LP+Askep Fraktur Cruris. Fitrialiyani-2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.D DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR CRURIS DAN KEBUTUHAN DASAR RASA AMAN NYAMAN : NYERI DI RUANG DAHLIA RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA



Disusun Oleh: FITRIALIYANI 2018.C.10a.0967



YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PRODI SARJANA KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2019/2020



KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn. L dengan Diagnosa Medis Fraktur Cruris dan Kebutuhan Dasar Manusia tentang Nyeri di Ruang Gardenia Rsud Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK1). Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1.



Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka Raya.



2.



Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes Eka Harap Palangka Raya.



3.



Ibu Yelstria Ulina .T., S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini



4.



Ria Asihai, S.Kep., Ners selaku kepala ruang Gardenia RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dan pembimbing Klinik yang telah memberikan izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen keperawatan di ruang Gardenia.



5.



Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini. Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan



dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua. Palangka Raya, 18 Mei 2020



Penulis



2



LEMBAR PENGESAHAN



Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh: Nama



: Fitrialiyani



NIM



: 2018.C.10a.0967



Program Studi



: Sarjana Keperawatan



Judul



: “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn. D dengan Diagnosa Medis Fraktur Cruris dan Kebutuhan Dasar Manusia tentang Nyeri di Ruang Gardenia RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.



Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh Praktik Praklinik Keperawatan I (PPK I) Pada Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.



PEMBIMBING PRAKTIK Pembimbing Akademik



Pembimbing Klinik



Yelstria Ulina T, S. Kep., Ners



Ria Asihai , S. Kep., Ners Mengetahui,



Ketua Program Studi Ners,



Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.



3



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................. LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................... DAFTAR ISI ............................................................................................................ BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1.1 Latar Belakang.................................................................................................... 1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................. 1.4 Manfaat Penulisan............................................................................................... BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 2.1 Konsep Penyakit ................................................................................................. 2.1.1



Definisi......................................................................................................



2.1.2



Anatomi Fisologi.......................................................................................



2.1.3



Etiologi......................................................................................................



2.1.4



Klasifikasi..................................................................................................



2.1.5



Fatosiologi (WOC) ...................................................................................



2.1.6



Manifestasi Klinis .....................................................................................



2.1.7



Komplikasi ...............................................................................................



2.1.8



Pemerikasaan Penunjang ..........................................................................



2.1.9



Penatalaksanaan Medis .............................................................................



2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Oksigenasi) .............................................. 2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan ...................................................................... 2.3.1 Pengkajian Keperawatan ............................................................................ 2.3.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................................... 2.3.3 Intervensi Keperawatan .............................................................................. 2.3.4 Implementasi Keperawatan ........................................................................ 2.3.5 Evaluasi Keperawatan ................................................................................ BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN ..................................................................... 3.1



Pengkajian .......................................................................................................



3.2



Diagnosa ..........................................................................................................



3.3



Intervensi .........................................................................................................



3.4



Implementasi ...................................................................................................



4



3.5



Evaluasi ...........................................................................................................



BAB 4 PENUTUP .................................................................................................... 4.1



Kesimpulan .....................................................................................................



4.2



Saran ................................................................................................................



DAFTAR PUSTAKA



5



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang tibia dan fibula. Secara



klinis bisa berupa fraktur terbuka bila disertai kerusakan pada jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah) sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan udara luar dan fraktur tertutup (Zairin, 2012). Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan pada usia lanjut (Usila) prevalensi kecenderungan lebih banyak terjadi pada wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon (Lukman & Ningsih, 2012). Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstrimitas bawah sekitar 40% dari insiden kecelakaan yang terjadi (Depkes RI, 2011 ).



Departemen Kesehatan



Republik Indonesia (Depkes RI) menyebutkan bahwa kejadian kecelakaan lalu lintas di Indonesia setiap tahunnya mengalami pengingkatan yaitu 21,8% dalam jangka waktu 5 tahun. Dari jumlah kecelakaan yang terjadi, terdapat 5,8% korban cedera atau sekitar 8 juta orang mengalami fraktur (Depkes RI, 2013). Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, tahun 2008 jumlah korban meninggal akibat kecelakaan 20.188 jiwa dari 59.164 kasus kecelakaan, tahun 2009 terdapat 19.979 jiwa dari 62.960 kasus kecelakaan dan tahun 2010 terdapat 19.873 jiwa dari 66.488 kasus kecelakaan (BPS RI, 2012 dalam Oktasari, 2013). Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, tercatat sebanyak 4.888 jiwa (5,8%) mengalami fraktur (BPPK, 2013 dalam Prasetyo, 2014). Hal ini dapat disimpulkan bahwa angka kejadian fraktur cukup besar. Terjadinya fraktur akan berpengaruh besar terhadap aktivitas penderita khususnya yang berhubungan dengan gerak dan fungsi anggota yang mengalami cedera akibat fraktur. Berbagai tingkat gangguan akan terjadi sebagai suatu dampak dari jaringan yang cedera, baik yang disebabkan karena patah tulangnya



6



maupun dikarenakan kerusakan jaringan lunak disekitar fraktur atau karena luka bekas infeksi dapat dilakukan pembedahan. Akibat adanya cedera akan terlihat adanya tanda-tamda radang meliputi dolor (warna merah), kalor (suhu yang meningkat), tumor (bengkak), rubor (rasa nyeri), dan function laesa (fungsi yang terganggu) (Ekawati, 2008). Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode imobilisasi fraktur adalah fiksasi interna melalui operasi ORIF. Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penenakan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi (Rasjad, 2008). 1.2



Rumusan Masalah Bagaimana asuhan keperawatan pada Tn. D dengan diagnosa medis Fraktur



Cruris dan Kebutuhan Dasar Manusia Rasa Aman Nyaman : Nyeri di ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya? 1.3



Tujuan Penulisan



1.3.1 Tujuan Umum Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan Asuhan Keperawatan pada Tn. D dengan diagnosa Fraktur Cruris dan Kebutuhan Rasa Aman Nyaman : Nyeri di ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka raya. 1.3.2



Tujuan Khusus



1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar penyakit Fraktur Cruris 1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan Kebutuhan Dasar Manusia (Nyeri ) 1.3.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan Manajemen Asuhan Keperawatan Pada pasien Fraktur Cruris dan Kebutuhan Dasar Manusia Rasa Aman Nyaman : Nyeri 1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Tn. D di ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. 1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun intervensi keperawatan pada Tn. D di ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. 1.3.2.6 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Tn. D di ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.



7



1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Tn. D di ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya 1.3.2.8 Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi keperawatan pada Tn. D di ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. 1.4



Manfaat



1.4.1 Bagi Mahasiswa Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya. 1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan dianosa medis Fraktur Cruris secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan mandiri. 1.4.3 Bagi Institusi 1.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan Sebagai



sumber



bacaan



tentang



Fraktur



Cruris



dan



Asuhan



Keperawatannya. 1.4.3.2 Bagi Institusi Rumah Sakit Memberikan



gambaran



pelaksanaan



Asuhan



Keperawatan



dan



Meningkatkan mutu pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan diagnosa medis Fraktur Cruris melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara komprehensif. 1.4.4 Bagi IPTEK Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status kesembuhan klien.



8



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Konsep Penyakit 2.1.1 Definisi Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang tibia dan fibula. Secara klinis bisa berupa fraktur terbuka bila disertai kerusakan pada jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah) sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan udara luar dan fraktur tertutup (Zairin, 2012). Fraktur Cruris atau tibia-fibula adalah terputusnya hubungan tulang tibia dan fibula. Secara klinis bisa berupa fraktur terbuka bila disertai kerusakan pada jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah) sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan udara luar dan fraktur tertutup (Helmi, 2016). Fraktur Cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan secara jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya (Riyan, 2018). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur cruris adalah fraktur yang disebabkan oleh terputusnya kontinuitas tulang tibia dan fibula yang berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. 2.1.2 Anatomi Fisiologi Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson, 2006). Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup



9



yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam- garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis (Price dan Wilson, 2006). Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang (Price dan Wilson, 2006). 1. Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian besar tulang pelvis. 2. Tulang Femur ( tulang paha) Merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris, disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang di sebut dengan fosa kondilus. 3. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis) Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju yang disebut OS maleolus medialis. Agar lebih jelas berikut gambar anatomi os tibia dan fibula. 4. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) Dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular, osteum kuboideum, kunaiformi.



10



5. Meta tarsalia (tulang telapak kaki) Terdiri dari tulang- tulang pendek yang banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan perantara sendi. 6. Falangus (ruas jari kaki) Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid). 2.1.3 Etiologi Penyebab fraktur adalah trauma, yang dibagi atas trauma langsung, trauma tidak langsung, dan trauma ringan. Trauma langsung yaitu benturan pada tulang, biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhater mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan). Trauma tak langsung yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi. Trauma ringan yaitu keadaan yang dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri sudah rapuh atau underlying deases atau fraktur patologis (Sjamsuhidayat dan Wim de Jong, 2010). Sedangkan menurut Muttaqin (2011) fraktur cruris tertutup disebabkan oleh cedera dari trauma langsung atau tidak langsung yang mengenai kaki, dapat terjadi juga akibat daya putar atau puntir yang dapat menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang berbeda, daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek. 2.1.4 Klasifikasi Menurut Helmi (2012) secara umum keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Fraktur tertutup (close fracture) Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. 2. Fraktur terbuka (open fracture) Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk dari dalam (from within) atau dari luar (from without) 3. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)



11



Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya mal-union, delayed union, non-union, serta infeksi tulang. 2.1.5 Patofisologi (WOC) Kondisi anatomis dari tulang tibia yang terletak di bawah subkutan memberikan dampak terjadinya risiko fraktur terbuka lebih sering dibandingkan tulang panjang lainnya apabila mendapat suatu trauma. Mekanisme cedera dari fraktur cruris dapat terjadi akibat adanya daya putar atau puntir dapat menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang berbeda. Daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit. Cedera langsung akan menembus atau merobek kulit di atas fraktur. Tibia atau tulang kering merupakan kerangka utama dari tungkai bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Pada kondisi klinik, kedua tulang ini dinamakan tulang cruris karena secara anatomis kedua tulang ini pada beberapa keadaan seperti pada trauma yang mengenai tungkai bawah, kedua tulang ini sering mengalami fraktur. Pada kondisi trauma, anatomi tulang tibia yang sangat mendekati permukaan (karena hanya dilapisi oleh kulit) memberikan kemungkinan lebih sering terjadi fraktur terbuka. Otot-otot dan ligamen kaki secara fisiologis mampu menggerakkan berbagai fungsi dari telapak kaki (Helmi, 2012).



Kondisi klinis fraktur cruris terbuka pada fase awal menimbulkan



berbagai masalah keperawatan pada klien, meliputi respons nyeri hebat akibat rusaknya jaringan lunak dan kompresi saraf, risiko tinggi cedera jaringan akibat kerusakan vaskular dengan pembengkakan lokal yang menyebabkan sindrom kompartemen yang sering terjadi pada fraktur proksimal tibia, risiko syok hipovolemik sekunder akibat cedera vaskular dengan perdarahan hebat, hambatan mobilitas fisik sekunder akibat kerusakan fragmen tulang dan risiko tinggi infeksi sekunder akibat port de entree luka terbuka. Pada fase lanjut, fraktur cruris terbuka menyebabkan terjadinya malunion, non-union dan delayed union (Helmi, 2016). Pada fase awal menimbulkan berbagai masalah keperawatan pada pasien, meliputi nyeri akibat dari fraktur, masalah ortopedi, pembengkakan, atau inflamasi ; perubahan perfusi jaringan perifer akibat dari pembengkakan, alat yang mengikat, atau gangguan aliran balik ; kerusakan pemeliharaan kesehatan



12



akibat hilangnya kemandirin ; gangguan citra tubuh, harga diri atau kinerja peran akibat dari dampak masalah muskuloskeletal ; kerusakan mobilitas fisik akibat dari nyeri, pembengkakan, atau penggunaan alat imobilisasi ; kurang pengetahuan ; dan ansietas serta ketakutan (Lukman & Ningsih, 2009).



13



WOC Fraktur Cruris Trauma tidak langsung



Trauma langsung



Fraktur cruris



B1



B2



B3



B4



Tidak ada masalah



Tidak ada masalah



Kerusakan jaringan



Tidak ada masalah



B5



Tidak ada masalah



B6



Terputusnya kontiniitas tulang



Kompresi saraf Gangguan fungsi tubuh Pelepasan mediator nyeri ( histamin, prostagladin, serotonim,lidokain)



Impuls ke otak



MK: Nyeri akut



Muncul persepsi nyeri



MK : Hambatan mobilitas fisik MK: Gangguan pola tidur



Waktu tidur berkurang 14



2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda Gajala) Menurut Hurst, (2015) klien yang mengalami fraktur cruris pada awalnya memiliki tanda dan gejala berikut: 1. Nyeri yang kontinu dan meningkat saat bergerak, dan spasme otot terjadi segera setelah fraktur. 2. Kehilangan fungsi : sokongan terhadap otot hilang ketika tulang patah. Nyeri juga berkontribusi terhadap kehilangan fungsi. 3. Deformitas : ekstremitas atau bagiannya dapat membengkok atau berotasi secara abnormal karena pergeseran lokasi akibat spasme otot dan edema. 4. Pemendekan ekstremitas : spasme otot menarik tulang dari posisi kesejajarannya dan fragmen tulang dapat menjadi dari sisi ke sisi, bukan sejajar ujung ke ujung. 5. Krepitus : krepitus merupakan sensasi patahan atau suara yang berkaitan dengan pergerakan fragmen tulang ketika saling bergesekan, yang bahkan dapat menimbulkan trauma lebih besar pada jaringan, pembuluh darah, dan saraf. 6. Edema dan diskolorasi : kondisi tersebut dapat terjadi sekunder akibat trauma jaringan pada cedera. 2.1.7



Komplikasi



2.1.7.1 Komplikasi Awal 1. Syok Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. 2. Kerusakan arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh tidak adanya nadi; CRT (Capillary Refill Time ) menurun; sianosis bagian distal; hematoma yang lebar; serta dingin pada ekstremitas yang disebabkab oleh tindakan emergency pembidaian, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan. 3. Sindrom kompartemen



1



Kondisi sindrom kompartemen akibat komoplikasi fraktur hanya terjadi pada fraktur yang dekat dengan persendian dan jarang terjadi pada bagian tengah tulang. 4. Infeksi Pada trauma ortopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin (ORIF dan OREF) atau plat. 5. Avaskular nekrosis Avaskular nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusuk atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. 6. Sindrom emboli lemak Sindrom emboli lemak (fat embolism syndrom-FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. 2.1.7.2 Komplikasi Lanjutan 1. Delayed Union 2. Non-unioin 3. Mal-union 2.1.8 Pemeriksaan Penunjang 1. Foto Rontgen Sinar-X menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan perubahan hubungan tulang. Sinar-X multipel diperlukan untuk mengkaji secara paripurna struktur yang sedang diperiksa. Sinar-X tekstur tulang menunjukkan adanya pelebaran, penyempitan, dan tanda iregularitas. Sinar-X



sendi



dapat



menunjukkan



adanya



cairan,



iregularitas,



penyempitan, dan perubahan struktur sendi. 2. CT Scan (Computed Tomography) Menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cedera ligamen dan tendon. CT Scan digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit dievaluasi, seperti asetabulum. Pemeriksaan



2



dilakukan dapat dengan atau tanpa kontras dan berlangsung sekitar satu jam. 3. Angiografi Suatu bahan kontras radiopaq diinjeksikan ke dalam arteri tertentu, dan diambil foto sinar-X serial sistem arteri yang dipasok oleh arteri tersebut. Pemeriksaan ini sangat bermanfaat untuk mengkaji perfusi arteri dan dapat digunakan untuk tingkat amputasi yang dilakukan. Perawatan yang dilakukan setelah prosedur ini adalah klien dibiarkan berbaring selama 12 jam sampai 24 jam untuk mencegah perdarahan pada tempat penusukan arteri. Pantau tanda vital tempat penusukan untuk melihat adanya pembengkakan, perdarahan, dan hematoma, dna mengkaji apakah sirkulasi ekstremitas bagian distal adekuat. 4. Artografi Penyuntikan bahan radiopaq atau udara ke dalam rongga sendi untuk melihat struktur jaringan lunak dan kontur sendi. Sendi diposisikan dalam kisaran pergerakannya sambil dilakukan serial sinar-X. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengidentifikasi adanya robekan akut atau kronik kapsul sendi atau ligamen penyangga lutut, bahu, tumit, pinggul, dan pergelangan tangan. Bila terdapat robekan, bahan kontras akan merembes keluar dari sendi dan akan terlihat pada sinar-X. Setelah dilakukan pemeriksaan ini, sendi diimobilisasi selama 12 jam sampai 24 jam dan diberi balut tekan elastis. 5. Artrosentesis (aspirasi sendi) Dilakukan



untuk



memperoleh



cairan



sinovial



untuk



keperluan



pemeriksaan atau menghilangkan nyeri akibat efusi. Normalnya, cairan sinovial jernih, pucat berwarna seperti jerami, dan volumenya sedikit. Cairan tersebut kemudian diperiksa secara makroskopis mengenai volume, warna, kejernihan, dan adanya bekuan musin.Secara mikroskopis untuk memeriksa jumlah, mengidentifikasi sel, melakukan pewarnaan Gram, dan mengetahui elemen penyusunnya. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mendiagnosis artritis reumatoid dan atrofi inflamasi lainnya dan dapat memperlihatkan adanya hemartrosis (perdarahan di dalam rongga sendi), yang menyebabkan trauma atau kecenderungan perdarahan. 3



6. Artroskopi Merupakan



prosedur



endoskopis



yang memungkinkan



pandangan



langsung ke dalam sendi. Pemeriksaan ini dilakukan di kamar operasi dalam kondisi steril dan perlu dilakukan injeksi anastesi lokal ataupun anastesi umum. 7. Biopsi Dilakukan untuk menentukan struktur dan komposisi tulang oot, dan sinovial guna membantu menentukan penyakit tertentu. Tempat biopsi harus dipantau mengenai adanya edema, perdarahan, dan nyeri. Setelah melakukan prosedur ini mungkin perlu dikompres es untuk mengontrol edema dan perdarahan dan pasien diberi analgesik untuk mengurangi rasa tidak nyaman. 8. Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan darah dan urine klien dapat memberi informasi mengenai masalah muskuloskeletal primer atau komplikasi yang terjadi seperti infeksi, sebagai dasar acuan untuk pemberian terapi. Pemeriksaan darah lengkap meliputi kadar hemoglobin, biasanya lebih rendah bila terjadi perdarahan karena trauma dan hitung sel darah putih. Pemeriksaan kimia darah memberi data mengenai berbagai macam kondisi muskuloskeletal. Kadar kalsium serum berubah pada osteomalasia, fungsi paratiroid, penyakit paget, tumor tulang metastasis, dan pada imobilisasi lama. 2.1.9 Penatalaksanaan Medis Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah : 1. Untuk menghilangkan rasa nyeri : Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang. Pemasangan gips merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah : 4



1) Immobilisasi dan penyangga fraktur 2) Istirahatkan dan stabilisasi 3) Koreksi deformitas 4) Mengurangi aktifitas 5) Membuat cetakan tubuh orthotik Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah 1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan 2) Gips patah tidak bisa digunakan 3) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien 4) Jangan merusak / menekan gips 5) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk 6) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama 2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur. Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis frakturnya sendiri. 1) Penarikan (traksi) : Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi antara lain. a. Traksi manual Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur, dan pada keadaan emergency Traksi mekanik, ada 2 macam :  Traksi kulit (skin traction) Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.  Traksi skeletal



5



Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang merupakan



balanced



traction.



Dilakukan



untuk



menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal. 2) Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali.



Sesudah



direduksi,



fragmen-fragmen



tulang



ini



dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat,



dan



paku.



Keuntungan



perawatan



fraktur



dengan



pembedahan antara lain : a. Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah b. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah c. Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai d. Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain e. Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, 3. Agar terjadi penyatuan tulang kembali Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang



terdapat



gangguan



dalam



penyatuan



dibutuhkan graft tulang. 4. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula



6



tulang,



sehingga



Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin.



2.2



Kebutuhan Dasar Manusia



2.2.1 Definisi Rasa Aman Nyaman Kenyamanan adalah suatu keadaan telah tepenuhi kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan ketentraman (suatu kebutuhan yang tepenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah atau nyeri). Konsep kenyamanan memiliki subyektifitas yang sama dengan nyeri (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 169). 2.2.2 Definisi Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensori yang tidak menyenangkan, unsur utama yang harus ada untuk disebut sebagai nyeri adalah rasa tidak nyaman atau rasa tidak menyenangkan. Tanpa unsur itu tidak dapat dikategorikan sebagai nyeri, walaupun sebaliknya, semua yang tidak menyenangkan tidak dapat disebut sebagai nyeri (Ana, 2015, p. 6). 2.2.3 Jenis Nyeri 1. Nyeri akut Merupakan sensasi yang terjadi secara mendadak, paling sering terjadi sebagai respon terhadap beberapa jenis trauma. Penyebab umum nyeri akut adalah trauma akibat kecelakaan, infeksi, dan pembedahan. Nyeri akut terjadi dalam periode yang singkat, biasanya 6 bulan atau kurang dari 6 bulan, dan biasanya bersifat intermiten (sesekali), tidak konstan. Nyeri akut berasal dari cara normal sistem saraf memproses trauma pada kulit, otot, dan organ visceral, istilah lain nyeri akut adalah nyeri nosiseptif. Penyebab mendasar diidentifikasi dan terapi secara sukses, nyeri akut menghilang (Rosdahi & Kowalski, 2017, p. 882) 2. Nyeri Alih Merupakan nyeri yang berasal dari satu bagian tubuh, tetapi dipersepsikan di bagian tubuh lain. Nyeri alih paling sering berasal dari dalam visera 7



(organ internal) dan dapat dipersepsikan di kulit, meskipun dapat juga dipersepsikan dalam area internal yang lain (Rosdahi & Kowalski, 2017, p. 882).



3. Nyeri Kronis (Juga disebut nyeri neuropatik) Didefinisikan sebagai ketidaknyamanan yang berlangsung dalam periode waktu lama (6 bulan atau lebih) dan dapat terjadi seumur hidup. Penyebab nyeri kronis sering kali tidak diketahui. Nyeri kronis sebenarnya dapat terjadi akibat kesalahan sistem saraf dalam memproses input (asupan) sensori. Nyeri kronis sering kali berlangsung lebih lamadari perkiraan periode pemulihan normal untuk nyeri akut (Rosdahi & Kowalski, 2017, p. 882). 2.2.4 Pengukuran Intensitas Nyeri 1. Skala nyeri menurut Hayward Pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala menurut Hayward dilakukan dengan meminta penderita untuk memilih salah satu bilangan dari 0-10 yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang sangat ia rasakan. Angka 0 menunjukan bahwa tidak ada nyeri sama sekali, angka 1-3 menunjukan nyeri ringan, angka 4-6 nyeri sedang, angka 7-9 bahwa nyeri sangat berat, angka 10 nyeri tidak terkontrol (Haswita & Sulistyowati, 2017, pp. 186-187). 2. Skala Nyeri Menurut Mc Gill Pengukuran intensitas nyeri dengan menggunakan skala menurut Mc Gill dilakukan dengan meminta penderita untuk memilih salah satu bilangan dari 0-5 yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang sangat ia rasakan. 0 = Tidak nyeri 1 = Nyeri ringan 2 = Nyeri sedang 3 = Nyeri berat atau parah 4 = Nyeri sangat berat



8



5 = Nyeri hebat (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 187). 3. Skala wajah atau wong-baker FACES rating scale Pengukuran



intensitas



nyeri



di



wajah



dilakukan



dengan



cara



memperhatikan mimik wajah pasien pada saat nyeri tersebut menyerang.  Cara ini diterapkan pada pasien yang tidak dapat menyebutkan intensitas nyerinya dengan skala angka., misalnya anak-anak dan lansia (Haswita & Sulistyowati, 2017, p. 187). 2.3



Manajemen Asuhan Keperawatan



2.3.1 Pengkajian Pengkajian adalah suatu proses yang dilakukan semua fase pemecah masalah dan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan. Meliputi nama, jenis kelamin, usia, agama, bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit. 2.3.1.1 Identitas klien Meliputi nama, jenis kelamin, usia, agama, bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, golongan darah, nomor register, tanggal dan jam masuk rumah sakit, diagnosa medis. Penderita fraktur berdasarkan karakteristik jenis kelamin, paling banyak diderita oleh laki-laki Selain itu usia juga berpengaruh terhadap kejadian fraktur. 1.



Keluhan utama Keluhan utama yang sering terjadi pada klien dengan masalah sistem gangguan muskuloskeletal adalah nyeri. Nyeri fraktur tajam dan menusuk dan dapat dihilangkan dengan imobilisasi. Rasa nyeri berbeda antara satu individu dengan individu yang lain berdasarkan ambang nyeri dan toleransi nyeri masing-masing klien.



2.



Riwayat Penyakit Sekarang Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas seperti kecelakaan motor dan mobil serta kecelakaan pejalan kaki sewaktu menyebrang (Sagaran et al., 2017). Perawat memperoleh data subjektif dari pasien mengenai awitan masalahnya dan bagaimana penanganan yang sudah dilakukan. Keluhan utama nyeri dapat dikaji dengan menggunakan metode PQRST. Pada klien yang dirawat di rumah sakit penting untuk ditanyakan apakah keluhan utama masih sama seperti pada saat masuk rumah sakit, kemudian tindakan yang sudah dilakukan terhadapnya 9



(Muttaqin, 2008). Perlu diketahui dari klien apakah pernah mengalami trauma yang kemungkinan trauma ini memberikan gangguan pada muskuloskeletal baik berupa kelainan maupun komplikasi-komplikasi lain yang dialami saat ini (Helmi, 2016). 3.



Riwayat Penyakit Dahulu Perlu ditanyakan penyakit-penyakit yang dialami sebelumnya yang kemungkinan mempunyai hubungan dengan masalah yang dialami pasien sekarang, seperti apakah klien pernah mengalami fraktur atau trauma sebelumnya, peningkatan kadar gula darah, atau tekanan darah tinggi. Riwayat operasi pasien perlu ditanyakan karena kemungkinan ada hubungannya dengan keluhan sekarang seperti oprasi karsinoma prostat dan karsinoma mammae yang dapat memberikan metastasis ke tulang dengan segala komplikasinya (Helmi, 2016). Cidera muskuloskeletal merupakan maslaah kesehatan global yang dapat menimpa siapapun,baik laki-laki, perempuan dengan usia muda atau tua serta mempunyai riwayat pernah mengalami fraktur atau tidak (Meling et al., 2009)



4.



Riwayat penyakit keluarga Pada keluarga klien ada atau tidak yang menderita osteoporosis, arthritis dan tuberkulosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular (Wicaksono, 2016). Fraktur biasanya berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor (Mediarti et al., 2015)



5.



Pengkajian psikososiospiritual Pengkajian psikologis pasien



meliputi



beberapa



dimensi



yang



memungkinkan pengkaji untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. 2.3.1.2 Pola-pola kesehatan Dalam tahap pengakjian, perawat juga perlu mengetahui pola-pola fungsi kesehatan dalam proses keperawatan klien fraktur cruris sebagai berikut : 1. Pola Sensori dan Kognitif Daya raba klien fraktur berkurang, terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan indera yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan (Muttaqin, 2008). Salah satu faktor yang berpengaruh pada perilaku kesehatan adalah tingkat pendidikan. Hasil pendidikan ikut membentuk



10



pola berpikir, pola persepsi dan sikap pengambilan keputusan seseorang. Pendidikan seseorang yang meningkat mengajarkan individu mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya (Astari & Maliya, 2010). 2. Pola Persepsi dan Tata Laksana Pada kasus fraktur, klien biasanya merasa takut akan mengalami kecacatan pada dirinya. Oleh karena itu, klien harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu juga dilakukan pengkajian yang meliputi kebiasaan hidup klien, seperti penggunaan obat steroid yang yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengonsumsian alkohol yang dapat mengganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak (Muttaqin, 2008). 3. Pola Persepsi dan Konsep Diri Dampak yang timbul pada pasien fraktur adalah timbul ketakutan dan kecacatan



akibat



fraktur



yang



dialaminya,



rasa



cemas,



rasa



ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri) (Muttaqin, 2008). 4. Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan, meskipun menu berubah misalnya makan di rumah gizi tetap sama sedangkan di Rumah Sakit disesuaikan dengan penyakit dan diet klien (Wicaksono, 2016). 5. Pola eliminasi Klien fraktur cruris tidak ada gangguan pada pola eliminasi, namun perlu juga dikaji tentang frekuensi, warna, serta bau feses pada pola eliminasi alvi. Pada pola eliminasi urin mengkaji frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya. Pada kedua pola ini dikaji adanya kesulitan atau tidak (Muttaqin, 2008). Kebiasaan miksi atau defekasi sehari-hari , kesulitan waktu defekasi dikarenakan imobilisasi sehingga menyebabkan gerak peristaltik usus menurun dan mengakibatkan keterlambatan dalam proses pencernaan sehingga terjadi BAB yang tidak teratur (Pranata, 2016) 6. Pola tidur dan istirahat



11



Semua klien fraktur biasanya merasa nyeri, geraknya terbatas sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu, pengkajian juga dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur (Muttaqin, 2008).



7. Pola Tata Nilai dan Keyakinan Pasien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah. Hal ini disebabkan oleh nyeri dan keterbatasan gerak yang dialami pasien (Muttaqin, 2008). 8. Pola aktivitas Klien dengan post operasi fraktur cruris sering kali mengalami berkurangnya daya raba terutama pada area distal, sedangkan daerah lainnya tidak mengalami gangguan. Adanya nyeri dan gerak terbatas, semua bentuk aktivitas klien menjadi berkurang dan klien butuh banyak bantuan dari orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama peekerjaan klien karena ada beberapa bentuk pekerjaan yang beresiko untuk terjadinya fraktur dibandingkan pekerjaan yang lain (Muttaqin, 2008). 9. Pola Hubungan Interpersonal dan Peran Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap (Muttaqin, 2008). 10. Pola Reproduksi dan Seksual Dampak pada pasien fraktur yaitu, pasien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap, rasa nyeri yang dialami pasien dan keterbatasan gerak yang dialami pasien. Selain itu juga perlu dikaji sttaus perkawinannya (Muttaqin, 2008). 11. Pola Penanggulangan Stress Pada klien fraktur cruris timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Rosyidi, 2013). 2.3.1.2 Pemeriksaan Fisik ( B1-B6 ) 1. Keadaan Umum



12



Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda yang perlu dicatat adalah kesadaran pasien (apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis, yang bergantung pada keadaan pasien), kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur tibia-fibula biasanya akut), tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan lokal baik fungsi maupun bentuk. Nyeri dapat mempengaruhi tanda-tanda vital. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi tekanan darah, frekuensi pernapasan, dan frekuensi denyut nadi. Faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah salah satunya adalah nyeri yang mengakibatkan stimulasi simpatik, yang meningkatkan frekuensi darah, curah jantung dan tahanan vaskular perifer (Lopes et al., 2014). 2. B1 (Breathing) Pada pemeriksaan sistem pernafasan, didapatkan bahwa pasien fraktur cruris tidak mengalami kelainan pernafasan. Pada palpasi toraks, didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi, tidak ditemukan suara nafas tambahan (Muttaqin, 2008). 3. B2 (Blood) Inspeksi : tidak ada ictus cordis, palpasi : nadi meningkat, ictus cordis teraba di ICS V MCL sinistra, auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur (Muttaqin, 2008). 4. B3 (Brain) 1) Tingkat kesadaran biasanya kompos mentis 2) Kepala Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris, tidak ada penonjolan dan tidak ada sakit kepala (Muttaqin, 2008). 3) Leher Tidak ada gangguan, yaitu simetris, tidak ada penonjolan, dan refleks menelan ada (Muttaqin, 2008). 4) Wajah Terlihat menahan sakit dan bagian wajah yang lain tidak ada perubahan fungsi dan bentuk. Wajah tampak menyeringai, wajah simetris, tidak ada lesi dan edema (Muttaqin, 2008). 5) Mata Tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak anemis (pada fraktur tertutup karena tidak terjadi perdarahan). Pasien fraktur terbuka dengan 13



banyaknya perdarahan yang keluar biasanya mengalami konjungtiva anemis (Muttaqin, 2008). 6) Telinga Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan (Muttaqin, 2008). 7) Hidung Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung 8) Mulut dan faring Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat 9) Status mental : observasi penampilan dan tingkah laku klien. Biasanya status mental tidak mengalami perubahan. 10) Pemeriksaan Sistem Saraf Kranial a. Saraf I : pada pasien fraktur cruris, fungsi saraf I tidak ada kelainan b. Saraf II : tes ketajaman penglihatan dalam kondisi normal c. Saraf III, IV, dan VI : biasanya tidak mengalami gangguan mengangkat kelopak mata dan pupil isokor. d. Saraf



V : pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan



paralisis pada otot wajah dan refleks kornea tidak ada kelainan e. Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris f. Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi g. Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik h. Saraf XI : tidak ada atrofi otot setrnokleidomastoideus dan trapezius i. Saraf XII : lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi (Muttaqin, 2008). 5. B4 (Bladder) Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urin, termasuk berat jenis urine. Biasanya pasien fraktur cruris tidak mengalami kelainan pada sistem ini. 6. B5 (Bowel) Inspeksi abdomen : bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi : turgor baik, tidak ada defans muscular dan hepar tidak teraba. Perkusi :



14



suara timpani, ada panyulan gelombang cairan. Auskultasi : peristaltik usus normal ±20 kali/menit. Inguinal-genitalis-anus : tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe dan tidak ada kesulitan BAB. 7. B6 (Bone) Adanya fraktur pada tibia-fibula akan mengganggu secara lokal, baik fungsi motorik, sensorik maupun peredaran darah (Muttaqin, 2008). a. Look Perhatikan adanya pembengkakan yang tidak biasa (abnormal) dan deformitas. Pada bagian ini sering terjadi patah tulang terbuka sehingga ditemukan adanya tanda-tanda trauma jaringan lunak sama kerusakan integritas kulit dan penonjolan tulang keluar kulit. Ada tanda-tanda cidera dan kemungkinan keterlibatan berkas neurovaskular (saraf dan pembuluh darah) tungkai, seperti bengkak/edema. Ada ketidakmampuan menggerakkan kaki dan penurunan kekuatan otot ekstremitas bawah dalam melakukan pergerakan (Muttaqin, 2008). b. Feel Adanya keluhan nyeri tekan (tenderness) dan krepitasi (Muttaqin, 2011) c. Move Gerakan pada daerah tungkai yang patah tidak boleh dilakukan karena menimbulkan respons trauma pada jaringan lunak di sekitar ujung fragmen tulang yang patah. Klien terlihat mampu melakukan pergerakan pada tungkai bawah yang patah (Muttaqin, 2011). 2.3.2 Diagnosa Keperawatan 1.Nyeri akut berhubungan dengan kontinuitas tulang 2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan 2.3.3



Intervensi Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan kontinuitas jaringan tulang (fraktur) Tujuan : Setelah dilakukan asuhan kepetawatan dalam 1x 7 jam diharapkan Nyeri dapat berkurang atau hilang. Kriteria.Hasil :



15



a. Nyeri berkurang b. Pasien terlihat tenang c. Pasien secara verbal mengatakan nyeri berkurang d. Skala nyeri 0-1 (0-10) e. TTV dalam batas normal Intervensi : a. Lakukan pendekatan pada pasien dengan keluarga b. Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri c. Jelaskan pada pasien penyebab nyeri d. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri e. Observasi TTV f. Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik 2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x7 jam diharapkan pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. Kriteria hasil : a. Penampilan yang seimbang b. Melakukan pergerakan c. Mempertahankan mobilitas yang optimal Intervensi : a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas. c. Kolaborasi dalam hal ahli terapi fisik d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x7 jam diharapkan masalah gangguan pola tidur dapat teratasi Kriteria hasil : a. Tidur malam 8 jam



16



b. Klien rileks c. TTV normal Intervensi : a. Identifikasi pola aktivitas dan tidur b. Modifikasi lingkungan c. Sesuaikan jadwal pemberian obat d. Tetapkan jadwal tidur rutin e. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit f. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur 2.3.4



Implementasi Keperawatan Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang



pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya (intervensi). 2.3.5



Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan



intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan (Deswani, 2009). Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan



dilanjutkan,



merevisi



rencana



atau



menghentikan



rencana



keperawatan (Manurung, 2011). Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP.



17



BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN



Nama Mahasiswa



: Fitrialiyani



NIM



: 2018.C.10a.0967



Ruang Praktek



: Dahlia



Tanggal Praktek



: Senin 18- 30 Mei 2020



Tanggal & Jam Pengkajian



: Selasa, 19 Mei 2020 (12.30 WIB)



1.1 Pengkajian 3.1.1 Identitas Pasien Nama



: Tn. D



Umur



: 45 Tahun



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Suku/Bangsa



: Dayak/Indonesia



Agama



: Islam



Pekerjaan



: Pegawai Swasta



Pendidikan



: SMA



Status Perkawinan



: Kawin



Alamat



: Kasongan



Tgl MRS



: 18 - 5 - 2020



Diagnosa Medis



: Fraktur Cruris



3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan 3.1.2.1 Keluhan Utama



:



Nyeri pada tungkai kanan bagian bawah 3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :



18



Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami kecelakaan sepeda motor pada hari minggu tanggal 17 Mei 2020 sewaktu pulang dari bekerja jam 19.00 WIB.  Pasien mengatakan mengendarai sepeda motor sendiri untuk menuju ke rumah kemudian terserempet sepeda motor lain dan terjatuh dengan posisi tengkurap ke kanan.  Kemudian tungkainya yang sebelah kanan terkena aspal jalan karena pasien menggunakan tungkai kanannya sebagai tumpuan.  Oleh sebab itu pasien menderita patah tulang.  Saat jatuh pasien tidak pingsan.  Pada hari Senin tanggal 18 Mei 2020 setelah kecelakaan pasien dibawa ke RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, pasien dirawat di ruang Dahlia. Di IGD pasien mendapatkan terapi pemasangan infus RL 20 tpm (tetes per menit) dan saat ini pasien mendapatkan terapi injeksi Cefotaxime 2×1 gram per IV (Intra Venous) dan injeksi Ketorolac 3×1 ampul per IV infus.  Saat pengkajian yaitu Selasa tanggal 18 Mei 2020, pasien mengatakan nyeri pada tungkai kanan. Nyeri timbul jika untuk bergerak, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri berlangsung terus menerus berhenti jika posisi nyaman dan tidak bergerak. 3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi) Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat inap di RS. Bila sakit pasien langsung dibawa ke Puskesmas. Keluarga pasien mengatakan bahwa sebelumnya pasien tidak pernah mengalami kecelakaan sepeda motor seperti sekarang ini dan belum pernah dioperasi.  Pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, jantung dan hipertensi.  3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga Klien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keluarga seperti penyakit keturunan., DM, Hivertensi, sroke dan penyakit menular lainnya, HIV/AIDS, Hepatitis. GENOGRAM KELUARGA



19



Keterangan : : Hubungan keluarga : Tinggal serumah : Laki-laki : Perempuan : Klien 3.2 Pemerikasaan Fisik 3.1.3.1 Keadaan Umum : Klien tampak sakit akut, kesadaran compos menthis, posisi berbaring semi fowler dengan badan terlentang, pasien tampak meringis. 3.1.3.2 Status Mental : Tingkat kesadaran pasien compos mentis, ekpresi wajah pasien tampak meringis, bentuk badan klien simetris, posisi berbaring semi fowler, klien berbicara jelas, suasana hati klien gelisah, penampilan klien cukup rapi, klien mengetahui waktu pagi, siang dan malam dapat membedakan antara perawat dan keluarga serta mengetahui dirinya sedang dirawat di rumah sakit, dan mekanisme pertahanan diri klien adaptif. 3.1.3.3 Tanda-tanda Vital : Saat pengkajian TTV klien tanggal 18 Mei 2020 pukul 15:00 WIB, suhu tubuh klien/ S = 36,0 °C tempat pemeriksaan axilla, nadi/N = 96 x/menit dan pernapasan/ RR = 24 x/menit, tekanan darah TD = 130/90 mmhg. 3.1.3.4 Pernapasan (Breathing) Bentuk dada klien teraba simetris, klien tidak memiliki kebiasaan merokok, klien tidak mengalami batuk, tidak ada sputum, tidak sianosis, tidak terdapat nyeri, tidak sesak nafas, nafas pasien teratur, type pernapasanan klien tampak menggunakan perut, irama pernapasan teratur dan suara nafas klien vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan. Keluhan lainnya : Tidak ada 20



Masalah Keperawatan : Tidak ada 3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding) Klien tidak merasakan nyeri di dada, tidak ada merasakan keram dikaki, klien tampak tidak pucat, tidak merasakan pusing, tidak mengalami clubbing finger, tidak sianosis, tidak merasakan sakit kepala, tidak palpitasi, tidak ada pingsan, capillary refill klien saat ditekan dan dilepaskan kembali dalam 2 detik, tidak ada terdapat oedema, lingkar perut klien 90 cm, ictus cordis klien tidak terlihat, vena jugulasir klien tidak mengalami peningkatan, suara jantung klien (S1-S2) reguler dan tidak ada mengalami kelainan. Keluhan lainnya : tidak ada. Masalah keperawatan : tidak ada. 3.1.3.6 Persyarafan (Brain) Nilai GCS : E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal baik), M = 6 (mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal), kesadaran klien tampak normal, pupil isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri positif, klien merasakan nyeri pada tungkai kiri, tidak vertigo, tampak gelisah, tidak aphasia, klien tidak merasakan kesemutan, tidak bingung, tidak dysarthria dan tidak mengalami kejang. Uji Syaraf Kranial : 1. Nervus Kranial I (Olvaktori) : Klien dapat membedakan bau-bauan seperti : minyak kayu putih atau alcohol. 2. Nervus Kranial II (Optik) : Klien dapat melihat dengan jelas orang yang ada disekitarnya. 3. Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil klien dapat berkontraksi saat melihat cahaya. 4. Nervus Kranial IV (Trokeal) : Klien dapat menggerakan bola matanya ke atas dan ke bawah. 5. Nervus Kranial V (Trigeminal) : Klien dapat mengunyah makanan seperti : nasi, kue, buah. 6. Nervus Kranial VI (Abdusen) : Klien dapat melihat kesamping kiri ataupun kanan. 7. Nervus Kranial VII (Fasial) : Klien dapat tersenyum.



21



8. Nervus Kranial VIII (Auditor) : Pasien dapat perkataaan dokter, perawat dan keluarganya. 9. Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Klien dapat membedakan rasa pahit dan manis. 10. Nervus Kranial X (Vagus) : Klien dapat berbicara dengan jelas. 11. Nervus Kranial XI (Asesori) : klien dapat mengangkat bahunya. 12. Nervus Kranial XII (Hipoglosol) : Klien dapat menjulurkan lidahnya. Uji Koordinasi : Ekstermitas atas klien dapat menggerakan jari kejari dan jari kehidung. Ekstermitas bawah klien dapat menggerakan tumit ke jempol kaki, kestabilan tubuh klien tampak baik, refleks bisep kanan dan kiri klien baik skala 1, trisep kanan dan kiri klien baik skla 1, brakioradialis kanan dan kiri klien baik skala 1, patella kanan kiri klien baik skla 1, dan akhiles kanan dan kiri klien baik skla 1, serta reflek babinski kanan dan kiri klien baik skla 1. Keluhan lainnya :Tidak ada Masalah keperawatatan : Nyeri Akut 3.1.3.7 Eliminasi Uri (bladder) Tidak ada masalah dalam eliminasi urin, klien memproduksi urin normal, klien tidak mengalami masalah atau lancer, tidak menetes, tidak onkotinen, tidak oliguria, tidak nyeri, tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak hematuria, tidak hematuria, tidak terpasang kateter dan tidak pernah melakukan cytostomi. Keluhan lainnya : tidak ada. Masalah keperawatan : tidak ada. 3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel) : Bibir klien tampak lembab tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi klien lengkap tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah klien merah, mokosa klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien tidak ada peradangan, rectum normal, tidak mengalami haemoroid, klien BAB 1x/hari warna kecoklatan dengan konsistensi lunak, tidak diarem tidak konstipasi, tidak kembung, dan tidak ada terdapat nyeri tekan ataupun benjolan. Keluhan lainnya : Tidak ada Masalah keperawatan : Tidak ada



22



3.1.3.9 Tulang - Otot – Integumen (Bone) Kemampuan pergerakan sendi klien tampak terbatas, tidak ada parase, tidak ada paralise, tidak ada hemiparese, tidak ada krepitasi, terdapat nyeri di bagian kaki kanan, ada bengkak, tidak ada kekakuan, tidak ada flasiditas, tidak ada spastisitas, ukuran otot klien teraba simetris. Uji kekuatan otot ekstermitas atas = 5/5(normal) dan ektermitas bawah = 2/5. Keluhan lainnya : Tidak ada Masalah keperawatan : Hambatan Mobilitas 3.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan kosametik dan lainnya. Suhu kulit klien teraba hangat, warna kulit normal, turgor baik, tekstur halus, tidak ada tampak terdapat lesi, tidak terdapat jaringan parut, tekstur rambut halus, tidak terdapat distribusi rambut dan betuk kuku simetris. Keluhan lainnya : tidak ada Masalah keperawatan : tidak ada 3.1.3.11 Sistem Penginderaan a. Mata/Penglihatan Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah b. Telinga / Pendengaran : Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung dan tidak tuli. c. Hidung / Penciuman: Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat patensi, tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak terdapat transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada masalah, sekresi tidak ada, dan tidak ada polip. Keluhan lainnya : Tidak ada. Masalah keperawatan : Tidak ada. 3.1.3.12



Leher Dan Kelenjar Limfe



Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada teraba kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher klien bergerak bebas.



23



3.1.3.13



Sistem Reproduksi



a. Reproduksi Pria Bagian reproduksi klien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada gatalgatal, gland penis baik/ normal, meatus uretra baik/ normal, tidak ada discharge, srotum normal, tidak ada hernia, dan tidak ada keluhan lainnya. 3.1.4



Pola Fungsi Kesehatan



3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit : Klien mengatakan ”saya ingin cepat sembuh dan ingin segera pulang kerumah“. 3.4.1.2 Nutrisi dan Metabolisme Klien tidak ada program diet, klien tidak meras mual, tidak ada muntah, tidak mengalami kesukaran menelan dan tidak ada merasa haus. TB



: 163 Cm



BB sekarang



: 59 Kg



BB Sebelum sakit : 59 Kg IMT = BB (TB)² =



59 (163)²



= 22,3 ( normal) Keluhan lainnya : tidak ada. Masalah Keperawatan : tidak ada 3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur : Klien mengatakan sulit tidur, pasien merasa cemas, ekpresi wajah klien tampak meringis, tidur sebelum sakit : siang 45 menit dan malam 6 - 7 jam, tidur sesudah sakit : tidak ada tidur siang, malam 5 jam. Keluhan lainnya : tidak ada. Masalah Keperawatan : Gangguan pola tidur 3.1.4.4 Kognitif :



24



Klien mengatakan “ia tidak senang dengan keadaan yang dialaminya dan ingin cepat beraktivitas seperti biasanya” Keluhan lainnya : tidak ada. Masalah keperawatan : tidak ada. 3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran): Klien mengatakan tidak senang dengan keadaan yang dialaminya saat ini, klien ingin cepat sembuh dari penyakitnya. Klien adalah seorang ayah, klien orang yang ramah, klien adalah seorang kepala keluarga”. Keluhan lainnya : Tidak ada. Masalah keperawatan : Tidak ada. 3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari Sebelum sakit klien dapat berktivitas secara bebas, namun sesudah sakit klien tidak dapat beraktivitas secara bebas akibat gerakan terbatas. Keluhan lainnya : tidak ada. Masalah keperawatan : Hambatan mobilitas 3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress Klien mengatakan bila ada masalah ia selalu bercerita dan meminta bantuan kepada keluarga, dan keluarga selalu menolong Tn. D Keluhan lainnya : tidak ada Masalah keperawatan : Tidak ada 3.1.3.8 Nilai-Pola Keyakinan : Klien mengatakan bahwa tidak tindakan medis yang bertentangan dengan keyakinan yang di anut. Keluhan lainnya : tidak ada. Masalah keperawatan : tidak ada. 3.1.5



Sosial – Spiritual



3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi Klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan klien dapat menceritakan keluhan yang dirasakan kepada perawat. 3.1.5.2 Bahasa sehari-hari Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa dayak dan bahasa Indonesia.



25



3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga Hubungan klien dengan keluarga baik, dibuktikan dengan kelurga setiap saat selalu memperhatikan dan mendampingi Tn. D selama dirawat di rumah sakit. 3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain : Klien dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan dan dapat berkomunikasi juga dengan keluarga serta orang lain. 3.1.5.5 Orang berarti/terdekat : Menurut klien orang yang terdekat dengannya adalah anak dan istri/ keluarga 3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang : 3.1.5.7 Kegiatan beribadah : Pasien mengatakan shalat 5 waktu dan menjalankan kewajibannya sebagai umat muslim 3.1.6



Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)



3.1.6.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 06 Mei 2020 Tabel 2.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 06 Mei 2020 Pemeriksaan Leukosit Eritrosit Hemoglobin Trombosit GDS HBSAg



Hasil 17.300 5.11 14.9 266 1.0 290



Satuan Mm3 10^6/Ul g/dL 10^3/uL g/dl -



Nilai normal 5000-10.000 4.70-6.10 14.0-18.0 150-450 0.6-1.1 Negatif



3.1.6.2 Hasil Pemeriksaan Radiologi Berdasarkan hasil pemeriksaan Rontgen tanggal 06 Mei 2020 didapat hasili yaitu terjadinya fraktur cruris dekstra. 3.1.7 Penatalaksanaan Medis 1. Terapi tanggal 30 April 2008 1)



Infus RL 20 tpm



2)



Injeksi Cefotaxime 2×1 gram per Intra Venous



3)



Injeksi Ketorolac 3×1 ampul per Intra Venous



4)



Injeksi Actrapid 4 IU sebelum makan 3×1 di lengan kanan/kiri.



26



5)



Obat oral :  Asam mefenamat 3×1 tablet  Cascidin (calcium dan multivitamin) 2×1 tablet  Ciprofloxacin 2×1 tablet



Palangka Raya, 19 Mei 2020 Mahasiswa



(Fitrialiyani )



27



ANALISIS DATA DATA SUBYEKTIF DAN DATA OBYEKTIF Data Subjektif : Pasien mengatakan nyeri pada tungkai kakinya sebelah kanan



KEMUNGKINAN PENYEBAB



MASAL AH



Kecelakaan Trauma langsung



P : Nyeri jika bergerak Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk



Terputusnya kontinuitas tulang



R : Tungkai sebelah kanan



Kerusakan jaringan lunak



S  : Skala nyeri: 6



Kerusakan kompresi saraf



T : Nyeri terus menerus       berhenti saat posisi enak dan tidak bergerak



Pelepasan mediator nyeri (histamin, prostagladin, serotonin, lidokain, dll)



Data Objektif : 1. Pasien tampak meringis 2. TD  : 130/ 90 mmHg 3. N   : 80 x/ menit 4. S    : 36 oC 5. RR : 24 x/ menit



Muncul persepsi nyeri



Data Subjektif : Pasien



Trauma langsung



Impuls ke otak



mengatakan nyeri pada tungkai sebelah kanan Data objektif :



Gangguan mobilitas fisik



Terputusnya kontinuitas tulang



1. Pasien tampak menahan sakit



Nyeri Akut



Fraktur



2. Terjadi patah tulang 28



pada tungkai kanan



Nyeri



3. Skala nyeri sedang 4. Aktivitas ADL dibantu oleh



Gangguan fungsi tubuh



keluarga, pasien hanya melakukan



Aktivitas menurun



ADL semampunya saja 5. Hasil pemeriksaan rontgen terjadinya fraktur cruris dextra 6. Uji kekuatan otot ekstremitas atas 5/5, ektremitas bawah 2/5 ( tidak mampu melawan gaya gravitas/gerakan pasif) Data subjektif : Klien



Ansietas



mengatakan sulit tidur Data objektif : 1. Pasien tampak



Gelisah



cemas 2. Pasien tampak gelisah.



Waktu tidur berkurang



3. Wajah pasien tampak meringis



Ketidak nyamanan



4. Tidak ada kuantitas tidur siang



Gangguan pola tidur



5. Kuantitas tidur malam 5 jam.



29



Gangguan pola tidur



1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas tulang ditandai dengan pasien tampak meringis 2. Hambatan imobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan melakukan pergerakan akibat nyeri dan trauma langsung ditandai dengan pasien mengatakan nyeri pada tungkai kanan 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan yang ditandai dengan pasien mengeluh sulit tidur tidur



PRIORITAS MASALAH



30



RENCANA KEPERAWATAN



Nama Pasien: Tn. D Ruang Rawat : Dahlia Diagnosa



Tujuan (Kriteria hasil)



Intervensi



Rasional



Keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas tulang ditandai dengan pasien tampak meringis



Tujuan : Setelah dilakukan 1. Lakukan pendekatan pada pasien tindakan keperawatan selama dengan keluarga 1x 7 jam diharapkan nyeri 2. Kaji tingkat intensitas dan berkurang atau hilang dengan frekuensi nyeri kriteria hasil : 3. Jelaskan pada pasien penyebab nyeri 1. Nyeri berkurang 4. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri 2. Pasien terlihat tenang 3. Pasien secara verbal mengatakan nyeri berkurang 5. Observasi TTV 4. Skala nyeri 0-1 (0-10) 6. Lakukan kolaborasi dengan tim 5. TTV dalam batas normal medis dalam pemberian analgesik



31



1. Hubungan yang baik membuat pasien dan keluarga kooperatif 2. Tingkat intensitas nyeri dan frekuensi menunjukkan nyeri. 3. Memberikan pengetahuan dan penjelasan tentang penyebab nyeri 4. Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama 5. Untuk mengetahui perkembangan lebih lanjut 6. Merupakan tindakan dependent perawat. Dimana analgesik berfungsi untuk memblok



stimulasi nyeri Hambatan



imobilitas Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama fisik berhubungan 1x7 jam diharapkan pasien dengan akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. ketidakmampuan melakukan pergerakan Kriteria hasil : akibat nyeri dan trauma



1.Penampilan yang seimbang



langsung



2. Melakukan pergerakan



dengan



ditandai pasien



mengatakan nyeri pada



3.Mempertahankan mobilitas yang optimal



1. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan 2. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.



3. Kolaborasi dalam hal ahli terapi fisik 4. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif



1. Mengidentifikasi masalah memudahkan intervensi 2. Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan 3. Sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan , meningkatkan mobilitas pasien. 4. Mempertahankan/Meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.



tungkai kanan Gangguan pola tidur Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x7 jam berhubungan dengan diharapkan masalah gangguan ketidaknyamanan pola tidur dapat teratasi



1. Identifikasi pola aktivitas dan 1. Mengumpulkan



yang



2. Modifikasi lingkungan



dengan



ditandai Kriteria hasil : pasien



mengeluh sulit tidur tidur



tidur



siklus tidur



32



lingkungan



yang



nyaman 3. Membantu



3. Sesuaikan jadwal pemberian obat



seberapa



lama aktivitas dan tidur klien 2. Menciptakan



1. Tidur malam 8 jam 2. Klien rileks 3. TTV normal



data



dalam



menunjang



4. Waktu tidur menjadi terkontrol 4. Tetapkan jadwal tidur rutin 5. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit



5. Memberitahukan kecukupan



pentingnya tidur



untuk



meningkatkan kesehatan 6. Mendorong waktu tidur tepat



6. Anjurkan waktu tidur



33



menepati



kebiasaan



waktu.



IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN Hari/Tanggal, Jam



Tanda tangan dan Implementasi



Evaluasi (SOAP) Nama Perawat S : Pasien mengatakan masih merasakan nyeri



1. 18 Mei 2020



1. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri. O: 2. Memberikan teknik nonfarmakologis. Terapi music (klien masih tampak 1. Ekspresi wajah meringis meringis) 2. Klien dapat melakukan terapi musik 3. Mengajarkan teknik nonfarmakologis secara mandiri disaat nyeri datang untuk mengurangi rasa nyeri 3. Irama pernafasan teratur 4. Mengobservasi TTV 4. TD : 130/90 mmHg 5. Berkaloborasi dengan dokter 5. N : 80 x/menit pemberian analgetik (Aspirin 500 mg 6. S : 36 0C pemberian injeksi diberikan melalui 7. RR : 24x/menit IV, 3-4 kali/hari A : Masalah belum teratasi



Fitrialiyani



P : intervensi dilanjutkan 1.18 Mei 2020



1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau S : Pasien mengatakan masih belum bisa keluhan fisik lainnya bergerak secara bebas 2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan



34



Fitrialiyani



O: 1. Klien tampak tenang tapi masih tidak



3. Memfasilitasi melakukan mobilisasi fisik 4. Menganjurkan melakukan mobilisasi dini



bisa melakukan aktifitas fisik kembali 2. Nyeri saat beraktivitas berkurang A : Masalah belum teratasi P : Intervensi dilanjutkan



1. 19 Mei 2020



1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur (Tidur siang pukul 13:00-14:00 WIB dan tidur malam 22:00-05:00 WIB, tetapkan jadwal tidur rutin) 2. Modifikasi lingkungan (suhu rungan 20 °C kulit klien teraba hangat) 3. Menjelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit (klien mengerti dan ingin melakukan jadwal tidur rutin) 4. Tetapkan jadwal tidur rutin (tidur siang pukul 13:00-14:00 WIB dan tidur malam 22:00-05:00 WIB, klien menjadi lebih rileks)



S : Klien mengatakan tidurnya menjadi nyenyak O: 1. Klien mengerti dan ingin melakukan jadwal tidur rutin 2. Tidur siang pukul 13:00-14:00 WIB dan tidur malam 22:00-05:00 WIB, klien menjadi lebih rileks 3. Tidur malam menjadi 7 jam A: masalah teratasi P: Intervensi terselesaikan



35



Fitrialiyani



BAB 4 PENUTUP 4.1



Kesimpulan Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang tibia dan fibula.



Secara klinis bisa berupa fraktur terbuka bila disertai kerusakan pada jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, pembuluh darah) sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang patah dengan udara luar dan fraktur tertutup. Penyebab fraktur adalah trauma, yang dibagi atas trauma langsung, trauma tidak langsung, dan trauma ringan.Menurut Helmi (2012) secara umum keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Fraktur tertutup (close fracture) 2. Fraktur terbuka (open fracture) 3. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) Komplikasi Awal fraktur cruris adalah syok, kerusakan arteri, infeksi, avaskular nekrosis



dan sindrom emboli lemak. Komplikasi Lanjutan :



Delayed Union, Non-unioin , Mal-union 4.2



Saran Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah



dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode imobilisasi fraktur adalah fiksasi interna melalui operasi ORIF.



36



DAFTAR PUSTAKA Deni



Yasmara.



Nursiswati,



R.A.,



2016.



Rencana



Asuhan



Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Andy Santosa Augustinus, (1994). Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia. Jakarta : Akademi Perawatan Sint Carolus. Brunner and Suddarth (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC. Donna. D. Ignatavicius, Marylinn V.B. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing Proses Approach. Philadelphia: W.B. Saunders Company. John Luckman, RN. M.A. Karen C. Sorensen, R.N. M.N (1997). Medical Surgical Nursing: A Psychophysiological Approach. Philadelphia, N.B.: Saunders Company. Marilynn E. Doengoes, Mary F. Moorhouse (1994). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3: Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Price, Sylvia A. (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta: EGC.



37