Macam - Macam Aliran Sastra [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MACAM – MACAM ALIRAN SASTRA



Disusun Oleh : 1. Nunung Rahayaan



201421500193



2. Yuliawati



201421500213



3. Paulus Tenadolun



201421500



4. Trisno Prayogi



201421500



FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA INDONESIA UNIVERSITAS INDRA PRASTA PGRI JAKARTA 2015



BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penulisan makalah ini ditujukan untuk menambah wawasan mahasiswa tentang kesusasteraan Indonesia dalam pengelompokkannya menurut bentuk, aliran-aliran dan kritik sastra. Penulis memilih tema ini dikarenakan tema ini memiliki banyak buku sumber serta tema yang dipilih cukup dan sesuai terhadap apa yang selama ini dipelajari. Penulis juga, khususnya memilih tema aliran dan kritik sastra karena selama ini tidak pernah mendapatkan ajaran tersebut. Dan penulisan tema tersebut sekaligus menambah pengetahuan dan wawasan penulis. 1.2 RUMUSAN MASALAH a. Apa bentuk-bentuk dari karya sastra? b. Apa saja aliran-aliran sastra di Indonesia? c. Siapa saja tokoh aliran sastra di Indonesia ? 1.3 TUJUAN 1. Menambah wawasan-wawasan tentang perkembangan bentuk, aliran, dan tokoh sastra di Indonesia 2. Menambah rasa cinta dan kepedulian terhadap sastra Indonesia 1.4 MANFAAT Menambah wawasan terhadap sastra Indonesia, untuk kemudian bisa memiliki rasa cinta dan peduli kesusasteraan Indonesia.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BENTUK KARYA SASTRA 2.1.1



PROSA Prosa adalah karangan bebas (tidak terikat sajak, rima, baris). Dalam



khasanah sastra Indonesia dikenal dua macam kelompok karya sastra menurut temanya, yakni karya sastra lama dan karya sastra baru. Hal itu juga berlaku bagi karya sastra bentuk prosa. Jadi, ada karya sastra prosa lama dan karya sastra prosa baru. 2.1.2



PUISI Puisi adalah bentuk karangan yang terkikat oleh rima, ritma, ataupun



jumlah baris serta ditandai oleh bahasa yang padat. 2.1.3



DRAMA Drama atau film merupakan karya yang terdiri atas aspek sastra dan



asepk pementasan. Aspek sastra drama berupa naskah drama, dan aspek sastra film berupa skenario. Unsur instrinsik keduanya terdiri dari tema, amanat/pesan, plot/alur, perwatakan/karakterisasi, konflik, dialog, tata artistik (make up, lighting, busana, properti, tata panggung, aktor, sutradara, busana, tata suara, penonton), casting (penentuan peran), dan akting (peragaan gerak para pemain). 2.2 ALIRAN-ALIRAN KARYA SASTRA 2.2.1



Realisme Realisme adalah aliran dalam kesusastraan yang melukiskan suatu



keadaan atau kenyataan secara sesungguhnya. Para tokoh aliran ini berpendapat bahwa tujuan seni adalah untuk menggambarkan kehidupan dengan kejujuran yang sempurna dan subjektif. Pengarang realis melukiskan orang-orangnya dengan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya sampai



sekecil-kecilnya, dengan tidak memihak memberi simpati atau antipati. Pengarang sendiri berada di luar, ia sebagai penonton yang objektif. Kenyataan-kenyataan itu tidak boleh ditafsirkan secara berlebihan seperti kaum romantik. Itu sebabnya karya-karya realis banyak yang berkisar pada golongan masyarakat bawah seperti kaum tani, buruh, gelandangan, pelacur dan sebagainya. 2.2.2



Naturalisme Karya naturalisme sebenarnya merupakan lanjutan dari realisme. Jika



realisme menyajikan kejadian yang nyata daam kehidupan sehari-hari, naturalisme



cenderung



melukiskan



kenyataan



tampa



memilih



dan



memilahnya. Persamaan dengan realisme adalah sama-sama melukiskan realitas dengan terperinci dan teliti namun perbedaannya pada seleksi materi. 2.2.3



Impresionisme Impresionisme adalah pelahiran kembali kesan kesan sang penyair



atau pengarang terhadap sesuatu yang dilihatnya. Pengarang takkan melukiskan sampai mendetail, sampai yang sekecil-kecilnya seperti dalam aliran realisme atau naturalisme. 2.2.4



Ekspresionisme Aliran kesusasteraan ekspresionisme merupakan gambaran dunia



batin, imaji tentang sesuatu yang dipikirkan. Dalam ekspresionisme ini, pengarang menyatakan sikap jiwanya, emosinya, tanggapan subyektifnya tentang masalah manusia, ketuhanan, kemanusiaan. Dalam sajak, misalnya, penyair tidak mengungkapkan kisah, tetapi ia langsung berteriak, menyatakan curahan hatinya. 2.2.5



Absurdisme Aliran sastra ini munyuguhkan pada ketidakjelasan kenyataan. Pada



dasarnya, yang dihadirkan adalah realitas manusia tetapi selalu hal-khal yang



irasonal, tidak masuk akal. Mengapa demikian? Karena bentuk sastra absurdisme ini memberi ruang yang terbuka bagi para apresiator untuk memberi tafsiran masing-masing dan semuanya dikembakiakan kepada pembaca. Aliran absurdisme dapat kita temui dalam karangan Putu Wijaya, Sitor Situmorang, Budi Darma dan Iwan Simatupang. 2.2.6



Romantisme Romantisme



adalah



aliran



kesenian



kesusasteraan



yang



mengutamakan perasaan. Oleh karena itu, romantisme bisa dikatakan aliran yang mementingkan penggunaan bahasa yang indah.dan bisa mengharukan. 2.2.7



Determinisme Determinisme merupakan aliran kesusasteraan yang menekankan pada



takdir.dalam determinisme ini, Takdir ditentukan oleh unsur-unsur biologis dan lingkungan bukan oleh sesuatu yang gaib seperti, Tuhan, Dewa-dewi. Penganut aliran determinisme berangkat dari paham materialisme dan tidak percaya bahwa tuhanlah yang menakdirkan demikian. Akan tetapi, takdir itu diakibatkan oleh sifat biolgis dari orangtua dan linkungan keadaan masyarakat. Tokoh Yah dalam Belenggu, Atheis,Neraka Dunia, Katak Hendak Menjadi Lembu dan Pada Sebuah Kapal adalah beberapa contoh determinisme. 2.2.8



Idealisme Idealisme merupakan cabang dari aliran romantik. Rahasia alam



semesta dan misteri kehidupan, dalam realisme dan naturalisme mengandalkan pada realitas. Sebaliknya, idealisme menekankan pada ide atau cita-cita. Aliran idealisme adalah aliran romantik yang mendasarkan citanya pada citacita si peniulis atau pada pengarangnya semata. Pengarang idealisme memandang jauh ke masa yang akan datang, dengan segala kemungkinannya yang sangat diharapkan akan terjadi. Pada dasarnya, idealisme ini mirip ramalan. Pengarang mirip tukang ramal yang menujumkan sesuatu, dan



sesuatu itu adalah ide atau cita-citanya sendiri. Pengarang merasa yakin bahwa fantasinya mampu direfleksikan ke dalam realitas, sebagaimana tokoh Tuti dalam Layar terkembang, Siti Nurbaya, Katak Hendak Menjadi Lembu, Pertemuan Jodoh. 2.2.9



Satirisme Karya sastra yang dimaksudkan untuk menimmbulkan cemooh, nista,



atau perasaan muak terhadap penyalahgunaan dan kebodohan manusia serta pranata;



tujuannya



untuk



mengoreksi



penyelewengan



dengan



jalan



mencetuskan kemarahan dan tawa bercampur dengan kecaman dan ketajaman. Beberapa cerita pendek Budi Darma misalnya “ Kecap Nomor Satu di Sekeiling Bayi”, dan A.A Navis dalam kumpulan cerita pendeknya “Robohnya Surau Kami” mrupakan bentuk dari contoh karya sastra aliran absurdisme di Indonesia. 2.2.10 Lokalisme Adalah istilah lain untuk jenis cerita lokal. Karya sastra ini menggambarkan corak atau ciri khas suatu masa atau daerah tertentu serta pemakainan bahasa atau kata kata daerah yang bersangkutan, dengan tujuan kisahan menjadi lebih menarik atau keasliannya tampak. Sikap dan lingkungan tokoh juga ikut mendukung corak setempat.Sejumlah fiksi para pengarang yang berasal dari Sumatera Barat merupakan karya warna lokal yang kuat di zaman Balai Pustaka. Nama Marah Rusli dan Abdul Muis yang kemudian disusul dengan B Nurdin Jakub, A.A Navis, Chairul Harun merupakan para pengarang yang membawa corak khas warna lokal dari Sumatera Barat. I Gusti Panji Tisn, Putu Arya Tirtaewirya, Faisal Baraas merupakan pengarang yang memperlihatkan corak warna local Bali Lombok. Warna Lokal ini merupakan genre yang berkembang bersama genre sastra lainnya sebab sesungguhnya di dalam cerita-cerita yang berwarna lokal muncul juga aliran-aliran lainnya.



2.2.11 Didaktikisme Corak didakitisme merupakan salah satu bentuk sastra bertendens, yaitu karya sastra yang ditulis dengan maksud tertentu. Yang diutamakan dalam aliran ini adalah bagaimana pengarang menyakinkan pembacanya sehingga pembaca itu mampu mengambil teladan dan makna dari karya sastra itu. Pada zaman Angkatan Balai Pustaka para pengarang menyajikan bentuk karangan yang menentang adat dan tradisi. Adat dan tradisi kawin paksa itu lebih banyak membawa dampak negatif daripada positif. mereka ini menulis cerita-cerita yang menentang adat, seperti Abdul Muis, Marah Rusli, Nur Sutan Iskandar, A.A Navis, Chairul Harun ,Darman Moenir dan Harris Effendi Thahar. 2.2.12 Atavisme Atavisme merupaka suatu ciri bila pengarang atau sastrawan menampikan kembali bentuk dan unsur sastra lama di dalam karyanya. Seperti penggunaan pantun, atau mantra. 2.2.13 Eksistensialisme Eksistensialisme adalah aliran di dalam kesusasteraan yang mula-mula dikenal dalam dunia filsafat. Pada dasarnya aliran eksistensialisme ini menganut paham bahwa manusia ditentukan oleh dirinya sendiri, bukan ditentukan oleh faktor luar diri, seperti Tuhan, nasib, masyarakat dan keturunan.



Eksistensialisme



karya



sastra



yang



menegaskan



bahwa



pembentukan sifat tabiat manusia adalah tanggung jawabnya sendiri. Dalam arya sastra ini gaya bahasa yang khas bukannah sesuatu yang terpenting. Yang terpenting adalah pandangan pengarang tentang kehidupan dan keberadaan manusia. 2.2.14 Detektivisme Cerita detektif merupakan genre fiksi yang menekankan cerita pada misteri dan teka teki serta ketegangan. Karya ini mengungkapkan sebuah



misteri melalui kumpulan dan tafsiran isyarat-isyarat tertentu. Hukum yang lazimnya berlaku dalam cerita detektif adalah bahwa isyarat-isyarat yang menuju penyelesaian harus diungkapkan tepat ketika sang detektif menemukan isyarat-syarat tersebut. Di Indonesia bentuk cerita detektif dimulai dari Suman Hs,. yang menulis beberapa cerita detektif panjang seperti, Kasih tak tarlarai, Percobaan Setia, Mencari pencuri Anak Perawan, Kasih tersesat dan sebagainya. 2.2.15 Popularisme Cerita Populer merupakan salah satu jenis fiksi yang paling banyak dibaca dan digemari oleh para pebaca karena sifat utamanya memberi hiburan. Cerita popular ini sering disebut cerita picisan. Cerita picisan ini bila ditinjau dari sudut seni sastra tidak bermutu karena pada umumnya memperlihatkan corak suatu usaha tidak kearah kepentingan mencari uang belaka. Namun jenis bacaan popular ini menjadi kesukaan para pembaca karena sifatnya yang ringan dan gampang dicerna. 2.2.16 Tragedisme Cerita tragedisme melukiskan pertentangan daintara protagonis dengan kekuatan yang luar biasa, yang berakhir dengan keputusasaan atau kehancuran sang protaginis. . karangan dramatik sering berbentuk sajak, bertema serius dan seih, yang tokoh utamanya menemui kehancuran karena suatu kelemahan seperti keangkuhan atau iri hati. Bentuk karya tragedi lebih merupakan bencana yang dialami para tokoh cerita seperti halnya tokoh-toko cerita Tohs Mohtar, Motinggo Busye, Bur Rasuanto dan sebagainya. 2.2.17 Ironis- Sarkasme Karya sastra beraliran ini pemakaiannya untuk mencemooh yang bersangkutan dengan kontras dari apa yang sebenarnya.



2.2.18 Eksotisisme Karya sastra yang menunjukkan cirri-ciri eksotisme adalah yang bersangkut paut dengan latar, tokoh, dan peristiwa yang mengasyikan, mempesona, dan asing. Dengan kata lain, eksotisime menunjukkan suatu cirri khas yang sangat spesifik daam penampilan setting, dimana setting yang dipih terasa aneh dan asing bagi pembaca. 2.2.19 Futurisme Aliran dalam sastra yang menganjurkan agar neninggalkan segala bentuk ekspresi gaya baru, bentuk baru, pokok baru dengan menekankan pentingnya pengganmbaran kecepatan, kekuatan dankekerasan. Menurut kaum futuris, karya sastra hendaknya menyesuaikan diri dengan zaman modern yang bergerak cepat.



BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN 1. Karya sastra Indonesia memiliki 3 bentuk. Yaitu : bentuk prosa, bentuk Puisi dan bentuk drama 2. Prosa adalah karangan bebas. Sedangkan puisi adalah karangan yang terikat oleh aturan. Dan drama adalah sastra dalam bentuk pementasan. 3. Karya sastra memiliki banyak aliran-aliran. 4. kritik sastra Indonesia memiliki masing-masing zamannya, masing-masing pelopornya dan banyak teori baru.



DAFTAR PUSTAKA Wiyanto, Asul. 2005. Kesusastraan Sekolah. Jakarta : Grasindo. Ulfah, Suroto. 2000. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta : Erlangga. Layun Rampan, Korrie. 1999. Aliran-Jenis Cerita Pendek. Jakarta : Balai Pustaka. Sardjono Pradotokusumo, Partini. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta : Gramedia.