15 0 246 KB
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA “WAHAM”
Disusun Oleh: Rizki Nurbaiti P07220420026
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PROFESI NERS KELAS A REGULER SAMARINDA TAHUN AJARAN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN A. MasalahUtama: Gangguan Proses Pikir: Waham B. Proses TerjadinyaMasalah 1. Pengertian Waham adalah suatu keadaan di mana seseorang individu mengalami sesuatu kekacauan dalam pengoperasian dan aktivitas – aktivitas kognitif (Townsend, 2010) Waham adalah keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan walaupun walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 2012). Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah , keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya , ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui proses interaksi / informasi secara akurat (Yosep ,2009). 2. Tanda dan gejala Untuk mendapatkan data waham saudara harus melakukan observasi perilaku berikut ini : a. Waham kebesaran Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh : “saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “saya punya tambang emas” b. Waham curiga Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan / mencederai dirinya , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh : “saya tahu… seluruh saudara ingin mneghancurkan hidup saya karena merasa iri dengan kesuksesan saya.” c. Waham agama Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “kalau saya masuk surge saya harus menggunakan pakaian putih setiap hari.” d. Waham somatic Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu / terserang penyakit , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh : “saya sakit kanker” , setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda – tanda kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker. e. Waham nihilistic Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia / meninggal , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Contoh : “ini kana lam kubur ya , semua yang ada adalah roh – roh”. 3. Rentang Respon
4. Penyebab Keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyeksi dimana seseorang melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman ke dunia luar. Individu itu biasanya peka dan mudah tersinggung , sikap dingin dan cenderung menarik diri. Keadaan ini sering kali disebabkan karena merasa lingkungannya tidak nyaman , merasa benci , kaku, cinta pada diri sendiri yang berlebihan angkuh dan keras kepala.
Dengan
seringnya
memakai
mekanisme
proyeksi
dan
adanya
kecenderungan melamun serta mendambakan sesuatu secara berlebihan , maka keadaan ini dapat berkembang menjadi waham. Secara berlahan – lahan individu itu tidak dapat melepaskan diri dari khayalannya dan kemudian meninggalkan dunia realitas. Kecintaan pada diri sendiri, angkuh dan keras kepala , adanya rasa tidak aman, membuat seseorang berkhayal ia sering menjadi penguasa dan hal ini dapat berkembang menjadi waham besar.
Secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga diri dan keutuhan keluarga merupakan penyebab terjadinya halusinasi dan waham. Selian itu kecemasan , kemampuan untuk memisahkan dan mengatur persepsi mengenai perbedaan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun sehingga segala sesuatu sukar lagi dibedakan , mana rangsangan dari pikiran dan rangsangan dari lingkungan (Keliat, 1998). Ada dua factor yang menyebabkan terjadinya waham (Keliat, 1998)yaitu : a Faktor Predisposisi Meliputi perkembangan sosial kultural , psikologis , genetik , biokimia. Jika tugas perkembangan terhambat dan hubungan interpersonal terganggu maka individu mengalami stress dan kecemasan. b Faktor Presipitasi Rangsangan lingkungan yang sering menjadi pencetus terjadinya waham yaitu klien mengalami hubungan yang bermusuhan , terlalu lama diajak bicara , objek yang ada dilingkungannya dan suasana sepi (isolasi). Suasana ini dapat meningkatkan stress dan kecemasan. 5. Sumber Koping Ada beberapa sumber koping individu yag harus dikaji yang dapat berpengaruh terhadap gangguan otak dan prilaku kekuatan dalam sumber koping dapat meliputi seperti: moal intelegensi atau kreativitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak-anaknya, dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dan pengamatan. Sumber keluarga dapat berupa pengetahuan tentang penyakit, finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan tenaga dan kemampuan untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan (Stuart and sudeent, 2005). Koping individu dalam pelaksanaan tentu saja akan dipengaruhi atau bahkan ditentukan oleh berbagai hal. Beberapa ahli menunjukkan keterkaitan untuk meneliti berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi koping. Brehm & Kassin (1990) berpendapat bahwa koping dipengaruhi oleh: a. Faktor-faktor internal seperti pikiran, perasaan, genetik, fisiologis, dan/atau tipe kepribadian.
b. Faktor-faktor eksternal seperti peristiwa-peristiwa atau fenomena alam yang terjadi dalam hidup individu, konteks budaya dimana individu berada, dan/atau hubungan-hubungan sosial yang dihadapinya. Pervin & John (1997) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi individu dalam melakukan koping adalah waham. Cara individu dengan kepribadian intriver atau ekstrover misalnya, jelas akan berbeda. Pada individu introver, dia akan lebih memfokuskan pada koping yang mendukung kepribadiannya yang lebih melihat ke dalam dirinya. Sedangkan individu yang ekstrover akan memilih koping yang lebih banyak melihat atau melibatkan hal-hal diluar dirinya. Menurut Sment, (1984) berpendapat bahwa ada faktor yang mempengaruhi bagaimana individu melakukan koping teradap tekanan. Faktor-faktor tersebut adalah: a. Kondisi individu yang bersangkutan, seperti beberapa umurnya, apa jenis kelaminnya, bagaimana temperamennya, faktor-faktor genetik yang didapat dari leluhurnya, tingkat intelegensi, tingkat atau jenis pendidikan, suku asal, kebudayaan dimana ia tinggal/dibesarkan, status ekonomi, dan/atau kondisi fisik secara umum. b. Karakteristik kepribadian seperti tipe kepribadian A atau B, individu yang optimis atau pesimis, dan jenis-jenis/tipologi kepribadian lainnya. c. Kondisi sosial kognitif seperti dukungan sosial, jaringan sosial, dan/atau kontrol pribadi atas diri individu itu sendiri. d. Hubungan yang terjadi antara individu tersebut dengan lingkungan sosial atau jaringan sosialnya, dan /atau penyatuan diri masing-masing individu dalam sebuah kelompok pada masyarakat dimana ia tinggal. e. Strategi mengatasi tekanan yang lebih banyak diambil setiap menghadapi situasi yang membutuhkan pengentasan masalah, seperti berfokus pada emosi, pada masalah, menghindar dari masalah, atau mengganggap masalah tetrsebut tidak ada.
6. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang menakutkan dengan respon neurobiologist yang maladaptive meliputi: regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dengan upaya untuk mengatasi ansietas, proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi, menarik diri, pada keluarga: mengingkari. C. Pohon Masalah
Kerusakan komuikasi verbal effect
Perubahan proses pikir : waham Core problem
Harga diri rendah kronik Penyebab
D. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul Masalah Keperawatan : 1. Waham D.0105 2. Koping defensif D.0094 3. Gangguan Persepsi Sensori D.0085 E. Data Yang Perlu Dikaji No 1
Tanda Gejala Mayor
Diagnosa Waham
Subjektif
Objektif Mengungk
apkan isi waham
Menunjuk kan perilaku sesuai isi waham Isi pikir tidak sesuai realitas Isi pembicaraan sulit dimengerti Tanda Gejala Minor
Subjektif
Objektif Merasa
Merasa
sulit berkonsentrasi
Curiga berlebihan
khawatir
Waspada berlebihan
Bicara berlebihan
No 2
Sikap menentang atau permusuhan Wajah tegang Pola tidur berubah Tidak mampu mengambil keputusan Fight of idea Produktivi tas kerja menurun Tidak mampu merawat diri Menarik diri Tanda Gejala Mayor
Diagnosa Koping defensif
Subjektif
Objektif Menyalah
kan orang lain
Hipersensi tif terhadap kegagalan
Menyangk al adanya masalah
Menyangk al kelemahan diri
Merasiona lisasi kegagalan Tanda Gejala Minor Subjektif
Objektif Meremehk
an kegagalan
Melempar kan tanggung jawab
Tawa permusuhan
No
Diagnosa
Sikap superior terhadap orang lain Tidak dapat membedakan realitas Kurang minat mengikuti perawatan/pengobatan Sulit membangun hubungan Tanda Gejala Mayor Subjektif
Objektif
2
Gangguan Persepsi Sensori
r suara bisikan bayangan
Mendenga atau melihat
Distorsi sensori
Merasaka n sesuatu melalui inder perabaan, penciuman, atau pengecapan
Respons tidak sesuai
Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba, atau mencium sesuatu Tanda Gejala Minor
Subjektif Menyatakan kesal
Objektif
Menyendir i
Melamun Konsentra si buruk
Disorienta si waktu,tempat, orang atau situasi Curiga Melihat ke satu arah Mondarmandir Bicara sendiri
F. Rencana Tindakan Keperawatan No.
Diagnosa Keperawatan
1.
Waham ( D.0105) Pengertian : Keyakinan yang keliru tentang isi pikiran yang dipertahankan secara kuat atau terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan
Perencanaan Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Status Orientasi (L.09090) Manajemen Waham (I.09295) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi: diharapkan keyakinan yang sesuai kenyataan membaik Monitor waham yang isinya Kriteria Hasil: membahayakan diri sendiri, orang lain dan Cukup lingkungan Meningka Cukup Menuru Sedang Menuru Monitor efek terapeutik dan efek samping t meningkat n n obat 1 Verbalisasi waham Terapeutik: 1 2 3 4 5 Bina hubungan interpersonal saling Perilaku waham percaya 2 1 2 3 4 5 Tunjukkan sikap tidak menghakimi secara Cukup Cukup Memburu Sedang Membai konsisten Memburu Membai k n k Diskusikan waham dengan berfokus pada k k perasaan yang mendasari waham 3 Perilaku sesuai realita Hindari perdebatan tentang keyakinan yang 1 2 3 4 5 keliru, ntakan keraguan sesuai fakta 4 Isi pikir sesuai realita 1 2 3 4 5 Hindari memperkuat gagasan waham 5 Pembicaraan Sediakan lingkungan aman dan nyaman 1 2 3 4 5 Berikan aktivitas reakreasi dan pengalihan sesuai kebutuhan Edukasi Ajarkan mengungkapkan dan memvalidasi waha dengan orang yang dipercaya Anjurkan melakukan rutinitas harian secara konsisten Latih manajemen stress Kolaborasi Kolaborasi pemberian obat, jika perlu
No.
Diagnosa Keperawatan
2.
Koping Defensif (D.0094) Pengertian : Proyeksi evaluasi diri untuk melindungi diri dari ancaman terhadap harga diri
Perencanaan Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Status Koping (L.09086)
Intervensi Promosi Harga Diri (I.09308)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan status koping membaik Kriteria Hasil: Cukup Cukup Meningk Menurun Sedang Meningk Menurun at at 1 Kemampuan memenuhi peran sesuai usia 1 2 3 4 5 2 Perilaku koping adatif 1 2 3 4 5 3 Verbalisasi kemampuan mengatasi masalah 1 2 3 4 5 4 Verbalisasi pengakuan masalah 1 2 3 4 5 5 Verbalisasi kelemahan diri 1 2 3 4 5 6 Perilaku asertif 1 2 3 4 5 Cukup Meningka Cukup Menuru Sedang Menuru t Meningkat n n 7 Verbalisasi menyalahkan orang lain 1 2 3 4 5
Observasi Monitor verbalisasi merendahkan diri sendiri Monitor tingkat harga diri setiap waktu, sesuai kebutuhan terapeutik Terapeutik Motivasi terlibat dalam vervalisasi positif untuk diri sendiri Motivasi menerima tantangan atau hal baru Diskusikan pernyataan tentang harga diri Diskusikan kepercayaan terhadap penilaian diri Diskusikan persepsi negatif diri Diskusikan alasan mengkritik diri atau rasa bersalah Edukasi Jelaskan kepada keluarga pentingnya dukungan dalam perkembangan positif diri pasien Anjurkan mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki Anjurkan mengevaluasi perilaku Latih peningkatan tanggung jawab untuk diri sendiri Latih cara berpikir dan berprilaku positif
No 3.
Diagnosa Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori (D.0085) Pengertian : Perubahan persepsi terhadap simulus baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau terdistorssi
Perencanaan Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Persepsi Sensori (L.09083) Manajemen Halusinasi (I.09288) Observasi: Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan Monitor perilaku yang mengindikasi persepsi sensori terhadap stimulus membaik halusinasi Monitor dan sesuaikan tingkat akrivitas Kriteria Hasil: dan stimulasi lingkungan Cukup Cukup Meningkat Sedang Menurun Monitor isi halusinasi Meningkat Menurun 1 Verbalisasi mendengar bisikan Terapeutik: 1 2 3 4 5 Pertahankan lingkungan yang aman 2 Verbalisasi melihat bayangan Lakukan tindakan keselamatan ketika 1 2 3 4 5 tidak dapat mengontrol perilaku 3 Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra perabaan Diskusikan perasaan dan respons 1 2 3 4 5 terhadap halusinasi 4 Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra penciuman Hindari perdebatan tentang validasi 1 2 3 4 5 halusinasi 5 Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra pengecapan Edukasi 1 2 3 4 5 Anjuran memonitor sendiri situasi 6 Distorsi sensori 1 2 3 4 5 terjadinya halusinasi 7 Perilaku halusinasi Anjurkan bicara pada orang yang 1 2 3 4 5 dipercaya untuk memberi dukungan dan 8 Respons sesuai stimulus umpan balik korektif terhadap halusinasi 1 2 3 4 5 Anjurkan melakukan distraksi Ajarkan pasien dan keluarga cara mengontrol halusinasi Kolaborasi Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan antiansietas, jika perlu
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan A. Proses Keperawatan B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan (latihan fase orientasi, kerja dan terminasi setiap SP) 1. SP 1 pasien: Membina hubungan saling percaya; mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan; mempraktikkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Orientasi: “Selamat pagi, perkenalkan nama saya S, saya perawat yang dinas pagi di ruang Gelatik. Saya dinas dari jam 7 pagi sampai jam 3 siang nanti, saya yang akan merawat anda hari ini. Nama anda siapa, senagnya dipanggil apa?” “Boleh kita berbincang-bincang tentang apa yang B rasakan sekarang?” “Berapa lama B mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?” “Di mana enaknya kita berbincang-bincang, B?” Kerja: “Saya mengerti B merasa bahwa B adalah seorang nabi, tetapi sulit bagi saya untuk mempercayainya karena setahu saya semua nabi sudah tidak ada lagi. Bisa kita lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus B?” “Tampaknya B gelisah sekali, bisa B ceritakan apa yang B rasakan?” “O... jadi B merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya hak untuk mengatur diri B sendiri?” “Siapa menurut B yang sering mengatur-atur diri B?” “Jadi, ibu yang teralu mengatur-atur ya B, juga kakak dan adik B yang lain?” “Kalau B sendiri, inginnya seperti apa?” “Bagus, B sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri!” “Coba kita tu;iskan rencana dan jadwal tersebut B” “Wah, bagus sekali jadi setiap harinya B ingin ada kegiatan di luar rumah karena bosen kalau di rumah terus ya?” Terminasi “Bagaimana perasaan B setelah berbincang-bincang dengan saya?” “Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus!” “Bagaimana kalau jadwal ini B coba lakukan, setuju?” “Bagaimana kalau saya datang kembali dua jam lagi?”
“Kita bercakap-cakap tentang kemampuan yang pernah B miliki?” “Mau dimana kita bercaap-cakap?” “Bagaimana kalau disini lagi?” 2. SP 2 pasien: Mengidentifikasi positif pasien dan membantu mempraktikkannya. Orientasi: “Selamat pagi B, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus!” “Apakah B sudah mengingat-ingat apa saja hobi B?” “Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?” “Di mana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi B terebut?” “Berapa lama B mau kita berbincan-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?” Kerja: “Apa saja hobi B? Saya catat ya B, terus apa lagi?” “Wah, rupanya B pandai main bola voli ya, tidak semua orang bisa bermain voli seperti itu lho B “Dapatkah B ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main voli, siapa yang dulu mengajarkannya kepada B, dimana?” “Dapatkah B peragakan kepada saya bagaimana bermain voli yang baik itu?” “Wah, baik sekali permainannya.” “Coba kita buat jadwal untk kemampuan B ini ya, berapa kali sehari/seminggu B mau bermain voli?” “Apa yang B harapkan dari kemampuan bermain voli ini?” “Ada tidak hobi B yang lain selain bermain voli?” Terminasi “Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap tentang hobi dan keampuan B?” “Setelah ini, coba B lakukan latihan voli sesuai dengan jadwal yang telah kita buat ya!” “Besok kita ketemu lagi ya B? Bagaimana kalau nanti sebelum makan siang? Di kamar makan saja ya?” “Nanti kita akakn membicarakan tentang obat yang harus B minum, setuju?”
3. SP 3 pasien: Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar.
Orientasi: “Selamat pagi B, bagaimana B sudah dicoba latihan volinya? Bagus sekali!” “Sesuai dengan janji kita dua hari yang lalu, bagaimana kalau sekarang kita membicarakan tentang obat yang B minum?” “Dimana kita mau berbicara?” “Berapa lama B mau kita berbicara? Bagaimana kalau 30 menit?” Kerja: “B, berapa macam obat yang diminum? Jam berapa saja obat diminum?” “B perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurnya juga tenang. Obatnya ada tiga macam, yang berwarna putih ini namanya CPZ gunanya untuk menenangkan, yang berwarna putih ini namanya THP gunanya agar rileks, dan yang berwarna merah jambu ini HLP gunanya agar pikiran B tenang. Semuanya ini diminum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam. Jika nanti setelah minum obat mulut B terasa kering, untuk membantu mengatasinya B bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu. Sebelum minum obat ini, B mengecek dulu label kotak obat apakah benar nama B tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar” “Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya B tidak menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum membicarakannya dengan dokter.” Terminasi “Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap tentang obat yang B harus minum?” “Apa saja nama obat? Jam berapaminum obat?” “Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan B. Jangan lupa minum obatnya dan nanti saat makan minta sendiri obatnya pada suster?” “Jadwal yang telah kita buat kemarin dilanjutkan ya B?” “B, besok kita ketemu lagi untuk melihat jadwal kegiatan yang telah dilaksanakan. Bagaimana kalau seperti biasa, jam 10 pagi dan ditempat sama? Sampai besok!” DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino Gondoutomo. Keliat, Budi Anna. 2006. Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta : FIK, Universitas Indonesia Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1 . Jakarta: DPP PPNI Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC . Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1. Bandung, RSJP Bandung.