LP Sistem Pernapasan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM PERNAPASAN “ Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah”



Disusun Oleh : Kelompok 4 Neng Gita Ardiati R



Muhammad Rizal A



Syifa Alya Balqis



Nika Siti Rukhiyah



Alinda Dela Purnama



Nita Nurliyah



Fitria Nurfadila



Anisa Sri Rahayu



Fia Elia Nurheliza



Siti Fatonah



Dian Derajat



Sri Sulistyawati



Andri Setiawan



Faiz Rahman Hamdani



Tetep Abdul Latif



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA TASIKMALAYA TAHUN PELAJARAN 2019 / 2020



LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT ASMA A. Pengertian Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012). Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011). B. Etiologi a. Faktor Predisposisi Genetik merupakan faktor predisposisi dari asma bronkhial. b. Faktor Presipitasi  Alergen Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contohnya: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi. 2. Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contohnya: makanan dan obat-obatan. 3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contohnya: 











perhiasan, logam, dan jam tangan. Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan



yang



dingin



sering



mempengaruhi asma. Stress Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma. Stress juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada Lingkungan kerja



Lingkungan kerja mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya 



serangan



asma.Misalnya



orang



yang



bekerja



di



laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat.



C. Patofisiologi Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar bernafas.Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang iterstisium paru. Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara. D. Pathway Faktor pencetus



Alergi



Idiopatik



Edema dinding



Spasme otot polos



Seksresi mukus kental



Bronkiolus



bronkiolus



di dalam lumen bronkiolus



Ekspirasi



Menekan sisi luar Bronkiolus



Gangguan Istirahat Dan Tidur



diameter bronkiolus mengecil



Dispnea



Kurang pengetahuantentang penyakit



Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif



Cemas



E. Manifestasi Klinis Gejala awal : 1. Batuk 2. Dispnea 3. Mengi (whezzing) 4. Gangguan kesadaran, hyperinflasi dada 5. Tachicardi 6. Pernafasan cepat dangkal Gejala lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Takipnea Gelisah Diaphorosis Nyeri di abdomen karena terlihat otot abdomen dalam pernafasan Fatigue (kelelahan) Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, berjalan, bahkan berbicara. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada



disertai pernafasan lambat. 8. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi 9. Sianosis sekunder 10. Gerak-gerak retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardia, dan pelebaran tekanan nadi. F.



Klasifikasi Berdasarkan etiologinya Asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu



1. Ekstrinsik (alergik) : Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. 2. Intrinsik (non alergik) : Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. 3. Asma gabungan : Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergi. Berdasarkan Keparahan Penyakit : 1. Asma intermiten : Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu. 2. Asma persisten ringan : Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari. 3. Asma persisten sedang (moderate): Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu. 4. Asma persisten berat (severe) : Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari sering terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan PEV1 < 60%. G. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan sputum 2. Pemeriksaan darah 3. Foto rontgen 4. Pemeriksaan faal paru 5. Elektrokardiografi H. Penatalaksanaan 1. Pengobatan non farmakologik a. Penyuluhan Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma b. Menghindari faktor pencetus c. Fisioterapi 2. Pengobatan farmakologik a. Agonis beta.Contohnya : Alupent, metrapel



b. Metil Xantin.Contohnya : Aminophilin dan Teopilin c. Kortikosteroid.Contohnya : Beclometason Dipropinate dengandosis 800 empat kali semprot tiap hari. d. Kromolin. Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari. e. Ketotifen. Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral. f. Iprutropioum bromide (Atroven). Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator. 3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam. d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan. e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena. f. Antibiotik spektrum luas I.



Komplikasi 1. Pneumo thoraks 2. Pneumomediastinum 3. Emfisema subkutis 4. Ateleltaksis 5. Aspergilosis 6. Gagal nafas 7. Bronchitis



J.



Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas 2. Gangguan rasa nyaman dan cemas berhubungan dengan kurang pengtahuan mengenai penyakitnya 3. Gangguan istirahan dan tidur berhubungan dengan sesak nafas



K. Intervensi No.



Diagnosa Keperawatan



Tujuan



Intervensi



Rasional



1.



Bersihan jalan



Gangguan jalan -



untuk mengatur



sehubungan



posisi yang nyaman mengatur posisi



jalan nafas



dengan kriteria -



Nafas tidak teratur.



-



dapat bernafas



bersih + jauh dari dengan lega. polusi.



mudah. -



yang nyaman agar



Pasien mampu lingkungan yang



Pasien mengeluh sekret dengan sesak.



memberikan /



atau semi flower



dengan ditandai: mengeluarkan



-



Dengan



nafas tidak efektif nafas efektif dengan obstruksi jangka pendek :



-



Bantu Pasien



-



Penumpukan



-



Bantu pasien



bernafas panjang



untuk batuk efektif untuk



sekret berkurang. dan tarik nafas



Respirasi : 28x -/ Pasien tidak mnt .



mengeluarkan



panjang.



dahak + melegakan



mengeluh sasak Beri penyuluhan



-



Batuk efektif dan



pernafasan.



nafas jangka



mengenai tekhnik -



panjang.



penguapan



Menjaga keseimbangan



Pasien tidak



intake output



sesak lagi.



cairan. -



Dapat melegakan jalan nafas dan dapat bernafas dengan nyaman.



2



Gangguan rasa



Gangguan rasa 1.



nyaman dan



nyaman teratsi



penjelasan pada



cemas



dengan kriteria



pasien secara sopan memudahkan



sehubungan



jangka pendek :



tentang penyakit



dimasukan



yang sedang di



keperawatan yang



dengan kurangnya - Pasien yakin pengetahuan



penyakitnya akan derita.



tentang



sembuh.



penyakitnya yang- Pasien di tandai : -



Berikan



OS terlihat



2.



Berikan



-



Mengetahui penyakit



sesuai. -



Mengetahui



penjelasan bahwa penyakit upaya +



mengetahui akan penyakitnya akan upaya penyakitnya



berkurang sedikit



penyembuhan



cemas. -



OS terlihat



jangka panjang. -



murung.



demi sedikit



Pasien merasa



dengan pengobatan baik.



tenang dalam menghadapi



berlangsung dengan



yang teratur. 3.



penyakitnya.



-



Dapat mengurangi



Berikan motivasi cemas DS. dan perhatian atas -



Dapat



segala usaha yang menghindari dilakukan pasien



kambuh kembali



untuk



penyakitnya.



kesembuhannya. 4.



Anjurkan pada pasien untuk menghindari faktor-faktor pencetus kambuhnya kembali



3.



Gangguan



Gangguan



-



penyakitnya. Ciptakan suasana-



Mengurangi



istirahat dan tidur istirahat dan tidur ruangan yang



kegaduhan agar



sehubungan



teratasi dengan



dapat menambah



dengan sesak



kriteria:



nafas.



-



nyaman. -



Jangka pendek, bersihkan tempat pasien dapat istirahat.



-



Rapihkan dan tidur setiap hari.



-



ketegangan pasien. Menciptakan kenyamanan



Atur posisi yang istirahat dan tidur.



Jangka panjang, aman untuk pasien-



Mengatur dosis



Os dapat istirahat beristirahat dan



supaya dapat



dan tidur dengan tidur.



istirahat dan tidur



teratur.



dengan nyenyak.



DAFTAR PUSTAKA Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.Jakarta: EGC Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.;Pocket Guide for Asthma Management and Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org (diakses tanggal 13 Desember 2017 jam 12.00 WITA ) Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.New Jersey: Upper Saddle River. Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Purnomo.2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro Saheb, A. 2011.Penyakit Asma. Bandung: CV medika Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika



LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT CA PARU/ KANKER PARU A. Definisi Kanker Paru Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia (Robbin & Kumar, 2007). Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalm jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen, lingkungan, terutama asap rokok ( Suryo, 2010). B. Etiologi Dan Faktor Resiko Kanker Paru Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain (Amin, 2006). 1. Merokok Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting, yaitu 85% dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok (Stoppler,2010).



2. Perokok pasif



Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua kali (Wilson, 2005). 3. Polusi udara Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap 4.



rokok) adalah 3,4 benzpiren (Wilson, 2005). Genetik Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras dan myc), dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor



5.



(termasuk gen rb, p53, dan CDKN2) (Wilson, 2005). Penyakit paru Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).



C. Klasifikasi Kanker Paru Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer, SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk didalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya. 1. Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) Merupakan tipe histologik kanker paru yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki daripada perempuan (Wilson, 2005). 2. Adenokarsinoma Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala. 3. Karsinoma bronkoalveolus Dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh. 4. Karsinoma sel kecil Umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini



kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan fragmentasi dan “crush artifact” pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan (Kumar, 2007). 5. Karsinoma sel besar Adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh (Wilson, 2005). Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.



Ca Paru/ Kanker Paru



D. Manifestasi Klinis Kanker Paru Gejala-gejala kanker paru yaitu: 1.



Gejala awal. Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi pada bronkus.



2.



Gejala umum.



a. Batuk : Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder. b. Hemoptisis : Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi. c.



Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.



E. Patofisiologi Kanker Paru Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.



F. Pathway Kanker Paru



Pathway Ca Paru/ Kanker Paru G. Tingkatan Kanker Paru Tingkatan (staging) Kanker paru ditentukan oleh tumor (T), keterlibatan kalenjer getah bening (N) dan penyebaran jauh (M). Beberapa pemeriksaan tambahan harus dilakukan dokter spesialis paru untuk menentukan staging



penyakit. Pada pertemuan pertama akan dilakukan foto toraks (poto polos dada). Jika pasien membawa foto yang lebih dari 1 minggu pada umumnya akan dibuat foto yang baru. Foto toraks hanya dapat menentukan lokasi tumor, ukuran tumor, dan ada tidaknya cairan. Foto toraks belum dapat dirasakan cukup karena tidak dapat menentukan keterlibatan kalenjer getah bening dan metastasis luar paru. Bahkan pada beberapa kondisi misalnya volume cairan yang bnayak, paru kolaps, bagian luas yang menutup tumor, dapat memungkinkan pada foto tidak terlihat. Sama seperti pada pencarian jenis histologis Kanker, pemeriksaan untuk menentukan staging juga tidak harus sama pada semua pasien tetapi masing-masing pasien mempunyai prioritas pemeriksaan yang berbeda yang harus segera dilakukan dan tergantung kondisinya pada saat datang. 1. Staging (Penderajatan atau Tingkatan) Kanker Paru Staging kanker paru dibagi berdasarkan jenis histologis Kanker paru, apakah SLCC atau NSLCC. Tahapan ini penting untuk menentukan pilihan terapi yang harus segera diberikan pada pasien. Staging berdasarkan ukuran dan lokasi : tumor primer, keterlibatan organ dalam dada/ dinding dada (T), penyebaran kalenjer getah bening (N), atau penyebaran jauh (M). 2. Tahapan perkembangan kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu : a. Tahapan kanker paru jenis karsinoma sel kecil (SLCC) 1) Tahap terbatas Yaitu Kanker yang hanya ditemukan pada satu bagian paru-paru saja dan pada jaringan disekitanya. 2) Tahap ekstensif Yaitu Kanker yang ditemukan pada jaringan dada diluar paru-paru tempat asalnya, atau Kanker yang ditemukan pada organ-organ tubuh jauh. b.



Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (NSLCC) 1) Tahap tersembunyi



Merupakan tahap ditemukannya sel Kanker pada dahak (sputum) pasien dalam sampel air saat bronkoskopi, tetapi tidak terlihat adanya tumor diparu-paru. 2) Stadium 0 Merupakan tahap ditemukannya sel-sel Kanker hanya pada lapisan terdalam paru-paru dan tidak bersifat invasif. 3) Stadium I Merupakan tahap Kanker yang hanya ditemukan pada paru-paru dan belum menyebar ke kalenjer getah bening sekitarnya. 4) Stadium II Merupakan tahap Kanker yang ditemukan pada paru-paru dan kalenjer getah bening di dekatnya. 5) Stasium III Merupakan tahap Kanker yang telah menyebar ke daerah disekitarnya, seperti dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau kalenjer getah bening di sisi yang sama ataupun sisi berlawanan dari tumor tersebut. 6) Stadium IV Merupakan tahap Kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus paru-paru yang sama, atau di paru-paru yang lain. Sel –sel Kanker telah menyebar juga ke organ tubuh lainnya, misalnya ke otak, kalenjer adrenalin , hati dan tulang. H. Pemeriksaan Diagnostik 1.



Radiologi. a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada. Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra. b. Bronkhografi. Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.



2.



Laboratorium. a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe). Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma. b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA



Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi. c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit. Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru). 3.



Histopatologi. a. Bronkoskopi. Memungkinkan



visualisasi,



pencucian



bagian,dan



pembersihan



sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui). b. Biopsi Trans Torakal (TTB). Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %. c. Torakoskopi. Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi. d. Mediastinosopi. Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat. e. Torakotomi. Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor. 4.



Pencitraan. a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura. b. MR



Ca Paru/ Kanker Paru J.



Penatalaksanaan Kanker Paru Tujuan pengobatan kanker dapat berupa : a) Kuratif Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien. b) Paliatif. Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup. c)



Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal. Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.



d) Supotif. Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi. (Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)



e)



Pembedahan. Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru –paru yang tidak terkena kanker.



f)



Toraktomi eksplorasi. Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.



g) Pneumonektomi (pengangkatan paru). Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat. h) Lobektomi (pengangkatan lobus paru). Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois. i)



Resesi segmental. Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.



j)



Resesi baji. Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).



k) Dekortikasi. Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris) l)



Radiasi Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.



m) Kemoterafi. Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.



J. Pengkajian Keperawatan Kanker Paru 1.



Anamnesis Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk diagnosis tepat. Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal penyakit kanker paru. Batuk disertai dahak yang banyak dan kadangkadang bercampur darah, sesak nafas dengan suara pernafasan nyaring (wheezing), nyeri dada, lemah, berat badan menurun, dan anoreksia merupakan keadaan yang mendukung. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru adalah faktor usia, jenis kelamin, keniasaan merokok, dan terpapar zat karsinogen yang dapat menyebabkan nodul soliter paru.



2.



Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan berupa perubahan bentuk dinding toraks dan trakea, pembesaran kelenjar getah bening dan tanda-tanda obstruksi parsial, infiltrat dan pleuritis dengan cairan pleura.



3. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk : a.



Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru. Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau pemeriksaan analisis gas.



b.



Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada organ-organ lainnya.



c.



Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh karena metastasis.



4. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan



radiologi



adalah



pemeriksaan



yang



paling



utama



dipergunakan untuk kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran radiologi yang bervariasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan



keganasan tumor dengan melihat ukuran tumor, kelenjar getah bening, dan metastasis ke organ lain. Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan metode tomografi komputer. Pada pemeriksaan tomografi komputer dapat dilihat hubungan kanker paru dengan dinding toraks, bronkus, dan pembuluh darah secara jelas. Keuntungan tomografi komputer tidak hanya memperlihatkan bronkus, tetapi juga struktur di sekitar lesi serta invasi tumor ke dinding toraks. Tomografi komputer juga mempunyai resolusi yang lebih tinggi, dapat mendeteksi lesi kecil dan tumor yang tersembunyi oleh struktur normal yang berdekatan. 5. Sitologi Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan



dilakukan



dengan



mempelajari



sel



pada



jaringan.



Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan gambaran perubahan sel, baik pada stadium prakanker maupun kanker. Selain itu dapat juga menunjukkan proses dan sebab peradangan. Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan yang dipakai untuk mendapatkan bahan sitologik. Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaan yang paling sederhana dan murah untuk mendeteksi kanker paru stadium preinvasif maupun invasif. Pemeriksaan ini akan memberi hasil yang baik terutama untuk kanker paru yang letaknya sentral. Pemeriksaan ini juga sering digunakan untuk skrining terhadap kanker paru pada golongan risiko tinggi. 6. Bronkoskopi Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan indikasi untuk bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop fiber optik, perubahan mikroskopik mukosa bronkus dapat dilihat berupa nodul atau gumpalan daging. Bronkoskopi akan lebih mudah dilakukan pada tumor yang letaknya di sentral. Tumor yang letaknya di perifer sulit dicapai oleh ujung bronkoskop.



7. Biopsi Transtorakal Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk mendiagnosis tumor pada paru terutama yang terletak di perifer. Dalam hal ini diperlukan peranan radiologi untuk menentukan ukuran dan letak, juga menuntun jarum mencapai massa tumor. Penentuan letak tumor bertujuan untuk memilih titik insersi jarum di dinding kulit toraks yang berdekatan dengan tumor. 8. Torakoskopi Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna pemeriksaan histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi adalah pemeriksaan dengan alat torakoskop yang ditusukkan dari kulit dada ke dalam rongga dada untuk melihat dan mengambil sebahagian jaringan paru yang tampak. Pengambilan jaringan dapat juga dilakukan secara langsung ke dalam paru dengan menusukkan jarum yang lebih panjang dari jarum suntik biasa kemudian dilakukan pengisapan jaringan tumor yang ada K. Diagnosa Keperawatan Kanker Paru 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d adanya eksudat di alveolus 2. Pola nafas tidak efektif b/d sindrom hipoventilasi 3. Gangguan pertukaran gas b/d hipoventilasi 4.



Ketidakseimbangan



nutrisi:



kurang



dari



kebutuhan



tubuh



b/d



ketidakmampuan pemasukan/ mencerna/ mengabsorbsi zat-zat gizi karena factor biologis dan psikologi



Ca Paru/ Kanker Paru



L. Rencana Asuhan Keperawatan No 1.



2.



Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi (Nic) (Noc) Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Airwey suction nafas tidak efektif keperawatan 3x24 jam  Auskultasi suara nafas sebulum dan b/d adanya eksudat diharapkan mampu sesudah suctioning di alveolus mempertahankan kebersihan  Informasikan pada klien dan keluarga jalan nafas dengan kriteria : tentang suctioning  Mendemonstrasikan  Minta klien nafas dalam sebelum batuk efektif dan suara suction dilakukan nafas yang bersih, tidak  Berikan O2 dengan menggunakan ada sianosis dan dyspneu nasal untuk memfasilitasi (mampu mengeluarkan suktionnasotrakeal sputum, mampu bernapas  Anjurkan pasien untuk istirahat dan dengan mudah) napas dalam setelah kateter  Menunjukkan jalan nafas dikeluarkan dari nasatrakeal yang paten (frekuensi  Ajarkan keluarga bagaimana cara pernafasan rentang melakukan suksion normal, tidak ada suara  Hentikan suksion dan berikan oksigen nafas abnormal) apabila pasien menunjukan bradikardi,  Mampu mengidentifikasi peningkatan saturasi O2,dll. dan mencegah faktor Airway management yang dapat menghambat  Posisikan pasien u/ memaksimalkan jalan nafas ventilsi  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan  Lakukan fisioterpi dada jika perlu  Keluarkan sekret  Dengan batuk atau suction  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Dx. Keperawatan



Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam efektif b/d sindrom diharapkan mampu hipoventilasi mempertahankan kebersihan jalan nafas dengan kriteria :  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan mudah)



 Terapi oksigen  Beesihkan mulut, hidung, dan seckret trakea  Pertahankan jalan napas yang paten  Monitor aliran oksigen  Pertahankan posisi klien  Monitor TD, nadi, dan RR



 Menunjukkan jalan nafas yang paten (frekuensi pernafasan rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)  Tanda-tanda vital dalam rentang normal  Respiratory status : gas exchange  Keseimbangan asam basa, elektrolit  Respiratory status: ventilation  Vital sign 3.



Gangguan pertukaran gas b/d hipoventilasi



4.



Ketidakseimbanga n nutrisi: kurang dari



kebutuhan



tubuh



b/d



ketidakmampuan pemasukan/ mencerna/ mengabsorbsi zat-



Setelah dilakukan tindakan Manajemen Asam Basa keperawatan selama 3X24 Kegiatan : jam gangguan pertukaran gas  Dapatkan / pertahankan jalur intravena pasien teratasi dengan  Pertahankan kepatenan jalan nafas kriteria hasil :  Monitor AGD dan elektrolit  Mendemonstrasikan  Monitor status hemodinamik peningkatan ventilasi dan  Beri posisi ventilasi adekuat oksigenasi yang adekuat  Monitor tanda gagal nafas  Memehara kebersiha paru-  Monitor kepatenan respirasi paru dan bebas dari tandatanda distres pernafasan  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis, dan dispneu, mampu bernafas dengan mudah,.  Tanda – tanda vital dalam batas normal  AGD dalam batas normal  Status neurologis dalam batas normal Setelah dilakukan tindakan Monitoring Gizi keperawatan selama x jam  Timbang berat badan pasien pada Status nutrisi meningkat, interval tertentu dengan kriteria :  Amati kecenderungan pengurangan  intake makan dan dan penambahan berat badan minuman  Monitor jenis dan jumlah latihan yang  intake nutrisi dilaksanakan  control BB  Monitor respon emosional pasien  masa tubuh ketika ditempatkan pada suatu keadaan yang ada makanan  biochemical measures  Monitor lingkungan tempat makanan  energy



zat



gizi



karena



factor biologis dan psikologi



 Amati rambut yang kering dan mudah rontok  Monitor mual dan muntah  Amati tingkat albumin, protein total, hemoglobin dan hematokrit  Monitor tingkat energi, rasa tidak enak badan, keletihan dan kelemahan  Amati jaringan penghubung yang pucat, kemerahan, dan kering  Monitor masukan kalori dan bahan makanan Manajemen Nutrisi  Kaji apakah pasien ada alergi makanan  Kerjasama dengan ahli gizi dalam menentukan jumlah kalori, protein dan lemak secara tepat sesuai dengan kebutuhan pasien  Anjurkan masukan kalori sesuai kebutuhan  Ajari pasien tentang diet yang benar sesuai kebutuhan tubuh  Monitor catatan makanan yang masuk atas kandungan gizi dan jumlah kalori  Timbang berat badan secara teratur  Anjurkan penambahan intake protein, zat besi dan vit C yang sesuai  Pastikan bahwa diet mengandung makanan yang berserat tinggi untuk mencegah sembelit  Beri makanan protein tinggi , kalori tinggi dan makanan bergizi yang sesuai  Pastikan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Manajemen hiperglikemia  Monitor Gula darah sesuai indikasi  Monitor tanda dan gejala poliuri,polydipsi,poliphagia,keletihan, pandangan kabur atau sakit kepala.  Monitor tanda vital sesuai indikasi  Kolaborasi dokter untuk pemberian insulin  Pertahankan terapi IV line  Berikan IV fluids sesuai kebutuhan  Konsultasi dokter jika ada tanda hiperglikemi menetap atau memburuk  Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi  Batasi latihan ketika gula darah >250



mg/dl khususnya adanya keton pada urine



DAFTAR PUSTAKA Elizabeth, J. Corwin.2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG Price, Sylvia A and Wilson, Lorraine M. 1988. Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC. Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: B First Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Balai Penerbit FKUI : Jakarta. Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik. Edisi 2. EGC:Jakarta.



LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS A. DEFINISI Penyakit



Paru



Obstruksi



Kronis



(PPOK)



adalah



suatu



penyakit



yang



dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal dari paruparu terhadap gas atau partikel yang berbahaya. (Hariman, 2010). Penyakit paru-paru obstrutif kronis/PPOK (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Irman, 2010). Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar paru. Gangguan yang penting adalah bronkitis obstruktif, efisema, dan asma bronchial (Muttaqin, 2010). B. ETIOLOGI Brashers (2010) menambahkan faktor-faktor yang menyebabkan penyakit paru obstruksi kronis adalah : 1. Kebiasaan merokok, paparan debu, asap dan gas kimiawi. 2. Faktor usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi paru-paru bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan. 3. Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan resiko morbiditas PPOK. 4. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis dan asma dengan kondisi ini beresiko mendapat PPOK.



C. MANIFESTASI KLINIS Manifestasi klinis menurut Mansjoer (2010) pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah : 1. Batuk. 2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen. 3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas. 4. Reeves (2010) menambahkan manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah : Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak. Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan. D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Doenges (2010) antara lain : 1. Sinar x dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi atau bula (emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkhitis), hasil normal selama periode remisi (asma).



2. Tes fungsi paru untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi misalnya bronkodilator. 3. Peningkatan pada luasnya bronkhitis dan kadang-kadang pada asma, penurunan emfisema. 4. Kapasitas inspirasi menurun pada emfisema. 5. Volume residu meningkat pada emfisema, bronchitis kronis dan asma. 6. Forced Expiratory Volume (FEV1) atau FVC. Rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronchitis dan asma. 7. Analisa Gas Darah (AGD) memperkirakan progresi proses penyakit kronis misalnya paling sering PaO2 menurun, dan PaCO2 normal atau meningkat (bronkhitis kronis dan emfisema) tetapi sering menurun pada asma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma). 8.



Bronkogram dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps bronkhial pada ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkus.



9.



Hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).



10. Kimia darah antara lain alfa satu antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer. 11.



Sputum, kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen, pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi



12. Elektrokardiogram (EKG). Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat), disritmia atrial (bronchitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronchitis, emfisema), aksis vertikal QRS (emfisema). 13. Elaktrokardiogram (EKG) latihan, tes stress membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan atau evaluasi program latihan. E. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan secara rawat jalan atau rawat inap dan dilakukan di poliklinik rawat jalan, ruang rawat inap, unit gawat darurat, atau ruang ICU (PDPI, 2010). 1. Bronkodilator: Albuaterol ( proventil, ventolin ), isoetarin ( bronkosol, bronkometer 2. Kortikosteroid : Metilprenisolon, Deksametason.



3. 4. 5. 6. 7.



Antibiotik Terapi Oksigen: sesuai indikasi hasil AGD dan toleransi klien. Ventilasi Mekanik Bantu pengobatan pernafasan (Fisioterapi dada) Berikan vitamin atau mineral atau elektrolit sesuai indikasi.



F. PATHOFISIOLOGI Patofisiologi menurut Brashers (2010), Mansjoer (2010) dan Reeves (2010) adalah : Asap rokok, polusi udara dan terpapar alergen masuk ke jalan nafas dan mengiritasi saluran nafas. Karena iritasi yang konstan ini , kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan serta terjadi batuk, batuk dapat menetap selama kurang lebih 3 bulan berturutturut. Sebagai akibatnya bronkhiolus menjadi menyempit, berkelok-kelok dan berobliterasi serta tersumbat karena metaplasia sel goblet dan berkurangnya elastisitas paru. Alveoli yang berdekatan dengan bronkhiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis mengakibatkan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri, pasien kemudian menjadi rentan terkena infeksi. Infeksi merusak dinding bronchial menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkhial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Sumbatan pada bronkhi atau obstruksi tersebut menyebabkan alveoli yang ada di sebelah distal menjadi kolaps. Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernafasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas total paru sehingga terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi atau ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara. Ketidakseimbangan ventilasi–perfusi ini menyebabkan hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dalam darah. Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah kapiler pulmo menjadi terganggu. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi tetap sama. Saluran pernafasan yang terhalang mukus kental atau bronkospasma menyebabkan penurunan ventilasi, akan tetapi perfusi akan tetap sama atau berkurang sedikit. Berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara menyebabkan perubahan pada pertukaran oksigen dan karbondioksida. Obstruksi jalan nafas yang diakibatkan oleh semua perubahan patologis yang meningkatkan resisten jalan nafas dapat merusak kemampuan paruparu untuk melakukan pertukaran oksigen atau karbondioksida. Akibatnya kadar oksigen



menurun dan kadar karbondioksida meningkat. Metabolisme menjadi terhambat karena kurangnya pasokan oksigen ke jaringan tubuh, tubuh melakukan metabolisme anaerob yang mengakibatkan produksi ATP menurun dan menyebabkan defisit energi. Akibatnya pasien lemah dan energi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi juga menjadi berkurang yang dapat menyebabkan anoreksia.



G. PHATWAY



Faktor predisposisi Edema, spasme bronkus, peningkatan secret bronkiolus Obstruksi bronkiolus awal fase ekspirasi



Bersihan jalan napas tidak efektif



Udara terperangkap dalam alveolus PaO2 rendah PaCO2 tinggi



Suplai O2 jaringan rendah



Gangguan metabolisme jaringan



Hipoksemia



Sesak napas, napas pendek



Gangguan pertukaran gas



Metabolisme anaerob



Gagal jantung kanan



Produksi ATP menurun



Insufisiensi/ga gal napas



Pola napas tidak efektif



Defisit energi



Lelah, lemah



Intoleransi aktivitas Gangguan pola tidur



Kurang perawatan diri



Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



H. FOKUS PENGKAJIAN 1. Fokus Pengkajian a. Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya klien masuk ke rumah sakit karena sesak nafas batuk,batuk berdahak. b. Riwayat Kesehatan Dahulu



Pasien belum pernah mengalami penyakit yang seperti di alami sekarang. c. Riwayat Kesehatan Keluarga Keluarga pasien juga tidak ada yang mengalami penyakit seperti yang dirasakan klien sekarang. d. Pemeriksaan Fisik 1) Kepala: normal, kepala tegak lurus, tulang kepala umumnya bulat dengan tonjolan frontal di bagian anterior dan oksipital dibagian posterior. 2) Rambut: biasanya tersebar merata, tidak terlalu kering, tidak terlalu berminyak. 3) Mata: biasanya tidak ada gangguan bentuk dan fungsi mata. Mata anemis, tidak ikterik, tidak ada nyeri tekan. 4) Telinga: normalnya bentuk dan posisi simetris. Tidak ada tanda-tanda infeksi dan tidak ada gangguan fungsi pendengaran. 5) Hidung: bentuk dan fungsi normal, tidak ada infeksi dan nyeri tekan. 6) Mulut: mukosa bibir kering, tidak ada gangguan perasa. 7) Leher: normal. 8) Dada: tidak ada kelainan pada dada 9) Hepar: biasanya tidak ada pembesaran hepar. 10) Ekstremitas: biasanya tidak ada gangguan pada ektremitas.



I.



DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Ketidakefektifan Bersihan jalan napas b.d mokus dalam jumlah berlebih 2. Gangguan pola tidur b.d gangguan (sesak nafas)



J.



FOKUS RENCANA INTERVENSI



DIAGNOSA Ketidakefektifan



NOC



NIC



NOC :



NIC :



Bersihan jalan



Respiratory status : ventilation



Airway suction:



napas b.d mokus



Respiratory status : airway patency



1. Pastikan kebutuhan oral/ tracheal



dalam jumlah



Kriteria Hasil :



berlebih



1. Mendemonstrasikan batuk efektif



suctioning 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan



dan suara nafas yang bersih,tidak



sesudah suctioning 3. Imformasikan kepada



keluarga



ada sianosis dan dyspnea (mampu



tentang suctioning sputum,mampu 4. Minta pasien nafas dalam sebelum



mengeluarkan



bernafas dengan mudah,tidak ada pursed lips) 2. Menunjukan



jalan



nafas



yang



dilakukan suctioning. 5. Berikan O2 dengan mengunakan nasal kanul untuk memfasilitasi



paten(



klien



tidak



tercekik,irama pernafasan normal,tidak



merasakan



nafas,frekuensi dalam ada



suara



rentan nafas



tambahan) 3. Dapat mengidentifikasikan mencagah



factor



yang



dan dapat



menghambat jalan nafas.



suksion nasotrakeal. Airway management 1. Posisikan pasien untuk membuka ventilasi 2. Monitor respirasi dan status O2 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan



alat



jalan



nafas



buatan 4. Keluarkan secret dengan baruk atau suction 5. Auskultasi suara nafas cata adanya suara nafas tambahan



Gangguan



pola NOC :



NIC :



tidur b.d gangguan Sleep : extent and pattern



Sleep enhancement



(sesak nafas)



1.



Jumlah jam tidur dalam batas



1. Jelaskan pentingnya tidur yang



2.



normal 6-8 jam / hari Pola tidur,kualitas dalam bats



adekuat 2. Fasilitas untuk mempertahankan



3.



normal Perasaan segar sesudah tidur atau



4.



istirahat Mampu mengidentifikasikan hal



aktivitas sebelum tidur ( membaca) 3. Ciptakan lingkungan yang nyaman 4. Kolaborasi pemberian obat tidur 5. Instruksikan untuk memonitor tidur



– hal yang meningkatkan tidur



pasien 6. Diskusikan dengan pasien dan keluarga pasien tentang teknik tidur pasien.



DAFTAR PUSTAKA https://id.scribd.com/document/372894468/LP-ppok https://id.scribd.com/doc/56640864/LP-ppok Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC, Jakarta Long, Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses Holistik, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, Bandung. Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.



LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA



A. DEFINISI Pneumonia adalah penyakit inflamasi pada paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area alveoli.(Axton & Fugate, 1993).Peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi, disebut pneumonia. (Sylvia) Penumonia adalah inflasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan di dalam alveoli.Hal ini terjadi ini terjadi akibat adanya invaksi agen atau infeksius adalah adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran.Trakhabrnkialis, adalah beberapa keadaan yang mengganggu mekanisme pertahanan sehingga timbul infeksi paru misalnya, kesadaran menurun, umur tua, trakheastomi, pipa endotrakheal, dan lain-lain.Dengan demikian flora endogen yang menjadi patogen ketika memasuki saluran pernapasan. ( Ngasriyal, Perawatan Anak Sakit, 1997) B. ETIOLOGI Pneumonia dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti: 1. Bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah staphylococcus aureus, streptococus, aeruginosa, legionella, hemophillus, influenza, eneterobacter. Bakteribakteri tersebut berada pada kerongkongan manusia sehat, setelah system pertahanan menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri tersebut segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. 2. Virus penyebab pneumonia diantaranya yaitu virus influenza, adenovirus,chicken-pox (cacar air). Meskipun virus-virus ini menyerang saluran pernafasan bagian atas, tetapi gangguan ini dapat memicu pneumonia, terutama pada anak-anak. 3. Organisme mirip bakteri yaitu Micoplasma pneumonia. Pneumonia jenis ini berbeda dengan pneumonia pada umumnya. Karena itu pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering disebut pneumonia yang tidak tipikal. Mikoplasma ini menyerang segala jenis usia. 4. Jamur penyebab pneumonia yaitu candida albicans C. KLASIFIKASI Secara garis besar pneumonia dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: 1. Aspirasi pneumonia



Terjadi bila bayi tersedak dan ada cairan /makanan masuk ke paru-paru.Pada bayi baru lahir, biasanya tersedak karena air ketuban atau ASI. 2. Pneumonia karena infeksi virus, bakteri, atau jamur Umumnya penyebab infeksi paru adalah virus dan bakteri seperti streptococcus pneumonia dan haemophylus influenzae. Gejala akan muncul 1-2 hari setelah terinfeksi. Gejala yang muncul mulai dari demam,batuk lalu sesak nafas. 3. Pneumonia akibat faktor lingkungan Polusi udara menyebabkan sesak nafas terutama bagi yang alergi. Bila tidak segera dilakukan pengobatan maka akan mengakibatkan bronchitis dan selanjutnya menjadi pneumonia. D. PATOFISIOLOGI Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif seperti menghirup bibit penyakit di uadara.Ada beberapa mekanisme yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi.Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paruparu, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks.Virus, mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial.Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis. Patway



virus



Micoplasma (mirip bakteri)



Bakteri



jamur



Masuk sasaluran pernafasan



Paru-paru



Bronkus & alveoli



Reseptor peradangan



Mengganggu krj makrofag



hipothalamus Hipertermi



Resiko penyebaran infeksi



Reseptor nyeri:



infeksi



Kringat berlebih



Peradangan/ inflamasi



Risti kekurangan cairan &elektrolit



Histamine



produksi skreet mngkat



odema



Prostaglandin



Difusi gas antara O2 & CO2 di alveoli terganggu



bradikinin



dispnea



Nyeri



kelelahan Nadi lemah



batuk



Gangguan pola napas



Kapasitas transportasi O2 menurun



Gangguan pertukaran gas



Bersihan jln napas tdk efektif



Pnekanan diafragma



Pe tekanan Intra abdomen



Anureksia



Saraf pusat



Nutrisi berkurang



Peningkatan Metabolisme



E. MANIFESTASI KLINIK 1. Menggigil, demam 2. Nyeri dada 3. Takipnea 4. Bibir dan kuku sianosis 5. Sesak nafas 6. Batuk



Risti terhadap gangguan nutrisi



7. Kelelahan F. KOMPLIKASI 1. Efusi pleura 2. Hipoksemia 3. Pneumonia kronik 4. Bronkaltasis 5. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang diserang tidak mengandung udara dan kolaps). 6. Komplikasi sistemik (meningitis) G. FAKTOR RESIKO 1. Usia diatas 65 tahun 2. Aspirasi secret orofaringea 3. Infeksi pernapasan oleh virus 4. Penyakit pernapasan kronik 5. Kanker 6. Trakeostomi 7. Bedah abdominal 8. Riwayat merokok 9. Alkoholisme 10. Malnurisi H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga menyatakan abses) 2. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada. 3. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus. 4. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan. 5. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis 6. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi 7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing



I. PENATALAKSANAAN Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya : 1. Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus. 2. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus. 3. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma. 4. Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda. 5. Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia. 6. Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.



J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas Terdiri atas nama, jenis kelamin, alamat, usia, pekerjaan, dan status perkawinan. 2. Fokus Pengkajian Hal-hal yang perlu dikaji : a. Riwayat Penyakit Demam, batuk, pilek, anoreksia, badan lemah/tidak bergairah, riwayat penyakit pernapasan, pengobatan yang dilakukan di rumah dan penyakit yang menyertai. b. Tanda Fisik Demam, dyspneu, tachipneu, menggunakan otot pernafasan tambahan, faring hiperemis, pembesaran tonsil, sakit menelan. c. Faktor perkembangan : umum, tingkat perkembangan, kebiasaan sehari-hari, mekanisme koping, kemampuan mengerti tindakan yang dilakukan. d. Pengetahuan pasien/ keluarga: pengalaman terkena penyakit



pernafasan,



pengetahuan tentang penyakit pernafasan dan tindakan yang dilakukan 3. Pemeriksaan Fisik a. Status penampilan kesehatan : lemah Tingkat kesadaran kesehatan : kesadaran normal, letargi, strupor, koma, apatis tergantung tingkat penyebaran penyakit b. Tanda-tanda vital  Frekuensi nadi dan tekanan darah : Takikardi, hipertensi  Frekuensi pernapasan : takipnea, dispnea progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot bantu pernapasan, pelebaran nasal.  Suhu tubuh Hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang direspon oleh hipotalamus.  Berat badan dan tinggi badan Kecenderungan berat badan anak mengalami penurunan. c. Integumen  Kulit  Warna : pucat sampai sianosis  Suhu : pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi setelah hipertermi teratasi kulit anak akan teraba dingin.  Turgor : menurun ketika dehidrasi d. Kepala dan mata  Kepala  Perhatikan bentuk dan kesimetrisan  Palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan yang nyata  Periksa higine kulit kepala, ada tidaknya lesi, kehilangan rambut, perubahan warna.



e. Sistem Pulmonal  Inspeksi : Adanya PCH - Adanya sesak napas, dyspnea, sianosis sirkumoral, distensi abdomen. Batuk : Non produktif Sampai produktif dan nyeri dada.  Palpasi : Fremitus raba meningkat disisi yang sakit, hati kemungkin membesar.  Perkusi : Suara redup pada paru yang sakit.  Auskultasi : Rankhi halus, Rankhi basah, Tachicardia. f. Sistem Cardiovaskuler Subyektif : sakit kepala. Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah g. h. i. j.



menurun. Sistem Neurosensori Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang. Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi. Sistem Genitourinaria Subyektif : mual, kadang muntah. Obyektif : konsistensi feses normal/diare. Sistem Digestif Subyektif : Obyektif : produksi urine menurun/normal. Sistem Musculoskeletal Subyektif : lemah, cepat lelah. Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan



otot aksesoris pernafasan. 4. Pemeriksaan Penunjang Studi Laboratorik :  Hb : menurun/normal  Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal  Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal. K. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum. 2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler alveolus. 3. Nyeri dada berhubungan dengan kerusakan parenkim paru. 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. 5. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi. 6. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi.



L. Rencana Keperawatan 1. Prioritas Diagnosa



a.



Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi



b.



sputum. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler



c. d.



alveolus. Nyeri dada berhubungan dengan kerusakan parenkim paru. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan



e. f.



kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan



kebutuhan oksigen. 2. Rencana Keperawatan a. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan peradangan, penumpukan secret. Tujuan : Setelah diberikan askep selama ..x 24 jam diharapkan bersihan jalan nafas efektif, ventilasi paru adekuat dan tidak ada penumpukan secret. Kriteria evaluasi : Intervensi :  Monitor frekuensi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada. Rasional : takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris terjadi karena peningkatan tekanan dalam paru dan penyempitan bronkus. Semakin sempit dan tinggi tekanan semakin meningkat frekuensi pernapasan.  Auskultasi area paru, catat area penurunan atau tak ada aliran udara Rasional : suara mengi mengindikasikan terdapatnya penyempitan bronkus oleh sputum. Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Krekels terjadi pada area paru yang banyak cairan eksudatnya.  Bantu pasien latihan nafas dan batuk secara efektif. Rasional : nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru atau jalan napas lebih kecil. Batuk secara efektif mempermudah pengeluaran dahak dan mengurangi tingkat kelelahan akibat batuk.  Suction sesuai indikasi. Rasional : mengeluarkan sputum secara mekanik dan mencegah obstruksi jalan napas.  Lakukan fisioterapi dada. Rasional : merangsang gerakan mekanik lewat vibrasi dinding dada supaya sputum mudah bergerak keluar.  Berikan cairan sedikitnya 1000 ml/hari (kecuali kontraindikasi).  Tawarkan air hangat daripada dingin. Rasional : meningkatkan hidrasi sputum. Air hangat mengurangi tingkat kekentalan dahak sehingga mudah dikeluarkan.  Kolaborasi pemberian obat bronkodilator dan mukolitik melalui inhalasi (nebulizer) Rasional : memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret dengan cepat.



b.



Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler alveolus. Tujuan : setelah diberikan askep selama...x24 jam diharapkan Kriteria evaluasi : Intervensi : Observasi frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernapas. Rasional : Distres pernapasan yang dibuktikan dengan dispnea dan takipnea sebagai indikasi penurunan kemampuan menyediakan oksigen bagi jaringan.  Observasi warna kulit, catat adanya sianosis pada kulit, kuku, dan jaringan sentral. Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vasokonstriksi. Sedangkan sianosis daun telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut (membran hangat) menunjukkan hipoksemia sistemik.  Kaji status mental dan penurunan kesadaran. Rasional : Gelisah, mudah terangsang, bingung, dan somnolen sebagai petunjuk hipoksemia atau penurunan oksigenasi serebral.  Awasi frekuensi jantung atau irama Rasional : Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam atau dehidrasi tetapi dapat sebagai respons terhadap hipoksemia  Awasi suhu tubuh. Rasional : Demam tinggi saat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigensi seluler.  Kolaborasi pemberian terapi oksigen dengan benar, misalnya dengan masker, masker venturi, nasal prong. Rasional : tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO 2 di atas 60 mmHg (normal PO2 80-100 mmHg). Oksigen diberikan dengan metode yang



c.



memberikan pengiriman tepat dalam toleransi pasien. Nyeri dada berhubungan dengan kerusakan parenkim paru. Tujuan : setelah diberikan askep...x24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang. Kriteria evaluasi : Intervensi :  Tentukan karakteristik nyeri, misalnya tajam, konstan, ditusuk, selidiki perubahan karakter atau lokasi atau intensitas nyeri. Rasional : nyeri pneumonia mempunyai karakter nyeri dalam dan meningkat saat inspirasi dan biasanya menetap. Nyeri dapat dirasakan pada bagian apeks atau tengah dada, kalau pada dada bagian bawah nyeri kemungkinan timbul komplikasi perikarditis.  Pantau tanda vital Rasional : nyeri akan meningkatkan mediator kimia serabut persarafan yang dapat merangsang vasokonstriksi pembuluh darah sistemik, meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jaringan (meningkatkan RR).



 Berikan tindakan distraksi, misalnya mendengarkan musik anak, menonton film tentang anak-anak. Rasional : mengurangi fokus terhadap nyeri dada sehingga dapat mengurangi ketegangan karena nyeri.  Berikan tindakan nyaman, misalnya pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang, relaksasi, atau latihan napas. Rasional : tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat d.



menghilangkan ketidaknyamanan dan mempertahankan efek terapi analgesik. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi. Tujuan : Setelah diberikan askep ....x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria evaluasi : Intervensi :  Identifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah, misalnya sputum banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri. Rasional : sputum akan merangsang nervus vagus sehingga berakibat mual, dispnea dapat merangsang pusat pengaturan makan di medula oblongata.  Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin.  Berikan atau bantu kebersihan mulut setelah muntah. Setelah tindakan aerosol dan drainase postural, dan sebelum makan. Rasional : menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual.  Jadwalkan pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan. Rasional : menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini.  Auskultasi bunyi usus. Observasi atau palpasi distensi abdomen. Rasional : bunyi usus mungkin menurun/ tak ada bila proses infeksi berat atau memanjang. Distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara atau menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran GI.  Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering (roti panggang, krekers) dan atau makanan yang menarik untuk pasien. Rasional : tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali.  Evaluasi status nutrisi umum. Ukur berat badan dasar. Rasional : adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme) atau keterbatasan keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan



e.



terhadap infeksi dan atau lambatnya respons terhadap terapi. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi. Tujuan : Kriteria evaluasi : Intervensi :



 Kaji suhu tubuh dan nadi setiap 4 jam. Rasional : untuk mengetahui tingkat perkembangan pasien.  Pantau warna kulit dan suhu. Rasional : sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respons tubuh terhadap demam.  Berikan dorongan untuk minum sesuai pesanan. Rasional : peningkatan suhu tubuh meningkatkan peningkatan IWL, sehingga banyak cairan tubuh yang keluar dan harus diimbangi pemasukan cairan.  Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan, misalnya kompres hangat. Rasional : demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan



f.



kebutuhan oksigen dan menggangu oksigenasi seluler.  Kolaborasi pemberian antipiretik yang diresepkan sesuai kebutuhan. Rasional : mempercepat penurunan suhu tubuh. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Tujuan : setelah diberikan askep...x24 jam diharapkan Kriteria evaluasi : Intervensi :  Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan Rasional : menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.  Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang tepat. Rasional : menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.  Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat. Rasional : tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan aktivitas dilanjutkan dengan respons individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan pernapasan.  Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur. Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan meja atau bantal.  Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan



kenutuhan oksigen. 3. Implementasi Dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien. 4. Evaluasi Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.



DAFTAR PUSTAKA



Astuti, Widya Harwina. 2010. Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: TIM Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1, EGC, Jakarta. Doengoes Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan; Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta. Ngastiyah. (1997). Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta. Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine, Patofisiologi, buku-2, Edisi 4, EGC, Jakarta. Riyadi, Sujono dan Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta : Graha Ilmu Suparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta Suriadi, SKp, MSN. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto. Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.



http://ardyanpradanaoo7.blogspot.com/2011/02/laporan-pendahuluan-asuhankeperawatan.html (diakses 13 Maret 2013) http://stikmuh-ptk.medecinsmaroc.com/t3-askep-anak-dengan-pneumonia (diakses 13 Maret 2013) http://wildanprasetya.blog.com/2009/04/18/askep-pneumonia/ (diakses 13 Maret 2013) http://wwwensufhy.blogspot.com/2011/04/asuhan-keperawatan-anak-pneumonia.html (diakses 13 Maret 2013)