LP Spondilitis TB [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN SPONDILITIS TB (TUBERCULOSIS)



1. Konsep Dasar Medis A. Definisi Spondilitis tuberkulosis (TB) atau dikenal dengan Pott’s disease adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang mengenai tulang belakang.Infeksi Mycobakcterium tuberculosis pada tulang belakang terbanyak disebarkan melalui infeksi dari diskus. Mekanisme infeksi terutama oleh penyebaran melalui hematogen (Epi, Purniti, Subanada, & Astawa, 2008). Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal dengan sebutan Spondilitis TB merupakan kejadian TB ekstrapulmonal ke bagian tulang belakang tubuh (Brunner, Suddart, & Smeltzer, 2008). B. Etiologi Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang merupakan anggota ordo Actinomicetales dan famili Mycobacteriase. Basil tuberkel berbentuk batang lengkung, gram positif lemah yaitu sulit untuk diwarnai tetapi sekali berhasil diwarnai sulit untuk dihapus walaupun dengan zat asam, sehingga disebut sebagai kuman batang tahan asam. Hal ini disebabkan oleh karena kuman bakterium memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan lemak (asam lemak mikolat). Selain itu bersifat pleimorfik, tidak bergerak dan tidak membentuk spora serta memiliki panjang sekitar 2-4 cm. Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus). Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun spesies Mycobacterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum (penyebab paling sering tuberkulosa di Afrika Barat), bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria (banyak ditemukan pada penderita HIV). Perbedaan jenis spesies ini menjadi penting karena sangat mempengaruhi pola resistensi obat. Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang bersifat acid-fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yang konvensional. Dipergunakan teknik ZiehlNielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri tubuh secara lambat dalam media egg-



enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain . C. Tanda dan gejala a. Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun. b. Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada anak-anak sering disertai denganmenangis pada malam hari. c. Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke garis tengah atas dada melaluiruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh tertekannya radiks dorsalis di tingkat torakal. d. Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinale. Deformitas pada punggung (gibbus) e. Pembengkakan setempat (abses) f. Adanya proses tbc (Tachdjian, 2005).Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 % kasus spondilitis tuberkulosa karena proses destruksi lanjut berupa: a. Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula spinalis yang menyebabkan kekakuan padagerakan berjalan dan nyeri. b. Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan adanya batas defisit sensorik setinggi tempatgibbus atau lokalisasi nyeri interkostal Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut, kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus, hiper-refleksia dan refleks babinski bilateral (Hidalgo, 2006). Pada stadium awal belum ditemukan deformitas tulang vertebra dan belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus, termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya



adalah adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas (Craig, 2009). Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri dan kekakuan di daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring. Harus diingat pada mulanya penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium awal jarang dijumpai kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat (Wheeles, 2011). D. Klasifikasi Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal empat bentuk spondilitis: 1. Peridiskal / paradiskal Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal. 2. Sentral Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal. 3. Anterior Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral. 4. Bentuk atipikal Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan



keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%. E. Patofisiologi Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari system pulmoner dan genitourinarius. Basil masuk ke korpus vertebra melalui 2 jalur utama , jalur arteri dan jalur vena serta jalur tambahan. Jalur utama berlangsung secara sistemik, mengalir sepanjang arteri ke perifer masuk kedalam korpus vertebra ; berasal dari arteri segmental interkostal atau arteri segmental lumbal yang memberikan darah ke separuh dari korpus yang berdekatan, dimana setiap korpus diberi nutrisi oleh 4 buah arteri nutrisia. Didalam korpus arteri ini berakhir sebagai end artery, sehingga perluasan infeksi korpus vertebra sering dimulai didaerah paradiskal (Moesbar, 2006). Jalur kedua adalah melalui pleksus Batson, suatu anyaman vena epidural dan peridural. Vena dari korpus vertebra mengalir ke pleksus Batson pada daerah perivertebral. Pleksus ini beranastomose dengan pleksus-pleksus pada dasar otak, dinding dada, interkostal, lumbal dan pelvis ; sehingga darah dalam pleksus Batson berasal dari daerah-daerah tersebut diatas. Jika terjadi aliran retrograd akibat perubahan tekanan pada dinding dada dan abdomen maka basil dapat ikut menyebar dari infeksi tuberkulosa yang berasal dari organ didaerah aliran vena-vena tersebut (Moesbar, 2006). Jalur ketiga adalah penyebaran perkontinuitatum dari abses paravertebral yang telah terbentuk, dan menyebar sepanjang ligamentum longitudial anterior dan postrior ke korpus vertebra yang berdekatan. Penyakit ini umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan atau dari daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebral dan ke korpus yang berada didekatnya (Moesbar, 2006).



Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batson’s yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Infeksi tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari vertebra. Area infeksi secara bertahap bertambah besar dan meluas, berpenetrasi ke dalam korteks tipis korpus vertebra sepanjang ligamen longitudinal anterior, melibatkan dua atau lebih vertebrae yang berdekatan melalui perluasan di bawah ligamentum longitudinal anterior atau secara langsung melewati diskus intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan fokus yang multipel yang dipisahkan oleh vertebra yang normal, atau infeksi dapat juga berdiseminasi ke vertebra yang jauh melalui abses paravertebral. Terjadinya nekrosis perkijuan yang meluas mencegah pembentukan tulang baru dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi avascular sehingga menimbulkan



tuberculous



sequestra,



terutama



di



regio



torakal.



Discus



intervertebralis, yang avaskular, relatif lebih resisten terhadap infeksi tuberkulosa. Penyempitan rongga diskus terjadi karena perluasan infeksi paradiskal ke dalam ruang diskus, hilangnya tulang subchondral disertai dengan kolapsnya corpus vertebra karena nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi diskus, sekunder karena perubahan kapasitas fungsional dari end plate. Suplai darah juga akan semakin terganggu dengan timbulnya endarteritis yang menyebabkan tulang menjadi nekrosis. Destruksi progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian tersebut akan menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan berat badan sehingga kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan sendi intervertebral dan lengkung syaraf posterior tetap intak, jadi akan timbul deformitas berbentuk kifosis yang progresifitasnya (angulasi posterior) tergantung dari derajat kerusakan, level lesi dan jumlah vertebra yang terlibat. Bila sudah timbul deformitas ini, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa penyakit ini sudah meluas. Dengan adanya peningkatan sudut kifosis di regio torakal, tulang-tulang iga akan menumpuk menimbulkan bentuk deformitas rongga dada berupa barrel chest.Proses penyembuhan kemudian terjadi secara bertahap dengan timbulnya fibrosis dan kalsifikasi jaringan granulomatosa tuberkulosa. Terkadang jaringan fibrosa itu mengalami osifikasi, sehingga mengakibatkan ankilosis tulang vertebra yang kolaps.Pembentukan abses paravertebral terjadi hampir pada setiap kasus.



Dengan kolapsnya korpus vertebra maka jaringan granulasi tuberkulosa, bahan perkijuan, dan tulang nekrotik serta sumsum tulang akan menonjol keluar melalui korteks dan berakumulasi di bawah ligamentum longitudinal anterior. Cold abcesss ini kemudian berjalan sesuai dengan pengaruh gaya gravitasi sepanjang bidang fasial dan akan tampak secara eksternal pada jarak tertentu dari tempat lesi aslinya.



F. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Radiologi Radiologi hingga saat ini merupakan pemeriksaan yang paling menunjang untuk diagnosis dini spondilitis TB karena memvisualisasi langsung kelainan fi sik pada tulang belakang. Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan seperti sinar-X, Computed Tomography Scan (CTscan), dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). a. Sinar-X Sinar-X merupakan pemeriksaan radiologis awal yang paling sering dilakukan dan berguna untuk penapisan awal. Proyeksi yang diambil sebaiknya dua jenis, proyeksi AP dan lateral. Pada fase awal, akan tampak lesi osteolitik pada bagian anterior badan vertebra dan osteoporosis regional. Penyempitan ruang diskus intervertebralis menandakan terjadinya kerusakan diskus. Pembengkakan jaringan lunak sekitarnya memberikan gambaran Fusiformis. Pada fse lanjut, kerusakan bagian anterior semakin memberat dan membentuk angulasi kifotik (gibbus). Bayangan opak yang memanjang paravertebral dapat terlihat, yang merupakan cold abscess. Namun, sayangnya sinar-X tidak dapat mencitrakan cold abscess dengan baik. Dengan proyeksi lateral, klinisi dapat menilai angulasi kifotik diukur dengan metode Konstam.



b. CT Scan CT-scan dapat memperlihatkan dengan jelas sklerosis tulang, destruksi badan vertebra, abses epidural, fragmentasi tulang, dan penyempitan kanalis spinalis. CT myelography juga dapat menilai dengan akurat kompresi medula spinalis apabila tidak tersedia pemeriksaan MRI. Pemeriksaan ini meliputi penyuntikan kontras



melalui punksi lumbal ke dalam rongga subdural, lalu dilanjutkan dengan CT scan. Selain hal yang disebutkan di atas, CT scan dapat juga berguna untuk memandu tindakan biopsi perkutan dan menentukan luas kerusakan jaringan tulang. Penggunaan CT scan sebaiknya diikuti dengan pencitraan MRI untuk visualisasi jaringan lunak.



c. MRI MRI merupakan pencitraan terbaik untuk menilai jaringan lunak. Kondisi badan vertebra, diskus intervertebralis, perubahan sumsum tulang, termasuk abses paraspinal dapat dinilai dengan baik dengan pemeriksaan ini.Untuk mengevaluasi spondilitis TB, sebaiknya dilakukan pencitraan MRI aksial, dan sagital yang meliputi seluruh vertebra untuk mencegah terlewatkannya lesi noncontiguous. MRI juga dapat digunakan untuk mengevaluasi perbaikan jaringan. Peningkatan sinyal- T1 pada sumsum tulang mengindikasikan pergantian jaringan radang granulomatosa oleh jaringan lemak dan perubahan MRI ini berkorelasi dengan gejala klinis (Zuwanda & Janitra, 2013).



2. Laboraturium a. Darah



Secara umum, sama dengan penderita penyakit kronik lainnya,sering ditemukan anemia hipokrom. Hitung-jumlah lekosit dapat normal atau meningkat sedikit, pada hitung jenis ditemukan monositosis. Laju endap darah meningkat tetapi tidak dapat menjadi indicator aktivitas penyakit. b. Tes Tuberkulin Dengan cara Mantoux, disuntikkan PPD 5 TU (0.1 ml) intrakutan. Reaksi pada tubuh dibaca setelah 48-72 jam. Jika indurasi < 5 mm dikatakan tes Mantoux negatif. Indurasi > 10 mm , tes Mantoux positif ; sedangkan indurasi 5 – 9 mm meragukan dan perlu diulang. c. Bakteriologi Untuk pemeriksaan balteriologik dan histopatologik diperlukan pengambilan bahan melalui biopsi atau operasi. Biopsi dapat dilakukan dengan cara fine needle aspiration dengan tuntunan CT atau video assisted thoracoscopy. Pemeriksaan terhadap bahan pemeriksaan yang diambil dengan biopsi dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopik biasa, mikroskopik fluoresen atau biakan. Pada pemeriksaan mikroskopik dapat dilakukan pewarnaan Ziehl Nielsen, Tan Thiam Hok, Kinyoun-Gabbet atau denagn metoda fluorokrom yang memakai pewarnaan auramine dan rhodamine. Pemeriksaan ini membutuhkan sedikitnya 5 x 103 kuman per ml sputum.. Hasil pemeriksaan ini dipengaruhi oleh : jenis spesimen, ketebalan sediaan apus yang dihasilkan, ketebalan pewarnaan, kemampuan dan keahlian pemeriksa. Beberapa cara yang dilakukan untuk meningkatkan sensitifitas hasil pemeriksaan sediaan apus secara mikroskopik, yaitu:



cytocentrifugation dari bahan



pemeriksaan sputum, mencairkan sputum dengan sodium hypochloride diikuti dengan sedimentasi selama satu malam. Jumlah basil tuberkulosis yang didapatkan pada spondilitis tuberkulosa lebih rendah bila dibandingkan dengan tuberkulosis paru. Juga pada pewarnaan biasa hanya sanggup mendiagnosa sekitar separuhnya. 1. Kultur Semua spesimen yang mengandung mikobakteria harus di inokulasi melalui media kultur, karena : kultur lebih sensitif dari pada pemeriksaan mikroskopis, dapat mendeteksi hingga 10 bakteri per ml ; kultur dapat melihat perkembangan organisme yang diperlukan untuk identifikasi yang



akurat dan dengan pembiakan kuman dapat dilakukan resistensi tes terhadap obat-obat anti tuberkulosa. 2. Histopatologi Secara histopatologik, hasil biopsi member gambaran granuloma epiteloid yang khas dan sel datia Langhans, suatu giant cell multinukleotid yang khas. 3. PCR Prinsip kerja PCR adalah 3 tahapan reaksi yang dilakukan pada suhu yang berbeda. Yaitu: denaturasi, aneling primer, dan polimerase. Ini adalah suatu proses amplifikasi DNA yang dilakukan berulangkali. Produk yang dihasilkan bertindak sebagai template untuk siklus berikutnya sehingga setiap siklus menghasilkan produk secara eksponensial. Dengan kemampuan ini PCR dapat mendeteksi basil tuberkulosa yang jumlahnya tidak cukup untuk bisa diperiksa secara mikroskopis atau bakteriologis. Jumlah kuman 10 – 1000 sudah dapat dideteksi dengan pemeriksaan ini. G. Pengkajian keperawatan Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan keperawatan dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek keperawatan yang terdiri dari lima tahap yang meliputi : pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. 1. Pengkajian. Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Pengkajian di lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat memeri arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengelomp[okan data, perumusan diagnosa keperawatan. a. Pengumpulan data. Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada klien, keluarga maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. 1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan diagnosa medis.



2) Riwayat penyakit sekarang. Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit. Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut. Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah, sumersumer (Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan. 3) Riwayat penyakit dahulu Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru. 4) Riwayat kesehatan keluarga. Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang menderita penyakit menular tersebut. 5) Riwayat psikososial Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit, pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan mempengaruhi sosialisai penderita. 6) Pola - pola fungsi kesehatan a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak semua klien mengerti benar perjalanan penyakitnya. Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.



b. Pola nutrisi dan metabolisme. Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi



lemah



dan



amnesia.



Sedangkan



kebutuhan



metabolisme tubuh semakin meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status nutrisinya. c. Pola eliminasi. Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses aliminasi. d. Pola aktivitas. Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut. e. Pola tidur dan istirahat. Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat. f. Pola hubungan dan peran. Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal. g. Pola persepsi dan konsep diri. Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri. h. Pola sensori dan kognitif. Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi komplikasi paraplegi.



i. Pola reproduksi seksual. Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara merawat sehari - hari tidak terganggu atau dapat dilaksanakan. j. Pola penaggulangan stres Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya , akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan rasa stres, klien akan bertanya tanya tentang penyakitnya untuk mengurangi stres. k. Pola tata nilai dan kepercayaan. Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya. 7) Pemeriksaan fisik. a. Inspeksi. Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis. b. Palpasi. Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi. c. Perkusi. Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok. d. Auskultasi. Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan. ( Abdurahman, et al 1994 : 145 ). 8) Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium. a. Radiologi



-



Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat jarang menyerang area posterior.



-



Terdapat penyempitan diskus



-



Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).



b. Laboratorium -



Laju endap darah meningkat



c. Tes tuberkulin. Reaksi tuberkulin biasanya positif. b. Analisa. Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data subjektif yaitu data yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau data verbal dan objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan, observasi,



pengukuran



dan



hasil



pemeriksaan



radiologi



maupun



laboratorium. Dari hasil analisa data dapat disimpulkan masalah yang di alami oleh klien. H. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul  Diagnosa 1: Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, paraplegia, paralisis ekstremitas bawah, kelemahan fisik (anggota gerak)  Definisi : keterbatasan dalam gerakan fisik satu atau lebih ekstermitas secara mandiri dan terarah  Batasan Karakteristik  Dispnea setelah beraktifitas  Gangguan sikap berjalan  Gerakan lambat  Gerakan spastik  Gerakan tidak terkoordinasi  Instabilitas postur  Kesulitan membolak balik posisi  Ketidaknyamanan  Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus  Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar  Faktor yang berhubungan  Ansietas



 Depresi  Agens farmaseutikal  Gangguan fungsi kognitif  Gangguan metabolisme  Nyeri  Kerusakan integritas struktur tulang  Penurunan kekuatan otot  Diagnosa 2: gangguan citra tubuh b/d gibbus  Definisi : Konfusi dalam gambaran mental tentang diri-fisik individu  Batasan karakteristik : 



Perilaku mengenalii tubuh individu







Perilaku menghindari tubuh individu







Perilaku memantau tubuh individu







Respons nonverbal terhadap perubahan actual pada tubuh (mis., penampilan, struktur, fungsi)







Respons nonverbal terhadap persepsi perubahan pada tubuh (mis., penampilan, struktur, fungsi)







Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan perubahan pandangan tentang tubuh individu (mis., penampilan, struktur, fungsi)







Mengungkapkan persepsi yang mencerminkan perubahan pandangan tentang tubuh individu dalam penampilan



 Faktor yang berhubungan : 



Biofisik







Kognitif







Budaya







Tahap perkembangan







Penyakit







Cedera







Perceptual







Psikososial







Spiritual







Pembedahan







Trauma







Terapi penyakit



 Diagnosa 3:ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan menelan  Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebuthan metabolik  Batasan karakteristik :







Kram abdomen







Nyeri abdomen







Menghindari makan







Berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal







Kerapuhan kapiler







Diare







Kehilangan rambut berlebihan







Bising usus hiperaktif







Kurang makanan







Kurang informasi







Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat



I. Tujuan rencana keperawatan perdiagnosa keperawatan  Diagnosa 1: Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, paraplegia, paralisis ekstremitas bawah, kelemahan fisik (anggota gerak)  Tujuan dan kriteria hasil:Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: 



Klien meningkat dalam aktivitas fisik







Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas







Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah







Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)



 Diagnosa 2 : gangguan citra tubuh b/d gibbus  Tujuan dan kriteria hasil : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x24 jam diharapkan gangguan citra tubuh klien teratasi dengan kriteria hasil :  NOC label: Adaptation to Physical Disability 



Mampu beradaptasi dengan keterbatasan fungsional (skala 4 dari 1 – 5)



 NOC label : Body Image 



Puas dengan penampilan tubuh (skala 4 dari 1 – 5)







Mampu menyesuaikan dengan perubahan fungsi tubuh (skala 4 dari 1 – 5)



 Diagnosa 3: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan menelan  Tujuan dan kriteria hasil: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3×24 jam diharapkan pemenuhan kebutuhan pasien tercukupi dengan kriteria hasil :  NOC Label >> Nutritionl status 



Intake nutrisi tercukupi.







Asupan makanan dan cairan tercukupi



 NOC Label >> Nausea dan vomiting severity











Penurunan intensitas terjadinya mual muntah







Penurunan frekuensi terjadinya mual muntah.



NOC Label >> Weight : Body mass







Pasien mengalami peningkatan berat badan



J. Intervensi keperawatan dan rasional perdiagnosa keperawatan  Diagnosa 1 : Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, paraplegia, paralisis ekstremitas bawah, kelemahan fisik (anggota gerak)  NIC :Exercise therapy : ambulation 1. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan Rasional



:agar



dapat



mengetahui



perkembangan



klien



sehingga



memudahkan untuk pemberian therapy 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan Rasional : Sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/ meningkatkan mobilitas pasien 3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera Rasional : Mempertahankan/keningkatkan kekuatan dan ketahanan otot 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi Rasional :memudahkan pasien dalam mobilisasi 5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi Rasional :untuk mengetahui sejauh mana perkembangan pasien dalam mobilisasi 6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan Rasional : Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan 7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. Rasional :memudahkan pasien dalam memenuhi kebutuhan ADLS dan menghindari resiko jatuh 8. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan Rasional



:Tujuan



penggunaan



alat



bantu



tersebut



adalah



untuk



mempromosikan keselamatan, meningkatkan mobilitas, menghindari jatuh, dan menghemat energi



9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan Rasional :agar memudahkan pasien dalam mobilisasi  Diagnosa 2 : gangguan citra tubuh b/d gibbus  NIC label : Body Image Enhancement 



Monitor frekuensi kalimat yang mengkritik diri sendiri







Bantu klien untuk mengenali tindakan yang akan meningkatkan penampilannya







Fasilitasi hubungan klien dengan individu yang mengalami perubahan citra tubuh yang serupa







Identifikasi dukungan kelompok yang tersedia untuk klien



 NIC label : Self Esteem Enhancement 



Anjurkan klien untuk menilai kekuatan pribadinya







Anjurkan kontak mata dalam berkomunikasi dengan orang lain







Fasilitasi lingkungan dan aktifitas yang akan meningkatkan harga diri klien







Monitor tingkat harga diri klien dari waktu ke waktu dengan tepat



 Rasional  Body Image Enhancement 



Untuk mengetahui seberapa besar klien mampu menerima keadaan dirinya







Untuk meningkatkan percaya diri klien







Untuk meningkatkan percaya diri dan semangat klien







Untuk mengetahui kekuatan pribadi klien







Agar klien tahu seberapa kekuatan pribaidnya







Agar klien lebih percaya diri







Agar klien bisa melakukan aktivitas







Memantau kondisi klien



 Diagnosa 3: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan menelan  NIC Label >> Nutrition management 1. Kaji status nutrisi pasien 2. Jaga kebersihan mulut, anjurkan untuk selalu melalukan oral hygiene.



3. Delegatif pemberian nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan pasien 4. Berian informasi yang tepat terhadap pasien tentang kebutuhan nutrisi yang tepat dan sesuai. 5. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi zat besi seperti sayuran hijau  NIC Label >> Nausea management 1. Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat keparahan, faktor frekuensi, presipitasi yang menyebabkan mual. 2. Anjurkan pasien makan sedikit demi sedikit tapi sering. 3. Anjurkan pasien untuk makan selagi hangat 4. Delegatif pemberian terapi antiemetik : 



Ondansentron 2×4 (k/p)







Sucralfat 3×1 CI



 NIC Label >> Weight management 1. Diskusikan dengan keluarga dan pasien pentingnya intake nutrisi dan hal-hal yang menyebabkan penurunan berat badan. 2. Timbang berat badan pasien jika memungkinan dengan teratur  Rasional :  NIC Label >> Nutrition management 1. Pengkajian penting dilakukan untuk mengetahui status nutrisi pasien sehingga dapat menentukan intervensi yang diberikan. 2. Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan 3. Untuk membantu memenuhi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan pasien. 4. Informasi yang diberikan dapat memotivasi pasien untuk meningkatkan intake nutrisi.



5. Zat besi dapat membantu tubuh sebagai zat penambah darah sehingga mencegah terjadinya anemia atau kekurangan darah  NIC Label >> Nausea management 1. Penting untuk mengetahui karakteristik mual dan faktor-faktor yang menyebabkan mual. Apabila karakteristik mual dan faktor penyebab mual diketahui maka dapat menetukan intervensi yang diberikan. 2. Makan sedikit demi sedikit dapat meningkatkn intake nutrisi. 3. Makanan dalam kondisi hangat dapat menurunkan rasa mual sehingga intake nutrisi dapat ditingkatkan. 4. Antiemetik dapat digunakan sebagai terapi farmakologis dalam manajemen mual dengan menghamabat sekres asam lambung.  NIC Label >> Weight management 1. Membantu memilih alternatif pemenuhan nutrisi yang adekuat. 2. Dengan menimbang berat badan dapat memantau peningkatan dan penrunan status gizi.



Daftar pustaka Bulechek,Gloria M.2013.Indonesia: Nursing Intervention Clasification Elizabeth, J. Corwin.2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG Herdman, T.H.2015.Jakarta: Nanda International Diagnosis Keperawatan Epi, I. G., Purniti, P. S., Subanada, I. B., & Astawa, P. (2008). Spondilitis Tuberkulosis. Sari Pediatri , 177-183. Moesbar, N. (2006). Infeksi Tuberkulosa pada Tulang Belakang. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 , 279-289. Vitriana. (2002). Spondilitis Tuberkulosa. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi FK-UNPAD. Zuwanda, & Janitra, R. (2013). Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondilitis Tuberkulosis. CDK-208 , 661-673.