Makalah ABK Tunanetra [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

COVER TUGAS PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNA NETRA Dosen: Dra. Riana Mashar, Msi, Psi.



Disusun Oleh : 1. Anisa Nursaida



15.0305.0012



2. Aisa Wahyudi



15.0305.0029



3. Indah Purwita S



15.0305.0030



4. Rilis Pradita R



15.0305.0039



PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKUTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG 2017



i



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan penyusunan



Makalah mengenai



penyandang Tunanetra. Penulisan makalah merupakan salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat sehingga kami mampu menyelesaikan tugas Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. 2. Dra. Riana Mashar, Msi, Psi selaku dosen mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan berlangsung. 3. Rekan-rekan yang telah bekerjasama saling



membantu untuk



menyelesaikan pembuatan makalah ini Tata tulis pada makalah ini, kami menyadari masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Tetapi besar harapan kami, agar makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata kami ucapkan terimakasih.



Magelang, 27 Oktober 2017



Penulis



ii



DAFTAR ISI



COVER .................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2 C. Tujuan .......................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3 A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus....................................................... 3 B. Definisi Tunanetra ........................................................................................ 3 C. Karakteristik Anak Tunanetra ...................................................................... 5 D. Klasifikasi Tunanetra .................................................................................. 7 E. Faktor Penyebab Tunanetra........................................................................ 10 F. Permasalahan dan Pendampingan Bagi Anak Tunanetra........................... 11 BAB III PENUTUP .............................................................................................. 15 A. Kesimpulan ................................................................................................ 15 B. Saran ........................................................................................................... 17 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 18



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna. Namun, dibalik kesempurnaan itu terdapat beberapa orang yang memiliki keterbatasan. Keterbatasan yang dimiliki individu tidak selamanya dipandang sebagai hal yang wajar sehingga terdapat pihak yang berpandangan bahwa individu yang memiliki keterbatasan tidak sama dengan individu pada umumnya yang sempurna baik fisik maupun mentalnya. Anak yang memiliki keterbatasan tersebut biasa disebut dengan anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang membutuhkan layanan atau perlakuan atau perhatian khusus untuk mencapai perkembangan yang optimal sebagai akibat dari kelainan atau keluarbiasaan yang di sandangnya atau yang dialaminya. Istilah anak berkebutuhan khusus ditujukan kepada anak yang menyandang kelainan atau penyakit, sehingga akibat dari kelainan atau penyakit yang dialaminya mereka mengalami hambatan dalam proses perkembangan mereka baik dalam segi fisik, mental emosi ,sosial dan kepribadiannya, sehingga mereka memerlukan layanan khusus untuk dapat mencapai perkembangan secara optimal. Seperti halnya salah satu kelainan fisik yang diderita oleh anak berkebutuhan khusus yaitu anak yang memiliki keterbatasan penglihatan (tunanetra). Tunanetra



(ganguan penglihatan) adalah kelainan, penyakit atau



kehilangan ketajaman/ pengelihatan sedemikian rupa (sampai tingkatan yang signifikan) sehingga pengelihatannya tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk untuk bersekolah, sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus. Orang dewasa dan anak-anak penyandang gangguan penglihatan memiliki penglihatan menggunakan



penglihatanya.



yang terbatas atau tidak mampu



Mereka



dapat



menghadapi



berbagai



kesulitan/hambatan dalam banyak hal. Gangguan penglihatan dapat terjadi pada usia kapan saja.



1



Menurut pasal 32 (1) UU No. 20 tahun 2003 memberikan batasan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/ memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Menurut pasal 130 (1) PP No. 17 Tahun 2010 Pendidikan khusus bagi peserta didik berkelainan dapat diselenggarakan pada semua jalur dan jenis pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. (2) Penyelenggaraan pendidikan khusus dapat dilakukan melalui satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, satuan pendidikan kejuruan, dan/atau satuan pendidikan keagamaan. Dengan terpenuhinya



kebutuhan akan pendidikan pada anak



berkebutuhan khusus, diharapkan mereka bisa mengurusi dirinya sendiri dan dapat melepaskan ketergantungan dengan orang lain. Lewat jalur pendidikan mereka juga diharapkan



dapat mampu memperluas cakrawala pandangan



hidupnya. Sehingga mampu berfikir secara kreatif, inovatif dan produktif. Oleh sebab itu pada makalah ini penyusun akan memaparkan mengenai “ Anak Berkebutuhan Khusus Tuna Netra”



B. Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian dari Anak berkebutuhan Khusus? 2. Apakah definisi Tunanetra ? 3. Bagaimnakah karakteristik anak Tunanetra ? 4. Bagaimanakah klasifikasi dari Tunanetra? 5. Apakah faktor penyebab dari Tunanetra? 6. Bagaimanakah Permasalahan dan Pendampingan bagi anak Tunanetra? C. Tujuan 1. Mampu mengetahui pengetian dari anak berkebuuhan khusus 2. Mampu mengetahui dengan jelas definisi dari Tunanetra 3. Dapat mengetahui karakteristik umum anak Tunanetra 4. Mampu mengerti tentang berbagai klasifikasi dari Tunanetra 5. Mampu mengetahui faktor yang menjadi penyebab Tunanetra 6. Dapat mengetahui Permasalahan dan Pendampingan bagi anak Tunanetra



2



BAB II PEMBAHASAN



A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus (special needs children ) adalah sebagai anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di sekolah seperti anak – anak normal lainnya. Anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat diartikan sebagai seorang anak yang mengalami gangguan / kelainan pada fisik, mental, intelegensi, dan emosi sehingga anak berkebutuhan khusus membutuhkan pembelajaran secra khusus Istilah yang dipergunakan untuk anak (ABK) bervariasi dai nama lain kebutuhan khusus seperti disability, impairment, dan handicap. Menurut World Health Organization (WHO) definisi dari masing-masing istilah sebagai berikut: 1. Disability adalah keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan aturannya atau masih dalam batas normal, digunakan dalam level individu. 2. Impairment adalah kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis atau struktur anatomi atau fungsinya, digunakan pada level organ. 3. Handicap adalah ketidakberuntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu. B. Definisi Tunanetra Secara harfiah tunanetra terdiri dari dua kata yaitu “Tuna” yang berarti rusak, kurang atau tiada memiliki dan “Netra” yang berarti mata atau indera penglihatan. Sehingga tunanetra dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana



3



seseorang mengalami kerusakan pada indera penglihatan yang mengakibatkan kurangnya atau tidak memiliki kemampuan untuk melihat. Tunanetra tidak dapat diartikan sebagai kebutaan saja karena buta merupakan suatu tingkatan dimana mata atau indera penglihatan sudah tidak berfungsi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Rogow melalui bukunya yang berjudul helping the visual impaired child with developmental problems



dan Mason visual impairment; acccess to



education for children and young people dalam Hadi Purwaka (2005:35) memberi istlilah ketunanetraan sebagai visual impairment. Kerusakan penglihatan adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan semua bentuk kehilangan pengelihatan. Dalam istilah tersebut digambarkan tentang jenis ketunanetraan yang meliputi buta (blind) dan kurang pengelihatan (low vision). Buta digunakan untuk mendekripsikan seorang anak yang mengutamakan indera perabanya untuk belajar namun kurang pengelihatan digunakan untuk menyebut seorang anak sebagian besar mengutamakan indera pengelihatannya. Menurut A Zalh dalam Rudiyati (2003:4) melalui bukunya Blindness mengemukakan “a person shall be considered blind wh has a visual acuity of 20/200 or less in the better eye with proper coretiom or limination in the field or vision such that the widest diameter of the visual field subtends an angular distance no greater than twenty degrees”. Dalam bahasa Indonesia dapat diartikan bahwa seseorang dinyatakan mengalami buta apabila memiliki ketaaman pengelihatan 20/200 atau kurang pada mata yang lebih baik setelah dikoreksi dengan tepat atau keterbatasan pada bidang pengelhatan sedemikian rupa sehingga diameter dan bidang pengelihatan yang paling lebar membentuk sudut tidak lebih dari dua puluh derajat. Ketunanetraan menurut Sigelman dalam Hadi (2005: 38) meliputi tiga hal yaitu ketunaan/kekurangan (impairment), ketidakmapuan (disbility), dan hambatan atau kendala (handicap). Pandangan dari beberapa ahli tentang tunanetra dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:



4



1. Buta adalah tingkatan gangguan penglihatan yang memenuhi beberapa hal berikut ini : a. Ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 b. Diameter terlebar dari bidang pengelihatan membentuk sudut dua puluh derajat atau kurang. 2. Tunanetra merupakan suatu kondisi dimana indera penglihatan mengalami kerusakan atau luka baik secara struktura atau fungsional sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya. C. Karakteristik Anak Tunanetra Ketunanetraan yang dihadapi oleh seseorang menyebabkan terjadinya keterbatasan dalam bersikap dan berperilaku terhadap lingkungannya. Keterbatasan tersebut menghambat untuk beraktifitas, agar tetap dapat beraktifitas menyebabkan terjadinya perilaku tertentu. Perilaku tunanetra awalnya merupakan ciri khas secara individu, tetapi perkembangan menunjukkan hapir semua tunanetra pada golongan yang sama relatif memiliki karakteristik yang sama. 1. Karakteristik Fisik Ciri khas ketunanetraan dapat dilihat secara langsung dari keadaan organon mata secara anatomi, fisiologi, maupun keadaan postur tubuh. Bayi dan anak-anak muda yang mengalami ketunanetraan sering menunjukkan perkembangan kontrol otot yang buruk pada kelapa, leher, dan otot-otot tubuh. a. Ciri Khas Fisik Tunanetra Buta Dilihat dari organ matanya, biasanya tidak memiliki kemampuan yang normal, misalnya bola mata kurang atau tidak pernah bergerak, tidak bereaksi terhadap cahaya. Tunanetra buta yang tidak terlatih orientasi dan mobilitas biasanya tidak memiliki konsep tubuh, sehingga sikap tubuh menjadi jelek, misalnya kepala tunduk atau tengadah, tangan menggantung layu atau kaku, badan berbentuk sceilosis, berdiri tidak tegap.



5



b. Ciri Khas Fisik Tunanetra Kurang Penglihatan Tunanetra kurang penglihatan karena masih adanya sisa penglihatan, biasanya berusaha mencari rangsangan. Dalam mencari rangsangan, terkadang berperilaku yang tidak terkontrol, misalnya tangan selalu terayun, mengerjab-kerjabkan mata, mengarahkan mata ke cahaya, melihat suatu obyek dengan sangat dekat, melihat obyek dengan memicingkan atau membelalakkan mata 2. Karakteristik Psikis Ketidakmampuan yang berbeda antara tunanetra buta dengan tunanetra kurang penglihatan juga berpengaruh terhadap karakteristik psikisnya. Secara umum tunanetra sering menunjukkan kepribadian yang kaku, yang disebabkan oleh : a. Kurangnya



ekspresi



dan



gerak-gerik



muka,



sehingga



memberikan kesan kebekuan atau kekakuan muka b. Kekakuan dalam gerak tubuh dan tingkah laku yang merupakan akibat dari terhambatnya kemampuan orientasi dan mobilitas, sering ditemukannya tingkah laku adatan. Keterbatasan dalam penglihatan yang dialami oleh penyandang tunanetra juga berdampak pada psikis penyandang tunanetra. Penyandang tunanetra sering mengalami permasalahan sosial dan merasa rendah diri dengan keterbatasan yang dimilikinya, beberapa karakteristik lainnya yang terdapat pada penyandang tunanetra adalah sebagai berikut : a. Curiga terhadap orang lain Keterbatasan yang dimiliki oleh penyang tunanetra membuat kehilangan kontak dengan lingkungannya sehingga penyang tunanetra sering mengalami kendala untuk memposisikan dirinya dalam lingkungan sekitar. Hal ini akan mengakibatkan hilangnya rasa aman dan cepat curiga terhadap orang lain.



6



b. Mudah tersinggung Keterbatasan informasi dan komunikasi karena kurang berfungsinya



indera



penglihatan



sering



menimbulkan



kesalahpahaman pada diri penyandang tunanetra. Akibatnya para penyandang tuna netra sering mempunyai perasaan mudah tersinggung. c. Rendah diri Seorang penyandang tunanetra sering merasa rendah diri untuk bergaul dengan orang lain. Hal ini terjadi karena keterbatasan yang dimiliki sehingga merasa tidak sama dengan yang lain. d. Suka berfantasi Kurangnya kemampuan visual seorang maka para penyandang tunanetra suka berimajinasi. e. Berfikir kritis Kekurangan informasi sering memotivasi para penyandang tunanetra untuk berfikir kritis. Hal ini merupakan hasil analisis pikir mereka yang tajam dan keingintahuaanya yang tingi. f. Pemberani Penyandang tunanetra yang telah menemukan jatidiri atau kemampuannya maka akan mampu melihat dari sisi positif terhadap keterbatasan yang dimilikinya. Keterbatasan yang dimilikinya bukan menjadi masalah utama untuk mampu bertahan hidup dan mensejajarkan bahwa mereka memiliki kesempatan yang sama untuk mampu mengembangkan diri. D. Klasifikasi Tunanetra Tunanetra memiliki beberapa klasifikasi menurut beberapa kemampuan yang dimiliki dan tingkatan gangguan penglihatan yang dideritanya. Klasifikasi atau tipe-tipe secara garis besar dibagi menjadi empat yaitu: 1. Menurut kemampuan melihat a. Buta (Blind)



7



1) Buta Total (Totally Blind) adalah mereka yang tidak dapat melihat sama sekali baik gelap maupun terang. 2) Memiliki sisa penglihatan (residual vision) adalah mereka yang masih bisa membedakan antara gelap dan terang. b. Kurang penglihatan (Low vision) 1) Light perception, apabila hanya dapat membedakan terang dan gelap. 2) Light projection, apabila dapat mengetahui perubahan cahaya dan dapat menentukan arah sumber cahaya. 3) Tunnel vision atau penglihatan pusat, penglihatan tunanetra terpusat (20), sehingga apabila melihat obyek hanya terlihat bagian tengahnya. 4) Periferal vision atau penglihatan samping, pengamatan terhadap benda hanya terlihat bagian samping. 5) Penglihatan bercak, pengamatan terhadap obyek ada bagianbagian tertentu yang tidak terlihat.



2. Menurut kemampuan terhadap persepsi cahaya a. Tidak ada persepsi cahaya (no light perception) ini adalah buta total. b. Memiliki persepsi cahaya (light perception), biasanya masih bisa belihat bentuk tetapi tidak dapat membedakan, misalnya tidak dapat membedakan pria dan wanita. c. Mampu memproyeksi cahaya (light projection), dapat mengetahui dandapat menunjuk asal cahaya dan bisa melihat jari tangan yang digerakkan.



3. Menurut cara melihat tingkat ketajaman penglihatan (visus) a. Tingkat ketajaman 20/20 feet-20/50 feet (6/6 m-6/16 m) Digolongkan



tunanetra



mempergunakan



mata



taraf relatif



ringan secara



dan normal.



masih



dapat



Kemampuan



8



penglihatan masih cukup baik dan dapat mempergunakan alat bantu pendidikan secara normal. b. Tingkat ketajaman 20/70 feet-20/200 feet (6/20 m-6/60 m) Tunanetra kurang lihat (Low vision) berada pada tingkat ini, dengan memodifikasi obyek yang dilihat dengan menggunakan alat bantu penglihatan masih terkoreksi dengan baik. c. Tingkat ketajaman 20/200 feet atau lebih (6/60 m atau lebih) Digolongkan tunanetra tingkat berat dan mempunyai ketajaman penglihatan: (1) tunanetra masih dapat menghitung jumlah jari tamham pada jarak 6 meter, (b) tunanetra mampu melihat gerakan tangan dari instruktur, (c) tunanetra hanya dapat membedakan gelap dan terang. d. Tingkat ketajaman penglihatan 0 (visus 0) Buta total yang sama sekali tidak memiliki rangsangan cahaya bahkan tidak bisa membedakan gelap dan terang.



4. Menurut saat terjadinya a. Tunanetra sejak dalam kandungan (prenatal) Terjadi pada kasus ibu hamil yang menderita penyakit menular ke janin, saat hamil terjatuh, keracunan makanan atau obat-obatan, serangan virus taxoplasma, orang tua yang menurunkan kelainan (herediter) b. Tunanetra terjadi pada saat proses kelahiran (natal) Kemungkinan terjadi kesalahan pada saat kelahiran, misalnya anak sungsang, proses kelahiran lama sehingga bayi terjepit atau kurang oksigen, bantuan alat kelahiran berupa penyedotan atau penjepitan. c. Tunanetra terjadi setelah kelahiran (postnatal) dari bayi hingga dewasa Disebabkan oleh kecelakaan, benturan, trauma (listrik, kimia, suhu atau sinar yang tajam), keracunan, penyakit akut yang diderita.



9



E. Faktor Penyebab Tunanetra Sesorang yang dilahirkan tanpa pengelihatan cahaya disebut dengan buta bawaan atau contingental blind, sedangkan penurunan penglihatan yang terjadi setelah beberapa waktu setelah keahiran disebut buta didapat atau adventitiously blind menurut Mark dalam Hadi (2005:38). Beberapa penyebab ketunanetraan dapat disebabkan beberapa hal yaitu: 1. Faktor genetik atau herediter Faktor keurunan itu berasal dari kelainan genetik yang membawa sifat bagi setiap karateristiknya. Maka jika antar keluarga atau antar penyandang tunanetra mempunyau gen-gen yang rawan terhadap kelainan penglihatan, maka terdapat kemungkinan terjadi kelainan penglihatan yang serupa. 2. Perkawinan sedarah Perkawinan karena terdapat hubungan keluarga dekat mejadi salah satu faktor kemungkinan terjadinya kelainan. Hal ini karena pola perkawinan sedarah menyebabkan secara genetis rentan untuk menurunkan sifat termasuk penyakit atau kelainan. 3. Proses kelahiran Proses kelahiran secara prematur membuat organ dari seorang anak belum begitu sempurna karena janin keluarseblum waktu yang seharusnya.



Kelemahan



beberapa



organ



ini



yang



memiiki



kemungkinan menjadi faktor kebutaan jika terjadi pada organ pengerlihatan. 4. Infeksi Infeksi dapat menyerang berbagai organ pada tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung. Infeksi dapat disebabkan oleh virus, dan juga bakteri, infeksi dibedakan menjadi dua yaitu: a. Infeksi / keracunan tidak langsung Infeksi tidak langsung dapat terjadi ketika seorang ibu yang sedang mengandung mengalami keracunan atau infeksi. Sehingga janin yang dikandungnya juga ikut terkena racun 10



sehingga mempengaruhi perkembangaanya terutama pada indera penglihatannya. b. Infeksi / keracunan langsung Infeksi langsung terjadi ketika indera penglihatan langsung terkena infeksi atau racun sehingga membuat seseorang mengaami kehilangan pengihatan atau gangguan pengelihatan. 5. Kecelakaan Kecelakaan dan enturan yang mengenai indera pengihatan dapat mengakibatkan cedera pada mata. Sehingga dapat timbul luka pada bagian mata atau gangguan pada saraf mata yang berefek pada kemampuan melihat. 6. Trauma Kelainan pada penglihatan dapat terjadi akibat trauma. Trauma terdiri dari berbagai macam seperti trauma akibat pukulan benda tumpul/tajam, trauma terhadap sinar (sinar x), trauma zat kimia, trauma terhadap benda asing yang masuk kedalam mata. 7. Kekurangan vitamin A Vitamin A merupakan vitamin untuk meregenerasika zat kimia yang ada pada “bacilus” pada lapisan retina. Seseorang yang kekurangan vitamin A yang akut tidak akan mampu meregenerasi sel-sel pada indera penglihatan. Hal ini menimbulkan kelainan pada indera penglihatan. 8. Penyakit Beberapa penyebab terjadinya kerusakan mata dan gangguan fungsi mata adalah karena suatu penyakit. Penyakita yang dapat berakibat pada indera penglihatan seperti diabetes miletus, hipertensi dan demam tinggi. F. Permasalahan dan Pendampingan Bagi Anak Tunanetra Ketunanetraan yang terjadi sejak lahir (prenatal) atau setelah lahir (post natal) akan berdampak khusus bagi penyandangnya. Dampak yang langsung dialami oleh penyandang tunanetra yaitu pada pernonal dirinya. Keterbatasan 11



gerak karena keterbatasan penglihatan akan memberikan reaksi yang negatif bagi penyandangnya. Hal ini akan menimbulkan hambatan hambatan dalam hidupnya (handicap). Handicap ini dipicu oleh sikap rendah diri atau perasaan tidak beruntung. Sikap merasa tidak beruntung memicu reaksi emosional yang berlebihan yang mengakibatkan frustasi, putus asa dan tertekan. Implikasi dari reaksi emosional yang cenderung negatif juga membuat penyandang tunanetra menjadi kesulitan saat bersoialisai. Tidak sedikit mayarakat yang memandang endah seorang yang memiliki keterbatasan. Hal ini menjadi salah satu penghambat ketika seorang tunanetra hendak bersosialisasi. Tidak hanya keterbatasan penglihatan namun juga penolakan masyarakat pada para penyandang tunanetra juga menjadi salah satu alasan para penyandang tunanetra untuk bersosialisasi. Para penyandang tuna netra meskipun memiliki keterbatasan namun mereka memiliki keinginan untukk berpatisipasi dengan berperan dalam kehidupan sosial. Kemampuan berbahasa dan kognitif seorang tunanetra memiliki kesulitan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan mengelola informasi karena keterbatasan memperoleh



informasi.



Pendapat



Elstner



dalam



Hadi



(2005:55)



mengemukakan bahwa tunanetra yang lambat mengamati kejadian visual dan pendengaran akan mengalami keterlambatan dalam berbicara karena kehilangan ransangan dan kesempatan untuk berkomunikasi. Permasalahan



yang



dialami



oleh



penyandang



tunanetra



dapat



diminimalkan atau ditiadakan melalui berbagai pelatihan dan pendidikan. Penguatan secara psikis, pemberian semangat dan kepercayaan diri juga berperan penting pada kemampuan untuk bertahan hidup. Tidak sedikit seorang penyandang tunanetra yang memiliki berbagai prestasi dengan mengembangkan kemampuan atau potensinya karena tidak mungkin seorang dilahirkan tanpa suatu kelebihan. Seorang penyandang tunanetra ringan hanya mampu membedakan terang dan gelap sedangkan taraf berat sama sekali tidak mengenal konsep cahaya.



12



Pengembangan yang paling efektif untuk penyandang tunanetra adalah melatih pemanfaatan indera yang lain yang masih berfungsi. Pengembangan indera penglihatan yang masih berfungsi ini dapat berupa indera pendengaran, indera peraba, indera penciuman dan juga pengembangan kemampuan kinestesi dan keseimbangan. Pelatihan ini dilaksanakan secara terprogram dalam bentuk kegiaan latihan orientasi dan mobilitas. Indera pendengaran bagi penyandang tuanatera dianggap sebagai indera yang paling dominan. Seorang tunanetra memiliki kepekaan yang tinggi dalam mendengarkan bunyi atau suara. Melalui intonasi suara seorang penyandang tunanetra mampu membedakan emosi dari sumber suara. Ketajaman pendengaran seorang penyandang tuna netra tidak begitu saja ada, namun ini berkaitan dengan kesungguhan dalam mengenal suara bunyi, melalui latihan. Pemanfaatan indera pendengaran dan suara merupakan salah satu alat mengumpulkan informasi. Seorang tunanetra sering kali bertepuk tangan, menghentakkan kaki atau batuk untuk mengetahui tentang dimensi ruangan, atau menentukan arah jalur gang/koridor, kemampuan ini disebut dengan ekolokasi. Ketrampilan mendengarkan dengan selektif dimaksudkan dengan menyeleksi suatu bunyi yang ada sekaigus. Kegiatan ini memunginkan seorang tunanetra menyaring informasi melalui sejumlah bunyi yang ia terima melaui auditoris. Kemampuan mobilitas (perabaan) merupakan hal penting ke dua setelah pendengaran. Melalui sentuhan tangan dan kaki seorang tunanetra mampu mendapatkan informasi juga mampu mengenali lingkungannya. Terdapat beberapa fasilitas umum yang dibuat untuk para penyandang disabilitas salah satunya dengan permukaan jalan khusus yang kasar/berbatu. Hal ini digunakan sebagai tanda bahwa intu merupakan jalur



yang benar bagi penyandang



tunanetra. Kemampuan mobilitas perlu diimbangi dengan pengenalan ruang dengan memberitahukan jarak langkah dan juga arah. Sehingga ketika seorang tunanetra ingin pergi ke suatu tempat ia akan mampu berjalan dengan langkah yang sesuai dan arah yang tepat secara mandiri.



13



Indera penciuman bagi penyandang tunanetra dalam orientasi mobilitas memberikan informasi tentang tempat, benda dan manusia. Seorang tunanetra mampu mengenali sesorang atau mengetahui kedatangan seseorang melalui bau parfum yang sering digunakan dan bau badan yang khas. Pencecap merupakan indera yang digunakan untuk mengorientasi bahan makanan. Rasa manis, pahit dan asin merupakan suatu informasi bag penyandang tunanetra untuk bahan-bahan makanan. Mobilitas kinestesi dapat didrumuskan sebagai kesadaran akan adanya ransang keseimbangan sebagai sensitivitas terhadap gerak otot atau sendi. Kegunaan indera ini yaitu menyadarkan penyangdang tunanetra akan posisi dan gerak tubuh. Ketika mengangkat tangan setinggi bahu maka indera kinestesi memberitahukan posisi tangan yang benar. Indera kinestesi memberitahukan keadaan suatu medan, baik itu menurun atau naik, miring atau bergelombang. Menurut Anastasia W dan Imanuael H dalam Chalidah (2005:167), pendampingan seorang guru harus berpegang pada beberapa prinsip pengajaran yaitu (1) Prinsip totalitas, (2) prinsip keperagaan, (3) prinsip berkesinambungan, (4) prinsip aktivitas, (5) prinsip individual. Pendampingan secara emosional diperlukan untuk memahami akan kehawatiran, keinginan dan kebutuhan setiap penyandang tunanetra. Membangun kesiapan hidup mansiri kengan sikap yang percaya diri dan membantu mengembangkan potensinya. Hal terpenting adalah penerimaan bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama.



14



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Anak berkebutuhan khusus (special needs children ) atau Anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat diartikan sebagai seorang anak yang mengalami gangguan / kelainan pada fisik, mental, intelegensi, dan emosi sehingga anak berkebutuhan khusus membutuhkan pembelajaran secara khusus. Salah satu penyandang special needs adalah tunanetra. Secara harfiah tunanetra terdiri dari dua kata yaitu “Tuna” yang berarti rusak, kurang atau tiada memiliki dan “Netra” yang berarti mata atau indera penglihatan. Tunanetra merupakan suatu kondisi dimana indera penglihatan mengalami kerusakan atau luka baik secara struktura atau fungsional sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Seorang tunanetra memiliki karakter fisik seperti bola mata yang tidak bergerak dan tidak bereaksi terhadap cahaya. Selain itu gerakan adatan juga menjadi ciri seorang penyandang tunanetra. Adatan merupakan gerakan yang dilakukan berulang lang seperti tangan selalu terayun, mengerjab-kerjabkan mata, mengarahkan mata ke cahaya, melihat suatu obyek dengan sangat dekat, melihat obyek dengan memicingkan atau membelalakkan mata. Karakter psikis yang ada pada seorang tunaetra seperti rasa curiga terhadap oranglain, rendah diri, mudah tersinggung, berfikir kritis, suka berimajinasi dan pemberani. Tunanetra memiiki beberapa klasifikasi menurut kemampuan dan tingkatan gangguan penglihatan, salah satunyamenurut kemampuan melihat yaitu : a. Buta (Blind) 1) Buta Total (Totally Blind) 2) Memiliki sisa penglihatan (residual vision) b.



Kurang penglihatan (Low vision) 1) Light perception 2) Light projection



15



3) Tunnel vision 4) Periferal vision 5) Penglihatan bercak Selain menurut kemampuan melihat, terdapat kasifikasi tunanetra berdasarkan kemampuan persepsi cahaya, ketajaman penglihatan dan waktu terjadinya ketunanetraan. Faktor penyebab seseorang mampu menjadi tunetra adalah dengan bebrapa faktor yaitu 1) Faktor genetik; 2) Perkawinan sedarah; 3) Proses kelahitan; 4) Infeksi; 5) Kecelakaan; 6) Trauma; 7) kekurangan vitamin A; 8) Penyakit. Ketunanetraan yang terjadi sejak lahir (prenatal) atau setelah lahir (post natal) akan berdampak khusus bagi penyandangnya. reaksi emosional yang cenderung negatif juga membuat penyandang tunanetra menjadi kesulitan saat bersoialisai. Tidak sedikit mayarakat yang memandang endah seorang yang memiliki keterbatasan. Kemampuan berbahasa dan kognitif seorang tunanetra memiliki kesulitan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan mengelola informasi karena keterbatasan memperoleh informasi Permasalahan



yang



dialami



oleh



penyandang



tunanetra



dapat



diminimalkan atau ditiadakan melalui berbagai pelatihan dan pendidikan. Penguatan secara psikis, pemberian semangat dan kepercayaan diri juga berperan penting pada kemampuan untuk bertahan hidup. Pengembangan yang paling efektif untuk penyandang tunanetra adalah melatih pemanfaatan indera yang lain yang masih berfungsi. Pengembangan indera penglihatan yang masih berfungsi ini dapat berupa indera pendengaran, indera peraba, indera penciuman dan juga pengembangan kemampuan kinestesi dan keseimbangan. Pelatihan ini dilaksanakan secara terprogram dalam bentuk kegiaan latihan orientasi dan mobilitas.



16



B. Saran 1. Seseorang yang memiliki keterbatasan fisik atau intelektual bukan berarti itu adalah suatu keburukan yang boleh di cerca atau dihina. Setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kedamaian hidup, keamanan dan juga kenyamanan. 2. Menghargai dan berempati ikut serta membantu para anak yang berkebutuhan khusus merupakan hal yang baik yang perlu dipupuk untuk kepentingan bersama. 3. Allah tidak akan menciptakan sesuatu yang tidak memiliki alasannya, semua terdapat hikmah dan pembelajaran. Keterbatasan yang ada tergantikan dengan keluarbiasaan yang dimiliki oleh setiap para penyandang disabilitas.



17



DAFTAR PUSTAKA Chalidah, Ellah Siti. 2005. Terapi Permainan Anak yang Memerluka Layanan Pendidikan Khusus. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Hadi, Purwaka. 2005. Kemandirian Tunanetra Prestasi Akademik dan Orientasi Sosial. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Rusdiyati, Sari. 2003. Ortodidaktik Anak Tunanetra (Buku Pegangan Kuliah). Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta



18