Makalah Askep Peritonitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASKEP PERITONITIS



Oleh : Nama : Riyandi Hamundu (1801024) Siti Warda (1801001) Mustika reny (1801039) Rafly (1501065)



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MUHAMMADIYAH MANADO 2019/2020



KATA PENGANTAR



Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Pencipta dan Pemelihara alam semesta ini, atas karunianya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “PERITONITIS”. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan bagi nabi Muhammad SAW, keluarga dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman termasuk kita semua. Disadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam pembahasan makalah ini dari teknis penulisan sampai dengan pembahasan materi untuk itu besar harapan kami akan saran dan masukan yang sifatnya mendukung untuk perbaikan ke depannya. Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen pembimbing yang telah memberi arahan untuk membuat Makalah ini dan tidak lupa untuk rekan rekan mahasiswa kami ucapkan terima kasih semoga apa yang saya susun bermanfaat.



Manado, 02 april 2020



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................              DAFTAR ISI ..............................................................................................               BAB I. PENDAHULUAN A.      Latar Belakang...........................................................................             B.       Rumusan Masalah......................................................................            C.       Tujuan Penulisan.......................................................................               BAB II. PEMBAHASAN            1.       Definisi.....................................................................................               2.        Etiologi...........................................................................................                   3.       Patofisiologi.............................................................................. 4.



Pathway...................................................................................



5.       Manifestasi Klinis...................................................................... 6.



Pemeriksaan diagnostic..............................................................



7.



Penatalaksanaan........................................................................



8.



Komplikasi..............................................................................



BAB III. ASKEP TEORITIS 1.



Pengkajian…………………………………………………………...



2.



Diagnosa keperawatan……………………………………………….



3.



Intervensi keperawatan………………………………………………



4.



Implementasi………………………………………………………...



5.



Evaluasi……………………………………………………………...



BAB IV.. PENUTUP A.       Kesimpulan............................................................................               B.       Saran......................................................................................               DAFTAR PUSTAKA



BAB 1 PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Peritonium merupakan mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada permulaan mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu colon. Dari kedua rongga terdapat endoterm yang merupakan enteron. Enteron di daerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut menjadi peritonium. Dengan adanya kelinan pada organ-organ rongga peritonium, akan mempengaruhi dinding peritonium itu sendiri. Seperti apendisitis perforasi, perdarahan intraabdomen, obstruksi dan strangulasi jalan cerna. Peritonitis merupakan peradangan peritonium, peradangan sering disebabkan oleh bakteri atau infeksi jamur. Pada keadaan normal, peritonium resisten terhadap infeksi bakteri. Bakteri yang virulen merupakan faktor yang mempermudah peritonitis. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil, karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggualangan tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Oleh sebab itu dalam makalah ini kami akan menggali lebih dalam mengenai peritonitis. I.2 RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1.      Laporan pendahuluan pada peritonitis ? 2.      Tinjauan teori dari peritonitis ? I.3 TUJUAN PENULISAN Sebagaimana rumusan masalah diatas, penulis mempunyai tujuan sebagai berikut: 1.      untuk memahami bagaimana laporan pendahuluan pada peritonitis ? 2.      untuk memahami tinjauan teori dari peritonitis ?



BAB 1 PEMBAHASAN 1. Pengertian             Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyakit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis/ kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnya. Peritonitis sering disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti rupture appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal.



2.  Etiologi             Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehinggan menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.             Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas.             Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-



bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).



3.  Patofisiologi Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pitapita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus. Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia. Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan



lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus. Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis. Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.             Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria. Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan



menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general. Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritoneum. 4. Pathway



5.  Manifestasi klinis / Tanda dan Gejala                Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita



secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum.                Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric. 6. Pemeriksaan Diagnostik 1.      Pemeriksaan laboratorium a.       Sebagian besar pasien dengan infeksi intra-abdomen menunjukan leukositosis (>11.000 sel/ L). b.      Kimia darah dapat mengungkapkan dehidrasi dan asidosis. c.       Pemeriksaan waktu pembekuan dan perdarahan untuk mendeteksi disfungsi pembekuan. d.      Tes fungsi hati jika diindikasikan secara klinis. e.       Urinalisis saluran penting untuk menyigkirkan penyakit kemih, namun pasien dengan perut bagian bawah dan infeksi panggul sering menunjukan sel darah putih dalam air seni dan mikrohematuria. f.       Kultur darah untuk mendeteksi agen infeksi septicemia. g.      Cairan peritoneal yaitu paracentetis, aspirasi cairan perut, dan kultur cairan peritoneal. 2.      Pemeriksaan radiografi a.       Foto polos abdomen3 posisi (anterior, posterior, lateral) b.      Computed tomography scan c.       Magnetic Resonance Imaging 3.      USG a.       JDL, elektrolit b.      Pemeriksaan radiologis abdomen c.       Asoirasi Oeritoneal 7. Penatalaksanaan Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah focus utama. Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri anti emetic dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah.



Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang inkubasi jalan napas dan bantuk ventilasi diperlukan.                Tetapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotik, terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolic dan terapi modulasi respon peradangan. Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah atau abdomen berbeda-beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia harus menjalani explorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil. Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus dieksplorasi terlebih dahulu. Bila luka menembus peritoneum, maka tindakan laparotomi diperlukan.                Prolaps visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat darah dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intraperitoneal dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparotomi. Bila tidak ada, pasien harus diobservasi selama 24-48 jam. Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparotomi



8.  Komplikasi          Ketidakseimbangan elektrolit          Dehidrasi          Asidosis metabolic          Alkalosis respiratorik          Syok



KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS A.    Pengkajian 1.      Identitas Nama pasien Umur Jenis kelamin Suku /Bangsa Pendidikan Pekerjaan Alamat 2.      Keluhan utama: Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah kanan dan menjalar ke pinggang. 3.      Riwayat Penyakit Sekarang Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal diawali terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus, dan sirosis hepatis dengan asites. 4.      Riwayat Penyakit Dahulu Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati. 5.      Riwayat Penyakit Keluarga Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan oleh bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada. 6.      Pemeriksaan Fisik a.       Sistem pernafasan Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan serta menggunakan otot bantu pernafasan. b.      Sistem kardiovaskuler Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung irregular akibat pasien syok  (neurogenik, hipovolemik atau septik), akral : dingin, basah, dan pucat.



c.       Sistem Persarafan Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami penurunan kesadaran. d.      Sistem Perkemihan Terjadi penurunan produksi urin. e.       Sistem Pencernaan Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul akibat proses ptologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (