23 0 902 KB
MAKALAH METODOLOGI KEPERAWATAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA BRONCHIALE
OLEH : KELOMPOK 1
Ketua Wakil Ketua Sekertaris Bendahara Sie. Editor Sie. Dokumenter Sie. Konsumsi Sie. Perlengkapan
: Liya Trihartini : Endang Prasini : Asmira : Risna Widiyastuti : Heldi : Sarifah Nurmala Intan : Irdha Devi Oktavia : Syetiardi
PRODI D3 KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2019/2020
(1910035030) (1910035026) (1910035018) (1910035013) (1910035028) (1910035001) (1910035004) (1910035081)
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Astma Bronkial. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah metodologi keperawatan khususnya asuhan kepperawatan kepada pasien Astma Bronchial, yang menunjang kepada mahasiswa agar dapat lebih memahami konsep dan teori asuhan keperawatan di Prodi D3 Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman. Laporan dalam penulisan makalah ini dibuat secara sistematis dari buku SIKI, SDKI, jurnal, dan artikel. Kami ucapakan terima kasih kepada dosen pembimbing : Dr.Anik Puji Rahayu M.Kep Kami
menyadari atas ketidaksempurnaan dalam
penyusunan dan kerja pembuatan
makalah ini. Semoga makalah ini akan memberikan manfaat bagi para pembaca. Kami memohon maaf atas segala kekurangan yang ada di dalam makalah ini. Sekian dari kami, Terima Kasih.
Samarinda, 15 Februari 2020
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Muchid dkk,2007 Penyakit Astma
merupakan salah satu
masalah
kesehatan diseluruh dunia, karena baik di negara maju maupun negara berkembang. Saat ini, penyakit asma juga sudah tidak asing lagi di masyarakat. Asma dapat diderita oleh semua kalangan masyarakat, dimulai dari usia anak-anak hingga dewasa. Walaupun asma merupakan penyakit yang dikenal luas oleh masyarakat, namun penyakit ini kurang begitu dipahami, sehingga timbul anggapan dari sebagian perawat dan masyarakat bahwa asma merupakan penyakit yang sederhana serta mudah diobati dan
pengelolaan utamanya dengan obat-obatan asma khususnya bronkodilator.
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. Menurut brunner and suddarth,2011 Penyakit asma awalnya merupakan penyakit genetic yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Namun, akhir-akhir genetik bukan salah satu penyebab utama penyakit astma. Polusi udara dan kurangnya keberishan
lingkungan dikota-kota besar merupakan
faktor
dominan
dalam
peningkatan serangan asma. Faktor lainya yaitu faktor risiko dan faktor pencetus. Beberapa diantara faktor tersebut adalah jenis kelamin, usia, riwayat atopi, makanan, perubahan cuaca, aktivitas, berat badan lahir, status gizi, pemberian ASI dan debu. Asma sendiri memiliki pengertian
yaitu asma adalah penyakit inflamasi kronik
saluran napas yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif sel imun tubuh seperti Mast sel, eosinofil dan T-lymphocytes terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan gejala dispnea zinc dan batuk akibat obstruksi Jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara episode berulang
Penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai inflamasi saluran napas dan spasme akut otot polos bronkiolus. Selama asma menyerang, saluran napas akan mengalami penyempitan dan mengisinya dengan cairan lengket yang diproduksi oleh dinding bagian dalam yang menyebabkan jalan udara menyempit dan mengurangi aliran keluar masuknya udara ke paru-paru. Pada asma kambuhan sering menyebabkan gangguan seperti sulit tidur, kelelahan, dan mengurangi tingkat aktivitas sehari-hari. Astma secara relatif memang memiliki tingkat kematian yang rendah dibandingkan dengan penyakit kronis lainnya, namun demikian sedikitnya ratusan ribu orang meninggal karena asma pada tahun 2005. Banyaknya penderita astma yang meninggal dunia, dikarenakan oleh kontrol astma yang kurang atau kontrol astma yang buruk (Depkes, 2008). Berdasarkan fenomena tersebut di atas, maka penyusun akan membahas lebih lanjut tentang penyakit asma. Sehingga masyarakat lebih memahami tentang penyakit astma, faktor yang mempengaruhinya serta hal-hal apa yang dilakukan untuk perawatan penyakit astma. B. Rumusan Masalah 1. Apa saja anatomi fisiologi dari system pernapasan manusia? 2. Apa saja yang dimaksud dengan astma bronchial? 3. Apa saja tanda dan gejala astma bronchial? 4. Apa penyebab terjadinya astma bronchial? 5. Bagaimana patofisiologi astma bronchial? 6. Apa saja factor- factor penyebab dari astma bronchial? 7. Bagaimana penatalaksanaan astma bronchial? 8. Bagaimana askep dari astma bronchial? C. Tujuan 1. Agar
mahasiswa mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi
pada sitem
pernapasan 2. Agar mahasiswa mampu menjelaskan teori asma bronkial. 3. Agar mahasiswa mendiagnosa asuhana keperawatan kepada pasien dengan asma bronkial. 4. Mampu melaksanakan tindakan dan rasional dalam praktek nyata sesuai dengan masalah yang telah di prioritaskan.
5. Mampu menilai dan mengevaluasi hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan pada pasien dengan penyakit asma 6. Mampu mendokumentasikan rencana tindan asuhan keperawatan yang telah dilakukan 7. Mampu dalam membuat Asuhan Keperawatan kepada pasien dengan astma bronchial. D. Manfaat 1. Bagi Pasien/ Masyarakat Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam mengenai Asma Bronkhial khusunya dalam pemenuhan kebutuhan oksigenisasi, dalam intervensi teknik batuk efektif. 2. Bagi perawat Sebagai tinjauan teori dan meningkatkan pengetahuan untuk perawat. 3. Bagi mahasiswa Memperoleh
pengalaman
dalam
mengaplikasikan
intevensi
keperawatan,
khususnya pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien Asma Bronkial. 4. Bagi instansi Pendidikan Kesehatan Menambah keluasan ilmu dan teknologi di bidang keperawatan dalam penatalaksanaan asuhan keperawatan pemenuhan oksigenasi pada pasien Asma Bronkial.
BAB II TINJAUAN TEORI 1. Konsep Dasar Pasien Astma Bronchiale A. Anatomi Fisiologi System Pernapasan
Menurut Syaifuddin,2011 Respirasi adalah kekurangan
suatu peristiwa ketika tubuh
oksigen(O2) dan O2 yang berada diluar tubuh dihirup (inspirasi)
melalui organ pernapasan. Menurut Pearce,Evelyn.2009 Pada keadaan tertentu tubuh kelebihan
karbon
dioksida
(CO2), maka
tubuh berusaha
untuk
mengeluarkan kelebihan tersebut dengan menghembuskan napas (ekspirasi) sehingga terjadi suatu keseimbangan antara O 2 dan CO2 didalam tubuh. Ketika tubuh kelebihan
karbon dioksida, maka tubuh akan mengeluarkanya melalui
organ pernapasan. Menurut Aaronson, Philip I. and Jeremy P.T.ward.2010 System respirasi berperan untuk menukar udara kepermukaan dalam paru. Udara masuk dan menetap dalam system pernapasan dan masuk dalam pernapasan otot. Trakea dapat melakukan penyaringan , penghangatan, dan melembabkan udara yang masuk, melindungi permukaan organ yang lembut. Guna
pernapasan
bagi
tubuh
(Muttaqin,A.2009.Buku
Ajar
Asuhan
Keperawatan Dgn Gangguan Sistem Pernapasan) 1. Tempat terjadinya pertukaran gas dari atmosfer dengan sirkulasi darah 2. Memindahkan udara dari dan kepermukaan paru
3. Melindungi dan menjaga mukosa pernapasan dari dehidrasi perubahan suhu, atau variasi lingkungan sekitar, serta mempertahankan permukaan mukosa lainya dari invasi bakteri pathogen. 4. Memproduksi bunyi atau suara untuk berbivara,bernyanyi dan kegiatan komunikasi lainya Menurut Scalon, et al., dalam bukunya Essential of anatomy and pysichology 5th edition (2007), system respirasi manusia dapat dibagi menjadi dua, yaitu system respirasi atas dan system respirasi bawah. Bagian- bagian dari dua system respirasi manusia adalah sebagai berikut : 1. System respirasi atas, yang terdiri dari dari bagian luar rongga dada yaitu hidung, rongga hidung, faring , laring dan trachea atas 2. System respirasi bawah, yang terdiri dari dari bagian dalam rongga dada yaitu trachea bawah dan paru- paru , termasuk pembuluh bronchiale dan alveoli. Membran pleura dan otot respirasi yang membentuk difragma dan otot respirasi
yang membentuk diafragma
dan otot
respirasi
yang
membentuk diafragma dan otot interkosta juga merupakan bagian dari system respirasi. Organ- organ pernapasan yaitu : 1. Hidung
Menurut Gibson,J.2002 Hal 136, Hidung merupakan bagian paling atas dari alat pernapasan dan merupakan alat pernapasan paling awal yang dilalui udara. Di hidung terdapat saraf-saraf penciuman. Rongga hidung berhubungan dengan rongga mulut udara masuk ke dalam rongga hidung dan melalui lubang hidung. Hidung terdiri dari hidung luar dan cavum nasi
dibelakang hidung luar. Hidung luar terdiri dari tulang rawan dibagian bawah dan os nasale dibagian atas, tertutup pada bagian luar dengan kulit bagian dalam dengan membrane mukosa. Cavum nasi meluas dari lubang hidung dibagian depan ke apertura posterior hidung,yang membuka ke nasofaring dibagian belakang . Rongga ini dilapisi oleh membrane mukosa. Rongga hidung dilapisi selaput lender yang sangat kaya akan pembuluh darah, bersambung dengan lapisan faring dan selaput lender semua sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung. Sewaktu udara melalui hidung, udara disaring oleh bulu-bulu yang terdapat didalam vestibulum karena kontak dengan permukaan selaput lender, udara menjadi lembap (Pearce, 2017). 2. Faring
Menurut Scalon ,V,C. sanders, T.2006 hal, 316, Faring adalah suatau pipa muscular dibelakang rongga hidung dan mulut dan didepan vertebra servikalis. Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada bagian anterior kolum vertebra (Arjun S Joshi, 2011). Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus setinggi vertebra servikal ke-6. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan
dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esophagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih 14 cm; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal (Rusmarjono dan Bambang Hermani, 2007). Faring terbagi atas nasofaring, orofaring dan laringofaring (hipofaring) (Arjun S Joshi, 2011). Unsur-unsur faring meliputi mukosa, palut lendir (mukosa blanket) dan otot (Rusmarjono dan Bambang Hermani, 2007). 3. Laring
Menurut Scalon ,V,C. sanders, T.2006 hal 316, Laring biasnya disebut sebgai kotak suara , suatu istilah yang mengacu pada salah satu fungsinya , yaitu berbicara fungsi lain laring adlah sebagai jalan udara antara faring dan trakea. Jalur udara harus dijaga terbuka setiap waktu, sehingga laring tersusun atas 9 lempeng kartilago yang dihubungkan oleh ligamen. Kortilago adalah suatu jaringan lentur yang mencegah kolaps laring. Sebagai pembanding, esofagus adlah pipa yang kolaps, kecuali ketika makanan melewatinya. Kartilago terbesar pada laring adalah kartilago tiroideus, yang dapat diraba pada permukaan luar leher. Epiglottis adalah kartilago yang paling atas. Pada saat menelan, laring terangkat , dan epiglotis menutup dibagian puncak untuk mencegah makanan masuk kedalam laring.
4. Trakea
Menurut Latief,S A, . Suryadi, K,A . Dachlan,M,R . 2002 Hal 4, Trakea adalah pipa fibromoskular pada dewasa panjangnya 18-20 mm. diameter cabang-cabangnya ialah bronkus utama (primary)kurang lebih 13 mm, bronkus lobaris 7-5 mm , bronkus sekmentalis 3-4 mm , bronkus kecil kurang lebih 1 mm, bronkiols utama 0,5-1 mm, bronkiolus terimanalis kurang lebih 0,5mm, bronkiolus respiratorius kurang lebih 0,5 mm, ductus alveolaris 0,3 mm dan sakkus alveolaris 0,3 mm. trachea terdiri dari sel-sel bersilia dan sel-sel yang dapat mensekresi lendir . setiap sel memiliki 200 cilia yang selalu bergerak 12 – 20 kali setiap menitnya mendorong lendir ke faring dengan kecepatan 0,5 -1,5 cm/ menit.
5. Bronkus
Menurut Gibson,J.2002 Hal 143, Bronkus kanan dan kiri berjalan ke bawah dan keluar dari bifurkasio trakea dan hilus masing – masing paru. Bronkus kanan lebih lebar,pendek,dan lebih vertical dari pada bronkus kiri . pada hilus paru,bronkus terdiri dari bronkus yang lebh kecil yang memasuki paru. Setiap bronkus sekitar setengah dari diameter trakea yang terdiri dari cartilago yang sama,hanya dalam skala lebih kecil, yang dihubungkan dengan jaringan fibrosa. 6. Bronkiolus
Menurut Scalon ,V,C. sanders, T.2006 hal 318, Bronkiolus adalah cabang yang lebih kecil dari bronkus. Bronkioli bercabang pada
bronkus tersier pada bronkus dan kemudian menjadi tempat percabangan alveolus. Luas permukaan bronkiolus menentukan besar oksigen yang dapat diikat secara efektif oleh paru-paru. Percabangan berkisar 20-25 x dari Bronkus Tersier. Letak bronkiolus ini sendiri berbatasan secara langsung dengan gelembung-gelembung udara dalam paru, yaitu alveoli. Letak
bronkiolus
secara
langsung
berbatasan
dengan
gelembung-gelembung udara dalam paru, yaitu alveoli. Dari letaknya, bronkiolus menjadi jembatan dari masuk keluarnya udara dalam sistem pernafasan manusia. Sehingga bronkiolus berfungsi sebagai penyalur udara yang berasal dari bronkus untuk kemudian dialirkan ke alveoli guna mendapatkan pertukaran gas antara karbondioksida dan oksigen. Tidak hanya itu, adanya bronkiolus ini juga berperan penting dalam pengontrolan banyak atau sedikitnya udara yang nantinya akan didistribusikan melalui paru-paru. Sehingga, jumlah udara yang dibutuhkan tubuh akan sesuai dengan jumlah udara yang dimasukkan ke dalam tubuh, dengan begitu sistem pencernaan manusia menjadi seimbang. 7. Paru- paru
Menurut Scalon ,V,C. sanders, T.2006 hal 319, Paru- paru terletak disisi jantung dalam rongga dada dan dilindungi
secara
melingkar oleh rongga yang dibentuk oleh rangka iga. Dasar masing-
masing paru terletak pada diagfragma di bawahnya: apeks (ujung atas) terletak setingkat klavikula. Pada permukaan medial masing;masing paru terdapat suatu bentukan yang disebut hius, terdapat brongkus primaries dan arteri dan vena pulmonalis memasuki paru. Membrane pleura adalah suatu membrane serosa pada rongga toraks . pleura parietal melapisi rongga toraks, dan pleura viseral terdapat pada permukaan paru- paru . diantara membran pleura terdapat cairan serosa,yang mencegah friksi dan menjaga kedua membrane tetap Bersama selama pernapasan .
B. Penyakit Astma Bronchiale a. Pengertian Astma Bronchiale Menurut, (Clark,2013) Asma adalah penyakit yang setua artefak. Kertas papyrus mesir yang ditemukan sekitar tahun 1870 berisi resep untuk asma yang ditulis dalam huruf hieroglif yang menuliskan campuran herbal yang dipanaskan di atas batu agar penderita dapat menghisap asap hasil pembakarannya.
Menurut Bull,2007 Filsuf Yunani “Hippocrates” adalah
orang yang pertama kali menggunakan istilah “asma (astma)” ,asma berasal dari Bahasa Yunani ,yakni azein yang artinya “sulit bernapas”. Menurut (Sundaru,2002)meskipun asma telah diperkenalkan oleh hippocretes lebih dari 2.000 tahun yang lalu ,tetapi sampai sekarang penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan Menurut (Junaidi,I .2006 Hal 71) Asma bronchiale adalah suatu keadaan dimana saluran napas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan dan penyempitan yang bersifat sementara. Asma merupakan penyakit paru yang tidak menular, dengan gejala berupa serangan sesak, napas bunyi (mengi) dan batuk berulang. Asma bronchiale adalah salah satu penyakit kronis dengan pasien terbanyak di dunia. Diperkirakan 300 juta orang di dunia menderita asma. Angka ini bisa jauh lebih besar jika kriteria diangnosisnya diperlonggar. Bahkan, tahun ini paling tidak ada hambatan sekitar 100 juta pasien asma lagi.
Di Indonesia, diperkirakan sampai 8% penduduk mengidap asma dalam berbagai bentuknya. b. Etiologi Astma Bronchiale Para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab asma. Akan tetapi, serangan asma umumnya terjadi ketika seseorang terpapar “pemicu asma”. Faktor-faktor pemicu astma yaitu : a) Faktor ekstrinsik : reaksi antigen antibody; karena inhalasi alergan (debu, serbuk-serbuk, bulu–bulu binatang ) b) Faktor instrinsik; infeksi : para influenza virus, pneumonia, mycoplasmal. Kemudian dari fisik; cuaca dingin, perubahan temperature. Iritan; kimia. Polusi udara ( CO, asap rokok, parfum ). Emosional ; takut, cemas, dan tegang. Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus. ( Suriadi, Yulianni R, 2006, hal 15 )
c. Patofisiologis Astma Bronciale Infeksi merusak dinding bronchial, sehingga akan menyebabkan struktur penunjang dan meningkatnya produksi sputum kental yang akhirnya akan mengobstruksi bronkus. Dinding secara permanen menjadi distensi oleh batuk yang berat, infeksi meluas ke jaringan peribronchial. Pada kondisi ini timbullah saccular bronchiectasis. Setiap kali dilatasi, sputum kental akan berkumpul dan akan menjadi abses paru, eksudat keluar secara bebas melalui bronkus. Bronchiectasis biasanya terlokalisasi dan mempengaruhi lobus atau segmen paru. Lobus bawah merupakan area yang paling sering terkena. Retensi dari sekret dan timbulnya obstruksi pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi dan colaps (atelektasis) alveoli distal. Jaringan parut (fibrosis) terbentuk sebagai reaksi peradangan akan menggantikan fungsi dari jaringan paru. Pada saat ini kondisi klien berkembang ke arah insufisiensi pernafasan yang di tandai dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi dan peningkatan ratio residual volume terhadap kapasitas total paru. Kemudian terjadilah kerusakan pertukaran gas dimana gas inspirasi saling bercampur dan terjadi hipoksemia. Pencetus serangan yaitu berupa alergen, emosi, stress,
obat-obatan, infeksi dan lain lain dapat menimbulkan antigen dan antibodi, kemudian dikeluarkan lah substansi vasoaktif / sel mast (histamin, bradikin, anafilaktin, prostaglandin) setelah itu terjadilah kontraksi otot polos (bronkospasme),
peningkatan
permeabilitas
kapiler
(edema,
mukosa,
hipersekresi), dan sekresi mukus meningkat kemudian obstruksi saluran nafas yang menyebabkan batuk, dyspnea dan mengI
Alergen
Genetika
stress
Lingkungan kerja
Aktivitas berat
Peningkatan antibodi ig E abnormal
Pengeluaran berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis,faktor hemotaktik, eosinophil dan bradikinin
Edema dinding bronciolus kecil
Spasme otot polos bronchiolus
Sekresi mucus yang kental dalam lumen bronchiolus
ASMA
Nyeri KUT
Batuk
Dyspnea
sianois
takikardi
d. Komplikasi Astma Bronchiale Menurut .(pearce,evelyn.2009) asma
akan semakin parah dan tidaK
terkendalikan jika anda tidak rutin mengkonsumsi obat yang dianjurkan dan masih terkena berbagai pemicu asma. Bila dibiarkan aka nada banyak komplikasi asma yang muncul. Berbagai komplikasi asma yang biasa muncul: 1. Tidak bebas beraktivitas Asma membuat Anda tidak bisa melakukan aktivitas dengan baik, bahkan bisa sampai menyebabkan produktivitas menurun. Memiliki asma yang tak terkendali akan membuat Anda cepat lelah, karena oksigen yang masuk ke dalam tubuh tidak optimal. 2. Mengalami gangguan tidur Menurut penelitian yang dilakukan di 2016, sebanyak 75 persen pengidap asma mengalami gangguan tidur di malam hari . Padahal, gangguan tidur ini akan menyebabkan berbagai masalah dan gangguan lain, misalnya pusing, tubuh jadi semakin lemas, dan stres. Jika sudah begitu, aktivitas jadi terganggu dan Anda akan susah fokus dengan pekerjaan. 3. Timbul masalah psikologi Faktanya, penyakit asma yang tak terkendali berhubungan langsung dengan stres, gangguan kecemasan, hingga depresi. Bila asma tak diobati dan dikendalikan dengan baik, bukan tidak mungkin Anda mengalami gangguan psikologis tersebut. Tentu saja, gangguan psikologis itu akan memengaruhi aktivitas dan kehidupan Anda sehari-hari. 4. Tubuh Cepat Lelah Sesak napas yang dialami ketika asma kambuh tentunya membuat penderitanya tidak nyaman, pun kondisi ini cukup menguras energi. Akibatnya, tubuh akan mengalami kelelahan. Terlebih jika asma yang diderita sudah terlalu parah, bisa saja tubuh akan merasa lelah sepanjang hari.
5. Pneumonia Pneumonia adalah penyakit infeksi paru-paru yang juga menjadi satu dari sejumlah komplikasi asma yang tidak segera diobati. Pneumonia menyebabkan jaringan yang ada di salah satu atau kedua paru-paru mengalami peradangan (inflamasi) atau pembengkakan. Kondisi ini dipicu oleh adanya infeksi pada paru-paru. 6. Gagal Napas (Status Asmatikus) Saat kadar oksigen di dalam darah sedikit akibat terhambatnya pasokan oksigen yang dipicu oleh penyempitan saluran pernapasan, terjadilah apa yang disebut sebagai status asmatikus atau ‘gagal napas’. Status asmatikus merupakan komplikasi asma tingkat tinggi yang menyebabkan penderitanya bahkan tidak bisa diobati dengan pemberian obat-obatan. Sama seperti pneumotoraks, status asmatikus bisa berujung pada kematian. Komplikasi ( Suriadi, Yulianni R, 2006, hal 15 ) 1) Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas 2) Chronic persistent bronchitis 3) Bronchiolitis 4) Pneumonia 5) Emphysema e. Pengobatan Astma Bronchiale Menurut (Junaidi,I .2006 Hal 84) obat-obatan dapat membantu penderita astma menjalani kehidupan normal. Pengobatan segera untuk mengendalikan serangan astma berbeda dengan pengobatan rutin untuk mencegah serangan. Hasil pengobatan terbaik untuk pengobatan jangka panjang dapat dicapai melalui penggunaan obat, dan juga menghindari alergen dan factor pencetus serangan. Tujuan pemberian obat adalah untuk melebarkan saluran napas dengan melemaskan otot polos, mengurangi pembengkakan saluran napas, serta mengencarkan dahak yang kental sehingga mudah dikeluarkan. Pengenceran dahak juga dapat dilakukan dengan banyak minum. Perlu disampaikan disini bahwa obat astma pada dasarnya terdiri dari dua jenis, yaitu pelega (reliever) dan pengontrol (controller). Kerja obat pelega
adalah membuat saluran napas yang menyempit menjadi terbuka lebar kembali, disebut juga bronkodilator. Jadi, karena saluran napas menyempit, pasien astma mengeluh sesak.
Obat dapat diberikan dalam berbagai bentuk dan cara, sebagai berikut : a. Mulut : obat yang diberikan melalui mulut seperti tablet, puyer, dan syrup dengan jarak waktu tertentu. Semprotan pada mulut diberikan pada waktu tertentu jika dirasakan perlu atau secara terus – menerus. Obat pengontrol tanpa steroid diperlukan untuk melebarkan saluran napas, umumnya diberikan jika diperlukan saja. Sedangkan obat yang dapat mencegah astma dengan steroid dalam jumlah sedikit, harus diberikan secara terus menerus. b. Hidung : dengan cara diisap/dihirup. Perlu diketahui bahwa cara pemberian obat astma yang paling baik adalah dengan disemprotkan / diisap (inhalasi) langsung ke saluran napas, apalagi untuk pemberian jangka Panjang. Ada beberapa alas an yang mendasarinya, yaitu : 1) Obat yang disemprotkan / diisap akan masuk langsung ke saluran napas, jadi efeknya lebih cepat. 2) Karena masuknya langsung ke saluran napas, dosis nya bisa lebih kecil untuk mendapatkan efek yang baik. 3) Efek samping obat yang disemprotkan/diisap akan lebih kecil daripada obat yang diminum. Tidak benar pula pendapat sebagian masyarakat yang mengatakan bahwa obat yang disemprot/diisap akan menyebabkan ketagihan, justru cara pemberian obat secara disemprot/diisap inilah yang paling baik. c. Suntikan : obat yang diberikan melalui suntikan dapat dilakukan melalui bawah kulit, dalam otot atau dalam pembuluh darah balik. Juga dapat diberikan melalui infus di rumah sakit. d. Supositoria : diberikan melalui dubur, dilakukan jika penderita tidak dapat makan atau minum, seperti mual dan atau muntah.
Obat pengontrol memang bertujuan agar saluran napas tidak cepat menyempit bila ada rangsangan tertentu. Yang termasuk dalam obat pengontrol pada dasarnya adalah yang bekerja sebagai anti radang (antiinflamasi) serta melalui berbagai mekanisme lainnya. Sulitnya, obat pengontrol ini mungkin harus dipakai setiap hari, baik ada serangan atau tidak, dalam jangka waktu lama bahkan bisa sampai bertahun-tahun.
f. Kombinasi obat Dalam perkembangannya, ada beberapa kombinasi obat yang dapat diberikan, baik antara pelega dan pengontrol maupun dua obat pelega atau dua obat pengontrol sekaligus. Setidaknya ada empat kombinasi yang mungkin dilakukan : 1. Kombinasi inhalasi : kortikosteroid inhalasi dikombinasikan denga bronkodilator kerja lama inhalasi. Kombinasi ini aman dan terbukti efektif untuk menangani astma, khususnya serangan astma yang datang pada malam hari. 2. Kombinasi kedua melalui hidung dan mulut : kortikosteroid inhalasi dikombinasikan dengan bronkodilator yang dimakan/diminum, khusunya golongan teofilin kerja lama. Yang dimaksud dengan obat “kerja lama” adalah obat yang dapat bekerja selama 12-24 jam, jadi cukup dipakai 1-2 kali sehari saja. 3. Kombinasi ketiga adalah kortikosteroid inhalasi dikombinasikan dengan obat golongan leukotriene modifier. Dalam hal ini, dua jenis antiinflamasi yang berfungsi sebagai pengontrol digabung jadi satu. Namun leukotriene modifier selaim berperan sebagai antiinflamasi juga berperan mencegah penyempitan saluran napas. 4. Kombinasi keempat adalah obat golongan antikolinergik dengan bronkodilator kerja singkat (yang kerjanya 8 jam, jadi harus digunakan 3 kali sehari). Kombinasi ini keempat adalah penggabungan dua jenis obat pelega, tetapi bila di gabungkan jadi satu di katakana dapat memberikan efek jangka panjang yang baik. g. Macam-macam obat astma
1. Bronkodilator Agonis Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran napas oleh reseptor beta-adregernik. Bronkodilator yang bekerja pada semua reseptor beta-adregernik (misalnya adrenalin), menyebabkan efek samping berupa denyut jantung yang cepat, gelisah, sakit kepala, dan tremor (gemetar) otot. 2. Theophylline Pada serangan astma yang berat, obat ininbisa diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah). Pada saat pertama kali mengkonsumsi obat inni, penderita bisa merasakan sedikit mual atau gelisah.kedua efek samping tersebut biasanya hilang saat tubuh dapat menyesuaikan diri dengan obat. Padasdosis yang lebih besar, penderita bisa mersakan denyut jantung yang cepat atau palpitasi (jantung berdebar). Juga bisa terjadi insomnia (sulit tidur), agitasi (kecemasan, ketakutan),muntah, dan kejang. 3. Obat golongan Agonis Beta-2 Aksi Pendek Inhalasi (semprotan) Obat ini sangat manjur untuk mengatasi serangan asma akut. Namun demikian penderita asma yang sering kambuh sebaikanya menggunakan agonis beta-2 aksi lama dkombinasikan dengan kortikosteroid inhalasi. Agonis beta-2 aksi pendek, seperti salbutamol, fenoterol, dan terbutaline telah lama dikenal dalam pengobatan astma. 4. Kortikosteroid Kerja obat ini adalah menghalangi respon peradangan dan sangat efektif dalam mengurangi gejala astma. Sejak astma dinyatakan sebagai peyakit inflamasi kronik saluran napas, kortikosteroid inhalasi digunkan sebagai tulang punggung pengobatan astam. Sebagai antiinflamasi, obat ini juga dapat mencegah gejala astam, menurunkan hiperaktivitas saliran napas, serta menurunkan kekambuhan mendadak. Kortikosteroid dikombinasikan dengan bronkodilator (pelega tenggorokan) yang berfungsi memperbaiki fungsi paru dan mengurangi beratnya gejala astma. Efek amping obat ini seperti pengeroposan tulang, gangguan ginjal dan labung kemungkinan
mengecil, karna kortisteroid digunkan bukan obat oral (ditelan), melainkan disemprotkan langsung ketenggorokan. Tablet atau suntikan kortikosteroid dapat digunakan selama 1-2 minggu untuk mengurangi serangan astma yang berat. 5. Cromolin dan Nedocromil Dau obat ini diduga mengahalangi pelepasan bahan peradangan dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengerutan saluran udara. Obat ini digunkan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan. Obat ini terutama efektif untukanak-anak dan untuk asma karna olahraga. Obat ini sangat aman, tetapi relative mahal dan harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala. h. Pencegahan Astma Bronchiale 1. Menurut . (Junaidi,I .2006 Hal 92) serangan astma dapat dicegah jika faktor pemicu nya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yang dipicu oleh olahraga bisa dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan olahraga. Penatalaksanaan yang tepat diantaranya membuat fungsi paru mendekati normal, mencegah kekambuhan penyakit, hingga mencegah kematian. Ada tujuh langkah penatalaksanaan astma : a) Pendidikan pada penderita dan keluarganya sehingga mengetahui karakteristik astma yang diderita b) Menentukan klasifikasi astma untuk menentukan jenis obat dan dosisnya c) Menghindari factor pencetus yang bersifat beragam pada masingmasing penderita d) Pemberian obat yang optimal e) Mengatasi lebih dini kemungkinan meningkatnya serangan f) Mengontrol secara berkala untuk evaluasi g) Meningkatkan kebugaran dengan olahraga yang dianjurkan, seperti berenang, bersepeda serta senam astma
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. (Teori )Pengkajian secara umum a. Teori Pengkajian Menurut Effendy 1995, pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. Carpenito dan Moyet (2007) dalam buku Konsep dasar keperawatan mengemukakan bahwa pengkajian adalah tahap yang sistematis dalam pengumpulan data tentang individu, keluarga, dan kelompok. Pengkajian yang sistematis dalam keperawatan dibagi dalam empat tahap kegiatan, yang meliputi; pengumpulan data, analisis data, sistematika data dan penentuan masalah. 1) Tujuan Tujuan proses keperawatan menurut Manurung (2011) adalah sebagai berikut: a) Mempraktikkan metode pemecahan masalah dalam praktik keperawatan. b) Menggunakan standar untuk praktik keperawatan. c) Memperoleh metoda yang baku dan sesuai, rational dan sistematis dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien. d) Memperoleh metoda yang dapat digunakan dalam segala situasi. e) Memperoleh hasil asuhan keperawatan dengan kualitas tinggi.
2. Tipe Data a. Data dasar Merupakan kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya terhadap dirinya sendiri, dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. b. Data fokus Menurut Budiono & Sumirah Budi Pertami, 2015,hal : 128 data focus dibagi menjadi dua: Adalah data tentang perubahanperubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah kesehatan
serta
hal-hal
yang
mencakup
tindakan
yang
dilaksanakan pada klien. 1. Data subyektif Data yang didapat dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi atau kejadian. Informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh perawat secara independen tetapi melalui interaksi atau komunikasi. 2. Data obyektif Data yang dapat dari hasil observasi dan pengukuran yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Informasi data ini biasanya diperoleh melalui “sense”. Misalnya : Frekuensi pernafasan (RR), tekanan darah, edema (pembengkakan), dan berat badan. 3. Sumber Data Menurut Budiono & Sumirah Budi Pertami, 2015, hal : 131 sumber data ada tiga yaitu: a. Sumber data Primer
Sumber data primer adalah data-data yang dikumpulkan dari klien, yang dapat memberikan informasi yang lengkap tentang masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapinya. b. Sumber data Sekunder Sumber data sekunder adalah data-data yang diumpulkan dari orang terdekat klien (keluarga), seperti orang tua, saudara, atau pihak lain yang mengerti dan dekat dengan klien. c. Sumber data lainnya Catatan klien (perawatan atau rekam medis klien) yang merupakan riwayat penyakit dan perawatan klien di masa lalu. Secara umum, sumber data yang dapat digunakan dalam pengumpulan data adalah : a)Klien sendiri sebagai sumber data utama (primer). b) Orang terdekat. c) Catatan klien. d) Riwayat penyakit (pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan). e) Konsultasi. f) Hasil pemeriksaan diagnostik. g) Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya. h) Perawat lain. i) Kepustakaan 4.
Karakteristik data 1) Lengkap Seluruh data diperlukan untuk mengidentifikasi masalah keperawatan klien. Data yang terkumpul harus lengkap guna membantu mengatasi masalah klien yang adekuat. Misalnya klien tidak mau makan — kaji secara mendalam kenapa klien tidak mau makan (tidak cocok makanannya, kondisi fisiknya menolak untuk makan/patologis, atau sebab-sebab yang lain). 2) Akurat dan Nyata Untuk menghindari kesalahan, maka perawat harus berfikir secara akurat dan nyata untuk membuktikan benar-tidaknya apa
yang telah didengar, dilihat, diamati dan diukur melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap semua data yang sekiranya meragukan. Perawat tidak boleh langsung membuat kesimpulan tentang suatu kondisi klien. Misalnya, klien tidak mau makan. Perawat tidak boleh langsung menuliskan : `klien tidak mau makan karena depresi berat`. Diperlukan penyelidikan lanjutan untuk menetapkan kondisi klien. Dokumentasikan apa adanya sesuai yang ditemukan pada saat pengkajian. 3) Relevan Pencatatan data yang komprehensif biasanya memerlukan banyak sekali data yang harus dikumpulkan, sehingga menyita waktu perawat untuk mengidentifikasi.
5. Teknik Pengumpulan Data Menurut Sugiyono 2013:224, teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data 1) Wawancara Wawancara adalah menanyakan atau membuat tanya-jawab yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh klien, biasa juga disebut dengan anamnesa. Wawancara berlangsung untuk menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi klien dan merupakan suatu komunikasi yang direncanakan. Tujuan dari wawancara adalah untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan masalah keperawatan klien, serta untuk menjalin hubungan antara perawat dengan klien. Serta untuk membantu klien memperoleh informasi dan berpartisipasi dalam identifikasi masalah dan tujuan keperawatan, juga membantu perawat untuk menentukan investigasi lebih lanjut selama tahap pengajian. Semua interaksi perawat dengan klien adalah berdasarkan komunikasi.Komunikasi keperawatan adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan kemampuan skill komunikasi dan interaksi.
Komunikasi keperawatan biasanya digunakan untuk memperoleh riwayat keperawatan. Istilah komunikasi terapeutik adalah suatu teknik yang berusaha untuk mengajak klien dan keluarga untuk bertuar pikiran dan perasaan. Teknik tersebut mencakup ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi. Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka atau tertutup, menggali jawaban dan memvalidasi respon klien. Teknik non verbal meliputi: mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan dan kontak mata. Tahapan wawancara / komunikasi : a) Persiapan. Sebelum melakukan komunikasi dengan klien, perawat harus melakukan persiapan dengan membaca status klien. Perawat diharapkan tidak mempunyai prasangka buruk kepada klien, karena akan mengganggu dalam membina hubungan saling percaya dengan klien. Jika klien belum bersedia untuk berkomunikasi, perawat tidak boleh memaksa atau memberi kesempatan kepada klien kapan mereka sanggup. Pengaturan posisi duduk dan teknik yang akan digunakan dalam wawancara harus disusun sedemikian rupa guna memperlancar wawancara. b) Pembukaan atau perkenalan Langkah pertama perawat dalam mengawali wawancara adalah dengan memperkenalkan diri : nama,status, tujuan wawancara, waktu yang diperlukan dan faktor-faktor yang menjadi pokok pembicaraan. Perawat perlu memberikan informasi kepada klien mengenai data yang terkumpul dan akan disimpan dimana, bagaimana
menyimpannya
dan
siapa
saja
yang
boleh
mengetahuinya. c) Isi / tahap kerja Selama tahap kerja dalam wawancara, perawat memfokuskan arah pembicaraan pada masalah khusus yang ingin diketahui. Halhal yang perlu diperhatikan : Fokus wawancara adalah klien.
a. Mendengarkan dengan penuh perhatian. Jelaskan bila perlu. b. Menanyakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien. c. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien. d. Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup tepat pada waktunya. e. Bila perlu diam, untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya. f. Sentuhan teraputik, bila diperlukan dan memungkinan. d)
Terminasi Perawat mempersiapkan untuk penutupan wawancara. Untuk itu klien harus mengetahui kapan wawancara dan tujuan dari wawancara pada awal perkenalan, sehingga diharapkan pada akhir wawancara perawat dan klien mampu menilai keberhasilan dan dapat mengambil kesimpulan bersama. Jika diperlukan, perawat perlu membuat perjanjian lagi untuk pertemuan berikutnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara dengan klien adalah : a) Menerima keberadaan klien sebagaimana adanya. b) Memberikan
kesempatan
kepada
klien
untuk
menyampaikan keluhan-keluhannya / pendapatnya secara bebas. c) Dalam melakukan wawancara harus dapat menjamin rasa aman dan nyaman bagi klien. d) Perawat harus bersikap tenang, sopan dan penuh perhatian. e) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti. f) Tidak bersifat menggurui. g) Memperhatikan pesan yang disampaikan. h) Mengurangi hambatan-hambatan. i) Posisi duduk yang sesuai (berhadapan, jarak tepat/sesuai, cara duduk). j) Menghindari adanya interupsi. k) Mendengarkan penuh dengan perasaan.
l) Memberikan kesempatan istirahat kepada klien. Macam-Macam Wawancara : 1) Auto anamnese : wawancara dengan klien langsung. 2) Allo anamnese : wawancara dengan keluarga / orang terdekat. Hambatan wawancara : 1) Internal : a) Pandangan atau pendapat yang berbeda b) Penampilan klien berbeda c) Klien dalam keadaan cemas, nyeri, atau kondisinya menurun d) Klien mengatakan bahwa ia tidak ingin mendengar tentang sesuatu hal e) Klien tidak senang dengan perawat, atau sebaliknya f)
Perawat berpikir tentang sesuatu hal yang lain / tidak fokus ke pasien
g) Perawat sedang merencanakan pertanyaan selanjutnya h) Perawat merasa terburu-buru i)
Perawat terlalu gelisah atau terburu-buru dalam bertanya
2) Eksternal : a) Suara lingkungan gaduh : TV, radio, pembicaraan di luar b) Kurangnya privasi c) Ruangan tidak memadai untuk dilakukannya wawancara d) Interupsi atau pertanyaan dari staf perawat yang lain. a. Pengamatan atau Observasi Observasi adalah mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh
data tentang
masalah
kesehatan
dan keperawatan
klien. Observasi dilakukan dengan menggunakan penglihatan dan alat indra lainnya, melalui rabaan, sentuhan dan pendengaran. Tujuan dari observasi adalah mengumpulkan data tentang masalah yang dihadapi klien melalui kepekaan alat panca indra. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan observasi adalah :
1) Tidak selalu pemeriksaan yang akan kita lakukan dijelaskan secara terinci kepada klien (meskipun komunikasi terapeutik tetap harus dilakukan), karena terkadang hal ini dapat meningkatkan kecemasan klien atau mengaburkan data (data yang diperoleh menjadi tidak murni). Menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual klien. Hasilnya dicatat dalam catatan keperawatan, sehingga dapat dibaca dan dimengerti oleh perawat yang lain. b. Pemeriksaan Fisik Menurut Raylene M Rospond,2009; Terj D. Lyrawati,2009. Pemeriksaan fisik berasal dari kata “Physical Examination” yang artinya memeriksa tubuh.Pemeriksan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan dari suatu sistim atau suatu organ tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi). Jadi pemeriksaan fisik adalah memeriksa tubuh dengan atau tanpa alat untuk tujuan mendapatkan informasi atau data yang menggambarkan kondisi klien yang sesungguhnya. Tujuan dari pemeriksaan fisik yaitu : 1) Mengkaji secara umum dari status umum keadaan klien. 2) Mengkaji fungsi fisiologi dan patologis atau gangguan. 3) Mengenal secara dini adanya masalah keperawatan klien baik aktual maupun resiko. 4) Merencanakan
cara
mengatasi
permasalahan
yang
ada,serta
menghindari masalah yang mungkin terjadi. Menurut Rober Priharjo, S.Kp, M.Sc, RM, 2006, hal : 25, Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah : 1) Inspeksi Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Hasilnya seperti : Mata kuning (icteric), terdapat struma di leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
2) Palpasi Palpasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui perabaan terhadap bagian-bagian tubuh yang mengalami kelainan. Misalnya adanya tumor, oedema, krepitasi (patah/retak tulang), dll. 3) Perkusi Perkusi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan mengetuk bagian tubuh menggunakan tangan atau alat bantu seperti reflek hammer untuk mengetahui reflek seseorang (dibicarakan khusus). Juga dilakukan pemeriksaan lain yang berkaitan dengan kesehatan fisik klien. Misalnya : kembung, batas-batas jantung, batas hepar-paru (mengetahui pengembangan paru), dll. 4) Auskultasi Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui pendengaran. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus. c. Studi Dokumentasi Menurut Sugiono 2013, studi dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan
datadengan
cara
mempelajari
dokumen
untuk
mendapatkan data atau informasi yang berhubungan dengan masalah yang di teliti. Terdapat dua jenis dokumen yang dipakai dalam studi dokumentasi : 1.
Dokumen Primer yaitu, dokumen yang di tulis langsung oleh orang yang mengalami peristiwa.
2.
Dokumen Sekunder yaitu, dokumen yang di tulis kembali oleh orang yang tidak langsung mengalami peristiwa berdasarkan informasi yang di peroleh dari oleh orang yang langsung mengalami. Misalnya: keluarga,atau kerabat terdekat.
d.
Klasifikasi Data a.
Menurut bentuk angka
1. Data diskrit: data yang dibentuk angka bulat (hasil menghitung). 2. Data kontinyu: data yang berbentuk angka pecahan (desimal)/ hasil mengukur. Contoh: BB, TB b. Menurut sifatnya a) Data kuantitatif : data yang berwujud angka b) Data kualitatif : data yang tidak berwujud angka c. Menurut sumbernya 1. Data primer : data yang didapat langsung dari individu atau masyarakat 2. Data sekunder : data yang didapat dari orang lain, organisasi tertentu yang sudah diolah d. Menurut skala pengukuran 1. Skala nominal : mempunyai beberapa kategori, diantara kategori tak dapat diketahui tingkat perbedaannya. Contoh : Jenis kelamin : laki-laki, perempuan Golongan pekerjaan : pegawai negeri, ABRI, swasta dan buruh 2. Skala ordinal : mempunyai beberapa kategori, antara kategori dapat diketahui tingkat perbedaan, akan tetapi tidak dapat diketahui besarnya perbedaan. Contoh : Tingkat pendidikan : tidak sekolah, SD, SMP, SMA, Perguruan tinggi 3. Skala interval mempunyai beberapa kategori, antara beberapa kategori dapat di bedakan dan dapat di ketahui besarnya perbedaan, tapi antara
kategori tidak dapat di ketahui
kelipatannya dan tidak mengakui titik nol absolute. Contoh : 0⁰ C, ada suhunya sebab perhitungan suhu sampai dengan minus (-) Tingkat pengetahuan, nilaiA : 80, nilai B : 40 hal ini tidak berarti A dua kali lebih pandai dari B. 4. Data skalaratio mempunyai beberapa kategori antara kategori di ketahui tingkat perbedaannya, dapat di ketahui tingkat kelipatanya dan mengakui adanya titik nol absolute.Contoh : Rasio penduduk laki-laki dan wanita 48 : 52. e.
Validasi Data
Verifikasi
data
untuk
mengkonfirmasi
kelengkapan,
keakuratan, dan aktualitas data.Dengan memvalidasi data, membantu perawat untuk memastikan kelengkapan informasi dari pengkajian, kecocokan data objektif dan subjektif, mendapatkan tambahan informasi, menghindari ketidakteraturan dalam mengumpulkan dan memfokuskan data sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penulisan dan identifikasi masalah. Validasi data: meyakinkan bahwa data yang diperoleh hasil pengumpulan data adalah fakta (nyata & benar) Upaya untuk melakukan Validasi data : 1. Gunakan skala yang akurat 2. Validasi data/ informasi dari orang lain 3. Validasi data dengan cara: a) Ulangi pemeriksaan data b) Selalu memeriksa data abnormal yang ekstrim dengan cara lain c) Menanyakan kepada yang lebih mengerti f.
Pencatatan dan Laporan Pengkajian Keperawatan Fokus dokumentasi pengkajian pada data klinik adalah perawat dapat
mengimplementasikan
dan
mengorganisasi
data.Bentuk
dokumentasi dapat berupa data dasar, lembar alur (flow sheet) dan catatan perkembangan, yang semuanya termasuk tipe pengkajian informasi. Untuk mencapai catatan pengkajian secara aktual, maka perlu
dipertimbangkan
pedoman
dalam
pembuatan
pencatatan
pengkajian, diantaranya : a. Gunakan format yang terorganisasi b. Gunakan format yang telah ada c. Format yang mencakup pengkajian perkembangan, pemeriksaan dari kepala sampai dengan seluruh tubuh dapat memperluas informasi.
Data Dasar 1. Biodata (identitas pasien) a. Nama (nama lengkap, nama panggilan) b. Umur c. Jenis kelamin d. Agama e. Status f. Pendidikan g. Pekerjaan h. Suku/bangsa i. Alamat j. Diagnosa Medis k. No.RM l. Tanggal masuk RS m. Tanggal/waktu pengkajian 2. Keluhan Keluhan klien sehingga dia membutuhkan perawatan medik, jika pasien tidak mempunyai keluhan utama, lakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui penyebab sakitnya, terbagi menjadi tiga (3) yaitu: a.
Keluhan saat dirumah
b.
Masuk Rumah Sakit
c.
Saat pengkajian (dikaji)
3. Riwayat kesehatan a. Riwayat kesehatan dahulu 1) Penyakit pada masa anak-anak dan penyakit infeksi yang dialami. 2) Kecelakaan yang pernah dialami. 3) Prosedur operasi dan perawatan rumah sakit. 4) Allergi (makanan, obat-obatan dll). 5) Pengobatan dini (konsumsi obat-obatan bebas). b. Riwayat kesehatan saat ini 1) Waktu timbulnya penyakit, kapan? Jam? 2) Bagaimana awal munculnya? Tiba-tiba? Berangsur-angsur? 3) Keadaan penyakit, apakah sudah membaik, parah atau tetap sama dengan sebelumnya.
4) Usaha yang dilakukan untuk mengurangi keluhan 5) Kondisi saat dikaji : P Q R S T c. Riwayat kesehatan keluarga 1) Identifikasi
berbagai
penyakit
keturunan
yang umumnya
menyerang 2) Anggota keluarga yang terkena alergi, asma, TBC, hipertensi, penyakit jantung, stroke, anemia, hemopilia, DM dan kanke 3) Buat bagan dengan genog 4)
Keterangan: : Laki -Laki: Pasien
: Perempuan : Kembar : Tinggal Serumah (Budiono & Sumirah Budi Pertami, 2015, hal : 136-140). a) Teori Abraham Maslow
1) Kebutuhan fisiologis(Physiologic Needs) Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Seorang yang beberapa kebutuhannya tidak terpenuhi secara umum akan melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan fisiologisnya
terlebih
dahulu.Misalnya,
seorang
yang
kekurangan
makanan, keselamatan, dan cinta biasanya akan mencari makanan terlebih dahulu daripada mencari cinta. Kebutuhan fisiologis hal yang penting untuk bertahan hidup. Manusia memiliki delapan macam kebutuhan fisiologis, yaitu: a) Kebutuhan Oksigenasi Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme
sel tubuh,
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. jaringan yang melakukan metabolisme aerob, proses membentuk energi dengan adanya oksigen, bergantung secara total pada oksigen untuk bertahan hidup. b) Kebutuhan Cairan Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh, hamper 90% dari total berat badan tubuh. Persentase cairan tubuh bervariasi bergantung pada faktor usia, lemak dalam tubuh dan jenis kelamin. Tubuh manusia membutuhan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran cairan. Cairan dimasukan melalui mulut
atau secara parenteral dan cairan meninggalkan tubuh dari saluran pencernaan, paru-paru, kulit, dan ginjal. Asupan cairan untuk kondisi normal kepada orang dewasa adalah 2500cc per hari. Asupan cairan dapat langsung berupa cairan atau ditambah dari makanan lain. Pengeluaran cairan sebagai bagian dalam mengimbangi asupan cairan pada orang dewasa, dalam kondisi normal adalah 2300cc. jumlah air yang paling banyak keluar berasal dari ekskresi ginjal (berupa urine) sebanyak 1500cc per hari pada orang dewasa, melalui kulit berupoa keringat dan saluran pencernaan (berupa feses). Faktor-faktor yang mempengeruhi kebutuhan cairan dan elektrolit antara lain: (1) Usia, pebedaan usia menentukan luas permukaan tubuh serta aktivitas organ sehingga dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan cairan dan elektrolit. (2) Temperatur,
temperatur
yang
tinggi
menyebabkan
proses
pengeluaran cairan melalui keringat cukup banyak, sehingga tubuh akan banyak kehilangan cairan. (3) Diet, apabila kekurangan nutrien, tubuh akan memecah cadangan makanan yang tersimpan didalamnya sehingga dalam tubuh terjadi pergerakan cairan dari interstitial ke interseluler, yang dapat berpengaruh pada jumlah pemenuhan kebutuhan cairan. (4) Stress, dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit melalui proses peningkatan produksi ADH. (5) Sakit, pada keadaan sakit banyak sel-sel yang rusak, sehingga untuk memperbaiki sel yang rusak tersebut dibutuhkan adanya proses pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup. c) Kebutuhan Nutrisi Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh yang bertujuan menghasilkan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh. Sistem yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi adalah sistem pencernaan yang terdiri atas saluran pencernaan yang dimulai dari mulut sampai usus halus bagian distal, dan organ asesoris terdiri atas hati , kantung empedu dan pankreas.
d) Kebutuhan Eliminasi Kebutuhan eliminasi terdiri atas dua, yaitu eliminasi urin (buang air kecil) eliminasi alvi (buang bair besaar), yang merupakan dari kerbutuhan fisiologi dan bertujuan untuk mengeluarkan bahan sisa. Eliminasi materi sampah merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh. Produk sampah dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-paru secara primer mengeluarkan karbon dioksida, kulit mengeluarkan keringat dan natriun yang dikenal sebagai keringat. Ginjal merupakan bagian tubuh primer yang utama untuk mengekskresikan kelebihan cairan tubuh,elektrolit, ion-ion hidrogen dan asam. Usus mengeluarkan produk produk sampah yang padat dan beberapa cairan dari tubuh. Faktor-faktor yang memengaruhi eliminasi urine, yaitu: diet dan asupan, respons keinginan, gaya hidup, stress psikologis, tingkat aktivitas, tingkat perkembangan, kondisi penyakit, sosiokultural,
kebiasaan
seseorang,
tonus
otot,
pembedahan,
pengobatan, dan pemeriksaan diagnostik. Sedangkan faktor yang memengaruhi proses defekasi, yaitu: usia, diet, asupan cairan, aktivitas, pengobatan, gaya hidup, penyakit, nyeri, kerusakan sensoris dan motoris.
e) Kebutuhan Istirahat dan Tidur. Istirahat merupakan keadaan relaks tanpa adanya tekanan emosional , bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tetapi juga kondisi yang membutuhkan ketenangan. Menurut Narrow (1967) mengemukakan enam karakteristik yang berhubungan dengan istirahat, diantaranya: (1) Merasa bahwa segala sesuatu dapat diatasi. (2) Merasa diterima. (3) Mengetahui apa yang sedang terjadi. (4) Bebas dari gangguan ketidaknyamanan. (5) Mempunyai
sejumlah
kepuasan
terhadap
mempunyai tujuan. (6) Mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan.
aktivitas
yang
f) Kebutuhan temperature. Tubuh dapat berfungsi secara normal hanya dalam rentang temperature yang sempit, 37°C. temperature tubuh diluar rentang ini dapat menimbulkan kerusakan, efek yang permanen seperti kerusakan otak, atau kematian. g) Kebutuhan Tempat Tinggal. Walaupun kebanyakan orang mempunyai beberapa jenis tempat tinggal, terkadang tempat tinggal tersebut dibawah standar dan tidak memberikan perlindungan yang penuh. Lingkungan yang kotor bisa menarik perhatian serangga dan binatang seperti tikus, yang dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit. Sebuah rumah dengan kondisi penerangan yang buruk atau kacau, akan terjadi peningkatan resiko terjadi kerusakan yang tidak sengaja. Selain itu, kondisi yang sangat berantakan dan kurang bersih merupakan faktor predisposisi untuk penyakit menular. h) Kebutuhan Seks Seks dianggap oleh Maslow sebagai kebutuhan dasar fisiologis secara umum mengambil prioritas diatas tingkat kebutuhan yang lebih tinggi.
Kebutuhan
seksual
dan
perilaku
bagaimana
untuk
memenuhinya dipengaruhi oleh umur, latar belakang sosial budaya, etika, nilai, harga diri, dan tingkat kesejahteraan. 2) Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman(Safety and Security Needs) a) Keselamatan Fisik Mempertahankan
keselamatan
fisik
melibatkan
keadaan
mengurangi atau mengeluarkan ancaman pada tubuh atau kehidupan. Ancaman tersebut mungkin penyakit, kecelakaan, bahaya, atau pemajanan pada lingkungan. Memenuhi kebutuhan keselamatan fisik kadang mengambil prioritas lebih dahulu diatas pemenuhan kebutuhan fisiologis.
b) Keselamatan Fisiologis Setiap orang merasakan beberapa ancaman keselamatan psikologis pada pengalaman yang baru dan yang tidak dikenal. Dalam beberapa kasus , orang secara umum tidak secara langsung menyatakan bahwa
pembicaraan
mereka
bisa
secara
tidak
langsung
memperlihatkan perasaan mereka. 3) Kebutuhan Cinta dan Rasa Memiliki(Love and Belonging Needs) Manusia secara umum membutuhkan perasaan bahwa mereka dicintai oleh keluarga mereka dan bahwa mereka diterima oleh teman sebaya dan oleh masyarakat. Kebutuhan ini secara umum meningkat setelah kebutuhan fisiologis dan keselamatan terpenuhi karena hanya pada saat individu merasa selamat dan aman, mereka mempunyai waktu dan energi untuk mencari cinta dan rasa memiliki dan untuk membagi cinta tersebut kepada orang lain. 4) Kebutuhan Penghargaan dan Harga Diri(Self Esteen Need) Manusia memerlukan perasaan stabil terhadap harga diri, maupun perasaan bahwa mereka dihargai oleh orang lain. Kebutuhan harga diri berhubungan dengan keinginan terhadap kekuatan, pencapaian , rasa cukup, kompetensi, rasa percaya diri dan kemerdekaan. Manusia juga membutuhkan penghargaan atau apresiasi dari orang lain. Pada saat kedua kebutuhan ini terpenuhi, seseorang merasa percaya diri dan berguna. 5) Kebutuhan Aktualisasi Diri(Need for Self Actualization) Aktualisasi diri merupakan tingkat kebutuhan yang paling tinggi dalam hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow. Manusia yang teraktualisasi dirinya memiliki kepribadian multi dimensi yang matang. Mereka mampu untuk mengasumsi dan menyelesaikan tugas yang banyak, mereka tidak bergantung secara penuh pada opini orang lain mengenai penampilan, kualitas kerja atau metode penyelesaian masalah. Walaupun mereka mungkin mengalami kegagalan dan keraguan, mereka secara umum menghadapinya secara realistis. Kebutuhan ini meliputi kemampuan untuk dapat mengenal diri dengan baik (mengenal dan memahami potensi diri), belajar memenuhi kebutuhan sendiri – sendiri, tidak emosional, mempunyai dedikasi yang tinggi,
kreatif, serta mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan sebagainya. Karakteristik kebutuhan dasar manusia menurut Maslow, yaitu: a) Realistik, melihat kehidupan secara penuh dan objektif, tentang apa yang diobservasinya. b) Cepat menyesuaikan diri dengan orang lain. c) Mempunyai persepsi yang tinggi dan tegas. d) Mempunyai dugaan yang benar terhadap sesuatu kebenaran dan kesalahan. e) Sering / selalu akurat dalam memprediksi kejadaian yang akan datang. f) Mengerti seni, musik, politik dan filosofi. g) Rendah hati, mendengar orang lain dengan penuh perhatian. h) Mempunyai dedikasi untuk bekerja sama, bertugas dari tempat kerja. i) Berkreatifitas, fleksibel, spontan, berani dan sudi mengakui kesalahan. j) Terbuka ide-ide baru. k) Percaya diri dan menghargai diri. l) Konfliks diri yang rendah, kepribadian yang interaksi. m) Menghargai diri sendiri, tidak membutuhkan kemasyura, mempunyai perasaan kontrol terhadap diri sendiri. n) Kemandirian tinggi, mempunyai hasrat privacy. o) Dapat tampil, tidak mengecilkan diri, objektif dan tidak memihak. p) Bersahabat,
menyayangi
dan
lebih
banyak
menentukan
dilingkungannya. q) Dapat mengambil keputusan apabila ada pertentangan pendapat. r)
Berfokus pada masalah (problem centred) tidak berfokus pada pribadi.
a. Teori Model Konsep dan Tipologi Pola Kesehatan Fungsional Menurut Gordon Pola pengkajian fungsional menurut Gordon adalah bahwa pola fungsional Gordon ini mempunyai aplikasi luas untuk para perawat dengan latar belakang praktek yang beragam model pola fungsional kesehatan terbetuk dari hubungan antara klien an lingkungan dan dapat diguakan untuk perseorangan, keluarga, dan omunitas. Setiap pola merupakan suatu rangkaian perilaku yang mmbantu perawat mengumpulkan, mengorganisasikan dan memilah-milah data.
Panduan pengkajian pola gordon 1) Pola Manajemen Kesehatan dan Persepsi Kesehatan Kaji pasien mengenai : a) Arti sehat dan sakit bagi pasien b) Pengetahuan status kesehatan pasien saat ini c) Perlindungan terhadap kesehatan : program skrining,kunjungan ke pusat pelayanan ksehatan, diet, latihan dan olahraga, manajemen stress, faktor ekonomi d) Pemeriksaan diri sendiri : pyudara, riwayat medis keluarga, pengobatan yang sudah dilakukan. e) Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan f) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan. 2) Pola Metabolik – Nutrisi Kaji pasien mengenai : a) Kebiasaan jumlah makanan dan kudapan b) Jenis dan jumlah (makanan dan minuman) c) Pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu makan d) Kepuasan akan berat badan e) Persepsi akan kebutuhan metabolic f) Faktor pencernaan : nafsu makan, ketidaknyamanan, rasa dan bau, gigi, mukosa mulut, mual atau muntah, pembatasan makanan, alergi makanan g) Data pemeriksaan fisik yng berkaitan (berat badan saat ini dan SMRS) 3) Pola Eliminasi Kaji pasien mengenai : a) Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAK, adanya perubahan lain b) Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi, jumlah (cc), warna, bau, nyeri, mokturia, kemampuan mengontrol BAB, adanya perubahan lain c) Keyakinan budaya dan kesehatan d) Kemampuan perawatan diri : ke kamar mandi, kebersihan diri e) Penggunaan bantuan untuk ekskresi
f) Data pemeriksaan fisik yang berhubungan (abdomen, genitalia, rektum, prostat. 4) Pola Aktivitas – Latihan Kaji pasien mengenai : a) Aktivitas kehidupan sehari-hari b) Olahraga : tipe, frekuensi, durasi dan intensitas c) Aktivitas menyenangkan d) Keyakinan tenatng latihan dan olahraga e) Kemampuan untuk merawat diri sendiri (berpakaian, mandi, makan, kamar mandi) f) Mandiri, bergantung, atau perlu bantuan g) Penggunaan alat bantu (kruk, kaki tiga) h) Data pemeriksaan fisik (pernapasa, kardiovaskular, muskuloskeletal, neurologi) 5) Pola Istirahat – Tidur Kaji pasien mengenai : a) Kebiasaan tidur sehari-hari (jumlah waktu tidur, jam tidur dan bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat kesegaran setelah tidur) b) Penggunaan alat mempermudah tidur (obat-obatan, musik) c) Jadwal istirahat dan relaksasi d) Gejala gangguan pola tidur e) Faktor yang berhubungan (nyeri, suhu, proses penuaan dll) f) Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung mata, keadaan umum, mengantukk. 6) Pola Persepsi – Kognitif Kaji pasien mengenai : a) Gambaran tentang indra khusus (pnglihatan, penciuman, pendengar, perasa, peraba) b) Penggunaan alat bantu indra c) Persepsi
ketidaknyamanan
nyeri
komprehensif) d) Keyaknan budaya terhadap nyeri
(pengkajian
nyeri
secara
e) Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri dan pengetahuan untuk mengontrol dan mengatasi nyeri f) Data
pemeriksaan
fisik
yang
berhubungan
(neurologis,
ketidaknyamanan) 7) Pola Konsep Diri – Persepsi Diri Kaji pasien mengenai : a) Keadaan sosial : peekrjaan, situasi keluarga, kelompok social b) Identitas personal : penjelasan tentang diri sendiri, kekuatan dan kelemahan yang dimiliki c) Keadaan fisik, segala sesuatu yang berkaiyan dengan tubuh (yg disukai dan tidak) d) Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri e) Ancaman terhadap konsep diri (sakit, perubahan peran) f) Riwayat berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi g) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (mengurung diri, murung, gidak mau berinteraksi) 8) Pola Hubungan – Peran Kaji pasien mengenai : a) Gambaran tentang peran berkaitam dengan keluarga, teman, kerja b) Kepuasan/ketidakpuasaan menjalankan peran c) Efek terhadap status kesehatan d) Pentingnya keluarga e) Struktur dan dkungan keluarga f) Proses pengambilan keputusan keluarga g) Pola membersarkan anak h) Hubungan dengan orang lain i) Orang terdekat dengan klien j) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan 9) Pola Reproduksi – Seksualitas Kaji pasien mengenai : a) Masalah atau perhatian seksual b) Menstrusi, jumlah anak, jumlah suami/istri c) Gambaran perilaku seksual (perilaku sesksual yang aman, pelukan, sentuhan dll)
d) Pengetahuan yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi e) Efek terhadap kesehatan f) Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan atau psikologi g) Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU, genetalia, payudara, rektum) 10) Pola Toleransi Terhadap Stress – Koping Kaji pasien mengenai : a) Sifat pencetus stress yang dirasakan baru-baru ini b) Tingkat stress yang dirasakan c) Gambaran respons umum dan khusus terhadap stress d) Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan keefektifannya e) Strategi koping yang biasa digunakan f) Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress g) Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga 11) Pola Keyakinan – Nilai Kaji pasien mengenai : a) Latar belakang budaya/etnik b) Status ekonomi, perilaku kesehatan yang berkaitan dengan kelompok budaya/etnik c) Tujuan kehidupan bagi pasien d) Pentingnya agama/spiritualitas e) Dampak masalah kesehatan terhadap spiritualitas f) Keyakinan dalam budaya (mitos, kepercayaan, laragan, adat) yang dapat mempengaruhi kesehatan
c. Pemeriksaan Fisik Pengukuran tanda vital a. Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,50̊ C) b. Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg) c. Nadi 1) Frekuensi = Normal : 60-100x/menit ; Takikardia: >100 ; Bradikardia: 20: Takipnea; >redup. 4) Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea). Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.
Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut mata i. System kardiovaskuler Menurut (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006, hal : 101) Tujuan 1) Mengetahui ketidak normalan denyut jantung 2) Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar 3) Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal 4) Mendeteksi gangguan kardiovaskuler Persiapan alat 1) Stetoskop 2) Senter kecil Prosedur pelaksanaan 1) Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis 2) Palpasi: denyutan 3) Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba. 4) Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping ke tengah dada, dan dari atas ke bawah sampai bunyi redup). Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis mid sterna, pada RIC 4,5,dan 8. 5) Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma dan bell dari stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung. Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2 (dub), tidak ada bunyi jantung tambahan (S3 atau S4) j. Dada dan Aksila menurut (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006, hal : 117) Tujuan a.
Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam jaringan payudara
b. Mendeteksi awal adanya kanker payudara Persiapan alat
1) Sarung tangan sekali pakai (jika diperlukan) Prosedur pelaksanaan 1) Inspeksi payudara: Integritas kulit 2) Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan penyebaran vena 3) Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe, konsistensi k. Pemeriksaan Abdomen (Perut) menurut (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006, hal : 123) Posisi klien: Berbaring Tujuan a. Mengetahui betuk dan gerakan-gerakan perut b. Mendengarkan suara peristaltic usus c. Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut benjolan dalam perut. Persiapan 1) Posisi klien: Berbaring 2) Stetoskop 3) Penggaris kecil 4) Pensil gambar 5) Bantal kecil 6) Pita pengukur
Prosedur pelaksanaan 1) Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan dinding perut. Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus. 2) Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian bell).
Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan arteri renalis, arteri iliaka dan aorta. 3) Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah jarum jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas bunyinya. 4) Perkusi hepar: Batas 5) Perkusi Limfa: ukuran dan batas 6) Perkusi ginjal: nyeri Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan apabila banyak cairan =hipertimpani 7) Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa, karakteristik
organ,
adanya
asistes,
nyeri
irregular,
lokasi,
dan
nyeri.dengan cara perawat menghangatkan tangan terlebih dahulu. Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa dan penumpukan cairan l. Sistem Muskuloskeletal menurut (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006, hal : 155) a. Inspeksi a) Pada saat inspeksi tulang belakang, buka baju pasien untuk menampakkan seluruh tubuh. b) Inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain dan amati adanya atrofi atau hipertrofi. Kelurusan tulang belakang, diperiksa dengan pasien berdiri tegak dan membungkuk ke depan. c) Jika didapatkan adanya perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya dengan menggunakan meteran. d) Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui kemungkinan kontraktur yang ditunjukkan oleh malposisi suatu bagian tubuh. e) Amati kenormalan susunan tulang dan adanya deformitas. f) Skoliosis ditandai dengan kulvatura lateral abnormal tulang belakang, bahu yang tidak sama tinggi, garis pinggang yang tidak simetris, dan skapula yang menonjol, akan lebih jelas dengan uji membungkuk ke depan. g) Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan persendian.
h) Inspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan persendian. i) Inspeksi pergerakkan persendian. b. Palpasi a) Palpasi pada saat otot istirahat dan pada saat otot bergerak secara aktif dan pasif untuk mengetahui adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba secara involunter (spastisitas). b) Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh klien menarik atau mendorong tangan pemeriksa, bandingkan kekuatan otot ekstremitas kanan dengan ekstremitas kiri. c) Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan. d) Palpasi sendi sementara sendi digerakkan secara pasif akan memberikan informasi mengenai integritas sendi. Normalnya, sendi bergerak secara halus. Suara gemletuk dapat menunjukkan adanya ligament yang tergelincir di antara tonjolan tulang. Permukaan yang kurang rata, seprti pada keadaan arthritis, mengakibatkan adanya krepitus karena permukaan yang tidak rata tersebut yang saling bergeseran satu sama lain. e) Periksa adanya benjolan, rheumatoid arthritis, gout, dan osteoarthritis menimbulkan benjolan yang khas. Benjolan dibawah kulit pada rheumatoid arthritis lunak dan terdapat di dalam dan sepanjang tendon yang memberikan fungsi ekstensi pada sendi biasanya, keterlibatan sendi mempunya pola yang simetris. Benjolan pada GOUT keras dan terletak dalam dan tepat disebelah kapsul sendi itu sendiri. f) Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5) 0 = Tidak ada kontraksi sama sekali. 1 = Gerakan kontraksi. 2=Kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawantahanan atau gravitasi. 3 = Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi. 4 = Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = Kekuatan kontraksi yang penuh. c. Perkusi 1. Refleks patela, Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari lutut. 2.
Refleks biceps, lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 90º, supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer. Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3.
Refleks triceps, lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 90º, tendon triceps diketok dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon). Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4.
Refleks achilles, posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas
tungkai
bawah
kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki. 5.
Refleks abdominal, dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.
6.
Refleks Babinski, merupakan refleks yang paling penting . Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki
m. Sistem Endokrin menurut (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006) a. Inspeksi a) (warna kulit) : Hiperpigmentasi ditemukan pada klien addison desease atau cushing syndrom. Hipopigmentasi terlihat pada klien diabetes mellitus, hipertiroidisme, hipotiroidisme. b) Wajah : Variasi, bentuk dan struktur muka mungkin dapat diindikasikan dengan penyakit akromegali mata. c) Kuku dan rambut : Peningkatan pigmentasi pada kuku diperlihatkan oleh klien dengan penyakit addison desease, kering, tebal dan rapuh terdapat pada penyakit hipotiroidisme, rambut lembut hipertyroidisme. Hirsutisme terdapat pada penyakit cushing syndrom. d)
Inspeksi ukuran dan proporsional struktur tubuh klien : Orang jangkung, yang disebabkan karena insufisiensi growth hormon. Tulang yang sangat besar, bisa merupakan indikasi akromegali.
e) Tanda trousseaus dan tanda chvoteks : Peningkatan kadar kalsium tangan dan jari-jari klien kontraksi (spasme karpal). b. Palpasi a) Kulit kasar, kering ditemukan pada klien dengan hipotiroidisme. Dimana kelembutan dan bilasan kulit bisa menjadi tanda pada klien dengan hipertiroidisme. Lesi pada ekstremitas bawah mengindikasikan DM. b) Palpasi kelenjar tiroid (tempatkan kedua tangan anda pada sisi lain pada trachea dibawah kartilago thyroid. Minta klien untuk miringkan kepala ke kanan Minta klien untuk menelan. Setelah klien menelan. pindahkan pada sebelah kiri. selama palpasi pada dada kiri bawah) : Tidak membesar pada klien dengan penyakit graves atau goiter. c. Auskultasi Auskultasi pada daerah leher diata tiroid dapat mengidentifikasi bunyi “bruit“. Bunyi yg dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Normalnya tidak ada bunyi. n. Sistem Neurologi menurut (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006, hal : 161) a. Inspeksi
a) Kaji LOC (level of consiousness) atau tingkat kesadaran: dengan melakukan pertanyaan tentang kesadaran pasien terhadap waktu, tempat dan orang. b) Kaji status mental. c) Kaji adanya kejang atau tremor. b. Palpasi a) Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk lokasi, durasi, tipe dan pengobatannya. b) Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau mengalami gangguan. Kaji adanya hilang rasa, rasa terbakar/panas dan baal. c) Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan, kekuatan otot, pergerakan dan postur.
c. Perkusi a) Refleks patela, diketuk pada regio patela (ditengah tengah patela). b) Refleks achilles, dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki o. Sistem perkemihan menurut (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006) 1) Inspeksi a) Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam, warna, kekeruhan dan ada/tidaknya sedime. b) Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria dan hematuria, serta riwayat infeksi saluran kemih. c) Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys catheter, silikon kateter atau urostomy atau supra pubik kateter. d) Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian diagnostik yang terkait dengan sistem perkemihan. 2) Palpasi a) Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih) b) Untuk melakukan palpasi Ginjal Kanan: Posisi di sebelah kanan pasien. Tangan kiri diletakkan di belakang penderita, paralel pada costa ke-12, ujung cari menyentuh sudut costovertebral (angkat untuk
mendorong ginjal ke depan). Tangan kanan diletakkan dengan lembut pada kuadran kanan atas di lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan tangan kanan dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan (tentukan ukuran, nyeri tekan ga). Pasien diminta membuang nafas dan berhenti napas, lepaskan tangan kanan, dan rasakan bagaimana ginjal kembali waktu ekspirasi. c) Dilanjutkan dengan palpasi Ginjal Kiri : Pindah di sebelah kiri penderita, Tangan kanan untuk menyangga dan mengangkat dari belakan. Tangan kiri diletakkan dengan lembut pada kuadran kiri atas di lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan tangan kiri dalam-dalam di bawah arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan (normalnya jarang teraba). 3) Perkusi Untuk
pemeriksaan
ketok
ginjal
prosedur
tambahannya
dengan
mempersilahkan penderita untuk duduk menghadap ke salah satu sisi, dan pemeriksa berdiri di belakang penderita. Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal kanan). Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal kiri). Penderita diminta untuk memberiksan respons terhadap pemeriksaan bila ada rasa sakit. p. Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan) menurut (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006) Tujuan : 1) Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian 2) Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-bagian tertentu. Alat : a. Meteran Posisi klien: Berdiri, duduk. Prosedur Pelaksanaan
1) Inspeksi struktur muskuloskletal :simetris dan pergerakan, Integritas ROM, kekuatan dan tonus otot. Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh. 2) Palapasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis. Normal: teraba jelas 3) Tes reflex : tendon trisep, bisep, dan brachioradialis. Normal: reflek bisep dan trisep positif. q. Sistem integumen menurut (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006) a. Inspeksi a) Kaji integritas kulit warna flushing, cyanosis, jaundice, pigmentasi yang tidak teratur b) Kaji membrane mukosa, turgor, dan keadaan umum, kulit c) Kaji bentuk, integritas, warna kuku. d) Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain, dekubitus. b. Palpasi a) Adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu. b) Tekstur kulit. c) Turgor kulit, normal < 3 detik d) Area edema dipalpasi untuk menentukan konsistensi, temperatur, bentuk, mobilisasi. e) Palpasi Capillary refill time : warna kembali normal setelah 3 – 5 detik. r. Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan telapak kaki) menurut (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006) a. Inspeksi struktur muskuloskletal :simetris dan pergerakan, integritas kulit, posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus otot. Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh b. Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan. Normal: teraba jelas
c. Tes reflex :tendon patella dan archilles. Normal: reflex patella dan archiles positif s. Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum) menurut (Robert Priharjo, S.Kp, M.Sc, RN., 2006) Posisi Klien : Pria berdiri dan wanita litotomy Tujuan: 1) Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam genetalia. 2) Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya varises, edema, tumor/ benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran cairan atau darah. 3) Melakukan perawatan genetalia. 4) Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau persalinan. Alat : 1) Lampu yang dapat diatur pencahayaannya 2) Sarung tangan Pemeriksaan rectum Tujuan : 1. Mengetahui kondisi anus dan rectum 2. Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari dinding rectal 3. Mengetahui intregritas spingter anal eksternal 4. Memeriksa kanker rectal 5. Dan lain-lain Alat : 1) Sarung tangan sekali pakai 2) Zat pelumas 3) Penetangan untuk pemeriksaan Prosedur Pelaksanaan Wanita: 1) Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour simetris, edema, pengeluaran.
Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak ada edema dan tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus /bau.) 2) Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengeluaran 3) Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi dan, massa 4) Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema, haemoroid, fistula ani pengeluaran dan perdarahan. Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tandatanda infeksi dan pendarahan. Pria: 1) Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan pengeluaran. Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak ada pengeluaran pus atau darah 2) Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk, turunan testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan. 3) Pemeriksaan anus dan rectum :feses, nyeri, massa, edema, hemoroid, fistula ani, pengeluaran dan perdarahan. Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tandatanda infeksi dan pendarahan t. Pemeriksaan penunjang a. Laboratorium b. Ro foto c. CT Scan d. MRI, USG, EEG, ECG dan lain-lain. 6.
Terapi Obat-obatan
2. Teori Pengkajian Pada Pasien Atsma Bronchiale Pengkajian Asuhan keperawatan pada penyakit Astma Bronciale I. Data Dasar Menurut Nurarif & Kusuma (2015), meliputi
a. Pengumpulan data Identitas penderita Meliputi : Nama,umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, alamat, status perkawinan, suk, bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis b. Keluhan utama Orang yang menderita asma merasakan sesak napas, pasien batuk berdahak dan pasien juga alergi terhadap debu c. Riwayat kesehatan 1) Riwayat penyakit sekarang Sejak pasien mengeluh sesak napas, sesak timbul saat cuaca dingin dan terkena debu,tidak di pengaruhi oleh aktivitas dan posisi. Mengi atau wheezing, batuk berdahak berwarna putih, encer, darah tidak ada.demam tidak ada 2) Riwayat penyakit dahulu Riwayat asma, riwayat alergi debu atau asap 3) Riwayat penyakit keluarga 4) Riwayat penyakit asma dalam keluarga ada (ibu dan adik penderita) d. Pola fungsi kesehatan 1. Pola aktivitas Menggunakan tabel meliputi makanan, mandi, berpakaian, eliminasi, mobilisasi ditempat tidur, perpindah, ambulans, naik tangga. a) Airway Batuk kering/tidak produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan oto-otot pernapasan. b) Brething Perpanjangan ekspirasi dan pendekatan inspirasi, c) Circulation Perubahan tingkat kesadaran 2. Pola istirahat Jam berapa bisa mulai tidur dan bangun tidur. Kualitas dan kuantitas tidur. 3. Pola nutrisi-metabolik Berapakali makan sehari, makanan kesukaan, berat badan sebelum dan sesudah, frekuensi dan kuantitas 4. Pola eliminasi Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari apakah ada rasa nyeri kuantitas 5. Pola kognitif spiritual Apakah ada gangguan spiritual 6. Pola konsep diri
Gambaran diri, identitas diri, peran diri, ideal dri, harga diri, cara pemecahan dan penyelesain masalah. 7. Pola seksual Apakah ada gangguan pada organ reproduksi 8. Pola peran hubung Hubungan dengan anggota keluarga, dukungan keluarga, hubungan dengan tetangga dan masyarakat 9. Pola nilai dan kepercayaan Persepsi keyakinan dan tindakan berdasarkan keyakinan e. Pemeriksaan fisik 1. Pengukuran tanda vital a.
Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,5o C)
b.
Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)
c.
Nadi 1) Frekuensi = Normal : 60-100x/menit ; Takikardia: >100 ; Bradikardia: 15 Kg Apakah asupan makan berkurang karena tidak nafsu makan Ya Tidak TOTAL Skor
4 1 0 ……..
2. Eliminasi : Alvi dan urine ( dirumah dan dirumah sakit ) : Pola eliminasi Pada umumnya pada klien atsma bronchiale tidak ada gangguan atau masalah pada pola eliminasi baik eliminasi urin maupun alvi. 3. Istirahat dan tidur : a. Di rumah: Pasien mengatakan sulit untuk tidur.
4.
b. Dirumah sakit: Pasien mengatakan saat dirumah sakit tidak dapat tidur. Aktivitas dan gerak : a. Di rumah: Rasa ngantuk disiang hari dan konsentrasi yang terganggu karena kurang tidur dimalam hari, membuat fungsi tubuh dalam ber aktivitas menurun. b. Dirumah sakit: Pasien mengatakan sulit untuk bergerak secara mandiri
STATUS FUNGSIONAL/AKTIFITAS DAN MOBILISASI/SKALA BATHEL INDEKS N O 1
FUNGSI
SKOR
Mengendalikan
rangsang
Mengendalikan
rangsang
berkemih (BAK)
3
NILAI SKOR
defekasi (BAB)
2
URAIAN
Membersihkan
diri
(cuci
muka, sisir rambut, sikat gigi)
Tak terkendali/tak teratur 0 1
(perlu pencahar) Kadang-kadang
2
takterkendali Mandiri
0
Tak terkendali/pakai kateter
1
Kadang-kadang
2
terkendali (1x24 jam) Mandiri
0
Butuh pertolongan orang lain
2
tak 2
4
Penggunaan jamban, masuk dan
keluar
1
Mandiri
0
Tergantung
1
orang lain. Perlu pertolongan
(melepaskan,
memakai
celana,
1
beberapa
membersihkan, menyiram)
pertolongan
kegiatan
pada tetapi
dapat mengerjakan sendiri
5
6
2
kegiatan lain. Mandiri
0
Tidak mampu
1
Perlu di tolong memotong
2
makanan Mandiri
Berubah sikap dari berbaring
0
Tidak mampu
ke duduk
1
Perlu
Makan
2
2
banyak
banntuan
untuk bisa duduk
7
8
Berpindah/berjalan
Memakai baju
9
Naik turun tangga
10
Mandi
2 3 0
(2 orang) Bantuan 2 orang Mandiri Tidak mampu
1
Bisa pindah dengan kursi
2
roda Berjalan dengan bantuan 1
3 0
orang Mandiri Tergantung orang lain
1
Sebagian
2 0 1 2 0
mengancing baju) Mandiri Tidak mampu Butuh pertolongan Mandiri Tergantung orang lain
1 TOTAL SKOR KETERANGAN :
Mandiri
dibantu
3
3 (mis. 2
2 1 20
20 Mandiri 12-19 Ketergantungan ringan 9-11 Ketergantungan sedang 5-8
Ketergantungan berat
0-4
Ketergantungan total
5. Keamanan Lingkungan Penilaian Risiko Jatuh dengan skala Morse (Pasien Dewasa)
FAKTOR RISIKO
SKALA
Riwayat jatuh yang baru atau dalam 3 bulan terakhir Diagnose sekunder lebih dari satu Menggunakan alat bantu
Menggunakan
IV
cateter Kemampuan berjalan Status mental
SKOR Hasil
Standar
Ya Tidak Ya Tidak Berpegangan pada benda-
benda sekitar Kruk,tongkat,walker Bedrest/dibantu perawat dan Ya Tidak Gangguan/pincang/diseret Lemah Normal/bedrest/immobile Tidak sadar akan kemampuannya/post op 24 jam Orientasi sesuai kemampuan
diri TOTAL SKOR Nilai Risiko ≥ 45 Tinggi 25-44 Sedang 0-24 Rendah Jika risiko sedang pasan kancing warna kuning digelang idetintas pasien, jika risiko tinggi
pasien kancing kuning dan tanda risiko jantung Lakukan intervensi pencegahan 6. Personal Hygiene : Di rumah : Pasien mengatakan dapat membersihkan tubuhnya secara mandiri Di rumah sakit: Pasien mengatakan dapat membersihkan tubuhnya secara mandiri
F. PEMERIKSAAN FISIK (INSPEKSI,PALPASI,PERKUSI,AUSKULTASI) 1. Keadaan umum : a. Kesadaran (GSC) : E…...
V……
b. Tinggi badan
:
170
cm
c. Berat badan
:
55 kg
M……. sebelum sakit: 60 kg
2. Tanda-Tanda Vital : TD :
110/70
RR :
21
Skala Nyeri:
Nadi :
Pencetus
kualitas
penyebaran
waktu
Yang memberatkan dan yang meringankan, gejala yang menyertai
3. Kepala : a. Rambut : Penyebaran rambut tidak merata terdapat uban / rambut berwarna putih, tekstur kasar, berminyak, rambut mudah rontok b. Kulit kepala : Tidak terdapat luka / bekas jahitan, tidak ada ketombe c. Wajah : ekspresi terlihat lesu d. Mata : Konjungtiva berwarna pink , letak bola mata kanan dan kiri simestris e. Mulut : pada gigi terdapat karies dan lubang, mukosa terlihat kering,warna pada lidah pucat.
f. Hidung : Simetris, tidak ada benjolan/luka pasien dapat mendeteksi bau g. Telinga :Bersih, tidak ada nyeri / bekas luka h. Leher : Tidak ada kelainan pada leher i. Abdomen : terdengar bising usus dan peristaltic,terdengar suara timpani Tidak ada nyeri tekan j. Kulit : tekstur kulit terasa kasar
SKALA NORTON ( skala resiko luka tekan/dekubitus ) PENILAIAN Keadaan fisik Status Mental Aktivitas Mobilitas Inkontenensia Skor Total Skor Definisi skor
4
3
2
1
.......... .......... < 12
.......... .......... Resiko tunggu
.......... ..........
.......... ..........
12 - 15
dekubitus Resiko sedang terjadi
16 - 20
dekubitus Resiko rendah terjadi dekubitus
G. Pemeriksaan Diagnostik 1. Laboratorium 2. Rontgen : 3. EKG : 4. EGG : 5. CT scan : 6. Endoskopi : 7. ECHO : 8. Lain - lain : -
H. PENATALAKSAAN / THERAPI / DIEat NaCl 0,9 Ceftriaxone Nebu combivent
II. Data Dasar a.
Data subjektif : 1) Pasien mengatakan sesak napas 2) Pasien mengatakan tidak mampu batuk 3) Pasien mengatakan sulit bernapas saat berbaring 4) Pasien mengatakan sulit tidur saat sesak timbul 5) Pasien mengatakan sering terasa nyeri di dada 6) Pasien mengatakan bahwa sulit mengatur napas saat berjalan 7) Pasien mengatakan sering gelisah saat sesaknya timbul 8) Pasien mengatakan sesak napas yang dialaminya di sertai dengan demam dan flu 9) Pasien mengatakan nafsu makan menurun 10) Pasien mengatakan sering mual saat sesak napas timbul 11) Pasien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakitnya
b. Data Objektif : 1) Tanda- tanda vital i) TD : 120/80 mmHg ii) N : 78x/menit iii)RR: 30x/menit iv)Suhu: 38⸰C 2) Terdengar bunyi wheezing 3) Terdengar bunyi ronkhi 4) Pasien tampak mual 5) Pasien tampak cemas, gelisah dan tidak tenang 6) Pasien tampak lemas 7) Tampak pernapasan cuping hidung 8) Akral dingin 9) Pasien mengalami diarofesis (berpeluh) 10) Nilai Leukosit dalam pemeriksaan laboratorium pada umumnya tinggi 11) Pola napas tidak teratur, dispnea, pada saat pasien bernapas ekspirasi lebih panjang dari inspirasi 12) Pasien terlihat bingung saat perawat menanyakan tentang penyakitnya, pasien tidak mengetahui apa yang harus di lakukan saat penyakitnya kambuh
III. Data Fokus Analisis data No 1.
Data DS : Pasien mengatakan tidak mampu batuk DO : Tanda tanda vital - TD : 120/80 mmHg - N : 78 x /menit - RR : 30 x / Menit - Suhu : 38 derajat celcius - Frekuensi napas : 16-20/menit - Terdapat sputum dijalan nafas - Mengi - Terdengar bunyi Wheezing
Etiologic Spasme jalan nafas
Problem Bersihan jalan nafas tidak efektif
2.
DS : penggunaan otot bantu nafas pasien meningkat DO : terdengar bunyi wheezing - TD : 120/80 - N : 78 x /menit - RR : 30 x / Menit - Suhu : 38 derajat celcius - Volume tidal : (±500 ml ) - Dispnea - Takikardia DS : Fase ekspirasi memanjang - Klien mengeluh merasa sesak - Penggunaan otot bantu napas klien meningkat DO : pola nafas tidak efektif,dyspenia - TD : 120/80 - N : 78 x /menit - RR : 30 x / Menit - Suhu : 38 derajat celcius - Frekuensi napas : 1620x/menit DS : pasien mengatakan sering terasa nyeri di dada DO: upaya napas dan bantuan ventilator tidak sinkron - TD : 120/80 - N : 78 x /menit - RR : 30 x / Menit - Suhu : 38 derajat celcius DS:- pasien mengeluh kesulitan bernapas - Pasien mengeluh merasa gelisah
Kelemahan otot pernafasan
Gangguan ventilasi spontan
Posisi tubuh yang menghambat ekstensi paru
Pola nafas tidak efektif
Hipersekresi jalan napas
Gangguan penyapihan ventilator
Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
Gangguan pertukaran gas
3.
4
5
DO: - Penggunaan otot bantu napas meningkat - Takikardia - Bunyi napas tambahan - TD : 120/80 - N : 78 x /menit - RR : 30 x / Menit - Suhu : 38 derajat celcius - Volume tidal : (± 500 ml) -
Saturasi oksigen (95-100%)
6.
DS : mengeluh sulit tidur DO : Mata paisen terlihat merah, wajah pucat - Pasien tidak tidur dengan waktu yang optimal (8 jam ) - TD : 120/80 - N : 78 x /menit - RR : 30 x / Menit - Suhu : 38 derajat celcius
Kurangnya control tidur
Gangguan pola tidur
7.
DS :pasien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakit DO : pasien terlihat bingung saat perawat menanyakan tentang penyakitnya ,pasien tidak mengetahui apa yang harus dilakukan saat penyakitnya kambuh DS : pasien mengatakan nafsu makan menurun - Pasien mengatakan sulit mengabiskan makanan DO: otot menelan pada pasien melemah - IMT (indeks masa tubuh) : (18,5-29,9) - BB : 52-60 kg DS : pasien menanyakan masalah pencegahan kesehatannya DO: pasien meningkatkan program kesehatannya DS : pasien mengatakan kehilangan keseimbangan saat sesak napas kambuh - Pasien mengeluh pusing saat berdiri DO: pasien mengalami gangguan keseimbangan DS : Pasien mengatakan sulit bernapas
Kurangnya terpapar informasi
Menejemen kesehatan tidak efektif
Ketidakmampuan menelan makanan
Defisit nutrisi
Pilihan hidup seharihari tepat untuk memenuhi program kesehatan Kekuatan otot menurun
Kesiapan peningkatan managemen kesehatan Risiko jatuh
Terpapar alergen
Risiko alergi
8
9
10
11
12
13
jika menghirup debu/serbuk sari DO : pasien mengalami alergi terhadap debu/serbuk sari - TD : 120/80 - N : 78 x /menit - RR : 30 x / Menit - Suhu : 38 derajat celcius - Dispnea - Terdengar wheezing - Bunyi napas tambahan DS: pasien mengeluh merasa tidak nyaman saat cuaca panas/dingin DO:pasien terlihat gelisah saat cuaca panas/dingin DS: pasien mengeluh muntah setelah makan DO: pasien mengalami gangguan pada sfingter - TD : 120/80 - N : 78 x /menit - RR : 30 x / Menit - Suhu : 38 derajat celcius
lingkungan
Gangguan stimulus lingkungan
Gangguan rasa nyaman
Gangguan menelan
Risiko aspirasi
B. Diagnosa Keperawatan 1.
T a.
eori diagnosa Definisi
Menurut (Christensen & Kenney, 2009; McFarland & McFarlane, 1997; Seaback, 2006) Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian kelinis mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung aktual maupun
potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Perawat diharapkan memiliki rentang perhatian yang luas, baik pada klien sakit maupun sehat. Respon-respon tersebut merupakan reaksi terhadap masalah kesehatan dan proses kesehatan yang di alami klien. Masalah kesehatan mengacu pada respon klien terhadap kondisi yang terjadi selama rentang kehidupannya di mulai dari fase pembuahan hingga menjelang ajal dan meninggal yang membutuhkan diagnosis keperawatan dan dapat diatasi atau diubah dengan intervensi keperawatan.
b. Klasifikasi Diagnosis Keperawatan International Council of Nurses (ICN) sejak tahun 1991 telah mengembangkan
suatu
sistem
klasifikasi
yang
disebut
dengan
International Nurses Council International Classification for Nursing Practice (ICNP). Sistem klasifikasi ini tidak hanya mencakup klasifikasi diagnosis keperawatan, tetapi juga mencakup klasifikasi intervensi dan tujuan (outcome) keperawatan. Sistem klasifikasi ini disusun untuk mengharmonisasikan terminoogiterminologi keperawatan yang digunakan di berbagai Negara diantaranya seperti Clinical Care Classification (CCC), North American Nursing Diagnosis Association (NANDA), Home Health Care Classification (HHCC), Systematized Nomenclature of Medicine Clinical Terms (SNOMED CT), Internatonal Classification of Functioning, Disability and Health (ICF), Nursing Diagnostic System of the Centre for Nursing Development and Research (ZEFP) dan Omaha System (Hardiker et al, 2011; Muller-Staub et al, 2007; Wake & Coenen, 1998). c. Jenis Diagnosis Keperawatan Menurut (ICNP, 2015; Standar Praktik Keperawatan Indonesia – PPNI, 2005) Diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu Diagnosis Negatif dan Diagnosis Positif. Diagnosis negative menunjukkan bahwa klien dalam kondisi sakit atau berisiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis
ini akan mengarahkan
pemberian
intervensi
keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan pencegaahan. Diagnosis ini terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis Risiko. Sedangkan Diagnosis Positif menunjukkan bahwa klien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai kondisi yang lebih sehat atau optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan Diagnosis Promosi Kesehatan. Menurut Carpenito, 2013; Potter & Perry, 2013Jenis-jenis diagnosis keperawatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut 1) Diagnosis Aktual
Diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya yang menyebabkan klien mengalami masalah kesehatan. Tanda/gejala mayor dan minor dapat ditemukan dan divalidasi pada klien. 2) Diagnosis Risiko Diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupannya yang dapat menyebabkan klien berisiko mengalami masalah kesehatan. Tidak ditemukan tanda/gejala mayor dan minor pada klien, namun klien memiliki faktor risiko mengalami masalah kesehatan. 3) Diagnosis Promosi Kesehatan Menurut (SDKI: 2017 hal 6-7) diagnosis ini mengambarkan adanya keinginan dan motivasi klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya ke tingkat yang lebih baik atau optimal. d. Langkah-langkah menentukan diagnosis keperawatan menurut Budiono & Sumirah (Budi Pertami, 2015, hal : 147) 1) Klasifikasi data adalah aktivitas pengelompokkan data-data klien atau keadaan tertentu tempat klien mengalami masalah kesehatan atau keperawatan
berdasarkan
kriteria
permasalahnnya.
Klasifikasi
ini
berdasarkan pada kebutuhan dasar manusia yang dikelompokkan dalam data subjektif dan data objektif. 2) Interpretasi data adalah membuat intrepretasi atas data yang sudah dikelompokkan
dalam
bentuk
masalah
keperawatanata
masalah
kolaboratif. 3) Menentukan hubungan sebab-akibat. Menentukan faktor-faktor yang berhubungan atau faktor risiko yang menjadi kemungkinan penyebab dari masalah yang terjadi. Kemungkinan penyebab harus mengacu pola kelompok data yang sudah ada. 4) Merumuskan diagnosis keperawatan. perumusan diagnosis keperawatan didasarkan pada pola identifikasi masalah dan kemungkinan penyebab. e. Proses Penegakan Diagnosis Keperawatan
Proses penegakkan diagnosis (diagnostic process) atau mendiagnosis merupakan suatu proses yang sistematis yang terdiri atas tiga tahap, yaitu analisis data, idedentitas masalah dan perumusan diagnosis Pada perawat yang telah berrpengalaman, proses ini dapat dilakukan secara simultan, namun perawat yang belum memiliki pengalaman yang memadai maka perlu melakukan latihan dan pembiasan untuk melakukan proses penegakan diagnosis secara sistematis. Proses penegakan diagnosis diuraikan sebagai berikut: 1) Analisis Data Analisis data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : a) Bandingkan data dengan nilai normal Data-data yang didapatkan dari pengkajian dibandingkan dengan nilai nilai normal dan diidentifikasi tanda/gejala yang bermakna(significant cues) b) Kelompokan Data Tanda/gejalayang dianggap bermakna dikelompokkan berdasarkan pola kebutuhan dasar yang meliputi respirasi, sirkulasi, nutrisi/cairan, eliminasi,
aktifitas/istirahat,
nyeri/kenyamanan,
neurosensory,
integritas
ego,
reproduksi/seksualitas,
pertumbuhan/perkembangan,
kebersihan diri, penyuluhan/pembelajaran, interaksi social, dan keamanan/proteksi. Proses pengelompokkan data dapat dilakukan baik secara induktif maupun deduktif. Secara induktif dengan memilah data sehingga membentuk
sebuah
pola,
sedangkan
secara
deduktif
dengan
menggunakan kategori pola kemudian mengelompokkan data sesuai kategorinya. 2)
Identifikasi Masalah Setelah data dianalisis, perawat dan klien bersama-sama mengidentifikasi masalah aktual, risiko Dan/atau promosi kesehatan. Pernyataan masalah kesehatan merujuk ke label diagnosis keperawatan
3)
Perumusan Diagnosis Keperawatan
Perumusan atau penulisan diagnosis disesuaikan dengan jenis diagnosis keperawatan. Terdapat dua metode perumusan diagnosis, yaitu : 1. Penulisan Tiga Bagian (Three Part) Metode penulisan ini terdiri atas Masalah, Penyebab dan Tanda/Gejala. Metode penulisan ini hanya dilakukan pada diagnosis aktual, dengan formulasi sebagai berikut : Masalah berhubungan dengan Penyebab dibuktikan dengan Tanda/Gejala Frase ‘berhubungan dengan’ dapat disingkat b.d. dan ‘dibuktikan dengan’ dapat disingkat d.d. Masalah b.d. Penyebab d.d. Tanda/Gejala Contoh penulisan : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas dibuktikan dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih, mengi, dyspnea, gelisah. 2. Penulisan Dua Bagian (Two Part) Metode penulisan ini dilakukan pada diagnosis risiko dan diagnosis promosi kesehatan, dengan formulasi sebagai berikut : 1.
Diangnosis Risiko Masalah dibuktikan dengan Faktor Risiko Contoh penulisan diagnosis : Risiko aspirasi dibuktikan dengan penurunan tingkat kesadaran.
B. Diagnosis Promosi Kesehatan Masalah dibuktikan dengan Tanda/Gejala
Contoh penulisan diagnosis :
Kesiapan peningkatan eliminasi urin dibuktikan dengan pasien ingin menigkatkan eliminasi urin, jumlah dan karakteristik urin normal. Komponen – komponen diagnosis pada masing masing jenis diagnosis keperawatan dan metode penulisan diagnoisinya dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut.
No Jenis 1
Diagnosis Komponen
Keperawatan Diagnosis Aktual
dan
Penulisan
Diagnosis Masalah b.d Penyebab d.d
Tanda dan gejala 2 Diagnosis Risiko Masalah d.d Faktor Risiko 3 Diagnosis Promosi Kesehatan Masalah d.d Tanda dan gejala Keterangan: b.d: Berhubungan dengan; d.d.:dibuktikan dengan Tabel 3.3 Jenis, komponen penulisan diagnosis keperawatan 2.
Diagnosa Asuhan keperawatan pada Astma Bronchiale 1.
Bersihan jalan napas tidak efektif b.d spasme jalan napas d.d batuk tidak efektif, atau tidak mampu batuk. (D.0001, Hal 18)
2.
Gangguan ventilasi spontan b.d kelemahan otot pernafasan d.d penggunaan otot bantu napas meningkat.(D.0004, Hal 24)
3. Pola napas tidak efektif b.d posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru d,d fase ekspirasi memanjang. ( D.0005,Hal 26) 4. Gangguan penyapihan ventilator b.d hipersekresi jalan napas d.d upaya napas dan bantuan ventilator (D.0004,Hal 24) 5. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d penggunaan otot napas meningkat (D0003,Hal 22) 6. Gangguan pola tidur b.d kurangnya kontrol tidur d.d mengeluh sulit tidur. (D.0055, Hal 126) 7. Manajemen kesehatan tidak efektif d.d kurang terpapar informasi, mengungkapkan kesulitan dalam menjalani program perawatan atau pengobatan, gagal melakukan tindakan untuk mengurangi atau pengebatan, aktifitas hidup sehari-hari tidak efektif untuk tujuan kesehatan. (D0116, Hal 256)
8. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan d.d otot menelan melemah (D0019,Hal 56) 9. Kesiapan peningkatan managemen kesehatan d.d pilihan hidup sehari-hari tepat untuk memenuhi program kesehatan, mengungkapkan pasien menanyakan masalah pencegahan kesehatannya dan meningkatkan program kesehatannya. (D0110, Hal 244) 10. Resiko jatuh d.d kekuatan otot menurun (D.0143, Hal 306) 11. Risiko alergi d.d terpapar alergen lingkungan (D0134, Hal 292) 12. Gangguan rasa nyaman b.d gangguan stimulus d.d gelisah saat cuaca panas/dingin (D0074, Hal 166) 13. Resiko aspirasi d.d gangguan menelan (D0006, Hal 28) 2) Intervensi Keperawatan 1. Teori intervensi pada in pasien atsma bronchiale a.
Definisi Intervensi Menurut Bennita W. Vaughans, 2013, Intervensi keperawatan adalahsesuatu yang telah dipertimbangkan secara mendalam, tahap yang sistematis dari proses keperawatan meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan masalah. Intervensi keperawatan bisa meliputi penilaian, pengajaran, konseling, atau perlakuan aktual langsung
b. Tipe Intervensi Menurut Bennita W. Vaughans, 2013, Terdapat tiga kategori intervensi keperawatan yaitu, intervensi yang diprakarsai oleh perawat, dokter, dan intervensi kolaboratif. Kategori pemilihan didasarkan pada kebutuhan klien. Satu klien mungkin membutuhkan semua dari ketiga kategori, sementara klien lainnya mungkin hanya membutuhkan intervensi yang diprakarsai oleh perawat dan dokter. 1. Intervensi Perawat Menurut Bulechek & McCloskey, 1994 Intervensi perawat adalah respon perawat terhadap kebutuhan perawatan kesehatan dan diagnosa keperawatan klien. Tipe intervensi ini adalah “Suatu
tindakan autonomi berdasarkan rasional ilmiah yang dilakukan untuk kepentingan klien dalam cara yang diprediksi yang berhubungan dengan diagnosa keperawatan dan tujuan klien”. Intervensi ini tidak membutuhkan supervisi atau arahan dari orang lain. Sebagai contoh, intervensi untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi yang adekuat atau aktivitas kehidupan sehari – hari yang berhubungan dengan higieneadalah tindakan
keperawatan
mandiri.
Intervensi
perawat
tidak
membutuhkan instruksi dokter atau profesi lainnya. Dokter seringkali dalam instruksi tertulisnya mencakup intervensi keperawatan mandiri. Namun demikian berdasarkan undang – undang praktik keperawatan di sebagian besar negara bagian, tindakan keperawatan yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan sehari – hari, penyuluhan kesehatan, promosi kesehatan, dan konseling berada dalam domain praktik keperawatan. 2. Intervensi Dokter Menurut Bulechek & McCloskey, 1994 Intervensi dokter didasarkan pada respon dokter terhadap dioagnosa medis, danperawat menyelesaikan instruksi tertulis dokter. Memberikan medikasi, mengimplementasikan suatu prosedur invasif, mengganti balutan, dan menyiapkan klien untuk pemeriksaan diagnostik adalah contoh – contoh dari intervensi tersebut. Intervensi ini tidak selalu berada dalam praktik legal keperawatan bagi perawat untuk meresepkan atau menginstruksikan tindakan ini, tetapi intervensi tersebut berada dalam praktik keperawatan bagi perawat untuk menyelesaikan instruksi tersebut dan untuk mengkhusukan pendekatan tindakan. Sebagai contoh, dokter menginstruksikan untuk mengganti balutan 2x sehari, medikasi intravena setiap 6 jam, dan pemindaian tulang untuk Tn. D. Perawat memadukan setiap instruksi ini kedalam rencana perawatan Tn. D sehngga instruksi ini diselesiakan secara aman dan efisien. Setiap intervensi dokter membutuhkan
tanggung
jawab
keperawatan
spesifik
dan
pengetahuan keperawatan teknik spesifik. Ketika memberikan obat
– obatan, perawat bertanggung jawab untuk mengetahui klasifikasi dari obat, kerja fisiologisnya, dosis normal, efek samping, dan intervensi keperawatan yang berhubungan dengan kerja obat ] L atau efek sampingnya. Intervensi keperawatan yang berkaitan dengan pemberian medikasi bergantung pada instruksi tertulis dokter. 3. Intervensi Kolaboratif Intervensi kolaboratif adalah terapi yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian dari berbagai profesional perawatan kesehatan. Sebagai contoh, Tn. J adalah pria yang berusia 78 tahun yang mengalami hemiplegia akibat stroke dan juga mempunyai riwayat demensia lama. Fungsi kognitifnya terbatas, ia beresiko mengalami masalah yang berhubungan dengan kerusakan sensasi dan mobilitas, dan tidak mampu secara mandiri menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari – hari. Dengan tujuan agar Tn. J mempertahankan tingkat kesehatannya saat ini, ia membutuhkan intervensi keperawatan spesifik untuk mencegah luka dekubitus; intervensi terapi fisik untuk mencegah perubahan muskuloskeletal akibat imobilitas; dan intervensi terapi okupasi untuk makan dan kebutuhan higiene. Perawatan klien ini membutuhkan koordinasi intervensi kolaboratif dari berbagai profesional perawatan kesehatan yang semuanya diarahkan pada tujuan jangka panjang untuk mempertahankan tingkat kesehatan Tn. J saat ini. Intervensi perawat, intervensi dokter, dan intervensi kolaboratif membutuhkan penilaian keperawatan yang kritis dan pembuatan keputusan. Ketika menghadapi intervensi dokter atau intervensi kolaboratif, perawat tidak secara otomatis mengimplementasikan terapi, tetapi harus menentukan apakah intervensi yang diminta sesuai untuk klien. c. Pemilihan Intervensi Keperawatan a. Karakter Diagnosa Keperawatan
1) Intervensi harus diarahkan pada pengubahan etiologi atau tanda dan gejala yang berkaitan dengan label diagnostik. 2) Intervensi diarahkan pada pengubahan atau menghilangkan faktor – faktor resiko, yang berkaitan dengan diagnosa keperawatan “Faktor resiko”. b. Hasil yang Diharapkan Hasil dinyatakan dalam istilah yang dapat diukur dan digunakan untuk mengevaluasi keefektifan intervensi. c. Dasar Riset 1) Tinjauan riset keperawatan klinis yang berhubungan dengan label diagnostik dan masalah klien. 2) Tinjauan artikel yang menguraikan penggunaan temuan riset dalam situasi dan linkungan klinis yang serupa. d.
Kemungkinan untuk dikerjakan 1) Interaksi dari intervensi keperawatan dengan tindakan yang sedang diberikan oleh profesional kesehatan lain. 2) Biaya : Apakah intervensi mempunyai nilai yang efektif baik secara klinis maupun biaya? 3) Waktu : Apakah waktu dan sumber tenaga tertangani dengan baik?
e. Keberterimaan Klien 1) Rencana tindakan harus sejalan dengan tujuan klien dan nilai perawatan kesehatan klien. 2) Tujuan keperawatan yang diputuskan secara mutual. 3) Klien harus mampu melakukan perawatan diri atau mempunyai orang yang dapat membantu dalam perawatan kesehatan tersebut. f. Kompetensi dari perawat 1) Berpengetahuan banyak tentang rasional ilmiah intervensi. 2) Memiliki keterampilan fisiologis dan psikomotor yang diperlukan untuk menyelesaikan intervensi. 3) Kemampuan untuk berfungsi dalam lingkungan dan secara efektif dan efisien menggunakan sumber perawatan kesehatan. d.
Syarat Intervensi
1. Aman dan sesuai usia, kesehatan, dan kondisi individu. 2. Sesuai dengan nilai, kepercayaan, dan budaya klien. 3. Sesuai dengan terapi lain. 4. Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman keperawatan atau pengetahuan dari ilmu pengetahuanyang relevan. 5. Memenuhi standar asuhan baku yang ditentukan oleh hukum negara bagian, asosiasi profesional(American Nurses Association), dan kebijakan institusi. Pedoman penulisan kriteria hasil berdasarkan SMART : S
= Spesifik (Tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti
ganda) M = Measurable (Tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang perilaku klien; dapat di lihat, didengar, diraba, dirasakan dan dibau) A = Achievable (Tujuan harus di capai ) R = Reasonable (Tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah) T = Time ( Tujuan keperawatan ) 2. Intervensi pada pasien atsma bronchiale DIAGNOSA Dx 1 :
TUJUAN Setelah dilakukan
INTERVENSI Intervensi 1
Bersihan jalan
tindakan
(Manajemen
napas tidak
keperawatan
jalan napas)
efektif b.d
selama 3 x 24 jam
1. Monitor
spasme jalan
diharapkan dapat
bunyi napas
napas d.d batuk
batuk secara efektif
tambahan
perawat
Kriteria hasil :
(mis.
mengetahui
Gurgling,
bunyi napas
mengi,
tambahan untuk
wheezing,
melakukan
di jalan nafas
ronkhi
tindakan
- Tidak terdengar
kering).
selanjutnya
tidak efektif, atau tidak mampu batuk. (D.0001, Hal 18)
- Pasien dapat batuk efektif - Tidak ada sputum
RASIONAL
1. Diharapkan
mengi pada pasien 2. Monitor - Tidak terdengar
jumlah
2. Diharapkan
Wheezing pada
sputum
perawat
pasien
mengetahui
- Frekuensi nafas 16-20x/menit - Pola nafas normal
jumlah sputum 3. Posisikan semi-fowler atau fowler
pada pasien. 3. Diharapkan setelah diberikan posisi semi fowler atau fowler dapat memudahkan pasien mengeluarkan sputum melalui
4. Berikan
batuk efektif
minum hangat 4. Diharapkan pasien dapat merasa lebih nyaman setelah diberikan 5. Anjurkan Teknik batuk efektif
minuman hangat 5. Setelah perawat menganjurkan teknik batuk efektif pasien dapat bernapas dengan optimal
6. Kolaborasi
6. Diharapkan
pemberian
perawat
bronkodilator
melakukan pemberian bronkdilator
dalam pengawasan dokter. Dx 2 :
Tujuan :
(Dukungan
Gangguan
Setelah dilakukan
ventilasi)
ventilasi
tindakan
1. Identifikasi
spontan b.d
keperawatan
adanya
kelemahan otot
selama 1 x 24 jam
kelelahan
pernafasan d.d
diharapkan
otot bantu
pernapasan pasien
nafas
penggunaan otot bantu napas meningkat. (D.0004, Hal 24)
kembali normal
2. Monitor status
Kriteria hasil :
respirasi dan
- Volume tidal pada
oksigenasi
pasien normal (≤
( mis,
50 ml )
frekuensi dan
- Pasien tidak
kedalaman
merasakan
napas,
dyspnea
penggunaan
- Penggunaan otot
otot bantu
bantu napas pada
napas , bunyi
pasien bekerja
napas
dengan optimal
tambahan , )
- Pasien tidak
pasien tidak mengalami kelelahan pada otot bantu nafas 2. Setelah perawat memonitor status respirasi dan oksigenasi pada pasien, diharapkan penggunaan otot bantu nafas bekerja dengan optimal sehingga, frekuensi dan kedalaman nafas pasien
merasa gelisah - Pasien tidak
1. Diharapkan
3. Identifikasi
merasakan
efek
takikardi
perubahan posisi terhadap status pernapasan
menjadi normal. 3.Setelah perawat melakukan perubahan posisi terhadap tubuh pasien, diharapkan kondisi pasien membaik dan cara
4. Pertahankan
bernafasnya
kepatenan
dapat lebih
jalan napas
nyaman. 4.Diharapkan setelah melakukan kepatenan pada
5. Berikan
jalan nafas
oksigenasi
pasien ,pasien
sesuai
dapat bernafas
kebutuhan
dengan normal.
(mis, nasal kanul, ) 6. Ajarkan
5. diharapkan perawat dapat
melakukan
memantau
Teknik
ketika pasien
relaksasi
membutuhkan
napas dalam
oksigen. 6. setelah mengajarkan pasien cara melakukan teknik relakksasi nafas dalam, diharapkan pasien dapat melakukan dengan mandiri.
Dx 3 :
Tujuan :
Pola napas tidak Setelah dilakukan efektif
b.d tindakan
posisi
tubuh keperawatan
(Pemantauan Respirasi) 1. Monitor pola napas
1. Setelah perawat memonitor pola
yang
selama 1x24 jam
nafas
menghambat
diharapkan pola
,diharapkan
ekspansi
paru napas teratur
pasien dapat
d,d
fase dengan
mengatur pola
ekspirasi memanjang. ( 26)
D.0005,Hal
Kriteria hasil : - Klien tidak merasa sesak
2. Monitor kemampuan batuk efektif
- Penggunaan otot
nafas secara efisein 2. Setelah perawat memonitor
bantu napas klien
kemampuan
berjalan dengan
batuk efektif ,
optimal
diharapkan
- Pemanjangan fase
3. Monitor
pasien mampu
ekspirasi pada
adanya
melakukan
klien bekerja
produksi
batuk efektif
dengan optimal
sputum
3. Setelah perawat
- Frekuensi napas
memonitor
pada klien normal
adanya produksi
- Kedalaman napas
sputum
pada klien, normal - Pola ekspirasi dan
,diharapkan 4. Auskultasi bunyi napas.
pada saat batuk efektif, pasien
inspirasi pada
mampu
klien, sama
mengeluarkan 4. Diharapkan pasien siap sehingga perawat dapat 5. Atur interval
melakukan
pemantauan
tindakan
respirasi
auskultasi bunyi
sesuai kondisi
napas
pasien
5. Diharapkan pasien siap dan setuju ketika
perawat akan mengatur 6. Dokumentasi
interval
kan hasil
pemantauan
pemantauan
respirasi 6. Diharapkan pasien siap dan setuju saat perawat akan
7. Jelaskan
mendokumentas
tujuan dan
ikan hasil
prosedur
pemantauan.
pemantauan
7. Diharapkan perawat menjelaskan tujuan dan prosedur untuk meningkatkan kesehatan
Tujuan :
Gangguan
Setelah dilakukan
Ventilasi
penyapihan
tindakan
Mekanik)
ventilator b.d
keperawatan
hipersekresi
selama 3 x 24 jam
kemampuan
mampu saat
jalan napas d.d
diharapkan upaya
untuk
hendak
upaya napas
napas dan bantuan
disapih
dilakukannya
dan bantuan
ventilator
(meliputi ,
pemkes untuk
ventilator
membaik dan
kondisi
mengetahui
(D.0004,Hal
normal
optimal,
kondisi pasien
24)
(Penyapihan
pasien. R:
Dx 4 :
1. Periksa
1. Diharapkan pasien siap dan
bebas KH : - Volume tidal pada pasien normal (±
infeksi) 2. Monitor tanda-tanda
2. Diharapkan perawat siap untuk
500 ml)
kelelahan
mengetahui
(mis, napas
tanda-tanda
pasien menurun
cepat dan
kelelahan
- Penggunaan otot
dangkal)
mis( mis, napas
- Dispnea pada
cepat dan
bantu napas pada pasien bekera dengan optimal - Pasien tidak merasa gelisah
3. Posisikan pasien semi
dangkal) 3. Setelah perawat
fowler (30-
me,berikan
45o)
posis semi fowler/fowler
- Pasien tidak merasakan
pasien
takikardia
mendapatkan 4. Lakukan uji coba penyapihan (30-120 menit dengan napas spontan dibantu ventilator)
posisi senyaman mungkin 4. Diharapkan pasien siap untuk dilakukan diuji coba dengan tujuan membantu pernapasan pasien
5. Berikan dukungan psikologis
5. Setelah perawat memberikan dukungan psikologis, diharapkan pasien siap dan tidak takikardia untuk
6. Ajarkan cara pengontrolan
dilakukannya tindakan
napas saat penyapihan
selanjutnya 6. Diharapkan pasien mengkonsumsi
7. Kolaborasi
obat oral yang
obat oral
telah diberikan
yang
sesuai resep
meningkatka
dokter
n kepatenan
7. Setelah perawat
jalan napas
mengajarkan
dan
pengontrolan
pertukaran
napas saat
gas
penyapihan diharapkan pasien dapat melakukannya secara mandiri
Dx 5:
Tujuan :
(Terapi
Gangguan
setelah dilakukan
Oksigen)
pertukaran gas
tindakan
b.d
keperawatan
oksigen secara
pasien
ketidakseimban
selama 3x24 jam
periodik dan
memonitor
gan ventilasi-
diharapkan
pastikan fraksi
aliran oksigen
perfusi d.d
penggunaan otot
yang dberikan
secara periodik
penggunaan
napas normal.
cukup.
dan memastikan
1. Monitor aliran 1. Diharapkan
otot napas
fraksi yang
meningkat
Kriteria Hasil :
(D0003,Hal 22)
- Dispnea menurun - Bunyi napas
diberikan cukup 2. Diharapkan 2. Monitor
perawat
tambahan
kecemasan
memonitor
menurun
akibat terapi
kecemasan
oksigen
akibat terapi
- Pasien tidak merasa gelisah
oksigen
3. Setelah pasien 3. Pertahankan
dapat
kepatenan
mempertahanka
jalan nafas
n kepatenan
(mis. Chil thit
jalan nafas ,
dan jaw trhust)
diharapkan pasien kembali dapat bernafas normal.
4. Ajarkan
4. Diharapkan
pasien dan
pasien dan
keluarga cara
keluarga dapat
menggunakan
memahami dan
oksigen
menggunakkan
dirumah
oksigen dirumah secara
5. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
mandiri. 5. Diharapkan setelah menentukan dosis oksigen sesuai anjuran dokter, diharapkan pasien mnerapkan penentuan dosis oksigen yang telah di tentukan
Dx 6:
Tujuan :
(Dukungan
Gangguan pola
Setelah dilakukan
tidur )
tidur b.d
tindakan
kurangnya
keperawatan
1. Identifikasi pola aktivitas
1. Diharapkan perawat mengetahui
kontrol tidur d.d selama 3x24 jam
dan tidur
mengeluh sulit
yang diharapkan
tidur. (D.0055,
dengan pola tidur
prosedur
Hal 126)
yang normal
untuk
dengan
meningkatkan
melakukan
Kriteria hasil :
kenyamanan
pengaturan
- Klien dapat tidur
(mis,
posisi pasien
pengaturan
diharapkan
posisi,
dapat merasa
dengan mudah - Klien dapat
2. Lakukan
aktivitas dan pasien. 2. Setelah perawat
nyaman.
tertidur dengan waktu yang
pola tidur
3. Jelaskan
optimal (8 jam)
pentingnya
- Klien merasakan
tidur cukup
pasien dapat
selama sakit
mengerti
tidur yang cukup - Klien dapat
4. Ajarkan
3. Diharapkan
bagaimana
berkonsentrasi
relaksasi otot
pentingnya tidur
dalam mengatur
autogenic
cukup selama sakit
pola tidur
4. Setelah perawat mengajarkan cara relaksasi otot autogenic diharapkan pasien dapat melakukan relaksasi secara mandiri. Dx 7 :
Tujuan :
(Edukasi
Manajemen
setelah dilakukan
kesehatan)
kesehatan tidak
tindakan
efektif d.d
keperawatan
kesiapan dan
memberikan
kurang terpapar
selama 3x24 jam
kemampuan
informasi,
informasi,
diharapkan mampu
menerima
diharapkan
mengungkapka
mengetahui tentang
informasi
pasien siap dan
1. Identifikasi
1. Setelah perawat
n kesulitan
penyakitnya
dapat
dalam
dengan
memahami
menjalani
2. Identifikasi
informasi
program
kriteria hasil :
faktor-faktor
2. Setelah perawat
perawatan atau
- Klien dapat
yang dapat
memberikan
pengobatan,
melakukan
meningkatkan
motivasi
gagal
tindakan untuk
dan
perilaku hidup
melakukan
mengurangi faktor
menurunkan
bersih dan sehat
tindakan untuk
resiko secara
motivasi
diharapkan
mengurangi
mandiri
perilaku hidup
pasien dapat
bersih dan
menerapkannya.
atau
- Klien dapat
pengebatan,
menerapkan
aktifitas hidup
program kesehatan 3. Sediakan
sehari-hari tidak
secara mandiri
efektif untuk
- Klien dapat
sehat materi dan
3. Diharpakan
media
pasien dapat
tujuan
mengatur aktivitas
Pendidikan
menerima
kesehatan.
hidup sehari-hari
kesehatan.
materi dan
(D0116, Hal
nya secara mandiri
256)
- Klien tidak
media 4. Berikan
Pendidikan
kesulitan dalam
kesempatan
kesehatan
menjalani program
untuk
perawat.
kesehatan/pengoba
bertanya.
4. Diharapkan pasien bertanya
tan secara mandiri 5. Jelaskan faktor resiko
tentang kesehatannya
yang dapat mempengaruh 5. Setelah perawat i kesehatan
menjelaskan faktor-faktor resiko yang
6. Ajarkan
mempengaruhi
perilaku hidup
kesehatan,
sehat
pasien dapat memahami
bagaimana cara mengatasi penyakit yang diderita 6. Setelah perawat mengajarkan hidup bersih dan sehat, pasien dapat menerapkannya. Dx 8: Defisit
nutrisi
Tujuan :
( Manajemen
Setelah melakukan
Nutrisi )
b.d
tindakan
ketidakmampua
keperawatan
makanan yang
pasien dapat
n menelan d.d
selama 1x24 jam
disukai
meningkatkan
otot
diharapkan pasien
menelan
1. Identifikasi
1. Diharapkan
nafsu makan
melemah
dapat menelan
2. Mengidentifik
(D0019,Hal 56)
makanan/minuman
asi status
KH :
nutrisi
2.Diharapkan pasien bisa memenuhi
- Pasien dapat menghabiskan
kecukupan
makanan sesuai
nutrisi
porsi yang disediakan - Kekuatan otot menelan pasien
3. identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
nutrient
memverbalisasi
diharapkan
untuk
kondisi kalori
meningkatkan
mengkonsumsi
tentang kalori dan jenis
- Pasien dapat
- Pasien
menyampaikan kebutuhan
meningkat
nutrisi
3.setelah perawat
4. identifikasi alergi dan intorensi
dan nutrisi pasien membaik.
makananan yang
makanan
bergizi - Pasien dapat makan 3x1 hari - Nafsu makan pada pasien membaik
4.Diharapkan perawat
5. berikan makan
mengetahui
tinggi kalori
alergi pada
dan tinggi
pasien dan
protein
setelah perawat mengintorensi
6. kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis yang dibutuhkan.
makanan, pasien dapat menghindari makanan yang telah dijelaskan. 5.Diharapkan pasien mengkonsumsi makanan tinggi serat dan tinggi kalori untuk memenuhi asupan nutrisi yang seimbang 6. Setelah perawat berkolaborasi dengan ahli gizi. Diharapkan pasien dapat menentukan jumlah kalori sesuai
Dx 9:
Tujuan :
(Edukasi
Kesiapan
setalah dilakukan
kesehatan)
peningkatan
tindakan
managemen
keperawatan
1. Identifikasi kesiapan dan
kebutuhan. R: 1. Setelah perawat memberikan
kesehatan d.d
selama 1x24 jam
kemampuan
informasi,
pilihan hidup
diharapkan pasien
menerima
diharapkan
sehari-hari tepat
mengetahui cara
informasi
pasien dapat
untuk
pencegahan dan
memahami dan
memenuhi
peringkatannya
mampu
program
kesehatanya secara
menerima
kesehatan,
mandiri.
mengungkapka
KH :
faktor-faktor
n pasien
- Pasien dapat
yang dapat
memberikan
2. Identifikasi
informasi 2. Setelah perawat
menanyakan
melakukan
meningkatkan
motivasi
masalah
tindakan untuk
dan
perilaku hidup
pencegahan
mengurangi
menurunkan
bersih dan sehat
kesehatannya
faktor resiko
motivasi
diharapkan
dan
secara mandiri
perilaku hidup
pasien dapat
bersih dan
menerapkannya.
meningkatkan
- Pasien dapat
program
menerapkan
sehat
kesehatannya.
program
(D0110, Hal
perawatan secara 3. Sediakan
244)
mandiri
3. Diharpakan
materi dan
perawat
media
menyediakan
aktivitas sdidup
Pendidikan
materi dan
sehari-hari secara
kesehatan.
media
- Pasien melakukan
efektif untuk
Pendidikan
memenuhi tujuan
sesuai
kesehatan secara mandiri - Pasien dapat memverbalisasi kesulitan dalam menjalani program perawatan/pengo batan secara
4. Berikan kesempatan untuk bertanya. 5. Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruh
kebutuhan pasien. 4. Diharapkan pasien mendapatkan kesempatan untuk bertanya 5. Setelah perawat menjelaskan
mandiri
i kesehatan
faktor-faktor resiko yang mempengaruhi kesehatan, pasien dapat memahami bagaimana cara mengatasi
6. Ajarkan perilaku hidup sehat.
penyakit yang diderita 6. Setelah perawat mengajarkan hidup bersih dan sehat, diharapkan pasien dapat menerapkannya.
Dx 10 :
Tujuan :
(Pencegahan
Resiko jatuh d.d
Setelah dilakukan
Jatuh)
kekuatan otot
tindakan
menurun
keperawatan 3 x 24
(D.0143, Hal
jam pasien
306)
diharapkan kekuatan otot meningkat.
1. Identifikasi faktor risiko jatuh (mis , keseimbangan )
R: 1. Setelah perawat mengidentifika si risiko jatuh. Diharapkan pasien
Kriteria Hasil :
menjelaskan
- Pasien mampu
faktor risiko jatuh.
duduk tanpa
2. Setelah
sandaran
perawat
- Pasien mampu bangkit dari tempat duduk
2. Gunakan alat
memberikan
bantu jalan
fasilitas alat
secara mandiri - Pasien dapat mengontrol
(mis.kursi roda/walker)
bantu, diharapkan pasien dapat
keseimbangan
mengendalikan
saat berdiri
keseimbangann
secara mandiri
ya.
- Pasien dapat mengontrol keseimbangan saat bejalan secara mandiri - Pasien dapat mengontrol keseimbangan saat berdiri dengan satu kaki secara mandiri - Pasien tidak merasa pusing
3. Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh 4. Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan keseimbangan saat berdiri
3. Setelah perawat menganjurkan untuk berkonsentrasi dalam menjaga keseimbangan diharapkan pasien dapat melakukan secara mandiri. 4. Diharapkan pasien dapat melebarkan
saat berdiri
kaki untuk meningkatkan kesimbangan saat berdiri 5. Ajarkan cara
5. Setelah
menggunakan
perawat
bel pemanggil
mengajarkan
untuk
cara
memanggil
menggunakan
perawat
bel pemanggil perawat. Diharapkan pasien dapat melakukannya
(Pencegahan
secara mandiri. R:
Dx 11 :
Tujuan :
Risiko alergi
Setelah dilakukan
d.d terpapar
tindakan
alergen
keperawatan 3 x 24
riwayat alergi
perawat
lingkungan
jam pasien
misalnya debu
mengidentifikas
(D0134, Hal
diharapkan tidak
dan udara
i riwayat alergi.
292)
mudah terpapar
Diharapkan
alergen lingkungan 2. Pasang gelang
pasien dapat
KH :
tanda alergi
menjelaskan
- Pasien tidak
pada lengan
riwayat alergi.
alergi) 1. Identifikasi
1.
Setelah
2.
bersin
Diharapka n perawat
- Kunjungtiva pada pasien tidak anemis - Dispnea pada pasien menurun
3. Ajarkan
memasang
mencegah
tanda alergi
paparan
dilengan untuk
allergen
mengetahui identitas pasien
- Tidak terdengar 3.
wheezing pada pasien
4. Kolaborasi
Setelah perawat
- Pasien tidak
dengan
mengajarkan
merasakan
tenanga
cara
takikardia
kesehatan
menghindari
dalam
dan mecegah
pada pesien
pencegahan
paparan alergi.
normal ( 120/80
alergi (mis
Diharapkan
mmHg )
dokter)
pasien dapat
- Tekanan darah
menerapkannya. 4.
Setelah perawat berkolaborasi dengan dokter.Diharapk an pasien dapat
menerapkan cara pencegahan Tujuan
Gangguan rasa
setelah dialakukan
nyaman b.d
tindakan
gangguan
keperawatan 1x24
ketidakmam
perawat
stimulus d.d
jamyang
puan
mengetahui
gelisah saat
diharapkan pasien
berkonsentra
faktor dari
cuaca
merasakan nyaman
si
ketidakmampua
panas/dingin
saat bernafas
(D0074, Hal
Kriteria Hasil :
respon
berkonsentrasi
166)
- Klien dapat tidur
terhadap
pada pasien
dengan nyaman
(Terapi
alergi. R:
Dx 12 :
Relaksasi ) 1. Identifikasi
2. Monitor
terapi
- Klien tidak
relaksasi
merasakan
3. Ciptakan
1. Diharapkan
n
2. Diharapkan perawat memonitor
lingkungan
respon terapi
tenang dan
relaksasi untuk
tertidur dengan
tanpa
mengetahui
waktu yang
gangguan
respon pasien.
optimal (8 jam)
suhu ruang
gelisah - Klien dapat
- Klien tidak merasakan
nyaman 4. Jelaskan
3. Diharapkan perawat memberikan
tujuan,
fasilitas
manfaat ,
lingkungan
merasakan
Batasan dan
tenang dan suhu
kepanasan
jenis
ruang nyaman
relaksasi
untuk
yang
menyesuaikan
tersedia (mis.
kondisi pasien.
kedinginan - Klien tidak
- Suhu tubuh (38oC)
napas dalam,
4. Diharapkan
relaksasi
pasien
otot
memahami
progresif)
tujuan,dan
5. Anjurkan
manfaat napas
rileks dan
dalam/relaksasi
merasakan
otot progresif
sensasi relaksasi 6. Anjurkan sering
5. Diharapkan
mengulangi
pasien dapat
teknik
melakukan
relaksasi
arahan perawat
yang dipilih
secara secara mandiri. 6. Diharapkan pasien dapat mengulangi teknik relaksasi secara mandiri
Dx 13 :
Tujuan :
Resiko aspirasi
Setelah dilakukan
d.d gangguan
tindakan
menelan
keperawatan
muntah dan
perawat
(D0006, Hal
diharapkan psien
kemampuan
mengetahui
28)
dapat menelan
menelan
kemampuan
dengan mudah
(Pencegahan
R:
Aspirasi) 1. Monitor
2. Monitor bunyi
Kriteria Hasil :
napas,
- Pasien mampu
terutama
1. Diharapkan
muntah dan menelan pasien 2. Diharapkan
mempertahankan
setelah
perawat dapat
makanan/minuma
makan/minum
mengetahui
n dumulut
3. Periksa
bunyi napas
kepatenan
setelah pasien
mengolah
selang
menerima
makanan/minuma
nasogastrik
makanan/minu
n dengan baik
sebelum
man.
- Pasien dapat
- Pasien tidak tersedak saat
memberi asupan oral
3. Diharapkan perawat
menerima
memeriksa
makanan/minuma
selang
n
nasogastric sebelum
- Pasien tidak memuntahkan
memberi
makanan/minuma
asupan oral
n
untuk mencegah terjadinya kesalahan. 4. Posisi semi
4. Diharapkan
fowler (30-45o
perawat
) 30 menit
meberikan
sebelum
posisi semi
memberi
fowler (30-45o )
asupan oral
30 menit sebelum memberi asupan oral untuk memberikan posisi senyaman
5. Berikan asupan oral menggunakan nasogastric
mungkin terhadap pasien 5. Setelah perawat memberi asupan oral diharapkan
6. Pertahankan kepatenan
pasien dapat menerima makanan
jalan napas
6. Diharapkan
(mis. teknik
perawat dapat
chin lift)
melakukan kepatenan jalan napas untuk memudahkan
7. Ajarkan strategi mencegah aspirasi
pasien dalam menerima makanan. 7. Setelah perawat mengajarkan strategi mencegah aspirasi, diharapkan pasien dapa melakukannya secara mandiri.
3) Implementasi Keperawatan 1. Teori implementasi Menurut Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997 Impelementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan.
Menurut Kozier et al., 1995 Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. a. Tujuan Implementasi 1) Membantu klien untuk mencapai tujuan yang diinginkan 2) Mencakup dalam peningkatan kesehatan 3) Mencakuppencegahanpenyakit 4) Mencakup pemulihankesehatan 5) Memfasilitasi klien
b. Tipe Implementasi Menurut Craven dan Hirnle (2000) secara garis besar terdapat tiga kategori dari implementasi keperawatan, antara lain: 1. Cognitive Implementations Meliputi pengajaran/pendidikan, menghubungkan tingkat
pengetahuan
klien dengan kegiatan hidup sehari-hari, membuat strategi untuk klien dengan disfungsi komunikasi, memberikan umpan balik, mengawasi tim keperawatan,
mengawasi
penampilan
klien
dan
keluarga,
serta
menciptakan lingkungan sesuai kebutuhan, dan lain lain. 2. Interpersonal Implementations Meliputi
koordinasi
kegiatan-kegiatan,
meningkatkan
pelayanan,
menciptakan komunikasi terapeutik, menetapkan jadwal personal, pengungkapan perasaan, memberikan dukungan spiritual, bertindak sebagai advokasi klien, role model, dan lain lain. 3. Teknical Implementations Meliputi pemberian perawatan kebersihan kulit, melakukan aktivitas rutin keperawatan, menemukan perubahan dari data dasar klien, mengorganisir respon klien yang abnormal, melakukan tindakan keperawatan mandiri,
kolaborasi, dan rujukan, dan lain-lain (Budiono & Sumirah Budi Pertami, 2015, hal : 191-192). Sedangkan dalam melakukan implementasi keperawatan, perawat dapat melakukannya sesuai dengan rencana keperawatan dan jenis implementasi keperawatan. Dalam pelaksanaannya terdapat tiga jenis implementasi keperawatan, antara lain: i) Independent Implementations implementasi yang diprakarsai sendiri oleh perawat untuk membantu klien dalam mengatasi masalahnya sesuai dengan kebutuhan, misalnya: membantu dalam memenuhi activity daily living (ADL),
memberikan
perawatan
diri,
mengatur
posisi
tidur,
menciptakan lingkungan yang terapeutik, memberikan dorongan motivasi, pemenuhan kebutuhan psiko-sosio-spiritual, perawatan alat invasif yang dipergunakan klien, melakukan dokumentasi, dan lainlain. Tipe tindakan independen keperawatan dapat dikategorikan menjadi 4, yaitu 1) Tindakan Diagnostik a) Wawancara dengan klien b) Observasi dengan pemeriksaan fisik c) Melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana, misalnya (Hb). Dengan membaca hasil dari pemeriksaan laboratorium tersebut. 2) Tindakan Terapeutik Tindakan untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi masalah klien. Misalnya: Untuk mencegah gangguan integritas kulit dengan melakukan mobilisasi dan memberikan bantal air pada bagian tubuh yang tertekan. Contoh penulisan : 11/10/2004 lakukan mobilisasi klien tiap dua jam dan beri bantal air pada bagian tubuh yang tertekan.
3)Tindakan Edukasi Tindakan untuk mengubah perilaku klien melalui promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan kepada klien.Misalnya : Perawat mengajarkan kepada klien cara injeksi insulin. Contoh penulisan: 11/10/2004 mengajarkan klien cara injeksi insulin. 4) Tindakan Merujuk Tindakan kerjasama dengan tim kesehatan lainnya. Contoh penulisan: 11/10.2004 konsul dengan ahli terapi fisik mengenai kemajuan klien menggunakan waktu pada tanggal 12/10/2004. ii)
Interdependen/ Collaborative Implementations Tindakan keperawatan atas dasar kerjasama sesama tim keperawatan atau dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter. Contohnya dalam hal pemberian obat oral, obat injeksi, infus, kateter urin, naso gastric tube (NGT), dan lain-lain. Keterkaitan dalam tindakan kerjasama ini misalnya dalam pemberian obat injeksi, jenis obat, dosis, dan efek samping merupakan tanggungjawab dokter tetapi benar obat, ketepatan jadwal pemberian, ketepatan cara pemberian, ketepatan dosis pemberian, dan ketepatan klien, serta respon klien setelah pemberian merupakan tanggung jawab dan menjadi perhatian perawat.
iii)
Dependent Implementations Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dari profesi lain, seperti ahli gizi, physiotherapies, psikolog dan sebagainya, misalnya dalam hal: pemberian nutrisi pada klien sesuai dengan diit yang telah dibuat oleh ahli gizi, latih an fisik (mobilisasi fisik) sesuai dengan anjuran dari bagian fisioterapi.
c.
Tahap Implementasi
Secara operasional hal-hal yang perlu diperhatikan perawat dalam pelaksanaan implementasi keperawatan adalah: a) Pada Tahap Persiapan 1) Menggali perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan professional sendiri. 2) Memahami rencana keperawatan secara baik. 3) Menguasai keterampilan teknis keperawatan. 4) Memahami rasional ilmiah dari tindakan yang akan dilakukan. 5) Mengetahui sumber daya yang diperlukan. 6) Memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan. 7) Memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan. 8) Memahami efek samping dan komplikasi yang mungkin muncul. 9) Penampilan perawat harus menyakinkan. b) Pada Tahap Pelaksanaan. 1) Mengkomunikasikan/menginformasikan
kepada
klien
tentang
keputusan tindakan keperawatan yang akan dilakukan oleh perawat. 2) Beri kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaannya terhadap penjelasan yang telah diberikan oleh perawat. 3) Menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar manusia dan kemampuan teknis keperawatan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan yang diberikan oleh perawat. 4) Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah energi klien, pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, privasi, kondisi klien, respon klien terhadap tindakan yang telah diberikan. c)
Pada Tahap Terminasi. 1) Terus memperhatikan respons klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. 2) Tinjau kemajuan klien dari tindakan keperawatan yang telah diberikan. 3) Rapikan peralatan dan lingkungan klien dan lakukan terminasi. 4) Lakukan
pendokumentasian
(Budiono
&
Sumirah
Budi
Pertami,2015,hal : 193). 4. Prinsip Implementasi Beberapa pedomanatauprinsip dalam pelaksanaan implementasi keperawatan adalah sebagai berikut: a. Berdasarkan respons klien. b. Berdasarkan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standar pelayanan professional, hukum dan kode etik keperawatan. c. Bedasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia. d. Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan. e. Mengerti dengan jelas pesanan-pesanan yang ada dalam rencana intervensi keperawatan. f. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan klien sebagai individu dalam upaya meningkatkan peranserta untuk merawat diri sendiri (Self Care). g. Menekankan pada aspek pencegahan dan upaya peningkatan status kesehatan. Dapat menjagarasa aman, harga diri dan melindungi klien. h. Memberikan pendidikan, dukungan dan bantuan. i. Bersifat holistik. j. Kerjasama dengan profesi lain. k. Melakukan dokumentasi 2. Teori implementasi pada pasien atsma bronchiale
NO DX
HARI/TGL/JAM
Dx 1 :
Sabtu, 15 februari
D.0001
2020, 11.00 WITA
IMPLEMENTASI
1.
EVALUASI PROSES & EVALUASI STRUKTUR 1. Pasien
napas tambahan
mengatakan
misalnya mengi.
adanya bunyi napas tambahan. Pasien terlihat
2.
sulit bernapas Teknik batuk efektif pada pasien
2. Pasien merasakan efek nyaman
setelah diberikan teknik batuk efektif. Pasien tidak lagi meringis dan merasa kebih 3. Memberikan posisi semi-fowler atau fowler pada pasien
lega 3. Pasien merasakan posisi yang lebih nyaman setelah dilakukannya tindakan. Menunjukkan alat untuk memberikan posisi semifowler/fowler (bad) berfunsi
4.
Memberikan minum hangat pada pasien
dengan baik. 4. Pasien merasa lebih nyaman pada jalan napas.
5.
Melakukan penghisapan
Pasien terlihat lebih rileks
lendir kurang dari 5. Lendir di jalan 14 detik . napas pasien berkurang. Menunjukkan kondisi alat (penngisapan lendir/suction) bekerja dengan baik Dx 2 :
Sabtu,
15
februari 1. Mengidentifikasi
D.0004
2020, 11.00 WITA
adanya kelelahan otot bantu nafas
1. Pasien menunjukkan
lokasi
nyeri
dada.
Pengukur
nyeri
visual
analog
(VAS
terfasilitasi 2. Memonitor status respirasi dan oksigenasi (mis, frekuensi kedalaman napas,dan bunyi napas tambahan)
di
dan
kondisi alat bagus) 2. Pasien merasakan efek yang nyaman saat bernapas setelah dilakukannya tindakan. Menunjukkan kondisi alat
3. Mengidentifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan
4. Pertahankan kepatenan jalan napas
berfungsi dengan baik 3. Pasien merasakan efek posisi yang nyaman.
Pasien
terlihat
tidak
gelisah
setelah
diberikan posisi . 4. Pasien merasakan efek setelah diberikan kepatenan jalan
5. Memberikan oksigenasi sesuai kebutuhan mis, nasal kanul,
napas. Pasien tidak sesak lagi 5. Pasien mengatakan dirinya dapat bernapas dengan
lebih nyaman. Alat tersedia dan kondisi nasal 6.
Mengajarkan melakukan Teknik
kanual baik. 6. Pasien
relaksasi napas
mengatakan tidak
dalam pada pasien
dapat bernapas dengan baik. Pasien melakukan teknik relaksasi napas dalam
15
dengan benar. februari 1. Perawat memonitor 1. Pasien merasakan
Dx 3 :
Sabtu,
D.0005
2020, 11.00 WITA
pola napas
efek yang nyaman saat bernapas setelah dilakukannya tindakan. Menunjukan alat berfungsi dengan baik. 2. Pasien mengatakan
2. Memonitor kemampuan
batuk
efektif
mampu melakukan batuk efektif. Pasien menganggukkan kepala saat akan dilakukannya tindakan.
3. Memonitor adanya produksi sputum
3. Pasien mengatakan dapat bernapas dengan baik.
Menunjukkan teknik relaksasi dilakukan dengan benar. 4. Melakukan auskultasi bunyi napas
4. Pasien menganggukan kepala. Pasien siap saat hendak likakukannya tindakan auskultasi napas.
Dx 4:
Sabtu,
15
februari
D.0004
2020, 11.00 WITA 1. Memeriksa kemampuan untuk disapih (mis, kondisi optimal dan bebas infeksi)
1. Perawat mengatakan siap dan mampu saat hendak di lakukannya pemkes. Pasien mampu dan siap saat dilakukannya tindakan pemkes. 2. Pasien
2. Memonitor status cairan
mengatakan siap saat hendak dilakukannya tindakan pemkes status cairan. Pasien siap saat hendak dilakukannya
3. Memposisikan pasien dengan
tindakan pemkes. 3. Pasien
posisi semi
mengatakan
fowler/fowler
mendapatkan posisi nayaman. Pasien mendpatkan posisi yang nyaman, menunjukkan alat
4. Memberikan
yang tersedia
dukungan
berfungsi dengan
psikologis
baik. 4. Pasien mengatakan lebih tenang. Pasien
5. Mengajarkan cara
terlihat lebih
pengontrolan
tenang setelah
napas saat
diberikan
penyapihan
dukungan psikologis 5. Pasien mengatakan dapat melakukan arahan perawat. Pasien mampu melakukan pengontrolan napas saat penyapihan secara
Dx 5 :
Sabtu,
15
D.0003
2020, 11.00 WITA
mandiri. 1. Pasien
februari 1. pasien terhadap
mengatakan
terapi relaksasi
bahwa dirinya merasa nyaman setelah diterapi. Pasien menjadi
lebih rileks. 2.
2. Setelah kepatenan jalan
dilakukannya jaw
napas (mis, jaw
thrust dan chilt thit
thrust dan chil thit)
pasien mengatakan dapat bernapas dengan mudah. Menunjukkan tindakan yang dilakukan benar.
3.
3. Pasien dan keluarga, cara
mengatakan
menggunakan
memahami dan
oksigen dirumah
menggunakan oksigen dirumah secara mandiri. Pasien menerapkan apa yang telah di
4. penentuan dosis oksigen
ajarkan. 4. Pasien mengatakan melakukan penentuan dosis oksigen yang telah di tentukan. Pasien menerapkan penentuan oksigen yang telah di
Dx 6 :
Sabtu,
15
februari 1. Mengidentifikasi
0055
2020, 11.00 WITA
tentukan 1. pasien
pola aktivitas dan
mengatakan sulit
tidur pasien
tidur saat sesak
napasnya kambuh. Pola tidur pasien pasien tidak teratur. 2. Melakukan prosedur 2.
Pasien
untuk meningkatkan
mengatakan
kenyamanan (mis,
setelah diberikan
pengaturan posisi)
pengaturan posisi, pasien dapat
3. Menjelaskan
bernapas dengan
pentingnya tidur cukup selama sakit
mudah. 3.
pada pasien
Pasien mengatakanbahwa tidur dengan
4. Mengajarkan
cukup. Pasien idur
relaksasi otot autogenic
dengan nyenyak 4.
Pasien mengatakan mampu melakukan teknik relaksasi autogenik. . Pasien mampu melakukannya
Dx 7 :
Sabtu,
15
D.0116
2020, 11.00 WITA
secara mandiri 1.1. Pasien
februari 2. Mengidentifikasi
mengatakan
siap
faktor-faktor yang
menerima
dapat meningkatkan
informasi .pasien
dan menurunkan
terlihat
motivasi perilaku
mengaggukan
hidup bersih dan
kepala
sehat 3. Menyediakan
2. Pasien mengatakan telah
materi dan media
meningkatkan
pendidikan
perilaku hidup
kesehatan
sehta. Pasien
4. Memberikan kesempatan untuk
mencuci tangan setelah makan
bertanya kepada pasien
3. Pasien mengatakan memahami isi materi. Media
5. Menjelaskan faktor
pendidikan
resiko yang dapat
kesehatan tersedia
mempengaruhi
dan pasien
kesehatan
memahaminya. 4. Pasien menanyakan kepada
mengenai
kesehatannya. Pasien
terlihat
lebih baik. 5. Pasien mengatakan bahwa dirinya akan lebih waspada terhadap faktor – faktor 6. Perawat
yang dapat
mengajarkan
mempengaruhi
perilaku hidup sehat
kesehatannya. Pasien menerapkan pola hidup sehat setiap
hari. 6. Pasien mengatakan bahwa dirinya akan menjalani hidup sehat. Pasien menerapkan pola hidup yang baik bagi kesehatannya.
Dx 8 :
Sabtu,
15
februari 1.Mengidentifikasi
D.0019
2020, 11.00 WITA
1. Pasien
makanan yang
mengatakkan
disukai.
nafsu makan meningkat jika memakan makanan yang disukai. Nafsu makan pasien
2.Mengidentifikasi status nutrisi
meningkat. 2. Pasien mengatakan mengkonsumsi makanan yang
3. Mengidentifikasi
bernutrisi. Pasien
kebutuhan kalori dan
memenuhi
jenis nutrien
kecukupan nutrisi. 3. Pasien mengatakan kebutuhan kalori dan jenis nutrien membaik.
4.Mengidentifikasi alergi dan intoteransi makanan pasien
Kebutuhan kalori dan nutrien membaik
menunjukkan pasien menerapkan arahan. 4. Pasien mengatakan alergi pada makanan tertentu dan pasien mengatakan akan menghindari Dx 9 :
Sabtu,
15
februari 1. Mengidentifikasi
D.0110
2020, 11.00 WITA
makanan tersebut. 1. Pasien
kesiapan dan
mengatakan siap
kemampuan
dalam menerima
menerima
informasi. Pasien
informasi
memahami informasi yang di sampaikan.
2. Mengidentifikasi 2.Pasien mengatakan faktor-faktor yang akan mencuci dapat meningkatkan dan tangan seblum menurunkan melakukan motifasi prilaku hidup bersih yang aktivitas. Pasien sehat menerapkan informasi yang di sampaikan 3. Berikan mengenai idup kesempatan untuk bertanya. sehat. 4. Menyediakan materi dan media 3.Pasien menanyakan pendidikan mengenai kondisi kesehatan kesehatannya. 4. Pasien mengatakan lebih mudah menerima materi 5. Menjelaskan
dalam bentuk
faktor resiko yang mempengaruhi kesehatan
vidio.pasien terlihat lebih memahami materi menggunakan vidio 5. Pasien mengatakan memahami faktorfaktor yang
6. Ajarkan perilaku hidup sehat.
mempengaruhi kesehatan. Pasien terlihat menganggukan kepala. 6. Pasien mengatakan melakukan perilaku hidup sehat. Pasien terlihat menerapkan perilaku hidup
Dx 10 :
Sabtu,
15
februari 1. Mengidentifikasi
D.0143
2020, 11.00 WITA
sehat 1. Pasien
faktor risiko jatuh
mengatakan
(mis,
mengalami
keseimbangan)
kehilangan keseimbagan. Pasien sulit mengontrol keseimbagannya
2. Memberikan alat
2. Pasien
bantu jalan (mis,
mengatakan lebih
kursi roda/ walker)
nyaman saat diberikan alat bantu. fasilitas alat tersedia dan kondisi alat bagus. Pasien terlihat
3. Menganjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh.
lebih nyaman. 3. Pasien mengatakan dapat berkonsentrasi secara mandiri. Pasien terlihat mnerapkan yang
4. Mengajarkan cara menggunakan bel pemanggil perawat
telah dianjurkan. 4. Pasien menganggukan kepala. Pasien terlihat dapat melakukan secara mandiri.
Dx 11 :
Sabtu,
15
februari
D.0134
2020, 11.00 WITA
1. Mengdentifikasi
1. Pasien
riwayat alergi
mengatakan sesak
(debu,udara)
napasnya kambuh saat berada dilingkungangan berdebu dan cuaca dingin/panas. Pasien alergi terhadap lingkungan yang berdebu dan cuaca panas/dingin
2. Mengajarkan
2. Pasien
menghindari
mengatakan
paparan alergen
menggunakan masker saat berada pada lingkungan alergen. Pasien
menerapkan cara mencegah paparan alergen. 3. Pasien 3. Berkolaborasi
mengatakan
dengan tenaga
melakukan cara
kesehatan dalam
pencegahan
pencegahan
alergen. Pasien
alergen. mis dokter
menerapkan pncegahan alergen yang telah ditetapkan oleh dokter dan perawat.
Dx 12 :
Sabtu,
15
februari
D.0074
2020, 11.00 WITA
1. Memonitor respon
1. Pasien merasakan
terhadap terapi
efek dari terapi
relaksasi
relaksasi dan membuatnya sedikit nyaman. Pasien tidak lagi meringis
2. Jelaskan tujuan manfaat. Batasan dan jenis relaksasi yang tersedia (mis. napas dalam, relaksasi otot progresif)
2. Pasien mengatakan memahami tujuan manfaat. Batasn yang tersedia (mis. napas dalam, relaksasi otot progresif). Pasien terlihat
menganggukan kepala. 3. Menganjurkan
3. Pasien
pasien rileks dan
mengatakan
merasakan sensasi
dapat
relaksasi
melakukannya secara mandiri. Pasien menerapkan arahan.
4. Menganjurkan sering mengulangi teknik relaksasi yang dipilih
4. Pasien mengatakan dapat mengulangi teknik relaksasi yang dipilih. Pasien menerapkan
Dx 13 :
Sabtu, 15 februari
D.0006
2020, 11.00 WITA
1.Memonitor bunyi
anjuran perawat 1. pasien
napas, terutama
mengatakan sulit
setelah
bernapas saat
makan/minum
menerima makanan/minuma n. Bunyi napas pasien tidak teratur setelah
2.Memeriksa
menerima
kepatenan selang
makanan/
nasogastrik sebelum
minuman
memberi asupan oral
2. Pasien mengaggukkan kepala saat hendak
3.Memberikan posisi
diperiksa selang
semi fowler (300-
nasogastrik. Pasien
450) 30 menit
memahami tujuan
sebelum memberi
tindakan.
asupan oral
3. Pasien merasakan efek setelah
4.Memberikan asupan
diberikan posisi
oral menggunkaan
semi fowler. Pasien
nasogastrik.
menemukan posisi yang nyaman 4. Pasien terlihat mudah dalam menerima makanan. Menunjukkan alat
5.Mempertahankan
yang digunakan
kepatenan jalan
berfugsi dengan
napas (mis. teknik,
baik dan alat
chin lift )
tersedia. 5. Pasien melakukan teknik chin lift sesuai arahan.
6.Mengajarkan
Pasien terlihat
strategi pencegahan
lebih mudah dalam
aspirasi
menerima makanan/minuman 6. Perawat mengatakan melakukan strategi pencehagan aspirasi. Pasien dapat melakukannya secara mandiri
4) Evaluasi keperawatan 1. Teori Evaluasi a.
Pengertian Evaluasi Menurut Steven, F. (2000), evaluasi diartikan sebagai : selalu menjaga suatu tujuan ketika muncul hal-hal baru dan memerlukan penyesuaian perencanaan.Menurut Potter & Perry (2005), evaluasi merupakan penilaian terhadap sejumlah informasi yang diberikan untuk tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Wilkinson (2007), evaluasi diartikan sebagai proses yang disengaja dan sistematik dimana penilaian dibuat mengenai kualitas, nilai atau kelayakan dari sesuai dengan membandingkan pada kriteria yang di identifikasi atau standar sebelumnya. Menurut Wilkinson (2007), dalam proses keperawatan, evaluasi adalah suatu aktivitas yang direncanakan, terus menerus, aktifitas yang disengaja dimana klien, keluarga dan perawat serta tenaga kesehatan professional lainnya menentukan : 1. Kemajuan klien terhadap outcome yang dicapai 2. Kefektifan dari rencana asuhan keperawatan Evaluasi dimulai dengan pengkajian dasar dan dilanjutkan selama setiap kontak perawat dengan pasien.Frekuensi evaluasi tergantung dari frekuensi kontak yang ditentukan oleh status klien atau kondisi yang dievaluasi. Contohnya adalah pada saat pasien baru datang dari ruang bedah maka perawat akan mengevaluasi setiap 15 menit. Hari berikutnya mungkin evaluasi akan dilakukan setiap 4 jam dan seterusnya. Menurut Wilkinson (2007) juga, evaluasi yang efektif tergantung pada langkah yang sebelumnya dilakukan.Kegiatan evaluasi tumpang tindih dengan kegiatan pengkajian. Tindakan untuk mengumpulkan data adalah sama tetapi yang membedakan adalah kapan dikumpulkan
dan
bagaimana
dilakukan.
Pada
tahap
pengkajian,
perawat
menggunakan data untuk membuat diagnosa keperawatan sedangkan pada tahap evaluasi, data digunakan untuk mengkaji efek dari asuhan keperawatan terhadap diagnosa keperawatan. Meskipun evaluasi adalah langkah akhir dari proses keperawatan, evaluasi bukan berarti akhir dari proses karena informasi digunakan untuk memulai siklus yang baru. Setelah mengimplementasikan asuhan keperawatan, perawat membandingkan respon pasien terhadap outcome yang telah direncanakan dan menggunakan informasi ini untuk me-review asuhan keperawatan. b.
Jenis-Jenis Evaluasi 1.
Evaluasi Struktur Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek
lingkungan
mempengaruhi
secara
dalam
langsung pemberian
atau
tidak
langsung
pelayanan.Persediaan
perlengkapan, fasilitas fisik, ratio perawat-klien, dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf keperawatan dalam area yang diinginkan. 2.
Evaluasi Proses (Formatif) Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat dan apakah perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan kemampuan tehnikal perawat.
3.
Evaluasi Hasil (Sumatif) Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons prilaku klien merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan
akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil (Budiono & Sumirah Budi Pertami, 2015, hal : 204).
c.Tujuan Evaluasi a.
Tujuan Umum 1. Menjamin asuhan keperawatan secara optimal 2. Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
b. Tujuan Khusus 1) Mengakhiri rencana tindakan keperawatan 2) Menyatakan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum 3) Meneruskan rencana tindakan keperawatan 4) Memodifikasi rencana tindakan keperawatan 5) Dapat menentukan penyebab apabila tujuan asuhan keperawatan belum tercapai. d.Manfaat Evaluasi a. Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien b. Untuk menilai efektifitas, efisiensi dan produktifitas asuhan keperawatan yang diberikan c. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan d. Sebagai umpan balik untuk memperbaiki atau menyusun siklus baru dalam proses keperawatan e. Menunjang tanggung gugat dan tanggung jawab dalam pelaksanaan keperawatan e.Teknik Evaluasi 1. Wawancara Wawancara adalah menanyakan atau membuat tanya-jawab yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh klien, biasa juga disebut dengan anamnesa.
Wawancara
berlangsung
untu
menanyakan
hal-hal
yang
berhubungan dengan masalah yang dihadapi klien dan merupakan suatu komunikasi yang direncanakan. Tujuan dari wawancara adalah untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan masalah keperawatan klien, serta untuk menjalin
hubungan antara perawat dengan klien.Selain itu wawancara juga bertujuan untuk membantu klien memperoleh informasi dan berpartisipasi dalam identifikasi masalah dan tujuan keperawatan, serta membantu perawat untuk menentukan investigasi lebih lanjut selama tahap pengkajian. Semua interaksi perawat dengan klien adalah berdasarkan komunikasi. Komunikasi keperawatan adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan kemampuan skill komunikasi dan interaksi. Komunikasi keperawatan biasanya digunaan untuk memperoleh riwayat keperawatan. Istilah komunikasi terapeutik adalah suatu teknik yang berusaha untuk mengajak klien dan keluarga untuk bertuar pikiran dan perasaan.Teknik tersebut mencakup ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi. Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka atau tertutup, menggali jawaban dan memvalidasi respon klien. Teknik non verbal meliputi: mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan dan konta mata. Mendengarkan secara aktif merupakan suatu hal yang penting dalam pengumpulan data, tetapi juga merupakan sesuatu hal yang sulit dipelajari. Tahapan wawancara / komunikasi : 1) Persiapan Sebelum
melaukan
komunikasi
dengan
klien,
perawat
harus
melakukan persiapan dengan membaca status klien. Perawat diharapkan tidak mempunyai prasangka buruk kepada klien, karena akan mengganggu dalam membina hubungan saling percaya dengan klien. Jika klien belum bersedia untuk berkomunikasi, perawat tidak boleh memaksa atau memberi kesempatan kepada klien kapan mereka sanggup. Pengaturan posisi duduk dan teknik yang akan digunakan dalam wawancara
harus
disusun
sedemikian
rupa
guna
memperlancar
wawancara. 2) Pembukaan atau Perkenalan Langkah pertama perawat dalam mengawali wawancara adalah dengan memperkenalkan diri : nama, status, tujuan wawancara, waktu yang
diperlukan dan faktor-faktor yang menjadi pokok pembicaraan. Perawat perlu memberikan informasi kepada klien mengenai data yang terkumpul dan akan disimpan dimana, bagaimana menyimpannya dan siapa saja yang boleh mengetahuinya.
3) Isi / Tahap Kerja Selama tahap kerja dalam wawancara, perawat memfokuskan arah pembicaraan pada masalah khusus yang ingin diketahui. Hal-hal yang perlu diperhatikan : a) Fokus wawancara adalah klien b) Mendengarkan dengan penuh perhatian. Jelaskan bila perlu. c) Menanyakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien d) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien e) Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup tepat pada waktunya f) Bila perlu diam, untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya g) Sentuhan teraputik, bila diperlukan dan memungkinan. 4) Terminasi Perawat mempersiapkan untu penutupan wawancara.Untuk itu klien harus mengetahui kapan wawancara dan tujuan dari wawancara pada awal perkenalan, sehingga diharapkan pada akhir wawancara perawat dan klien mampu
menilai
keberhasilan
dan
dapat
mengambil
kesimpulan
bersama.Jika diperlukan, perawat perlu membuat perjanjian lagi untuk pertemuan berikutnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara dengan klien adalah : a) Menerima keberadaan klien sebagaimana adanya b) Memberikan kesempatan kepada klien untuk menyampaikan keluhankeluhannya / pendapatnya secara bebas
c) Dalam melakukan wawancara harus dapat menjamin rasa aman dan nyaman bagi klien d) Perawat harus bersikap tenang, sopan dan penuh perhatian e) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti f) Tidak bersifat menggurui g) Memperhatikan pesan yang disampaikan h) Mengurangi hambatan-hambatan i) Posisi duduk yang sesuai (berhadapan, jarak tepat/sesuai, cara duduk) j) Menghindari adanya interupsi k) Mendengarkan penuh dengan perasaan l) Memberikan kesempatan istirahat kepada klien 2. Pengamatan (Observasi) Pengamatan adalah mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien. Observasi dilakukan dengan menggunakan penglihatan dan alat indra lainnya, melalui rabaan,
sentuhan
dan
pendengaran.
Tujuan
dari
observasi
adalah
mengumpulkan data tentang masalah yang dihadapi klien melalui kepekaan alat panca indra.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan observasi adalah : a) Tidak selalu pemeriksaan yang akan kita lakukan dijelaskan secara terinci kepada klien (meskipun komunikasi terapeutik tetap harus dilakukan), karena terkadang hal ini dapat meningkatkan kecemasan klien atau mengaburkan data (data yang diperoleh menjadi tidak murni). Misalnya : “Pak, saya akan menghitung nafas bapak dalam satu menit”. Kemungkinan besar data yang diperoleh menjadi tidak valid, karena kemungkinan klien akan berusaha untuk mengatur nafasnya. b) Menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual klien c) Hasilnya dicatat dalam catatan keperawatan, sehingga dapat dibaca dan dimengerti oleh perawat yang lain. 3. Studi Dokumentasi
Menurut Sugiono 2013, studi dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan datadengan cara mempelajari dokumen untuk mendapatkan data atau informasi yang berhubungan dengan masalah yang di teliti. Terdapat dua jenis dokumen yang dipakai dalam studi dokumentasi : 1.
Dokumen Primer yaitu, dokumen yang di tulis langsung oleh orang yang mengalami peristiwa.
2.
Dokumen Sekunder yaitu, dokumen yang di tulis kembali oleh orang yang tidak langsung mengalami peristiwa berdasarkan informasi yang di peroleh dari oleh orang yang langsung mengalami. Misalnya: keluarga,atau kerabat terdekat.
f. Komponen Evaluasi Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi 5 komponen (Pinnell dan Meneses, 1986). a. Menentukan Kriteria, Standar Praktik, dan Pertanyaan Evaluatif. 1. Kriteria Kriteria pengumpuln
data
digunakan dan
sebagai
sebagai
pedoman
penentuan
observasi
kesahihan
data
untuk yang
terkumpul.Semua kriteria yang digunakan pada tahap evaluasi ditulis sebagai kriteria hasil.Kriteria hasil menandakan hsil akhir asuhan keperawatan.Sedangkan standar keperawatan digunakan sebagai dasar untuk evaluasi praktik keperawatan secara luas.Kriteria hasil didefinisikan sebagai sandar untuk menjelaskan respons atau hasil dari rencana asuhan keperawatan. Hasil tersebut akan menjelaskan bagaimana keadaan klien setelah dilakukan observasi. Kriteria hasil dinyatakan dalam istilah prilaku (behaviour) sebagaiman disebutkan dalam bab terdahulu, supaya dapat diobservasi atau diukur dan kemudian dijelaskan dalam istilah yang mudah dipahami. Idealnya, setiap hasil dapat dimengerti oleh setiap orang yang terlibat dalam evaluasi. 2. Standar Praktik Standar asuhan keperawatan dapat digunakan untuk mengevaluasi praktik keperawatan secara luas.Standar tersebut menyatakan hal yang
harus dilaksanakan dan dapat digunakan sebagai suatu model untuk kualitas pelayanan.Standar harus berdasarkan hasil penelitian, konsep teori, dan dapat diterima oleh praktik klinik keperawatan saat ini.Standar harus secara cermat disusun dan diuji untuk menentukan kesesuaian dalam penggunaannya.Contoh pemakaian standar dapat dilihat pada Standar praktik Keperawatan yang disusun oleh ANA. 3.
Pertanyaan Evaluatif Untuk menentukan suatu kriteria dan standar, perlu digunakan pertanyaan evaluative (evaluative questions) sebagai dasar mengevaluasi kualitas asuhan keperawatan dan respons klien terhadap intervensi. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi : a) Pengkajian : apakah dapat dilakukan pengkajian pada klien? b) Diagnosis : apakah diagnosis disusun bersama dengan klien? c) Perencanan : apakah tujuan telah diidentifikasi dalam perencanaan? d) Implementasi : apakah klien mengetahui tentang intervensi yang akan diberikan? e) Evaluasi : apakah modifikasi asuhan keperawatan diperlukan?
b. Mengumpukan Data Mengenai Status Kesehatan Klien yang Baru Terjadi. Pada tahap ini kita perlu mempertimbangkan beberapa pertanyaan.Siapa yang bertanggung jawab dalam pengumpulan data? Kapan data tersebut diperoleh? Dan sarana apa yang akan digunakan untuk memperoleh data. Perawat professional yang pertama kali mengkaji data klien dan menyusun perencanaan adalah orang yang bertanggung jawab dalam mengevaluasi respon klien terhadap intervensi yang diberikan. Perawat lain yang membantu memberikan intervensi kepada klien harus berpartisipasi dalam proses evaluasi. Validitas informasi meningkat jika lebih dari satu orang yang ikut melakukan evaluasi. c. Menganalisis dan Membandingkan Data Terhadap Kriteria dan Standar. Perawat memerlukan ketrampilan dalam berfikir kritis, kemampuan menyelesaikan masalah, dan kemampuan mengambil keputusan klinik. Kemampuan ini diperlukan untuk menentukan kesesuaian dan
pentingnya suatu data dengan cara membandingkan data evaluasi dengan kriteria serta standar dan menyesuaikan asuhan keperawatan yang diberikan dengan kriteria dan standar yang sudah ada. Pada tahap ini perawat dituntut untuk dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin dapat memengaruhi efektifitas asuhan keperawatan. d. Merangkum Hasil dan Membuat Kesimpulan. Pertama kali yang perlu dilaksanakan oleh perawat pada tahap ini
adalah
menyimpulkan
efektivitas
semua
intervensi
yang
telah
dilaksanakan.Kemudian menentkan kesimpulan pada setiap diagnosis yang telah dilakukan intervensi. Yang perlu diingat disini adalah tidak mungkin membuat suatu perencanaan 100% berhasil oleh karena itu memerlukan suatu perbaikan dan perubhan - perubahan, sebaliknya tidak mungkin perencanaan yang telah disusun 100% gagal. Untuk itu diperlukan kejelian dalam menyusun perencanaan, intervensi yang tepat, dan menilai respon klien setelah diintervensi seobjektif mungkin. e.
Melaksanakan Intervensi yang Sesuai Berdasarkan Kesimpulan. Pada tahap ini perawat melakukan intervensi berdasarkan hasil kesimpulan yang sudah diperbaiki dari perencanaan ulang, tujuan, kriteria hasil, dan rencana asuhan keperawatan.Meskipun pengajian dilaksanakan secara rutin dan berkesinambungan, aspek-aspek khusus perlu dikaji ulang dan penambahan data untuk akurasi suatu asuhan keperawatan.
g. Kriteria Evaluasi a. Efektifitas : yang mengidentifikasi apakah pencapaian tujuan yang diinginkan telah optimal. b. Efisiensi : menyangkut apakah manfaat yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai dari program publik sebagai fasilitas yang dapat memadai secara efektif. c. Responsivitas : yang menyangkut mengkaji apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan/keinginan, preferensi, atau nilai kelompok tertentu terhadap pemanfaatan suatu sumber daya. h. Hal yang Dievaluasi
Ada beberapa hal yang harus dievalusi antara lain, yaitu : 1. Apakah asuhan keperawatan tersebut efektif ? 2. Apakah tujuan keperawatan dapat dicapai pada tingkat tertentu ? 3. Apakah perubahan pasien yang diharapkan ? 4. Strategi keperawatan manakah yang efektif ? i. Tingkat Evaluasi Ada beberapa tingkatan dalam hal mengevaluasi yaitu : a. Pra Evaluasi, ada hubungan dengan pengarahan suatu perawatan. Misalnya, perlu ada manajemen yang baik agar perawatan/program dapat dimanfaatkan sesuai dengan rencana. b. Evaluasi Antara, adalah evaluasi pada pertengahan implementasi, yaitu evaluasi ketika program atau perawatan sedang mengatasi masalah. Hasil ini dapat
dipakai
untuk
memodifikasi
perencanaan
atau
strategi
program/perawtan. Misal, merubah sifat input, memodifikasi model intervensi dan menggeser penekanan atau kelompok target. c. Evaluasi Akhir, adalah evaluasi ketika pembiayaan perawatan tersebut berakhir. Evaluasi ini memberikan persepsi manfaat program dan dampak terhadap kegiatan. Rekomendasi ini adalah untuk memperbaiki perencanaan selanjutnya dan memiliki hubungan dengan kebijakan. j. Proses Evaluasi Ada dua tahap dalam proses evaluasi, yaitu : a. Mengukur Tujuan Pencapaian Klien Perawat
menggunakan
keterampilan
pengkajian
untuk
mendapatkan data yang akan digunakan dalam evaluasi. Faktor yang dievalusi mengenai status kesehatan klien, yang terdiri dari beberapa komponen meliputi : kognitif, affektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang spesifik. 1. Kognitif Lingkup evalusi pada kognitif meliputipengetahuan klien terhadap penyakitnya, mengontrol gejala-gejalanya, pengobatan, diet, aktivitas, persendian, alat-alat, resiko komplikasi, gejala yang harus dilaporkan,
pencegahan, pengukuran, dan lain-lain.Evaluasi kognitif dapat diperoleh melalui interview atau tes tulis. a) Dalam proses interview perawat menggunakan beberapa strategi untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien strategi tersebut mencakup : (1) Recal konwledge, menanyakan kepada klien untuk mengetahui beberapa fakta. (2) Komperhensif, menanyakan kepada klien untuk menanyakan informasi yang spesifik dengan kata-kata anda sendiri. (3) Aplikasi fakta : mengajak klien pada situasi hipotesa dan tanyakan tindakan yang tepat terhadap apa yang ditanyakan b) Kertas dan pensil perawat biasanya menggunakan kertas dan pensil untuk mengevalusi pengetahuan klien terhadap hal-hal yang diajarkan. 2.
Affektif Affektif klien cenderung ke-penilaian yang subjektif dan sangat sukar di evaluasi. Hasil penilaian emosi ditulis dalam bentuk prilaku yang akan memberikan suatu indikasi terhadap status emosi klien.
3. Psikomotor Psikomotor biasanya lebih mudah untuk dievaluasi dibandingkan yang lainnya jika prilaku yang dapat di observasi sudah di identifikasi pada tujuan (kriteria hasil). 4. Perubahan Fungsi Tubuh dan Gejala Evaluasi pada komponen ini mencakup beberapa aspek status kesehatan klien yang bisa diobsevasi. b. Membandingkan Data yang Terkumpul dengan Tujuan dan Pencapaian Tujuan Setelah data terkumpul tentang setatus keadaan klien, maka perawat membandingkan data dengan out comes. Tahap berikutnya adalah membuat keputusan tentang pencapainklien terhadap outcomes. Ada tiga kemungkinan keputusan pada tahap ini yaitu : a) Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan. b) Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan. c) Klien tidak dapat mencapai hasil yang ditentukan (Budiono & Sumirah
Budi Pertami, 2015, hal : 202). k. Hal yang Perlu Dipertanyakan dalam Evaluasi a. Kecukupan informasi b. Relevansi faktor-faktor yang berkaitan c. Prioritas masalah yang disusun d. Kesesuaian rencana dengan masalah e. Pertimbangan fator-faktor yang unik f. Perhatian terhadap rencana medis untuk terapi g. Logika hasil yang diharapkan h. Penjelasan dari tindakan keperawatan yang dilakukan i. Keberhasilan rencana yang telah disusun j. Kualitas penyusunan rencana k. Timbulnya masalah baru (Budiono & Sumirah Budi Pertami, 2015, hal : ). Evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya intervensi-intervesi yang dilakukan oleh keluarga, perawat dan yang lainnya.Keefektifan ditentukan dengan melihat
respon
keluarga
dan
hasil,
bukan
intervensi-intervensi
yang
diimplementasikan. Meskipun evaluasi dengan pendekatan terpusat pada klien paling relevan, seringkali membuat frustasi karena adanya kesulitan-kesulitan dalam membuat criteria objektif untuk hasil yang dikehendaki.Rencana perawatan mengandung kerangka kerja evaluasi. Evaluasi merupakan proses berkesinambungan yang terjadi setiap kali seorang perawat memperbaharui rencana asuhan keperawatan. Sebelum perencanaan-perencanaan dikembangkan, perawat bersama keluarga perlu melihat tindakantindakan perawatan tertenu apakah tindakan tersebut benarbenar membantu. l. Hasil yang Diharapkan Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi : Masalah teratasi, jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Masalah sebagian teratasi, jika klien menunjukkan perubahan sebahagian dari kriteria hasil yang telah ditetapkan. Masalah tidak teratasi, jika klien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan
sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/ diagnosa keperawatan baru. Untuk penentuan masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi adalah dengan cara membandingkan antara SOAP dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Subjective adalah informasi berupa ungkapan yang di dapat dari klien setelah tindakan diberikan. Objective adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan.Analisis adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi. Planning adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.
2.Askep Evaluasi pada pasien asma bronchiale No Dx
TGL /
EVALUASI AKHIR
KRITERIA HASIL Setelah dilakukan tindakan
S: Pasien mengatakan
Bersihan jalan
keperawatan selama 2 x 24
bahwa dirinya dapat
napas tidak efektif
jam diharapkan dapat
mengeluarkan sputum
b.d spasme jalan
batuk secara efektif
saat batuk efektif.
napas d.d batuk
Kriteria hasil :
O: Mengi dan Sputum
Dx 1 :
JAM 15 -02-20
TUJUAN DAN
tidak efektif, atau
- Pasien dapat batuk efektif
mulai berkurang
tidak mampu
- Tidak ada sputum di jalan
A : sebagian masalah
batuk. (D.0001, Hal 18)
nafas - Tidak terdengar mengi pada pasien - Tidak terdengar Wheezing pada pasien
teratasi P: intervensi dilanjutkan 1.5 Lakukan penghisapan lendir
- Frekuensi nafas 1620x/menit Dx 2: Gangguan
15-02-20
- Pola nafas normal Tujuan : Setelah dilakukan
S : Pasien mengatakan
ventilator spontan
tindakan keperawatan
bahwa sesak nya
b.d kelemahan
selama 2 x 24 jam
berkurang
otot pernafasan d.d
diharapkan pernapasan
O : pasien masih terlihat
penggunaan otot
pasien kembali normal
menggunakan pernapasan
bantu nafas
Kriteria hasil :
dada
meningkat.
- Volume tidal pada pasien
A : gangguan ventilator
normal (≤ 50 ml ) - Pasien tidak merasakan dyspnea - Penggunaan otot bantu
spontan sebagian teratasi P : Intervensi dilanjutkan 1.3 Berikan posisi semi fowler atau fowler
napas pada pasien bekerja
1.7 Mengajarkan
dengan optimal
melakukan Teknik
- Pasien tidak merasa
relaksasi napas dalam
gelisah - Pasien tidak merasakan takikardi Tujuan :
S: pasien mengatakan
Pola napas tidak
Setelah dilakukan tindakan
bahwa ia masih merasa
efektif ditandai
keperawatan selama 2 x
sesak
dengan posisi
24 jam diharapkan pola
O: penggunaan otot bantu
tubuh yang
napas teratur dengan
jalan nafas pasien berjalan
menghambat
Kriteria hasil :
dengan optimal,tapi
ekspansi paru
- Klien tidak merasa
sebagian sputum masih
Dx 3 :
dibuktikan dengan
15-02-20
sesak
belum dapat dikeluarkan
fase ekspirasi
- Penggunaan otot bantu
memanjang.
napas klien berjalan
sebgaian
dengan optimal
P : intervensi dilanjutkan
- Pemanjangan fase ekspirasi pada klien bekerja dengan optimal
A :masalah teratasi
1.3 Monitor adanya produksi sputum
- Frekuensi napas pada klien normal - Kedalaman napas pada klien, normal - Pola ekspirasi dan inspirasi pada klien, sama Tujuan :
S: Pasien mengatakan
pola tidur di tandai
Setelah dilakukan tindakan
bahwa ia kesulitan tidur
dengan kurangnya
keperawatan selama 2x24
saat sesaknya timbul
kontrol tidur
jam yang diharapkan
O : pasien terlihat lesu
dibuktikan dengan
dengan pola tidur yang
A : masalah sebagian
mengeluh sulit
normal dengan
teratasi
tidur.
Kriteria hasil :
P : intervensi dilanjutkan
Dx 4 : Gangguan
15-02-20
-
-
Klien dapat tidur
1.2 lakukan prosedur
dengan mudah
untuk meningkatkan
Klien dapat tertidur
kenyamanan (mis,
dengan waktu yang
pengaturan posisi)
optimal (8 jam) -
Klien merasakan tidur yang cukup
-
Klien dapat berkonsentrasi dalam
mengatur pola tidur Tujuan :
S : Pasien mengatakan
Manajemen
setelah dilakukan tindakan
bahwa dapat menerapkan
kesehatan tidak
keperawatan selama 2x24
program kesehatan secara
efektif ditandai
jam diharapkan mampu
mandiri tetapi belum bisa
dengan kurang
mengetahui tentang
mengatur aktivitas hidup
terpapar informasi,
penyakitnya dengan
nya secara mandiri
Dx 5 :
15-02-20
mengungkapkan
O : pasien terlihat
kesulitan dalam
kriteria hasil :
bingung
menjalani program
- Klien dapat melakukan
A : masalah sebagian
perawatan atau
tindakan untuk
teratasi
pengobatan, gagal
mengurangi faktor resiko
P : Intervensi dilanjutkan
melakukan
secara mandiri
1.1 Monitor kecemasan
tindakan untuk
- Klien dapat menerapkan
mengurangi faktor
program kesehatan secara
resiko gagal
mandiri
menerapkan
akibat terapi oksigen
- Klien dapat mengatur
program
aktivitas hidup sehari-hari
perawatan atau
nya secara mandiri
pengobatan,
- Klien tidak kesulitan
aktifitas hidup
dalam menjalani program
sehari-hari tidak
kesehatan/pengobatan
efektif untuk
secara mandiri
memenuhi tujuan kesehatan. Dx 6 :
15-02-20
Tujuan :
S : Pasien mengatakan
Gangguan
setelah dilakukan tindakan bahwa sesaknya menurun
pertukaran gas b.d
keperawatan selama 2x24
tetapi ia masih merasa
ketidakseimbangan
jam diharapkan
gelisah
ventilasi-perfusi
penggunaan otot napas
O : pasien terlihat gelisah
d.d penggunaan
normal.
A : Sebagian masalah
otot napas
teratasi
meningkat
Kriteria Hasil :
P : Intervensi dilanjutkan
- Dispnea menurun
1.1 Monitor frekuensi,
- Bunyi napas tambahan
irama, kedalaman dan
menurun
upaya napas.
- Pasien tidak merasa gelisah - Napas cuping hidung menurun - Saturasi oksigen (95-100 Dx 7 :
15-02-20
%) Tujuan :
S : Pasien mengatakan
Gangguan
Setelah dilakukan tindakan bahwa sudah tidak sesak
penyapihan
keperawatan selama 2 x 24 namun masih merasa
ventilator b.d
jam diharapkan upaya
cemas
hipersekresi jalan
napas dan bantuan
O : nadi pasien 120
napas d.d upaya
ventilator membaik dan
x/menit
napas dan bantuan
normal
A : Sebagian masalah
ventilator
KH :
teratasi
(D.0004,Hal 24)
- Volume tidal pada pasien I : Intervensi dilanjutkan normal (± 500 ml) - Dispnea pada pasien menurun - Penggunaan otot bantu napas pada pasien
1.4 Berikan dukungan psikologis 1.5 Ajarkan cara pengontrolan napas saat penyapihan
bekerja dengan optimal - Pasien tidak merasa gelisah - Pasien tidak merasakan takikardia Dx 8 :
15-02-20
Tujuan :
S : pasien mengatakan
Defisit nutrisi b.d
Setelah melakukan
dapat menghabiskan
ketidakmampuan
tindakan keperawatan
makananya ,tapi banyak
menelan d.d otot
selama 2x24 jam
yang tersisa karena
menelan melemah
diharapkan pasien dapat
pasien tidak menyukai
(D0019,Hal 56)
menelan
beberapa bahan makanan
makanan/minuman
O:pasien dapat makan
KH :
3x1 hari
- Pasien dapat
A : sebagian masalah
menghabiskan makanan
teratasi
sesuai porsi yang
P : intervensin dilanjutkan
disediakan
1.1 Identifikasi makanan
- Kekuatan otot menelan pasien meningkat - Pasien dapat memverbalisasi untuk
yang disukai
meningkatkan nutrisi - Pasien mengkonsumsi makananan yang bergizi - Pasien dapat makan 3x1 hari - Nafsu makan pada pasien membaik Tujuan
S : Pasien mengatakan
Kesiapan
setalah dilakukan tindakan
dapat memahami tentang
peningkatan
keperawatan selama 2x24
perilaku hidup sehat ,
managemen
jam diharapkan pasien
namun masih belum bisa
kesehatan d.d
mengetahui cara
menerapkannya dalam
pilihan hidup
pencegahan dan
kehidupan sehari-hari.
sehari-hari tepat
peningkatannya
O : pasien terlihat baik-
untuk memenuhi
kesehatanya secara
baik saja
program
mandiri.
A : Sebagian masalah
kesehatan,
KH :
teratasi
mengungkapkan
- Pasien dapat melakukan
P : Intervensi dilanjutkan
Dx 9 :
15-02-20
pasien
tindakan untuk
menanyakan
mengurangi faktor resiko
faktor yng dapat
masalah
secara mandiri
meningkatkan dan
pencegahan
- Pasien dapat menerapkan
1.2 identifikasi faktor-
menurunkan
kesehatannya dan
program perawatan
motivikasi
meningkatkan
secara mandiri
perilaku hidup
program
- Pasien melakukan
bersih dan sehat.
kesehatannya.
aktivitas sdidup sehari-
ideny(D0110)
hari secara efektif untuk
yang dapat
memenuhi tujuan
mempengaruhi
kesehatan secara mandiri
kesehatan
- Pasien dapat memverbalisasi kesulitan dalam menjalani program perawatan/pengobatan
1.5 jelaskan faktor resiko
secara mandiri Tujuan :
S : Pasien mengatakan
Resiko jatuh d.d
Setelah dilakukan
bahwa ia mampu duduk
kekuatan otot
tindakan keperawatan 2 x
tanpa sandaran tetapi ia
menurun (D.0143,
24 jam pasien diharapkan
belum bisa bangkit dari
Hal 306)
kekuatan otot meningkat.
tempat duduk secara
Kriteria Hasil :
mandiri
- Pasien mampu duduk
O : Pasien masih terlihat
Dx 10 :
15-02-20
tanpa sandaran - Pasien mampu bangkit
tidak seimbang saat dibantu untuk berdiri
dari tempat duduk secara
A: sebagian masalah
mandiri
teratasi
- Pasien dapat mengontrol keseimbangan saat berdiri secara mandiri - Pasien dapat mengontrol
P : intervensi dilanjutkan 1.2 gunakan alat bantu jalan(mis. Kursi roda/walker)
keseimbangan saat
1.3 anjurkan
bejalan secara mandiri
berkonsentrasi untuk
- Pasien dapat mengontrol keseimbangan saat
menjaga keseimbangan tubuh
berdiri dengan satu kaki secara mandiri - Pasien tidak merasa pusing saat berdiri Dx 11 :
15-02-20
Tujuan :
S : pasien mengatakan
Risiko alergi d.d
Setelah dilakukan tindakan
bahwa tidak lagi
terpapar alergen
keperawatan 2 x 24 jam
merasakan sesak, tetapi ia
lingkungan
pasien diharapkan tidak
masih bersin - bersin
(D0134, Hal 292)
mudah terpapar alergen
O : tidak terdengar
lingkungan
wheezing dan tekanan
KH :
darah pada pasien normal
- Pasien tidak bersin
(120/80 mmHg),namun
- Kunjungtiva pada pasien
pasien terlihat masih
tidak anemis - Dispnea pada pasien menurun - Tidak terdengar wheezing pada pasien - Pasien tidak merasakan
bersin. A: sebagian masalah teratasi P: intervensi dilanjutkan 1.2 Ajarkan mencegah paparan alergen
takikardia - Tekanan darah pada pesien normal ( 120/80 mmHg ) Dx 12 :
15-02-20
Tujuan :
S: Pasien mengatakan
Resiko aspirasi d.d
Setelah dilakukan tindakan
bahwa ia mampu
gangguan menelan
keperawatan 2x24 jam
mengolah
(D0006, Hal 28)
diharapkan psien dapat
makanan/minuman
menelan dengan mudah
dengan baik tetapi masih
Kriteria Hasil :
suka tersedak
- Pasien mampu
O : Pasien terlihat cemas
mempertahankan
saat mengatakan bahwa ia
makanan/minuman
masih suka tersedak saat
dimulut
makan
- Pasien dapat mengolah
A ; Gangguan menelan
makanan/minuman
sebagian teratasi
dengan baik
I : Intervensi dilanjutkan
- Pasien tidak tersedak saat 1.3 Mengatur posisi semi
-
menerima
fowler (30-45o ) 30
makanan/minuman
menit sebelum makan
Pasien tidak
1.6 Ajarkan strategi
memuntahkan
mencegah aspirasi
makanan/minuman Tujuan :
S : Pasien mengatakan
gangguan rasa
Setelah dilakukan tindakan
bahwa dapat tertidur
nyaman b.d
keperawatan 2x24 jam
dengan nyaman ,tapi klien
gangguan stimulus
yang diharapkan pasien
masih merasa gelisah
Dx 13 :
15-02-20
d.d gelisah saat
merasakan nyaman saat
O : pasien terlihat lesu
cuaca panas/dingin
bernafas
dan tidak segar
(D0074)
Kriteria Hasil :
A : Gangguan rasa
- Klien dapat tidur dengan
nyaman sebagian teratasi
nyaman - Klien tidak merasakan gelisah - Klien dapat tertidur
P : Intervensi dilanjutkan 1.3 Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
dengan waktu yang optimal (8 jam) - Klien tidak merasakan kedinginan - Klien tidak merasakan kepanasan - Suhu tubuh (38oC)
No Dx
TGL/JAM
TUJUAN DAN
EVALUASI AKHIR
KRITERIA HASIL Setelah dilakukan
S: Pasien mengatakan
Bersihan jalan
tindakan keperawatan
bahwa dirinya dapat
napas tidak efektif
selama 2 x 24 jam
mengeluarkan sputum
b.d spasme jalan
diharapkan dapat batuk
saat batuk efektif.
napas d.d batuk
secara efektif
O: Mengi dan Sputum
tidak efektif, atau
Kriteria hasil :
sudah tidak ada
tidak mampu
- Pasien dapat batuk
A : masalah teratasi
Dx 1 :
batuk. (D.0001, Hal 18)
16-02-20
efektif - Tidak ada sputum di jalan nafas - Tidak terdengar mengi pada pasien - Tidak terdengar Wheezing pada pasien
P: intervensi dihentikan
- Frekuensi nafas 1620x/menit - Pola nafas normal Tujuan : Setelah
S : Pasien mengatakan
ventilator spontan
dilakukan tindakan
bahwa sudah tidak
b.d kelemahan
keperawatan selama 2 x
merasa sesak
otot pernafasan d.d
24 jam diharapkan
O : pasien sudah bernafas
penggunaan otot
pernapasan pasien
dengan normal
bantu nafas
kembali normal
A : gangguan ventilator
meningkat.
Kriteria hasil :
spontan teratasi
- Volume tidal pada
P : Intervensi dihentikan
Dx 2: Gangguan
16-02-20
pasien normal (≤ 50 ml ) - Pasien tidak merasakan dyspnea - Penggunaan otot bantu napas pada pasien bekerja dengan optimal - Pasien tidak merasa gelisah - Pasien tidak merasakan takikardi Tujuan :
S: Pasien mengatakan
Pola napas tidak
Setelah dilakukan
bahwa frekuensi nafas
efektif ditandai
tindakan keperawatan
normal (12 kali/menit)
dengan posisi
selama 2 x 24 jam
O: Penggunaan otot bantu
tubuh yang
diharapkan pola napas
jalan nafas pasien
menghambat
teratur dengan
berjalan dengan optimal
ekspansi paru
Kriteria hasil :
dan tidak ada sputum
dibuktikan dengan
- Klien tidak merasa
A : Masalah teratasi
Dx 3 :
fase ekspirasi memanjang.
16-02-20
sesak - Penggunaan otot bantu napas klien berjalan dengan
P : Intervensi dihentikan
optimal - Pemanjangan fase ekspirasi pada klien bekerja dengan optimal - Frekuensi napas pada klien normal (12-16 kali/menit) - Kedalaman napas pada klien, normal - Pola ekspirasi dan inspirasi pada klien, sama Tujuan :
S: Pasien mengatakan
pola tidur di tandai
Setelah dilakukan
bahwa dapat tidur dengan
dengan kurangnya
tindakan keperawatan
mudah dengan waktu 7
kontrol tidur
selama 2x24 jam yang
jam per hari
dibuktikan dengan
diharapkan dengan pola
O:
mengeluh sulit
tidur yang normal
A : Masalah teratasi
tidur.
dengan
P : intervensi dihentikan
Dx 4 : Gangguan
16-02-20
Kriteria hasil : -
Klien dapat tidur dengan mudah
-
Klien dapat tertidur dengan waktu yang optimal (8 jam)
-
Klien merasakan tidur yang cukup
-
Klien dapat berkonsentrasi dalam
mengatur pola tidur Tujuan :
S : Pasien mengatakan
Manajemen
setelah dilakukan
bahwa dapat menerapkan
kesehatan tidak
tindakan keperawatan
program kesehatan secara
Dx 5 :
16-02-20
efektif ditandai
selama 2x24 jam
mandiri tetapi belum bisa
dengan kurang
diharapkan mampu
mengatur aktivitas hidup
terpapar informasi,
mengetahui tentang
nya secara mandiri
mengungkapkan
penyakitnya dengan
O : Pasien sudah merasa
kesulitan dalam
tidak cemas
menjalani program
kriteria hasil :
A : masalah teratasi
perawatan atau
- Klien dapat melakukan
P : Intervensi dihentikan
pengobatan, gagal
tindakan untuk
melakukan
mengurangi faktor
tindakan untuk
resiko secara mandiri
mengurangi faktor
- Klien dapat menerapkan
resiko gagal
program kesehatan
menerapkan
secara mandiri
program
- Klien dapat mengatur
perawatan atau
aktivitas hidup sehari-
pengobatan,
hari nya secara mandiri
aktifitas hidup
- Klien tidak kesulitan
sehari-hari tidak
dalam menjalani
efektif untuk
program
memenuhi tujuan
kesehatan/pengobatan
kesehatan. Dx 6 :
secara mandiri Tujuan :
S : Pasien mengatakan
Gangguan
setelah dilakukan
bahwa dyspnea nya
pertukaran gas b.d
tindakan keperawatan
menurun dan sudah tidak
ketidakseimbanga
selama 2x24 jam
merasakan gelisah
n ventilasi-perfusi
diharapkan penggunaan
O :pasien terlihat baik-
d.d penggunaan
otot napas normal.
baik saja
16-02-20
otot napas meningkat
A : Masalah teratasi Kriteria Hasil : - Dispnea menurun - Bunyi napas tambahan menurun - Pasien tidak merasa gelisah
P : Intervensi dihentikan
- Napas cuping hidung menurun - Saturasi oksigen (95100%) Tujuan :
S : Pasien mengatakan
Gangguan
Setelah dilakukan
bahwa dyspnea nya
penyapihan
tindakan keperawatan
menurun dan tidak
ventilator b.d
selama 2 x 24 jam
merasa takikardia lagi
hipersekresi jalan
diharapkan upaya napas
O : pasien terlihat baik-
napas d.d upaya
dan bantuan ventilator
baik saja
napas dan bantuan
membaik dan normal
A : Masalah teratasi
ventilator
KH :
P : Intervensi dihentikan
(D.0004,Hal 24)
- Volume tidal pada
Dx 7 :
16-02-20
pasien normal (± 500 ml) - Dispnea pada pasien menurun - Penggunaan otot bantu napas pada pasien bekerja dengan optimal - Pasien tidak merasa gelisah - Pasien tidak merasakan takikardia Tujuan :
S : pasien mengatakan
Defisit nutrisi b.d
Setelah melakukan
dapat menghabiskan
ketidakmampuan
tindakan keperawatan
makananya dan nafsu
menelan d.d otot
selama 2x24 jam
makan nya membaik
menelan melemah
diharapkan pasien dapat
O: Pasien dapat makan
(D0019,Hal 56)
menelan
3x1 hari
makanan/minuman
A : Masalah teratasi
KH :
P : Intervensi dihentikan
Dx 8 :
16-02-20
- Pasien dapat menghabiskan
makanan sesuai porsi yang disediakan - Kekuatan otot menelan pasien meningkat - Pasien dapat memverbalisasi untuk meningkatkan nutrisi - Pasien mengkonsumsi makananan yang bergizi - Pasien dapat makan 3x1 hari - Nafsu makan pada pasien membaik Tujuan
S : Pasien mengatakan
Kesiapan
setalah dilakukan
bahwa
peningkatan
tindakan keperawatan
O : pasien teerlihat baik-
managemen
selama 2x24 jam
baik saja
kesehatan d.d
diharapkan pasien
A : Masalah teratasi
pilihan hidup
mengetahui cara
P : Intervensi dihentikan
sehari-hari tepat
pencegahan dan
untuk memenuhi
peringkatannya
program
kesehatanya secara
kesehatan,
mandiri.
mengungkapkan
KH :
pasien
- Pasien dapat
Dx 9 :
16-02-20
menanyakan
melakukan tindakan
masalah
untuk mengurangi
pencegahan
faktor resiko secara
kesehatannya dan
mandiri
meningkatkan
- Pasien dapat
program
menerapkan program
kesehatannya.
perawatan secara
(D0110)
mandiri
- Pasien melakukan aktivitas sdidup seharihari secara efektif untuk memenuhi tujuan kesehatan secara mandiri - Pasien dapat memverbalisasi kesulitan dalam menjalani program perawatan/pengobatan secara mandiri Tujuan :
S : Pasien mengatakan
Resiko jatuh d.d
Setelah dilakukan
bahwa ia mampu duduk
kekuatan otot
tindakan keperawatan 2
tanpa sandaran dan sudah
menurun (D.0143,
x 24 jam pasien
bisa bangkit dari tempat
Hal 306)
diharapkan kekuatan otot duduk secara mandiri
Dx 10 :
16-02-20
meningkat.
O : pasien terlihat baik-
Kriteria Hasil :
baik saja
- Pasien mampu duduk
A: Masalah teratasi
tanpa sandaran - Pasien mampu bangkit dari tempat duduk secara mandiri - Pasien dapat mengontrol keseimbangan saat berdiri secara mandiri - Pasien dapat mengontrol keseimbangan saat bejalan secara mandiri - Pasien dapat mengontrol
P : Intervensi dihentikan
keseimbangan saat berdiri dengan satu kaki secara mandiri - Pasien tidak merasa pusing saat berdiri Dx 11 :
16-02-20
Tujuan :
S : pasien mengatakan
Risiko alergi d.d
Setelah dilakukan
bahwa tidak lagi
terpapar alergen
tindakan keperawatan 2 x merasakan sesak dan
lingkungan
24 jam pasien diharapkan bersin - bersin
(D0134, Hal 292)
tidak mudah terpapar
O : Tidak terdengar
alergen lingkungan
wheezing dan tekanan
KH :
darah pada pasien normal
- Pasien tidak bersin
(120/80 mmHg), dan
- Kunjungtiva pada
tidak bersin
pasien tidak anemis - Dispnea pada pasien
A: Masalah teratasi P: Intervensi dihentikan
menurun - Tidak terdengar wheezing pada pasien - Pasien tidak merasakan takikardia - Tekanan darah pada pesien normal ( 120/80 mmHg ) Dx 12 :
16-02-20
Tujuan :
S: Pasien mengatakan
Resiko aspirasi d.d
Setelah dilakukan
bahwa ia mampu
gangguan menelan
tindakan keperawatan
mengolah
(D0006, Hal 28)
2x24 jam diharapkan
makanan/minuman
psien dapat menelan
dengan baik dan tidak
dengan mudah
tersedak
Kriteria Hasil :
O : pasien terlihat normal
- Pasien mampu
A : Gangguan menelan
mempertahankan
teratasi
makanan/minuman
I : Intervensi dihentikan
dimulut - Pasien dapat mengolah makanan/minuman dengan baik - Pasien tidak tersedak saat menerima makanan/minuman -
Pasien tidak memuntahkan
makanan/minuman Tujuan :
S : Pasien mengatakan
gangguan rasa
Setelah dilakukan
bahwa dapat tertidur
nyaman b.d
tindakan keperawatan
dengan nyaman dan tidak
gangguan stimulus
2x24 jam yang
merasa gelisah
d.d gelisah saat
diharapkan pasien
O : pasien terlihat baik-
cuaca panas/dingin
merasakan nyaman saat
baik saja
(D0074)
bernafas
A : Gangguan rasa
Kriteria Hasil :
nyaman teratasi
- Klien dapat tidur
P : Intervensi dihentikan
Dx 13 :
16-02-20
dengan nyaman - Klien tidak merasakan gelisah - Klien dapat tertidur dengan waktu yang optimal (8 jam) - Klien tidak merasakan kedinginan - Klien tidak merasakan kepanasan - Suhu tubuh (38oC)
BAB 3 PENUTUP A. KESIMPUULAN
Yolanda,HY, dkk.2006.Asuhan Keperawaratan pada klien asma bronchial dengan masalah keperawatan dangguan pertukaran gas. https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repo.stikesicmejbg.ac.id/966/3/artikel%2520HANA %2520upload.pdf&ved=2ahUKEwimgvrP6JLoAhWBfn0KHVwIC_MQFjAAegQIARAB&usg=AO vVaw23PbUGktHNZ_knHXtMo1xf (18 februari, jam15.00 WITA )