LP Trauma Brain [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS DENGAN TRAUMA BRAIN INJURY Disusun ntuk memenuhi tugas stase keperawatan gawat darurat dan kritis



Oleh AFENTIANI RIZKY SUHENDRI 204291517030



UNIVERSITAS NASIONAL FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI 2021



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI......................................................................................................................................ii A.



B.



KONSEP DASAR.....................................................................................................................1 1.



Anatomi dan Fisiologi system syaraf pusat..................................................................1



2.



Definisi...........................................................................................................................3



3.



Etiologi...........................................................................................................................4



4.



Patofisiologi...................................................................................................................4



ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................................................7 1.



Pengkajian.....................................................................................................................7



2. Diagnosa Keperawatan.....................................................................................................10 3. Intervensi Keperawatan...................................................................................................10 4. Implementasi Keperawatan.............................................................................................12 5. Evaluasi Keperawatan......................................................................................................12 DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................13



ii



A. KONSEP DASAR 1. Anatomi dan Fisiologi system syaraf pusat Sistem syaraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan medulla spinalis yang dilindungi tulang kranium dan kanal vertebral. 1). Otak Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat pengatur dari segala kegiatan manusia. Otak terletak di dalam rongga tengkorak. Otak manusia mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh, mengkonsumsi 25% oksigen dan menerima 1,5% curah jantung. Bagian utama otak adalah otak besar (Cerebrum), otak kecil (Cerebellum), dan batang otak. a. Otak Besar (cerebrum) Otak besar merupakan pusat pengendali kegiatan tubuh yang disadari, yaitu berpikir, berbicara, melihat, bergerak, mengingat, dan mendengar. Otak besar dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan kanan dan belahan kiri. Masing-masing belahan pada otak tersebut disebut hemister. Otak besar belahan kanan mengatur dan mengendalikan kegiatan tubuh sebelah kiri, sedangkan otak belahan kiri mengatur dan mengendalikan bagian tubuh sebelah kanan (Pearce, 2007). b. Otak kecil (cerebellum) Otak kecil terletak di bagian belakang otak besar, tepatnya di bawah otak besar. Otak kecil terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan luar berwarna kelabu dan lapisan dalam berwarna putih. Otak kecil dibagi menjadi dua bagian, yaitu belahan kiri dan belahan kanan yang dihubungkan oleh jembatan varol. Otak kecil berfungsi sebagai pengatur keseimbangan tubuh dan mengkoordinasikan kerja otot ketika seseorang akan melakukan kegiatan. Dan pusat keseimbangan tubuh. Otak kecil dibagi tiga daerah yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Otak depan meliputi: Hipotalamus, merupakan pusat pengatur suhu, selera makan, keseimbangan cairan tubuh, rasa haus, tingkah laku, kegiatan reproduksi, meregulasi pituitari. Talamus, merupakan pusat pengatur sensori, menerima semua rangsan yang berasal dari sensorik cerebrum. Kelenjar pituitary, sebagai sekresi hormon. Otak tengah dengan bagian atas merupakan lobus optikus yang merupakan pusat refleks mata. Otak belakang, terdiri atas dua bagian yaitu otak kecil dan medulla oblongata. Medula oblongata berfungsi mengatur denyut jantung, tekanan darah, mengatur pernapasan, sekresi ludah, menelan, gerak peristaltic, batuk, dan bersin (Pearce, 2007).



1



c. Batang otak Batang otak merupakan struktur pada bagian posterior (belakang) otak. Batang otak merupakan sebutan untuk kesatuan dari tiga struktur yaitu medulla oblongata, pons dan mesencephalon (otak tengah). 1) Medula oblongata Medula oblongata merupakan sumsum lanjutan atau sumsum penghubung, terbagi menjadi dua lapis, yaitu lapisan dalam dan luar berwarna kelabu karena banyak mengandung neuron. Lapisan luar berwarna putih, berisi neurit dan dendrit. Panjangnya sekitar 2,5 cm dan menjulur dari pons sampai medulla spinalis dan terus memanjang. Bagian ini berakhir pada area foramen magnum tengkorak. Pusat medulla adalah nuclei yang berperan dalam pengendalian fungsi seperti frekuensi jantung, tekanan darah, pernapasan, batuk, menelan dan muntah. Nuclei yang merupakan asal syaraf cranial IX, X, XI dan XII terletak di dalam medulla. Fungsi sumsum tulang belakang adalah mengatur reflex fisiologis, seperti kecepatan napas, denyut jantung, suhu tubuh, tekanan, darah, dan kegiatan lain yang tidak disadari (Pearce, 2007). 2) Pons Pons terletak di bagian atas dari batang otak, antara medulla oblongata dan talamus, dan dalam banyak hal bertindak sebagai penghubung antara kedua daerah. Pons dibuat terutama dari “materi putih,” yang berbeda, baik secara fungsional dan biologis, dari “abuabu” dari serebral otak, dan umumnya berukuran cukup kecil, sekitar satu inci (2,5 cm) di kebanyakan orang dewasa. Ukuran dan lokasi membuat ide untuk mengendalikan dan mengarahkan banyak sinyal syaraf, yang sebagian besar berhubungan dengan wajah dan sistem pernapasan (Pearce, 2007). Tiga fungsi utama dari pons adalah sebagai jalur untuk mentransfer sinyal antara otak besar dan otak kecil; membantu mengirimkan sinyal syaraf kranial keluar dari otak dan ke wajah dan telinga; dan mengendalikan fungsi yang tidak disadari seperti respirasi dan kesadaran. Meskipun pons adalah bagian kecil dari otak itu adalah salah satu yang sangat penting. Lokasi pons di batang otak, cocok untuk melakukan sinyal masuk dan keluar, dan berfungsi sebagai titik asal bagi banyak syaraf kranial yang penting. Kegiatan mengunyah, menelan, bernapas, dan tidur menggunakan pons. Pons juga memainkan peran dalam pendengaran, berfungsi sebagai titik asal untuk empat dari dua belas syaraf kranial utama yaitu: trigeminal yang abdusen, wajah, dan vestibulokoklear. Karena berfungsi sebagai jalur untuk syaraf ini dan membawa sinyal mereka ke korteks utama. Sebagian besar sinyal ini berhubungan dengan fungsi wajah, termasuk gerakan dan sensasi di mata dan telinga (Pearce, 2007 d. Otak tengah (Mesensefalon) Otak tengah merupakan penghubung antara otak depan dan otak belakang, bagian otak tengah yang berkembang adalah lobus optikus yang berfungsi sebagai pusat refleksi pupil 2



mata, pengatur gerak bola mata, dan refleksi akomodasi mata. Bagian-bagian dari otak (Marieb et al, 2001) 2). Sumsum Tulang Belakang (Medula Spinalis) Sumsum tulang belakang terletak memanjang didalam rongga tulang belakang, mulai dari ruas-ruas tulang leher sampai ruas-ruas tulang pinggang yang kedua. Sumsum tulang belakang terbagi menjadi dua lapis, yaitu lapisan luar berwana putih dan lapisan dalam berwarna kelabu. Lapisan luar mengandung serabut syaraf dan lapisan dalam mengandung badan syaraf. Di dalam sumsum tulang belakang terdapat syaraf sensorik, syaraf motorik, dan syaraf penghubung. Fungsinya adalah sebagai penghantar impuls dari otak dan ke otak serta sebagai pusat pengatur gerak (Pearce, 2007). Medulla spinalis berbentuk silinder berongga dan agak pipih. Walaupun diameter medulla spinalis bervariasi, diameter struktur ini biasanya sekitar ukuran jari kelingking. Panjang rata-rata 42 cm. Pembesaran lumbal dan serviks menandai sisi keluar syaraf spinal besar yang mensuplai lengan dan tungkai. Tiga puluh satu pasang (31) syaraf spinal keluar dari area urutan korda melalui foramina intervertebral. Terdiri dari sebuah inti substansi abu-abu yang diselubungi substansi putih. Kanal sentral berukuran kecil dikelilingi oleh substansi abuabu bentuknya seperti huruf H. Batang atas dan bawah huruf H disebut tanduk atau kolumna dan mengandung badan sel, dendrite asosiasi dan neuron eferen serta akson tidak termielinisasi. Tanduk dorsal adalah batang vertical atas substansi abu-abu. Tanduk ventral adalah batang vertical bawah. Tanduk lateral adalah protrusi di antara tanduk posterior dan anterior pada area toraks dan lumbal sistem syaraf perifer. Komisura abu-abu menghubungkan substansi abu-abu di sisi kiri dan kanan medulla spinalis. Setiap syaraf spinal memiliki satu radiks dorsal dan satu radiks ventral. Substansi putih korda yang terdiri dari akson termielinisasi, dibagi menjadi funikulus anterior,posterior dan lateral. Dalam funikulus terdapat fasiukulu atau traktus. Traktus diberi nama sesuai dengan lokasi, asal dan tujuannya (Pearce, 2007). 2. Definisi menurut brain injury association of America (2013) trauma brain injury adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongetial ataupun degenerative, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera otak traumatis (TBI), suatu bentuk cedera otak didapat, terjadi ketika trauma tiba-tiba menyebabkan kerusakan pada otak. TBI dapat terjadi ketika kepala secara tiba-tiba dan keras 3



mengenai suatu benda, atau ketika suatu benda menembus tengkorak dan memasuki jaringan otak. ( National Institute of Neurogical Disorders and Stroke,2019 ) 3. Etiologi Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain : benda tajam, trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat ; benda tumpul, dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan kepada otak Penyebab lain : a. Kecelakaan lalu lintas b. Jatuh c. Pukulan d. Kejatuhan benda e. Kecelakaan kerja / industry f. Cedera lahir g. Luka tembak Penyebab terbesar cedera kepala adalah kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dan terpeleset. Biomekanika cedera kepala ringan yang utama adalah akibat efek ekselarasi/deselerasi atau rotasi dan putaran. Efek ekselerasi/deselerasi akan menyebabkan kontusi jaringan otak akibat benturan dengan tulang tengkorak, terutama di bagian frontal dan frontal temperol. Gaya benturan yang menyebar dapat menyebabkan cedera aksonal difus (diffuse axonal injury) atau cedera coup-contra.coup (Malec et al, 2014) 4. Patofisiologi Trauma otak bisa diklasifikasikan sebagai cedera primer dan sekunder. Cedera otak primer merupakan akibat langsung benturan pada kepala yang menyebabkan kerusakan anatomis maupun fisiologis. Cedera otak sekunder merupakan akibat dari hipotensi, hipoksia, asidosis, edema, atau faktor lanjut lain yang menyebabkan kerusakan jaringan otak. Radikal bebas juga berperan sebagai penyebab sekunder kerusakan otak pada saat iskemia. a. Cedera Primer Cedera otak primer biasanya menyebabkan perubahan struktural seperti hematoma epidural, hematoma subdural, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intraventrikuler atau kontusio serebri 1. Hematoma Subdural. Lesi intrakranial yang paling sering terjadi adalah hematoma subdural. Kejadiannya meliputi 20-40% pasien dengan cedera berat. Vena-vena mengalami kerusakan akibat pergerakan parenkim otak pada saat benturan. Perdarahan menyebabkan terbentuknya 4



hematoma di ruang antara dura dan arakhnoid. Pada hematoma subdural jarang terjadi ‘lucid interval’ dibandingkan hematoma epidural 1,3. 2. Hematoma epidural Insidensi hematoma epidural meliputi 1% dari seluruh truma kepala yang dirawat di rumah sakit. Penyebab tersering hematoma epidural adalah perdarahan dari arteria meningea media (85%), dapat juga terjadi diluar distribusi arteria meningea media seperti perdarahan akibat fragmen tulang yang fraktur. Hematoma epidural sering ditandai dengan “lucid interval” yaitu kondisi sadar diantar periode tidak sadar 1,3. 3. Kontosio Cerebri. Kontusio serebri sering terjadi di lobus froantalis atau temporalis. Kejadian ini paling sering disertai dengan fraktur cranium. Yang sering membahayakan adalah karena tendensi berkembang lebih parah, terjadi dalam 24 jam sampai 10 hari setelah cedera. Hal ini memerlukan pemeriksaan CT scan ulang 24jam pasca cedera. 4. Perdarahan Ventrikuler. Perdarahan intraventrikuler mengindikasikan TBI yang berat. Adanya darah dalam ventrikel merupakan predisposisi hidrocefalus pasca trauma, dan sering memerlukan catheter untuk drainase. 5. Diffuse Axonal Injury (DAI) Terjadi pada 50 – 60% kasus cedera kepada berat. Kelainan ini karakteristik ditandai dengan lesi bilateral non hemoragik, mengenai corpus callosum dan brainstem bagian atas. Klasifikasi sebagai ringan : koma 6 – 24 jam, moderat : koma lebih dari 24 jam tanpa decerebrasi dan berat : koma lebih dari 24 jam dengan decerebrasi. Outcome biasanya jelek dengan mortalitas lebih dari 50%. a. Cedera Skunder Cedera sekunder merupakan akibat mekanik tambahan atau kelainan metabolik yang dipicu cedera primer. Cedera sekunder dapat terjadi berupa kelainan klinis seperti perdarahan, iskemia, edema, peningkatan tekanan intra kranial, vasosepasme, infeksi, epilepsi dan hidrocefalus, sedang secara sistemis berupa hipoksia, hiperkapnea, hiperglikemia, hipotensi, hipokapnea berat, febris, anemia dan hyponatremia. Cedera sekunder dapat terjadi dalam beberapa menit, jam atau hari dari cedera primer dan berkembang sebagai kerusakan jaringan saraf. Penyebab tersering cedera sekunder adalah hipoksia dan iskemia. b. Manifestasi Klinis Menurut National Institute of Neurogical Disorders and Stroke( 2019 ) Gejala TBI bisa ringan, sedang, atau berat, tergantung pada tingkat kerusakan otak. Seseorang dengan TBI 5



ringan mungkin tetap sadar atau mungkin mengalami kehilangan kesadaran selama beberapa detik atau menit. Gejala lain dari TBI ringan termasuk sakit kepala, kebingungan, pusing, pusing, penglihatan kabur atau mata lelah, telinga berdenging, rasa tidak enak di mulut, kelelahan atau lesu, perubahan pola tidur, perubahan perilaku atau suasana hati, dan masalah dengan memori. konsentrasi, perhatian, atau pemikiran. Seseorang dengan TBI sedang atau berat dapat menunjukkan gejala yang sama, tetapi mungkin juga mengalami sakit kepala yang memburuk atau tidak hilang, muntah atau mual berulang, kejang atau kejang, ketidakmampuan untuk bangun dari tidur, pelebaran salah satu atau keduanya. pupil mata, bicara cadel, kelemahan atau mati rasa pada ekstremitas, kehilangan koordinasi, dan peningkatan kebingungan, kegelisahan, atau agitasi. c. Komplikasi a. Efek sistemis trauma capitis. Respon kardiovaskuler pada awal kejadian berupa hipertensi, takhikardia dan peningkatan curah jantung. Pasien dengan trauma berat dengan perdarahan akan berlanjut menjadi hipotensi pada saat masuk rumah sakit dan bermakna meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Apnea , abnormalitas pola pernafasan , respirasi yang tidak adekuat , central neurogenic pulmonary edema dan hiperventilasi spontan merupakan respon sistem respirasi yang sering terjadi. Regulasi panas dapat sering terganggu dan terjadi hipertemia. Jika ini terjadi dapat memicu kerusakan otak lebih lanjut. b. Perubahan sirkulasi serebral dan metabolisme. Brain Protection pada Traumatik Brain Injury darah otak (CBF) dan cerebral metabolic rate (CMRO ) menurun di daerah pusat cedera dan penumbra (Sakabe, 2006). CBF normal adalah 50 ml/menit/100 g jaringan otak. Pada kondisi ini kebutuhan oksigen dan glukose sesuai untuk metabolisme dan menjaga integritas sel. c. Edema Serebri Akut. Penurunan tonus vasomotor dan peningkatan volume vaskuler bed serebral memicu pembengkakan otak akut. Edema serebri terjadi karena kerusakan blood brain barrier dan iskemia. Tipe edema yang terjadi merupakan kombinasi vasogenik dan sitotoksik. Jika terjadi edema serebri yang menyertai hematoma intrakranial menyebabkan hipertensi intrakranial . Hipertensi ini menyebabkan CBF menurun mengakibatkan iskemia serebri, jika tidak tertangani akan menyebabkan herniasi brainstem melalui foramen magnum. 4. Excitotoxicity. TBI menyebabkan terbebasnya glutamat dari neuron dan glia. Peningkatan kadar glutamate mengakibatkan perubahan biokimiawi mengaktifkan masuknya Ca kedalam sel akhirnya 6



terjadi kematian sel. Pada peristiwa ini juga terjadi aktivasi phospholipase, proteinkinase, protease, sintesa nitric oxide, dan enzym-enzym lain. Aktivasi enzymenzym ini juga menghasilkan



lipid



peroksidatif,



proteolysis,



radikal



bebas



,



kerusakan



DNA



(deoxyribonucleic acid) dan akhirnya terjadi kematian sel d. Penatalaksanaan Medis Seseorang dengan tanda-tanda TBI sedang atau berat harus mendapat perhatian medis sesegera mungkin. Karena sedikit yang dapat dilakukan untuk membalikkan kerusakan otak awal yang disebabkan oleh trauma, maka harus fokus untuk mencegah cedera lebih lanjut. Kekhawatiran utama termasuk memastikan pasokan oksigen yang tepat ke otak dan seluruh tubuh, menjaga aliran darah yang memadai, dan mengendalikan tekanan darah. Harus dilakukannya Tes darah untuk mengevaluasi cedera otak traumatis ringan pada orang dewasa. Orang dengan cedera ringan hingga sedang dapat menerima rontgen tengkorak dan leher untuk memeriksa patah tulang atau ketidakstabilan tulang belakang. Untuk kasus sedang sampai berat, tes pencitraan adalah computed tomography (CT) scan. Pasien dengan cedera sedang hingga parah menerima rehabilitasi yang melibatkan program perawatan yang dirancang secara individual di bidang terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara/bahasa, fisiatri (pengobatan fisik), psikologi/psikiatri, dan dukungan sosial.



B. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian A. Primary Survey Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2013): a. Pengkajian Airway Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi 7



cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2014). b. Pengkajian Breathing (Pernafasan) Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah : dekompresi dan pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2014). Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain c. Pengkajian Circulation Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner, 2014). d. Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU : A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang diberikan. V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bias dimengerti . P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon). U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun stimulus verbal. e. Expose, Examine dan Evaluate Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi inline penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah 8



selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2012). B. Secundary Survey Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik. a. Anamnesis Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency Nursing Association, 2012). Pengkajian riwayat pasien secara optimal harus diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa, budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu, konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus lengkap karena akan memberikan gambaran mengenai cedera yang mungkin diderita. Anamnesis juga harus meliputi riwayat SAMPLE yang bisa didapat dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2012 ): S : Sign/symptoms (tanda dan gejala) A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obatobatan, plester, makanan). M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat. P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat-obatan herbal). L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam komponen ini). E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama). Akronim PQRST ini digunakan untuk mengkaji keluhan nyeri pada pasien yang meliputi :



9



1) Provokes/palliates : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat nyerinya lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda 30 lakukan saat nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur? 2) Quality : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya?apakah seperti diiris, tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien mengatakan dengan katakatanya sendiri. 3) Radiates : apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri terlokalisasi di satu titik atau bergerak? 4) Severity : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak ada nyeri dan 10 adalah nyeri hebat 5) Time : kapan nyeri itu timbul?, apakah onsetnya cepat atau lambat? Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus menerus atau hilang timbul?apakah pernah merasakan nyeri ini sebelumnya?apakah nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda? Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah pemeriksaan tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah, berat badan, dan skala nyeri. 2. Diagnosa Keperawatan a. risiko perfusi selebral tidak efektif berhubungan dengan cidera kepala ( D.0017) b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis. ( D.0005) 3. Intervensi Keperawatan N O



Diagnosa Keperawatan 1. Risiko perfusi selebral tidak efektif berhubungan dengan cidera kepala ( D.0017)



Standar Luaran Keperawatan Indonesia ( SLKI ) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3 X 24 jam perfusi selebral meningkat dengan kriteria hasil : - Tingkat kesadaran meningkat - Tekanan darah sistolik membaik - Tekanan darah diastolic membaik



Standar Intervensi Keperawatan Indonesia ( SIKI ) A. Manajemen Peningkatan tekanan intracranial (I.06194) Observasi - Monitor tanda/gejala peningkatan TIK ( mis, tekanan darah meningkat , tekanan nadi melebar, bradikardia, pola nafas ireguler, kesadaran menurun. - Monitor status pernafasan - Monitor intake dan output cairan Terapeutik - Atur ventilator agar paCO2 optimal 10



2.



Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis (D.0005)



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pola napas membaik dengan kriteria hasil: Kriteria Hasil :  Dispnea cukup menurun (4)  Penggunaan otot bantu pernapasan cukup menurun (4)  Frekuensi napas cukup membaik (4)



Pertahankan suhu tubuh normal Observasi - Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas - Monitor status respirasi dan oksigenasi (frekuensi, kedalaman napas, penggunaan otot bantu napas) Terapeutik - Berikan posisi semi fowler atau fowler - Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin - Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan - Gunakan bag-valve maske, jika perlu Edukasi - Ajarkan melakukan teknik napas dalam - Ajarkan mengubah posisi secara mandiri Kolaborasi - Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu



4. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan merupakan suatu pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap klien yang didasarkan pada rencana keperawatan yang telah disusun dengan baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitas koping. Implementasi keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik apabila klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi keperawatan, perawat terus melakukan pengumpulan data yang lengkap dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. 5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan adalah tahap yang menentukan apakah tujuan yang telah disusun dan direncanakan tercapai atau tidak. Menurut Friedman (dalam Harmoko, 2012) evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya intervensi - intervensi yang dilakukan oleh keluarga, perawat dan yang lainnya. Ada beberapa metode evaluasi yang dipakai dalam perawatan. Faktor yang paling utama dan penting adalah bahwa metode tersebut harus disesuaikan dengan tujuan dan intervensi yang sedang dilaksanakan.



11



DAFTAR PUSTAKA AKHIR, K. I. MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA NY L DENGAN DIAGNOSA MEDIS KANKER GASTER DI RUANG IGD BEDAH RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR Kementrian Kesehatan RI. 2017. Bahan ajar Kebidanan Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Kemenkes RI. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. ( 2019 ) . Traumatic Brain Injury Information Page. Sudadi. (2017). BRAIN PROTECTION PADA TRAUMATIK BRAIN INJURY. Jurnal Komplikasi Anastesi ,5(1). Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi Dan Indikator Dianostik. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) 12



Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2016.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi Dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2016.Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI)



13