5 0 540 KB
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SELULITIS DI INSTANSI GAWAT DARURAT RST Tk. II SOEPRAOEN MALANG MINGGU KE - 5
UNTUK MEMENUHI TUGAS PROFESI NERS DEPARTEMEN EMERGENCY
DISUSUN OLEH : INNANI WILDANIA HUSNA 150070300011138
PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2017
1. Pengertian Selulitis Selulitis berasal dari kata ”cellule” yaitu susunan tingkat sel, dan kata “itis” yaitu peradangan, yang berarti adanya peradangan yang ternyata pada suatu tingkatan sel. Pengertian lain dari selulitis adalah suatu kelainan kulit berupa infiltrat yang difus di daerah subkutan dengan tanda – tanda radang akut. Selulitis merupakan inflamasi jaringan subkutan dimana proses inflamasi yang umumnya dianggap sebagai penyebab adalah bakteri S.aureus dan atau Streptococcus (Muttaqin,2011). Selulitis adalah infeksi bakteri yang menyebar kedalam bidang jaringan (Brunner dan Suddarth, 2000). Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit, meskipun demikian hal ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan ini biasanya terjadi pada ekstremitas bawah (Tucker, 2008). Istilah selulitis digunakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut pada permukaan jaringan lunak dan bersifat difus (Neville, 2004). Selulitis dapat terjadi pada semua tempat dimana terdapat jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama pada muka dan leher, karena biasanya pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang sempurna Jadi selulitis adalah infeksi pada lapisan kulit yang lebih dalam yang disebabkan
oleh
bakteri Stapilokokus
aureus, Strepkokus
Streptokokus piogenes. Dengan karakteristik sebagai berikut : a. Peradangan supuratif sampai di jaringan subkutis b. Mengenai pembuluh limfe permukaan c. Plak eritematus, batas tidak jelas dan cepat meluas Perbedaan abses dan selulitis
grup
A dan
2. Klasifikasi Selulitis Selulitis dapat digolongkan menjadi: a. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial, yang tidak jelas batasnya.Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya sangat lunak dan spongius.Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau spasia yang terlibat. b. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan berdasarkan spasia yang dikenainya.Jika terbentuk eksudat yang purulen, mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi. c. Selulitis Difus Akut Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
Ludwig’s Angina
Selulitis yang berasal dari inframylohyoid,
Selulitis Senator’s Difus Peripharingeal
Selulitis Fasialis Difus
Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya
Selulitis Kronis Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan perawatan yang adekuat atau tanpa drainase.
Selulitis Difus yang Sering Dijumpai Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Phlegmone / Angina Ludwig’s. Angina Ludwig’s merupakan suatu selulitis difus yang mengenai spasia sublingual, submental dan submandibular bilateral, kadang-kadang sampai mengenai spasia pharingeal. Selulitis dimulai dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai satu sisi/ unilateral disebut Pseudophlegmon.
3. Etiologi Penyebab
selulitis
paling
sering
pada
orang
dewasa
adalah
Staphylococcus aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis pada anak adalah Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus
beta
hemolitikus
grup
A,
dan
Staphylococcus
aureus.
Streptococcuss beta hemolitikus group B adalah penyebab yang jarang pada selulitis.6 Selulitis pada orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan oleh Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara kokus gram positif dan gram negatif aerob maupun anaerob. Bakteri mencapai
dermis
imunokompeten
melalui
perlu
ada
jalur
eksternal
kerusakan
maupun
barrier
kulit,
hematogen.
Pada
sedangkan
pada
imunokopromais lebih sering melalui aliran darah (buku kuning). Onset timbulnya penyakit ini pada semua usia 3. Faktor Resiko Selulitis Terdapat beberapa faktor yang memperparah resiko dari perkembangan selulitis, antara lain : a) Usia. Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinkan. b) Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency). Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya infeksi. Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV. Penggunaan obat pelemah immun (bagi orang yang baru transplantasi organ) juga mempermudah infeksi. c) Diabetes mellitus. Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi sistem immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi. d) Cacar dan ruam saraf. Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan masuk bakteri penginfeksi.
e) Pembangkakan
kronis
pada
lengan
dan
tungkai
(lymphedema).
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi. f) Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki Infeksi jamur kaki juga dapat
membuka celah kulit sehingga menambah resiko bakteri
penginfeksi masuk g) Penggunaan steroid kronik. Contohnya penggunaan kortikosteroid. h) Gigitan & sengatan serangga, hewan, atau gigitan manusia. i) Penyalahgunaan obat dan alkohol. Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi berkembang. j) Malnutrisi. Sedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran, mempermudah timbulnya penyakit ini 4. Patofisiologi Bakteri patogen yang menembus lapisan epidermis kulit menimbulkan infeksi pada permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Selulitis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada luka, luka bakar, atau infeksi kulit lainnya, terutama oleh Streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus, tetapi dapat pula
timbul
pada
pejamu
(host)
dengan
tanggap
imun
yang
lemah
(immunodeficiency) atau menyertai erisipelas. Penyakit ini cenderung menyebar ke rongga jaringan dan dataran cekung karena pelepasan sejumlah besar hialuronidase yang memecahkan zat dasar polisakarida. Selain itu juga terjadi fibrinolitik yang mencernakan barier fibrin dan lesitinase yang menghancurkan membran sel oleh bakteri. Penyakit infeksi sering berjangkit pada orang gemuk, rendah gizi, orang tua dan pada orang dengan diabetes mellitus yang pengobatannya tidak adekuat. Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptokokus grup A, streptokokus lain atau Stafilokokus aureus
Meningkatnya Usia Sirkulasi darah menurun Abrasi kulit
Immunodeficiency Infeksi jamur kulit Membuka celah kulit
Diabetes Mellitus
Cacar, ruam kulit
Pembengkakan kronis
Peningkatan kadar gula darah
Luka Terbuka
Lymphedema Kulit terluka
Sirkulasi darah pada ekstremitas menurun Risiko terluka POE bakteri patogen
Infeksi Streptococus grup A, Staphilococcus aureus Defisiensi pengetahuan
Kurangnya paparan informasi
Selulitis
Interitas jaringan tidak utuh
Kerusakan Interitas jaringan
Mekanisme radang
Kalor
Dolor
Rubor
Tumor
Fungsiolesa
Proses fagositosis
Akselerasi/ Deakselerasi saraf jaringan sekitar luka
Hipotermi
Hiperplasia jaringan ikat
Intoleransi jaringan/ organ distal
Odem jaringan ikat
Intoleransi aktivitas
Hipertermi Gangguan rasa nyaman
Nyeri akut
Eritema lokal Gangguan Citra Tubuh Penekanan jaringan
Gangguan rasa nyaman
5. Manifestasi Klinis Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak. Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadangkadang timbul bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren). Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema), color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik. Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan leukositosis. Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat, sebelum menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan mengalami infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis. Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di lengan atas. Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial subakut). Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis rekurens. 6. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan Laboratorium a. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi bakteri.
b. BUN level, Kreatinin level c. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga d. Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada daerah penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula. e. Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak terasa sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea, takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor resiko. Pemeriksaan Imaging a. Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap (seperti kriteria yang telah disebutkan) b. CT (Computed Tomography) Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan saat tata klinis menyarankan subjucent osteomyelitis. c. MRI
(Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada
diagnosis
infeksi
selulitis
akut
yang
parah,
mengidentifikasi
pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus.
Diagnosis Banding Diagnosis banding Selulitis adalah Erisipelas, Flegmon, Dermatitis Kontak, Mikosis Profunda dan Pioderma Kronik. 1) Erisipelas Merupakan suatu infeksi akut yang biasanya disebabkan oleh bakteri Streptokokkus. Gejala utamanya adalah eritema berwarna merah cerah dan berbatas tegas, dan disertai gejala konstitusi, namun lokalisasinya lebih superfisial dibandingkan selulitis. 2) Flegmon Merupakan selulitis yang telah mengalami supurasi, dan diberikan terapi yang sama dengan selulitis dan ditambahkan dengan insisi. 3) Dermatitis Kontak Dermatitis Kontak merupakan peradangan pada kulit yang disebabkan oleh bahan / substansi asing yang menempel pada kulit Dermatitis ini
memberikan gambaran klinis berupa lesi yang berbatas tidak tegas dan bersifat kronik yang ditandai dengan adanya skuama dan likenifikasi. 4) Mikosis Profunda Biasanya kronik dan tidak menimbulkan gejala konstitusi. 5) Pioderma Kronik Infeksi bakteri bersifat kronik dan memberikan gambaran lesi yang berwarna kehitaman. 7. Penatalaksanaan Medis 7.1 Pada pengobatan umum kasus selulitis, faktor hygiene perorangan dan lingkungan harus diperhatikan. 7.2 Sistemik Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan selulitis 7.2.1 Penisilin G prokain dan semisintetiknya a. Penisilin G prokain Dosisnya 1,2 juta/ hari, I.M. Dosis anak 10000 unit/kgBB/hari. Penisilin merupakan obat pilihan (drug of choice), walaupun di rumah sakit kotakota besr perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya resistensi. Obat ini tidak dipakai lagi karena tidak praktis, diberikan IM dengan dosis tinggi, dan semakin sering terjadi syok anafilaktik. b. Ampisilin Dosisnya 4x500 mg, diberikan 1 jam sebelum makan. Dosis anak 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. c. Amoksisilin Dosisnya sama dengan ampsilin, dosis anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Kelebihannya lebih praktis karena dapat diberikan setelah makan. Juga cepat absorbsi dibandingkan dengan ampisilin sehingga konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. d. Golongan obat penisilin resisten-penisilinase Yang termasuk golongan obat ini, contohnya: oksasilin, dikloksasilin, flukloksasilin. Dosis kloksasilin 3 x 250 mg/hari sebelum makan. Dosis flukloksasilin untuk anak-anak adalah 6,25-11,25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. 7.2.2 Linkomisin dan Klindamisin Dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik karena itu dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 300-450 mg sehari. Dosis linkomisin
untuk anak yaitu 30-60 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis, sedangkan klindamisin 8-16 mg/kgBB/hari atau sapai 20 mg/kgBB/hari pada infeksi berat, dibagi dalam 3-4 dosis. Obat ini efektif untuk pioderma disamping golongan obat penisilin resisten-penisilinase. Efek samping yang disebut di kepustakaan berupa colitis pseudomembranosa, belum pernah ditemukan. Linkomisin gar tidak dipakai lagi dan diganti dengan klindamisin karena potensi antibakterialnya lebih besar, efek sampingnya lebih sedikit, pada pemberian per oral tidak terlalu dihambat oleh adanya makanan dalam lambung.
7.2.3 Eritromisin Dosisnya 4x 500 mg sehari per os. Efektivitasnya kurang dibandingkan dengan linkomisin/klindamisin dan obat golongan resisten-penisilinase. Sering memberi rasa tak enak dilambung. Dosis linkomisin untuk anak yaitu 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis. 7.2.4 Sefalosporin Pada selulitis yang berat atau yang tidak member respon dengan obatobatan tersebut diatas, dapat dipakai sefalosporin. Ada 4 generasi yang berkhasiat untuk kuman positif-gram ialah generasi I, juga generasi IV. Contohya sefadroksil dari generasi I dengan dosis untuk orang dewasa2 x 500 m sehari atau 2 x 1000 mg sehari (per oral), sedangkan dosis untuk anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. 7.3 Topikal Bermacam-macam obat topikal dapat digunakan untuk pengboatan selulitis. Obat topical anti mikrobial hendaknya yang tidak dipakai secara sistemik agar kelak tidak terjadi resistensi dan hipersensitivitas, contohnya ialah basitrasin, neomisin, dan mupirosin. Neomisin juga berkhasiat untuk kuman negatif-gram. Neomisin, yang di negeri barat dikatakan sering menyebabkan sensitisasi, jarang ditemukan. Teramisin dan kloramfenikol tidak begitu efektif, banyak digunakan karena harganya murah. Obat-obat tersebut digunakan sebagai salap atau krim. Sebagai obat topical juga kompres terbuka,
contohnya:
larutan
permangas kalikus 1/5000, larutan rivanol 1% dan yodium povidon 7,5 % yang dilarutkan 10 x. yang terakhir ini lebih efektif, hanya pada sebagian kecil
mengalami sensitisasi karena yodium. Rivanol mempunyai kekurangan karena mengotori sprei dan mengiritasi kulit. Pada kasus yang berat, dengan kematian jaringan 30 % (necrotizing fasciitis) serta memiliki gangguan medis lainnya, hal yang harus dilakukan adalah operasi pengangkatan pada jaringan yang mati ditambah terapi antibiotik secara infuse, pengangkatan kulit, jaringan, dan otot dalam jumlah yang banyak, dan dalam beberapa kasus, tangan atau kaki yang terkena harus diamputasi.
7.4 Penatalaksanaan Keperawatan a. Untuk mengurangi edema dan nyeri, direkomendasikan untuk elevasi / meninggikan dan mengistirahatkan ekstremitas yang mengalami keluhan. b. Perlu dipertimbangkan hospitalisasi untuk monitoring ketat dan pemberian antibiotik intravena pada kasus yang berat, pada bayi, pasien usia lanjut, dan pasien dengan imunokompromis. c. Pada kondisi yang sangat parah dengan nekrosis luas disertai supurasi, perlu dipertimbangkan dilakukan debridement insisi dan drainase secara bedah. d. Memberikan
edukasi
kepada
penderita
yaitu
diberikan
informasi
mengenai perawatan kulit dan higiene kulit yang benar, misalnya mandi teratur, minimal 2 kali sehari, jika terdapat luka hindari kontaminasi dengan kotoran. 8. Komplikasi Bakteremia Nanah atau local Abscess Superinfeksi oleh bakteri gram negative Lymphangitis Trombophlebitis
Ellulitis pada muka atau Facial cellulites pada anak menyebabkan meningitis sebesar 8%.
Dimana dapat menyebabkan kematian jaringan (Gangrene), dan dimana harus melakukan amputasi yang mana mempunyai resiko kematian hingga 25%.
9. Asuhan Keperawatan 9.1. Pengkajian
Identitas Menyerang sering pada lingkungan yang kurang bersih
Riwayat Penyakit a. Keluhan utama Pasien biasanya mengeluh nyeri pada luka, terkadang disertai demam, menggigil dan malaise b. Riwayat penyakit dahulu Ditanyakan penyebab luka pada pasien dan pernahkah sebelumnya mengidap penyakit seperti ini, adakah alergi yang dimiliki dan riwat pemakaian obat. c. Riwayat penyakit sekarang Terdapat luka pada bagian tubuh tertentu dengan karakteristik berwarna merah, terasa lembut, bengkak, hangat, terasa nyeri, kulit menegang dan mengilap d. Riwayat penyakit keluarga Biasanya dikeluarga pasien terdapat riwayat mengidap penyakit selulitis atau penyekit kulit lainnya
Keadaan emosi psikologi : Pasien tampak tenang,dan emosional stabil
Keadaan social ekonomi : Biasanya menyerang pada social ekonomi yang sederhana
Pemeriksaan fisik Keadaan umum : Lemah TD
: Hipotensi/Hipertensi
Nadi
: Bradikardi
Suhu
: Hipertermi
RR
: Normal/Meningkat
a. Kepala
: Dilihat kebersihan, bentuk, adakah oedem atau tidak
b. Mata
: Tidak anemis, tidak ikterus, reflek cahaya (+)
c. Hidung
: Tidak ada pernafasan cuping
d. Mulut
: Kebersihan, tidak pucat
e. Telinga
: Tidak ada serumen
f.
: Tidak ada pembesaran kelenjar
Leher
g. Jantung
: Denyut jantung meningkat
h. Ekstremitas : Adakah luka pada ekstremitas i.
Integumen : Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang terasa di suatu daerah yang kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi panas dan bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas (peau d'orange). Pada kulit yang terinfeksi bisa ditemukan lepuhan kecil berisi cairan (vesikel) atau lepuhan besar berisi cairan (bula), yang bisa pecah.
9.2 Diagnosa yang mungkin muncul a. Nyeri berhubungan dengan iritasi kulit, gangguan integritas kulit, iskemik jaringan. b. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas. c. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit d. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh. e. Hipertermi 9.3 Rencana Keperawatan No 1.
Diagnosa Nyeri akut
· · ·
·
Tujuan
Intervensi
Setelah dilakukan askep …. jam tingkat· kenyamanan dg KH: Klien mengatakan nyeri berkurang (skala 2-3) · ekspresi wajah tenang v/s dbn (TD 120/80· mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt) Klien dapat istirahat· dan tidur
Manajemen nyeri : Kaji tingkat nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya. Kontrol lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan. Kurangi presipitasi nyeri. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis).. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak
· · ·
· · ·
· · · · · · 2
kerusakan integritas jaringan
Setelah dilakukan askep .... jam Wound healing· meningkat: Dengan criteria Luka mengecil dalam· ukuran dan peningkatan granulasi jaringan · · · · · · · · · ·
3
Hipertermia
Kontrol resiko: Indicator: Memonitor lingkungan terkait factor yang meningkatkan suhu tubuh Memodifikasi intake cairan sesuai kebutuhan tubuh Memakai pakaian yang sesuai untuk
berhasil. · Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri. Administrasi analgetik :. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi. Cek riwayat alergi.. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping. Wound care Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan kedalaman luka, dan klasifikasi pengaruh ulcers Catat karakteristik cairan secret yang keluar Bersihkan dengan cairan anti bakteri Bilas dengan cairan NaCl 0,9% Lakukan nekrotomi K/P Lakukan tampon yang sesuai Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan Lakukan pembalutan Pertahankan tehnik dressing steril ketika melakukan perawatan luka Amati setiap perubahan pada balutan Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka Berikan posisi terhindar dari tekanan Pengaturan suhu Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam, sesuai kebutuhan Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi, sesuai kebutuhan Monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala hipotermia dan hipertermia Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat Menggunakan matras pendingin, selimut yang mensirkulasikan air, mandi air hangat, kantong es atau
melindungi kulit Melakukan tindakan mandiri untuk mengotnrol suhu tubuh Mengenali obatobatan yang berefek pada suhu tubuh Menyesuaikan suhu untuk menghangatkan tubuh
bantalan jel, dan katerisasi pendingin intravaskuler untuk menurunkan suhu tubuh, sesuai kebutuhan Berikan pengobatan antipiretik, sesuai kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.2008. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Doenges.2000. Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC Eron LJ. 2008. Cellulitis and Soft-Tissue Infections. American College of Physicians. Fitzpatrick, Thomas B.2008. Dermatology in General Medicine, seventh edition. New York: McGrawHill Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of America. Kertowigno S. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Unsri press, Palembang, Indonesia, hal: 146-149 McNamara
DR, Tleyjeh
IM, Berbari
EF,
et
al.
2007.
Incidence of lower
extremity cellulitis: a population based stud in Olmsted county, Minnesota. 82(7):817-21 Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales, Cardiff, UK. 1708 Muttaqin Ariff. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta: Keperawatan
Klien
Salemba Dengan
Medika.
Muttaqin
Gangguan
Sistem
Ariff.
2008. Asuhan
Persarafan.Jakarta:
Salemba Medika. Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta Swartz MN. 2004. Cellulitis. New England Journal of Medicine. 350:904-12 Wolff K, Johnson RA, Fitspatricks. 2008. color atlas and synopsis of clinically dermatology. New York: McGrawHill.