yang telah dilatih dan berikan pujian. 2. Bantu pasien memilih kegiatan ketiga yang akan dilatih . 3. Latih kegiatan ketiga (alat dan cara). 4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan: tiga kegiatan, masing-masing dua kali per hari SP 4 Pasien:
1. Evaluasi kegiatan pertama, kedua, dan ketiga yang telah dilatih dan berikan pujian.
2. Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih . 3. Latih kegiatan keempat (alat dan cara). 4. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan: empat kegiatan masingmasing dua kali per hari. SP 5 Pasien:
1. Evaluasi kegiatan latihan dan berikan pujian. 2. Latih kegiatan dilanjutkan sampai tak terhingga. 3. Nilai kemampuan yang telah mandiri. 4. Nilai apakah harga diri pasien meningkat Tindakan keperawatan pada keluarga Keluarga diharapkan dapat merawat pasien dengan harga diri rendah di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien. Tujuan : 1) Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien 2) Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih dimiliki pasien 3) Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang sudah dilatih dan memberikan pujian atas keberhasilan pasien 4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien
6.
Tindakan keperawatan :
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien 2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada pada pasien 3) Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien dan memuji pasien atas kemampuannya 4) Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendah 5) Demontrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah 6) Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara merawat pasien dengan harga diri rendah seperti yang telah perawat demonstrasikan sebelumnya 7) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah SP 1 Keluarga :
1. Diskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien 2. Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya harga diri rendah (gunakan booklet)
3. Diskusikan kemampuan atau aspek positif pasien yang pernah dimiliki sebelum dan setelah sakit
4. Jelaskan cara merawat harga diri rendah terutama memberikan pujian semua hal yang positif pada pasien
5. Latih keluarga memberi tanggung jawab kegiatan pertama yang dipilih pasien: bimbing dan beri pujian
6. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian ORIENTASI : “Selamat pagi !” “Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?” “Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat Bapak? Berapa lama waktu Bapak/Ibu?30 menit? Baik, mari duduk di ruangan wawancara!”
KERJA : “Apa yang bapak/Ibu ketahui tentang masalah Bapak” “Ya memang benar sekali Pak/Bu, Bapak itu memang terlihat tidak percaya diri dan sering menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya pada Bapak, sering menyalahkan dirinya dan mengatakan dirinya adalah orang paling bodoh sedunia. Dengan kata lain, anak Bapak/Ibu memiliki masalah harga diri rendah yang ditandai dengan munculnya pikiran-pikiran yang selalu negatif terhadap diri sendiri. Bila keadaan Bapak ini terus menerus seperti itu, Bapak bisa mengalami masalah yang lebih berat lagi, misalnya t jadi malu bertemu dengan orang lain dan memilih mengurung diri” “Sampai disini, bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri rendah?” “Bagus sekali bapak/Ibu sudah mengerti” “Setelah kita mengerti bahwa masalah t dapat menjadi masalah serius, maka kita perlu memberikan perawatan yang baik untuk Bapak” ”Bpk/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki Bapak? Ya benar, dia juga mengatakan hal yang sama(kalau sama dengan kemampuan yang dikatakan Bapak) ” Bapak itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapihkan tempat tidur dan cuci piring. Serta telah dibuat jadual untuk melakukannya. Untuk itu, Bapak/Ibu dapat mengingatkan Bapak untuk melakukan kegiatan tersebut sesuai jadual. tolong bantu menyiapkan alat-alatnya, ya Pak/Bu. Dan jangan lupa memberikan pujian agar harga dirinya meningkat. Ajak pula memberi tanda cek list pada jadual yang kegiatannya”. ”Selain itu, bila Bapak sudah tidak lagi dirawat di Rumah sakit, bapak/Ibu tetap perlu memantau perkembangan Bapak. Jika masalah harga dirinya kembali muncul dan tidak tertangani lagi, bapak/Ibu dapat membawa Bapak ke rumah sakit” ”Nah bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan pujian kepada Bapak” ”temui Bapak dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu berikan pujian yang yang mengatakan: Bagus sekali Bapak, kamu sudah semakin terampil mencuci piring” ”Coba Bapak/Ibu praktekkan sekarang. Bagus” TERMINASI : ”Bagaimana perasaan Bapak/bu setelah percakapan kita ini?” “Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali maasalah yang dihadapi dan bagaimana cara merawatnya?” “Bagus sekali bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap kali Bapak/Ibu kemari lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga demikian.” “Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk latihan cara memberi pujian langsung kepada Bapak” “Jam berapa Bp/Ibu datang? Baik saya tunggu. Sampai jumpa.”
SP 2 Keluarga :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan kegiatan pertama yang dipilih dan dilatih pasien. Beri pujian 2. Bersama keluarga melatih pasien dalam melakukan kegiatan kedua yang dipilih pasien 3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberi pujian ORIENTASI: “Selamat pagi Pak/Bu” ” Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?” ”Bapak/IBu masih ingat latihan merawat keluarga BapakIbu seperti yang kita pelajari dua hari yang lalu?” “Baik, hari ini kita akan mampraktekkannya langsung kepada Bapak.” ”Waktunya 20 menit”. ”Sekarang mari kita temui Bapak” KERJA: ”Selamat pagi Bapak. Bagaimana perasaan Bapak hari ini?” ”Hari ini saya datang bersama keluarga Bapak. Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, keluarga Bapak juga ingin merawat Bapak agar Bapak cepat pulih.” (kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut) ”Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa hari lalu, yaitu memberikan pujian terhadap perkembangan keluarga Bapak/Ibu” (Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya). ”Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang dengan keluarga?” ”Baiklah, sekarang saya dan orang tua Bapak ke ruang perawat dulu” (Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga) TERMINASI: “ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi?” « «Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada Bapak» « tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak/Ibu melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak/Bu » « Sampai jumpa »
SP 3 Keluarga :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan kegiatan pertama dan kedua yang telah dilatih. Beri pujian 2. Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan ketiga yang dipilih
3. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan berikan pujian SP 4 Keluarga: 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing pasien melaksanakan kegiatan pertama, kedua dan ketiga. Beri pujian 2. Bersama keluarga melatih pasien melakukan kegiatan keempat yang dipilih.
3. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan. 4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian. SP 5 Keluarga: 1. Membimbing pasien melakukan kegiatan yang dipilih oleh pasien. Beri pujian. 2. Nilai kemampuan keluarga mmbimbing pasien.
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ/PKM.
DAFTAR PUSTAKA Rinawati, F., Mustikasari, & Setiawan, A. (2014). Pengaruh Self Help Group terhadap Harga Diri pada Pasien Kusta di Rumah Sakit Kusta Kediri Jawa Timur. FIK UI : Depok Rahayuningsih, Atih., Hamid, A. Y., & Mulyono., S. (2007). Pengaruh terapi kognitif terhadap tingkat harga diri dan kemandirian klien dengan kanker payudara. FIK UI : Depok Rochdiat, Daulima, & Nuraini. (2011). Pengaruh Tindakan Keperawatan Generalis dan Terapi Kelompok Suportif Terhadap Perubahan Harga Diri Klien Diabetes Melitus di RS Panembahan Senopati Bantul. FIK UI : Depok Sasmita, Keliat, B, A., & Budiharto. (2007). Efektifitas Cognitive Behaviour Therapy Pada Klien Harga Diri Rendah Di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor Tahun 2007. FIK UI : Depok Stuart, Gail W. (2013). Principles & Practice of Psychiatric Nursing (9th ed) Philadelphia: Elsevier Mosby Wahyuni, S., Keliat, B.A., & Budiharto. (2007). Pengaruh Logoterapi Terhadap Peningkatan Kemampuan Kognitif dan Perilaku Pada lansia Dengan Harga Diri Rendah di Panti Wredha Pekanbaru Riau. FIK UI : Depok 100 Keliat, B.A. dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN Basic Course. Jakarta: EGC Lelon, S. K., Keliat, B., A., & Besral. (2011). Efektivitas Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dan Rational Emotive Behavioral Therapy (REBT) Terhadap Klien Perilaku Kekerasan, Halusinasi dan Harga Diri Rendah di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. FIK UI : Depok Maryatun,S., Hamid, A.Y., & Mustikasari. (2011). Pengaruh Logoterapi terhadap Perubahan Harga Diri Narapidana Perempuan dengan Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Palembang. FIK UI : Depok NANDA. (2012). Nursing Diagnosis : Definitions & Classification 2012-2014. Philadelphia: NANDA international Nurwiyono, A., Keliat, B., A., & Daulima, N., H., C. (2013). Pengaruh Terapi Kognitif Dan Reminiscence Terhadap Depresi Psikotik Lansia di Rumah Sakit Jiwa Propinsi Jawa Timur. FIK UI : Depok
A. Masalah utama Gangguan isolasi sosial : menarik diri
B. Pengertian Isolasi Sosial adalah kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negatif atau mengancam (NANDA, 2012). Townsend, M.C. (2006) menjelaskan isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif
dan
mengancam dirinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi baik verbal dan nonverbal pada klien yang menarik diri di Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor dan RSJP Jakarta (Keliat dkk, 2008).
C. Tanda dan Gejala 1. Subyektif a. Tidak berminat b. Perasaan berbeda dengan orang lain c. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain d. Merasa sendirian e. Menolak interaksi dengan orang lain f. Mengungkapkan tujuan hidup yang tidak adekuat g. Merasa tidak diterima 2. Obyektif a. Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting b. Afek tumpul c. Adanya kecacatan ( missal fisik, mental)
d. Tindakan tidak berarti e. Tidak ada kontak mata f. Menyendiri / menarik diri g. Tindakan berulang h. Afek sedih , Tidak komunikatif D. Etiologi Terjadinya Gangguan ini dipengaruhi oleh factor predisposisi dan factor presipitasi.
a. Faktor Predisposisi Menurut (Fitria, 2009) factor predisposisi yang mempengaruhi masalah isolasi sosial yaitu :
1) Faktor tumbuh kembang Pada setiap tahap tumbuh kembang terdapat tugas tugas perkembangan yang harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya dapat menimbulkan suatu masalah. Tugas
perkembangan
berhubungan
dengan
pertumbuhan
interpersonal (Stuart dan Sundeen, dalam fitria : 2009) : Tahap perkembangan
Tugas
Masa bayi
Menetapkan rasa percaya
Masa bermain
Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
Masa prasekolah
Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung jawab, dan hati nurani.
Masa sekolah
Belajar berkompetisi, bekerjasama dan berkompromi.
Masa praremaja
Menjalin hubungan intim dengan teman sesama jenis kelamin.
Masa dewasa muda
Menjadi saling bergantung antara orang tua dan
teman, pasangan, menikah dan mempunyai anak. Masa tengah baya
Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui.
Masa dewasa tua
Berduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan ketertarikan dengan budaya.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan factor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial sehingga menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling betentangan dalam waktu bersamaan yang menghambat dalam hubungan dengan lingkungan diluar keluarga.
3) Faktor sosial budaya Norma norma yang salah dalam keluarga atau lingkungan dapat menyebabkan hubungan sosial,dimana setiap anggota yang tidak produktif (Usia lanjut,penyakit kronis, dan cacat) diasingkan dalam lingkungan sosial.
4) Factor biologis Merupakan salah satu yang mempengaruhi dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat menggangu yang mempengaruhi hubungan sosial adalah otak.
b. Faktor Presipitasi Menurut (Herman Ade, 2011) Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dipengaruhi oleh factor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan sebagi berikut.
1) Eksternal Contohnya adalah stressor sosial budaya(disebabkan oleh factor sosial seperti keluarga)
2) Internal
Stresor psikologis terjadi akibat kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhi kebutuhan individu.
E. Akibat Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada. Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.
F. Pohon Masalah Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
Isolasi sosial: menarik diri
Core problem
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
G. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji 1. Isolasi sosial : menarik diri
Data obyektif: Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar, banyak diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi menekur. Data subyektif: Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan singkat, ya atau tidak.
2. Harga diri rendah Data obyektif : Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri. Data subyektif Klien mengatakan : saya tidak bisa, tidak mampu, bodoh / tidak tahu apa – apa, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri.
H. Diagnosa keperawatan Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi Isolasi sosial: menarik diri
I. Rencana tindakan keperawatan Diagnosa 1 Tujuan umum: tidak terjadi perubahan persepsi sensori: halusinasi Tujuan khusus: a. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan: Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan tuiuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan / janji dengan jelas tentang topik, tempat, waktu. 1) Beri perhatian dan penghargaan: temani kilen walau tidak menjawab
2) Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru, tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien. b. Klien dapat menyebut penyebab menarik diri Tindakan:
1) Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain. 2) Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri. c. Klien dapat menyebutkan keuntungan hubungan dengan orang lain Tindakan:
1) Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain. 2)
Bantu mengidentifikasikan kernampuan yang dimiliki untuk bergaul.
d. Klien
dapat
klien-perawat,
melakukan
hubungan
klien-perawat-klien
lain,
sosial
secara
bertahap:
perawat-klien-kelompok,
klien-keluarga. Tindakan:
1) Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien jika mungkin perawat yang sama.
2) Motivasi temani klien untuk berkenalan dengan orang lain 3) Tingkatkan interaksi secara bertahap 4) Libatkan dalam terapi aktivitas kelompok sosialisasi 5) Bantu melaksanakan aktivitas setiap hari dengan interaksi 6) Fasilitasi hubungan kilen dengan keluarga secara terapeutik e. Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain Tindakan:
1) Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi / kegiatan 2) Beri pujian atas keberhasilan klien f. Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan:
1) Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga
2) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga. Diagnosa 2 Tujuan umum : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal Tujuan khusus : a. Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan : Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terpeutik
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki Tindakan :
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimilikiklien. 2) Setiap bertemu klien hindarkan dari penilaian negatif. 3) Utamakan memberi pujian yang realistik. c. Klien dapat menilai kemampun yang dimiliki Tindakan :
1) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
2) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkn penggunaannya. d. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampun yang dimiliki Tindakan :
1) Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
2) Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien 3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan kemampuannya Tindakan :
1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien 3) Diskusikan kemungkinan pelaksanan di rumah f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah
b. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah. J. Strategi Pelaksanaan Masalah Utama
: Isolasi Sosial
A. PROSES KEPERAWATAN 1.
Kondisi Klien
a.) Data obyektif: Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar, banyak diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi menekur.
b.) Data subyektif: Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan singkat, ya atau tidak.
2. B.
Diagnosa Keperawatan :Isolasi sosial : menarik diri
Strategi pelaksanaan tindakan:
Tujuan khusus : 1. Klien mampu mengungkapkan hal – hal yang melatarbelakangi terjadinya isolasi sosial 2. Klien mampu mengungkapkan keuntungan berinteraksi
3. Klien mampu mengungkapkan kerugian jika tidak berinteraksi dengan orang lain 4. Klien mampu mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang Tindakan keperawatan. 1. Mendiskusikan faktor – faktor yang melatarbelakangi terjadinya isolasi sosial 2. Mendiskusikan keuntungan berinteraksi 3. Mendiskusikan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain 4. Mendiskusikan cara berkenalan dengan satu orang secara bertahap SP 1 Pasien: 1.
Identifikasi penyebab isolasi sosial: siapa yang serumah, siapa yang dekat, yang tidak dekat, dan apa sebabnya
2.
Keuntungan punya teman dan bercakap-cakap
3.
Kerugian tidak punya teman dan tidak bercakap-cakap
4.
Latih cara berkenalan dengan pasien dan perawat atau tamu
5.
Masukan pada jadual kegiatan untuk latihan berkenalan
ORIENTASI (PERKENALAN): “Selamat pagi ” “Saya Firda Vinanda, Saya senang dipanggil Firda, Saya mahasiswa STIKES TELOGOREJO SEMARANG yang akan merawat Bapak.” “Siapa nama Bapak? Senang dipanggil siapa?” “Apa keluhan Bapak hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman Bapak? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama, pak? Bagaimana kalau 15 menit” KERJA: (Jika pasien baru) ”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan Bapak? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan Bapak? Apa yang membuat bapak jarang bercakap-cakap dengannya?” (Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang bapak rasakan selama bapak dirawat disini? O.. bapak merasa sendirian? Siapa saja yang bapak kenal di ruangan ini” “Apa saja kegiatan yang biasa bapak lakukan dengan teman yang bapak kenal?” “Apa yang menghambat bapak dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?” ”Menurut bapak apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya pak ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah ya bapak? belajar bergaul dengan orang lain ? « Bagus. Bagaimana kalau sekarang
kita belajar berkenalan dengan orang
lain” “Begini lho pak?, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya T, senang dipanggil T. Asal saya dari Flores, hobi memancing” “Selanjutnya bapak menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?” “Ayo bapak dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan bapak. Coba berkenalan dengan saya!” “Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali” “Setelah bapak berkenalan dengan orang tersebut bapak bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan bapak bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.” TERMINASI: ”Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan berkenalan?” “Coba sekarang bapak praktekkan kembali cara berkenalannya” bagus pak.. ” Bapak tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya bapak dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga bapak lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.” ”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak bapak berkenalan dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, bapak mau kan?” ”Baiklah, sampai jumpa.”
SP 2 Pasien : 1. Evaluasi kegiatan berkenalan (berapa orang). Beri pujian 2. Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2 kegiatan) 3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan berkenalan 2- 3 orang pasien, perawat dan tamu, berbicara saat melakukan kegiatan harian SP 3 Pasien: 1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan (berapa orang) &
bicara saat
melakukan dua kegiatan harian. Beri pujian 2. Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (2 kegiatan baru) 3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan berkenalan 4-5 orang, berbicara saat melakukan 4 kegiatan harian SP 4 Paien: 1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, bicara saat melakukan empat kegiatan harian. Beri pujian 2. Latih cara bicara sosial: meminta sesuatu, menjawab pertanyan 3. Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan berkenalan >5 orang, orang baru, berbicara saat melakukan kegiatan harian dan sosialisasi
SP 5 Pasien: 1. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian dan sosialisasi. Beri pujian 2. Latih kegiatan harian 3. Nilai kemampuan yang telah mandiri 4. Nilai apakah isolasi sosial teratasi 1.
Tindakan Keperawatan untuk Keluarga Tujuan: setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat pasien isolasi sosial.
Tindakan: a. Melatih Keluarga Merawat Pasien Isolasi sosial b. Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien untuk dapat membantu pasien mengatasi masalah isolasi sosial ini, karena keluargalah yang selalu bersama-sama dengan pasien sepanjang hari. Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di rumah meliputi: 1.) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien. 2.) Menjelaskan tentang:
Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
Penyebab isolasi sosial.
Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain: -
Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli dan tidak ingkar janji.
-
Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain yaitu dengan tidak mencela kondisi pasien dan memberikan pujian yang wajar.
-
Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.
-
Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
3.) Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial 4.) Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan yang dihadapi. 5.) Menjelaskan perawatan lanjutan SP 1 Keluarga : 1. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien 2. Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya isolasi sosial (gunakan booklet) 3. Jelaskan cara merawat isolasi sosial 4. Latih dua cara merawat berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian 5. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian saat besuk ORIENTASI: “Selamat pagi Pak” ”Perkenalkan saya perawat firda, saya yang merawat, anak bapak” ” Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan anak sekarang?” “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan cara perawatannya” ”Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu? Bagaimana kalau setengah jam?” KERJA: ”kira-kira bapak tahu apa yang terjadi dengan anak bapak? Apa yang sudah dilakukan?” “Masalah yang dialami oleh anak disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain”. ” Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri, kalaupun berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk”
”Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan saat berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan orang–orang terdekat” “Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa mengalami halusinasi, yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.” “Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga lainnya harus sabar menghadapi anak bapak. Dan untuk merawat anak bapak, keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama keluarga harus membina hubungan saling percaya dengan anak bapak yang caranya adalah bersikap peduli dengan anak bapak
dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu
memberikan semangat dan dorongan kepada anak bapak untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi pasien.” « Selanjutnya jangan biarkan S sendiri. Buat rencana atau jadwal bercakapcakap dengan anak bapak. Misalnya sholat bersama, makan bersama, rekreasi bersama, melakukan kegiatan rumah tangga bersama.” ”Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu” ” Begini contoh komunikasinya, Pak: anak bapak, bapak lihat sekarang kamu sudah bisa bercakap-cakap dengan orang lain.Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senang sekali melihat perkembangan kamu, Nak. Coba kamu bincang-bincang dengan saudara yang lain. Lalu bagaimana kalau mulai sekarang kamu sholat berjamaah. Kalau di rumah sakit ini, kamu sholat di mana? Kalau nanti di rumah, kamu sholat bersana-sama keluarga atau di mushola kampung. Bagiamana anak bapak, kamu mau coba kan, nak ?” ”Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan” ”Bagus, Pak. Bapak telah memperagakan dengan baik sekali” ”Sampai sini ada yang ditanyakan Pak”
TERMINASI: “Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi?” “Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tandatanda orang yang mengalami isolasi sosial » « Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang mengalami masalah isolasi sosial » « Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut » «Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga agar mereka juga melakukan hal yang sama. » « Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S ? » « Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama » SP 2 Keluarga : 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien berkenalan dan berbicara saat melakukan kegiatan harian. Beri pujian 2. Jelaskan kegiatan rumah tangga yang dapat melibatkan pasien berbicara (makan, sholat bersama) di rumah 3. Latih cara membimbing pasien berbicara dan memberi pujian 4. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual saat besuk SP 3 Keluarga: 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian. Beri puji 2. Jelaskan cara melatih pasien melakukan kegiatan sosial seperti berbelanja, meminta sesuatu dll 3. Latih keluarga mengajak pasien belanja saat besuk
4.
Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan berikan pujian saat besuk
SP 4 Keluarga: 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian/RT, berbelanja. Beri pujian 2. Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, tanda kambuh, rujukan 3.
Anjurkan membantu pasien sesuai jadual kegiatan dan memberikan pujian
SP 5 Keluarga: 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien berkenalan, berbicara saat melakukan kegiatan harian/RT, berbelanja & kegiatan lain dan follow up. Beri pujian 2. Nilai kemampuan keluarga merawat pasien 3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ/PKM
DAFTAR PUSTAKA Jumaini, Keliat, B.A, Hastono, S.P (2010). Pengaruh Cognitive Behavior Social Skill Tarining (BCSST) terhadap peningkatan kemampuan sosialisasi klien isolasi sosial di BLU RS. Marzoeki Mahdi Bogor. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan. Keliat, B.A, Akemat. (2005). Keperawatan Jiwa :Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC Keliat, B.A, Akemat, Daulina, N.H.C, Nurhaeni, H. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa : CMHN (Basic Course). Jakarta : EGC
Keliat, B.A., Wiyono, A. P., Susanti, H. (2011). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa CMHN (Intermediate Course). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. NANDA, (2012). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Cetakan 2012. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Nyumirah, S., Hamid, A.Y., Mustika sari. (2012). Pengaruh Terapi Perilaku Kognitif terhadap kemampuan interaksi sosial klien isolasi sosial di RSJ Dr. Amino Gonhutomo Semarang. Tesis FIK-UI. Tidak dipublikasikan. Renidayati, Keliat, B., A., & Sabri., L. (2008). Pengaruh Social Skills Training Pada Klien Isolasi Sosial di Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang Sumatera Barat. FIK UI : Depok Sukma, Keliat, B., A., Mustikasari. (2015). Pengaruh Cognitive Behaviour Therapy dan Cognitive Behavioural Social Skills Training terhadap Gejala Klien Halusinasi dan Isolasi Sosial di Rumah Sakit. FIK UI : Depok Surtiningrum. A., Hamid, A., Y., Waluyo, A. (2011). Pengaruh terapi suportif terhadap kemampuan bersosialisasi klien isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Amino Gondohutomo Semarang. FIK UI : Depok
1.) PENGERTIAN Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, kita mengenal tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu: 1. Isyarat bunuh diri Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan : “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” 2. Ancaman bunuh diri Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. 3. Percobaan bunuh diri Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. ( Jenny, dkk. 2016) 2.) TANDA DAN GEJALA Menurut Fitria, Nita (2017) tanda dan gejala tindakan bunuh diri diantaranya : 1. Mempunyai ide untuk bunuhdiri 2. Mengungkapkan keinginan untuk mati 3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan 4. Impulsif 5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh)
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri 3.) ETIOLOGI 1. Faktor Biologis Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya: Stroke, Gangguuan kerusakan kognitif (demensia), Diabetes, Penyakit arteri koronaria, Kanker, HIV / AIDS 2. Faktor Psikososial dan Lingkungan: a) Teori
Psikoanalitik/Psikodinamika:
Teori
Freud,
yaitu
bahwa
kehilangan objek berkaitan dengan agresi dan kemarahan, perasaan negatif terhadap diri, dan terakhir depresi. b) Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang berkembang, memandang rendah diri sendiri. c) Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya sistem pendukung sosial. (Iyus, 2016) 4.) KLASIFIKASI Menurut Yoseph (2017) klasifikasi bunuh diri tebagi menjadi 3 jenis diantaranya: 1. Bunuh diri anomik Merupakan suatu perilaku bunuhdiri yang didasari oleh factor lingkungan yang penuh tekanan (stresfull) sehingga mendorong seseorang untuk bunuh diri. 2. Bunuh diri altruistic Merupakan tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya 3. Bunuh diri egostik Merupakan tindakan bunuh diri yang diakibatkan factor dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
5.) PENATALAKSANAAN
1. Pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu bias dilakukan jika dicurigai adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral.
2. Psikofarmako 1) Haloperidol (HLP) 2) Trihexyphenidiyl (THP) 3) Chlorpromazine (CPZ) 3. Psikoterapi 1) Terapi perilaku Terapi perilaku adalah penerapan secara sistematis teknik yang diambil dari prinsip belajar (pengkondisian dan teori belajar sosial) untuk membantu orang-orang melakukan tingkah laku yang adaptif
2) Token ekonomi Sistem token ekonomi berdasarkan prinsip reinforsmen secara umum. Asumsi yang mendasari token ekonomi adalah dimana kunci harapan utama dalam terapi kesehatan jiwa adalah menginginkan klien dapat berperilaku atau berperan sesuai dengan harapan sosial atau keadaan sosial. (Dalami & dkk, 2017) 6.) POHON MASALAH Resiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan RESIKO BUNUH DIRI HARGA DIRI RENDAH 7.) KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji 1) Masalah keperawatan
Gangguan konsep diri : harga diri rendah Resiko bunuh diri Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan 2) Data yang perlu dikaji a) Resiko bunuh diri Data subjektif : Menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup. Data objektif : Ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.
b) Gangguan konsep diri : harga diri rendah Data subjektif :
Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli Mengungkapkan tidak bisa apa-apa Mengungkapkan dirinya tidak berguna Mengkritik diri sendiri Data objektif :
Merusak diri sendiri Merusak orang lain Menarik diri dari hubungan sosial Tampak mudah tersinggung Tidak mau makan dan tidak tidur 3) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan Data subyektif :
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya. Data obyektif :
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
2. Diagnosa keperawatan a) Resiko bunuh diri 3. Fokus intervensi keperawatan Tujuan umum
: Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus : a) Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan: 1) Perkenalkan diri dengan klien 2) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal. 3) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur. 4) Bersifat hangat dan bersahabat. 5) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat. b) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri Tindakan : 1) Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain). 2) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat. 3) Awasi klien secara ketat setiap saat. c) Klien dapat mengekspresikan perasaannya Tindakan : 1) Dengarkan keluhan yang dirasakan.
2) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan. 3) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya. 4) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain-lain. 5) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup. d) Klien dapat meningkatkan harga diri Tindakan: 1) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya. 2) Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu. 3) Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan). e) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif Tindakan : 1)
Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis suratdll.)
2)
Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
3)
Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif
DAFTAR PUSTAKA Dalami, E., & dkk. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: Trans Info Medika. Iyus, Y. (2016). Keperawatn Jiwa. Bandung: Refika Adira. Harawi, D. (2016). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia, edisi 2. Jakarta: Gaya Baru. Jenny., dkk. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press
8.) PENGERTIAN Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, kita mengenal tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu: 4. Isyarat bunuh diri Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan : “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” 5. Ancaman bunuh diri Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. 6. Percobaan bunuh diri Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. ( Jenny, dkk. 2016) 9.) TANDA DAN GEJALA Menurut Fitria, Nita (2017) tanda dan gejala tindakan bunuh diri diantaranya : 7. Mempunyai ide untuk bunuhdiri 8. Mengungkapkan keinginan untuk mati 9. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan 10. Impulsif 11. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh)
12. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri 10.)
ETIOLOGI
3. Faktor Biologis Biasanya karena penyakit kronis/kondisi medis tertentu, misalnya: Stroke, Gangguuan kerusakan kognitif (demensia), Diabetes, Penyakit arteri koronaria, Kanker, HIV / AIDS 4. Faktor Psikososial dan Lingkungan: d) Teori
Psikoanalitik/Psikodinamika:
Teori
Freud,
yaitu
bahwa
kehilangan objek berkaitan dengan agresi dan kemarahan, perasaan negatif terhadap diri, dan terakhir depresi. e) Teori Perilaku Kognitif: Teori Beck, yaitu Pola kognitif negatif yang berkembang, memandang rendah diri sendiri. f) Stressor Lingkungan: kehilangan anggota keluarga, penipuan, kurangnya sistem pendukung sosial. (Iyus, 2016) 11.)
KLASIFIKASI
Menurut Yoseph (2017) klasifikasi bunuh diri tebagi menjadi 3 jenis diantaranya: 1. Bunuh diri anomik Merupakan suatu perilaku bunuhdiri yang didasari oleh factor lingkungan yang penuh tekanan (stresfull) sehingga mendorong seseorang untuk bunuh diri. 2. Bunuh diri altruistic Merupakan tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya 3. Bunuh diri egostik Merupakan tindakan bunuh diri yang diakibatkan factor dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
12.)
PENATALAKSANAAN
4. Pemeriksaan EKG dan CT scan bila perlu bias dilakukan jika dicurigai adanya perubahan jantung dan perdarahan cerebral. 5. Psikofarmako 4) Haloperidol (HLP) 5) Trihexyphenidiyl (THP) 6) Chlorpromazine (CPZ) 6. Psikoterapi 3) Terapi perilaku Terapi perilaku adalah penerapan secara sistematis teknik yang diambil dari prinsip belajar (pengkondisian dan teori belajar sosial) untuk membantu orang-orang melakukan tingkah laku yang adaptif 4) Token ekonomi Sistem token ekonomi berdasarkan prinsip reinforsmen secara umum. Asumsi yang mendasari token ekonomi adalah dimana kunci harapan utama dalam terapi kesehatan jiwa adalah menginginkan klien dapat berperilaku atau berperan sesuai dengan harapan sosial atau keadaan sosial. (Dalami & dkk, 2017) 13.)
POHON MASALAH Resiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan RESIKO BUNUH DIRI HARGA DIRI RENDAH KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
14.) 3.
Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji 4) Masalah keperawatan
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Resiko bunuh diri
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
5) Data yang perlu dikaji c) Resiko bunuh diri Data subjektif : Menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup. Data objektif : Ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri. d) Gangguan konsep diri : harga diri rendah Data subjektif :
Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
Mengungkapkan dirinya tidak berguna
Mengkritik diri sendiri
Data objektif :
Merusak diri sendiri
Merusak orang lain
Menarik diri dari hubungan sosial
Tampak mudah tersinggung
Tidak mau makan dan tidak tidur
6) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan Data subyektif :
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
Data obyektif :
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
4.
Diagnosa keperawatan b) Resiko bunuh diri
4.
Fokus intervensi keperawatan Tujuan umum
: Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus : f) Klien dapat membina hubungan saling percaya Tindakan: 6) Perkenalkan diri dengan klien 7) Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal. 8) Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur. 9) Bersifat hangat dan bersahabat. 10) Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat. g) Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri Tindakan : 4) Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain). 5) Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat. 6) Awasi klien secara ketat setiap saat. h) Klien dapat mengekspresikan perasaannya Tindakan : 6) Dengarkan keluhan yang dirasakan. 7) Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan. 8) Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya. 9) Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan, kematian, dan lain-lain.
10) Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup. i) Klien dapat meningkatkan harga diri Tindakan: 4) Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya. 5) Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu. 6) Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan). j) Klien dapat menggunakan koping yang adaptif Tindakan : 4)
Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis suratdll.)
5)
Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
6)
Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif
DAFTAR PUSTAKA Dalami, E., & dkk. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: Trans Info Medika. Iyus, Y. (2016). Keperawatn Jiwa. Bandung: Refika Adira. Harawi, D. (2016). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia, edisi 2. Jakarta: Gaya Baru. Jenny., dkk. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press
I.
KASUS (MASALAH UTAMA) Perubahan Proses Pikir: Waham
II.
PROSES TERJADINYA MASALAH A. Definisi Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terusmenerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006) Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien (Aziz R, 2003). B. Etiologi 1. Faktor Predisposisi a. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif. b. Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks limbic c. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan glutamat. d. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli. 2. Faktor Presipitasi a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal. c. Adanya gejala pemicu C. Tanda dan Gejala 1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakinninya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai dengan kenyataan 2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain 3. Curiga
4. Bermusuhan 5. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan 6. Takut dan sangat waspada 7. Tidak tepat menilai lingkungan/realitas 8. Ekspresi wajah tegang 9. Mudah tersingung D. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul 1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan 2. Kerusakan komunikasi : verbal 3. Perubahan isi pikir : waham E. Akibat Yang Sering Muncul 1. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat) Cara berpikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial) 2. Fungsi persepsi Depersonalisasi dan halusinasi 3. Fungsi emosi Afek datar, afek tidak sesuai, reaksi berlebihan, ambivalen 4. Fungsi motorik Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotopik gerakan yang diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas, katatonia. 5. Fungsi sosial : kesepian 6. Isolasi sosial, menarik diri dan harga diri rendah. F. Mekanisme Koping Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan dengan respon neurobiologist yang maladaptive meliputi: regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dengan upaya untuk mengatasi
ansietas, proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi, menarik diri, pada keluarga: mengingkari. G. Fase-fase Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu : 1. Fase Lack of Human need Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik secara fisik maupun psikis. Secar fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orangorang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selft ideal sangat tinggi. Misalnya ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang dianggap sangat cerdas, sangat berpengalaman dn diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang ( life span history ). 2. Fase lack of self esteem Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya.
Misalnya,
saat
lingkungan
sudah
banyak
yang
kaya,
menggunakan teknologi komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self reality-nya sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh, support system semuanya sangat rendah. 3. Fase control internal external Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat
berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain. 4. Fase environment support Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma ( Super Ego ) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri dan menghindar interaksi sosial ( Isolasi sosial ). 6. Fase improving Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi ( rantai yang hilang ). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan relegiusnya bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.
H. Jenis Waham Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi : a) Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!” atau, “Saya punya tambang emas.” b) Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya.” c) Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari.” d) Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.” (Kenyataannya pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien terus mengatakan bahwa ia sakit kanker). e) Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini adalah roh-roh”. f) Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang disisipkan ke dalam pikirannya. g) Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang tersebut
h) Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh kekuatan di luar dirinya. I. Rentang Respon
III.
A. POHON MASALAH Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Perubahan Proses Pikir: Waham
Harga Diri Rendah B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI Masalah Keperawatan : Perubahan Isi Pikir : Waham 1) Data subjektif : Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan. 2). Data objektif : Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak
tepat menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung. IV.
DIAGNOSA KEPERAWATAN Perubahan Proses Pikir: Waham
V.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan: Perubahan Proses Pikir: Waham 1. Tujuan umum : Klien tidak terjadi perubahan proses pikir: waham 2. Tujuan khusus : 1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat Tindakan : a. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat). b. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda” disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien. c. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian. d. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri. 2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki Tindakan : a. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis. b. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini yang realistis.
c. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan perawatan diri). d. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting. 3) Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi Tindakan : a. Observasi kebutuhan klien sehari-hari. b. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah) c. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham. d. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin). e. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya. 4) Klien dapat berhubungan dengan realitas Tindakan : a. Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan waktu). b. Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas. c. Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien 5) Klien dapat menggunakan obat dengan benar Tindakan : a. Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat b. Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
c. Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan d. Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar. 6) Klien dapat dukungan dari keluarga Tindakan : a. Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat. b. Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA Keliat, Budi Anna. 2006. Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta : FIK, Universitas Indonesia Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino Gondoutomo. Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1. Bandung, RSJP Bandung. Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .