Makalah ASWAJA AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASWAJA (AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH) ‘’Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata Kuliah Studi Islam dengan Dosen Pengampu : Irfan Musadat, S.Ag, M.A”



Kelompok 1 :  Nur Sri Utami (1855202002)  Akhmad Maushul (1855202019)



FAKULTAS SAINS dan TEKNOLOGI PRODI TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT MALANG 2019



Kata Pengantar Dengan segala puja dan puji atas kehadirat Allah SWT Tuhan alam semesta Yang Maha Esa saya panjatkan untuk terselasaikannya tugas makalah mata kuliah metodologi studi Islam bahwa tentu oleh karena Ridho dan RahmatNyalah maka makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya sehingga kewajiban sebagai mahasiswa terhadap mata kuliah yang di ikutinya dapat tertunaikan. Makalah ini adalah makalah untuk matakuliah metodologi studi Islam dengan judul "Sumber Ajaran Agama Islam" yang membahas mengenai apa saja tentang sumber ajaran agama Islam tersebut sehingga dapat memberikan informasi atau pengetahuan bagi pembaca akan topik yang menjadi pembahasan dalam makalah ini. Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung mulai dari pihak keluarga, dosen, teman-teman, serta kondisi lingkungan yang ada. Semoga tuhan membalas segala amal perbuatan baik yang telah membantu dalam menyelesiakan makalah ini. Saya mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan baik yang disengaja atau yang tidak disengaja di dalam penulisan makalah ini. Saya sebagai insan manusia yang mempunyai rasa kelalaian dan keterbatasan yang berbeda dengan hasil apa yang dilakukan oleh malaikat maka dari itulah saya memohon maklum yang sebesar-besarnya kepada pembaca dan beserta hal tersebut saya meminta kritik dan saran untuk kesempurnaan penulisan makalah di masa yang akan datang. Hormat Saya



Penulis



ii



DAFTAR ISI



Halaman Judul



……………………………………………….…..……......... i



Kata Pengantar



……………………………………………………..….............. ii



Daftar Isi ………………………………………………………..……. . iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……………………………………..……..… 1 B. Rumusan Masalah …………………………………………………..…



2



C. Tujuan Masalah …………………………………………..………..….



2



BAB II



PEMBAHASAN ASWAJA (AHLI SUNNAH WAL JAMA’AH) A.



Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah) …………..……….. 3



B.



Hakikat dan Dinamika Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah)……..…. 5



C.



Peran Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama‟ah) Terhadap Pendidikan…... 7



D.



Peranan Pendidikan Terhadap Aswaja (Ahlus sunnah Wal Jam’ah).. 8



BAB III PENUTUP A.



Kesimpulan



…………………………………………….……. 14



DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………



i



15



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa Rasulullah SAW. masih hidup, istilah Aswaja sudah pernah ada tetapi tidak menunjuk pada kelompok tertentu atau aliran tertentu. Yang dimaksud dengan Ahlus sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang Islam secara keseluruhan. Ada sebuah hadits yang mungkin perlu dikutipkan telebih dahulu, Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Sesungguhnya bani Israil akan terpecah menjadi 70 golongan dan ummatku terpecah menjadi 73 golongan dan semuanya masuk neraka kecuali satu golongan. Para Shohabat bertanya : Siapa yang satu golongan itu? Rasulullah SAW. menjawab : yaitu golongan dimana Aku dan Shahabatku berada.” Ahlus sunnah wal jama’ah adalah suatu golongan yang menganut syariat islam yang berdasarkan pada Al Qur’an dan Al Hadis dan beri’tikad apabila tidak ada dasar hukum pada Al Qur’an dan Hadis. Inilah kemudian kita sampai pada pengertian Aswaja. Pertama kalau kita melihat ijtihadnya para ulama-ulama merasionalkan dan memecahkan masalah jika didalam alqur`an dan hadis tidak menerangkanya. Definisi kedua adalah (melihat cara berpikir dari berbagai kelompok aliran yang bertentangan); orang-orang yang memiliki metode berpikir keagamaan yang mencakup aspek kehidupan yang berlandaskan atas dasar moderasi menjaga keseimbangan dan toleransi. Ahlus sunnah wal Jama’ah ini tidak mengecam Jabariyah, Qodariyah maupun Mu’tazilah akan tetapi berada di tengah-tengah dengan mengembalikan pada ma anna alaihi wa ashabihi. Nah itulah latar belakang sosial dan latar belakang politik munculnya paham Aswaja. Jadi tidak muncul tiba-tiba tetapi karena ada sebab, ada ekstrim mu’tazilah yang serba akal, ada ekstrim jabariyah yang serba



taqdir, aswaja ini di tengah-tengah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Aswaja sebagai sebuah paham keagamaan (ajaran) maupun sebagai aliran pemikiran (manhajul fiqr) kemunculannya tidak bisa



dilepaskan dari pengaruh dinamika sosial politik pada waktu itu, lebih khusus sejak peristiwa Tahqim yang melibatkan Sahabat Ali dan sahabat Muawiyyah sekitar akhir tahun 40 H. Ahli sunnah wal jamaah pemikiranya menggunakan pemikiran al asyari dan hukum fiqihnya menggunakan imam madzhab sehingga golongan aswaja inilah golongan yang sifatnya luas. Dari uraian diatas maka penulis tertarik mengangkat tema ASWAJA (Ahlus sunnah wal jama’ah). B. Rumusan Masalah 1.



Apa Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)?



2.



Apa Hakikat dan Dinamika Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah)?



3.



Bagaimana Peran Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah) Terhadap Pendidikan?



4.



Bagaimana



Peranan Pendidikan Terhadap



Aswaja



(Ahlus



sunnah Wal Jama’ah)? C. Tujuan Masalah 1.



Untuk Mengetahui Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah).



2.



Untuk



Mengetahui



Hakikat



dan



Dinamika



Aswaja



(Ahlus



Sunnah Wal Jama’ah). 3.



Untuk Mengetahui Peran Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah) Terhadap Pendidikan.



4.



Untuk Mengetahui Peranan Pendidikan Terhadap Aswaja (Ahlus sunnah Wal Jama’ah).



2



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah) Pengertian Ahlu Sunnah wal Jama’ah (Aswaja) dapat dilihat dari dua aspek penting, pertama dari segi bahasa atau etimologi, kedua dari segi peristilahan atau terminologi. Secara etimologi, Aswaja berasal dari bahasa Arab ahl artinya keluarga. Al-sunnah, berarti jalan, tabi„at dan perilaku kehidupan. Sedangkan al-jama’ah, berarti sekumpulan.1 ASWAJA adalah kepanjangan kata dari “Ahlus sunnah wal jama’ah”. Ahlus sunnah berarti orang-orang yang menganut atau mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW, dan Wal Jama’ah berarti mayoritas umat atau mayoritas sahabat Nabi Muhammad SAW. Jadi definisi Ahlus sunnah wal jama’ah yaitu; “ Orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW dan mayoritas sahabat (maa ana alaihi waashhabi), baik di dalam syariat (hukum Islam) maupun akidah dan tasawuf. Definisi Ahlus sunnah Wal jama’ah ada dua bagian yaitu: definisi secara umum dan definisi secara khusus: 1.



Definisi Aswaja Secara umum adalah satu kelompok atau golongan yang senantiasa komitmen mengikuti sunnah Nabi SAW. Dan Thoriqoh para shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fisik (fiqih) dan hakikat (Tasawwuf dan Akhlaq).



2.



Definisi Aswaja secara khusus adalah Golongan yang mempunyai I’tikad/ keyakinan yang searah dengan keyakinan jamaah Asya’iroh dan Maturidiyah. Menurut pengertian istilah (terminologi) al-sunnah, berarti



penganut sunnah Nabi Muhammad saw, yaitu mengikuti apa-apa yang datang dari Nabi



1



Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab–Indonesia



(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997, cet. 14), hlm. 46.



3



Muhammad saw. baik berupa perkataan, perbuatan, dan pengakuan (taqri’r). Sedangkan al-jama„ah berarti penganut I’tiqad para sahabat Nabi, yakni apa yang telah disepakati oleh para sahabat Rasulullah pada masa khulafaur‟ al-rashidin (Abu Bakr al-Siddiq, Umar, Ustman, dan Ali). Jadi, yang dimaksud dengan Aswaja adalah kaum yang mengikuti amaliah Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya. Menurut Imam Asy’ari, Ahlus sunnah Wal Jama’ah adalah golongan yang berpegang teguh kepada al-Qur‟an, hadis, dan apa yang diriwayatkan sahabat, tabi’in, imam-imam hadis, dan apa yang disampaikan oleh Abu Abdillah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal.2 Menurut KH. M. Hasyim Asy’ari, Ahlusssunnah Wal Jamaah adalah golongan yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi, para sahabat, dan mengikuti warisan para wali dan ulama. Secara spesifik, Ahlus sunnah Wal Jama’ah yang berkembang di Jawa adalah mereka yang dalam fikih mengikuti Imam Syafi’i, dalam akidah mengikuti Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari, dan dalam tasawuf mengikuti Imam alGhazali dan Imam Abu al-Hasan al-Syadzili.3 Menurut Muhammad Khalifah al-Tamimy, Ahlus sunnah Wal Jama’ah adalah para sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan siapa saja yang berjalan menurut pendirian imam-imam yang memberi petunjuk dan orang-orang yang mengikutinya dari seluruh umat semuanya.4 Shaykh Abd al-Qadir al-Jaylani (471-561 H/1077-1166 M) seorang tokoh besar sufi legendaris menjelaskan “Al-Sunnah adalah apa yang telah dianjurkan oleh Rasulullah saw. (meliputi ucapan, perilaku, serta ketetapan beliau). Sedangkan al-Jama’ah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para 2



Abi al-Hasan Ali ibn Ismail al-Asy‟ari, Al-Ibanah An Ushul Al-



Diyanah (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.t), hlm. 14. 3



Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari, Moderasi Keumatan



Dan Kebangsaan (Jakarta: Kompas, 2010, cet. 1), hlm. 107. 4



Sahilun A.Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Sejarah, Ajaran, dan



Perkembangannya (Jakarta: Rajawali Press, 2010, cet. 1), hlm. 190.



4



sahabat Nabi saw. pada masa khulafaur ar-rashidin yang empat, yang telah diberi hidayah (mudah mudahan Allah memberi rahmat kepada mereka semua)”.5 Dengan demikian yang dimaksud dengan Aswaja adalah kaum yang konsisten mengikuti amaliah Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya, tidak mendistorsi ajaran Nabi Muhammad saw. dan tidak mendiskreditkan sebagian sahabat atau seluruh sahabat Nabi. Pengertian ini dapat diperkuat dengan beberapa hadisth Nabi yang diriwayatkan beberapa perawi dengan redaksi hadisth. Secara substantif, Ahlus sunnah wal Jama'ah itu meliputi tiga aspek Islam, yakni aspek akidah, fikih dan akhlak. Meskipun diskursus para ulama sering hanya membicarakan aspek akidah dan syari'ah (fiqh), hal itu bukan berarti tidak ada aspek akhlak. Menurut pandangan ini, pengalaman (practice) dari dua aspek (yang disebut pertama) itu mengandung aspek akhlak atau tashawuf.6 B. Hakikat dan Dinamika Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah) Pada hakikatnya, Ahlus sunnah wal Jama’ah, adalah ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw. bersama para sahabatnya. Ketika Rasulullah saw. menerangkan bahwa umatnya akan tergolong menjadi banyak sekali (73) golongan, beliau menegaskan bahwa yang benar dan selamat dari sekian banyak golongan itu hanyalah Ahlus sunnah wa Jama’ah. Ahlus sunnah wal Jama’ah adalah golongan pengikut setia pada al-Sunnah wa al-Jama’ah, yaitu ajaran Islam yang diajarkan dan diamalkan Oleh Rasulullah saw. bersama para sahabatnya pada zamanya itu. Kemunculan



pemikiran



Aswaja tidak lepas dari



dinamika



pendapat umat Islam itu sendiri. Dimulai



ketika



zaman pemerintahan Ali bin Abi



Thalib, adalah Muawiyah bin Abi Sufyan, Gubernur Syiria waktu itu melakukan 5



Shaykh „Abd al-Qadir al-Jailani, Al-Ghunyah li Talib Tariq al-Haq (Beirut:



Maktabat al Shab„iyyah, tt.), hlm. 5.



6



Kang Mousir, Resume Aswaja, dalam



http://lifeonthemotivation.blogspot.co.id/2014/11/resume-aswaja.html,



5



manuver untuk menggoyang pemerintahan Ali. Alhasil, perang pun terjadi. Beberapa kali perang kubu Muawiyah mengalami kekalahan. Hingga pada akhirnya diputuskan mengakhiri perselisihan dengan melakukan suatu kesepakatan. Kubu Muawiyah mendelegasikan Amru bin Ash dan kubu Ali diwakili Abu Musa al Asy'ari. Amru bin Ash adalah seorang politisi, pada saat forum ia menyarankan agar perundingan dimulai dengan pemerintahan yang kosong. Maksud dari Amru bin Ash ia menginginkan kubu Ali secara simbolik meletakkan jabatannya terlebih dahulu. Abu musa yang notabene adalah ulama langsung mengiyakan tawaran dari Amru bin Ash. Dengan cerdik Amru bin Ash mempersilahkan Abu Musa untuk mendeklarasikan peletakan jabatan karena dirasa ia lebih tua dan alim. Setelah Abu Musa memproklamirkan peletakan jabatan Ali, Amru bin Ash bukannya malah bergantian mengatakan sama, tetapi malah menyatakan jabatan yang dilepas dari kubu Ali kini menjadi milik Muawiyah. "Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia, Abu Musa al Asyari mewakili khalifah Ali telah meletakan jabatan. Maka dengan ini jabatan khalifah saya ambil untuk diserahkan pada Muawiyah bin Abu Sofyan". Maka pada detik itu Muawiyah yang kalah perang fisik dengan kubu Ali, giliran menang ketika taktik politik. Kekhalifahan Ali pun berpindah ke tangan Muawiyah. Efek dari peristiwa itu umat islam terpecah menjadi 3 kubu. Kubu Ali terbelah menjadi 2; kubu Syiah dan Khawarij. Dan satu lagi adalah kubu Muawiyah. Kelompok Syiah adalah pendukung Ali, kelompok Muawiyah pendukung Muawiyah, dan kelompok Khawarij yakni kubu yang tidak pada pihak Ali maupun Muawiyah. Kelompok menilai kesepakatan yang dibuat oleh kedua belah pihak tidak sah karena tidak menggunakan hukum Allah atau Al-Qur'an sehingga mereka memutuskan Khawarij (Kharaja : keluar).



Sebagian besar masyarakat saat itu (kecuali kelompok Muawiyah) menilai perpindahan kekuasan dari Ali ke Muawiyah berjalan dengan tidak sah dan licik. Untuk mengatasi pandangan itu maka khalifah membuat aliran 6



bernama Jabariyah. Kemunculan aliran ini dalam rangka Muawiyah yang menyatakan bahwa manusia tidak punya kekuasaan untuk berkehendak. Inti dari aliran Jabariyah, semua yang dilakukan oleh manusia sudah dikehendaki oleh Allah. Termasuk ketika Muawiyah dapat mengambil kekuasaan dari tangan Ali itu juga kehendak Allah. Setelah itu selama masa pemerintahan Bani Umayah muncul aliran bernama Qodariyah yang diusung oleh Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib (cucu Ali bin Abi Thalib). Aliran ini mengajarkan sebaliknya dari aliran Jabariyah. Bahwa ketika manusia berkehendak, Allah tidak ikut campur, maka manusia harus bertanggungjawab atas perbuatannya. Ketika masa Bani Umayah paham ini hanya sebagai kritik atas paham Jabariyah. Namun ketika memasuki pemerintahan Bani Abasiyah, paham Qadariyah dijadikan spirit pembangunan. Kemudian turunan dari paham ini dengan sedikit modifikasi mengatasnamakan paham Mu'tazilah. Pada akhirnya lahirlah ulama bernama Abu Hasan al Asyari. Ia sebelumnya pengikut Mu'tazilah setelah itu keluar. Abu Hasan menyatakan tidak mengikuti kedua kubu ekstrem dan berdiri di tengahtengah. Ia memproklamirkan paham dimana rasulullah dan sahabat berada di dalamnya, dan menyebut paham dengan sebutan Ahlus sunnah wal Jama’ah. Titik tekan pada paham ini yakni manusia berkehendak tetapi kehendak itu diketahui Allah. Manusia mempunyai kehendak tapi kehendak itu dibatasi dengan takdir Allah.7 C. Peran Aswaja (Ahlus Sunnah Wal Jama’ah) Terhadap Pendidikan Aswaja dalam bidang pendidikan islam sangat krusial/ penting sekali dikembangkan sebagai nilai pendidikan islam di Indonesia, disamping itu pendidikan aswaja muncul karena kebutuhan masyarakat Indonesia, yaitu pendidikan agama dan moral. 7



Moch. Ari Nasichuddin, Aswaja Sejarah Dinamika Umat



Islam Dan Analisis Sosial http://www.kmnu.or.id/konten-291-aswajasejarah-dinamika-umat-islam-dan-analisis -sosial.html,



7



Hal diatas dapat dibuktikan dengan keadaan bangsa yang kita rasakan sekarang, dewasa ini banyak anak cucu kita yang meniru budaya barat, misalnya, berpakaian yang mengundang hawa nafsu, pergaulan bebas dll. Hal itu membuktikan bahwasannya nilai agama dan nilai moral generasi penerus bangsa ini melemah. Akan tetapi, permasalahan tersebut adalah bagaimana jika para orang tua lemah dalam nilai-nilai agama dan moralitas, Sehingga tak ada contoh bagi pemuda bangsa untuk memperbaiki moral? Pendidikan Aswaja muncul sebagai jawaban dari pertanyaan diatas. Pendidikan aswaja mempunyai kelebihan, salah satunya: pendidikan aswaja tidak hanya ditujukan ke lembaga pendidikan saja namun juga di tujukan kepada masyarakat luas, hal ini dapat memperkuat aspek agama maupun moralitas masyarakat. Misalnya acara pengajian rutin yang diisi oleh ulama’, hal itu sangat baik untuk meningkatkan nilai- nilai agama dalam masyarakat. Hal lain yang istimewa dari pendidikan aswaja adalah: pendidikan yang lebih dikonsentrasikan pada lembaga pendidikan islami atau dapat disebut pondok pesantren. Hal itu dapat membantu kita selaku orang tua supaya anak cucu kita dapat mengenal nilai- nilai agama dan moral.8 D. Peranan Pendidikan Terhadap Aswaja (Ahlus sunnah Wal Jama’ah) Sekolah/ madrasah memiliki peran dan pengaruh yang sangat besar, sebab di madrasah-lah seorang anak menghabiskan sebagian besar waktunya. Madrasah merupakan tempat kedua setelah rumah, sebagaimana di dalamnya berkumpul dengan berbagai anak dari berbagai latar belakang lingkungan dan sosial, sehingga mereka membawa berbagai macam pemikiran, adat kebiasaan dan karakter kepribadian juga menjelaskan dan mentransformasikan sesuatu yang sebelumnya tidak diketahuinya. 8



Miftahudin aic, Peranan Aswaja Dalam Melestarikan Nilai



Nilai



Pendidikan



,



dalam



http://miftahudinaic.blogspot.co.id/2015/06/peran melestarikan-nilai.html, diunggah 8



-aswaja-dalam-



Yang merupakan tugas atau peranan penting yang paling mendasar oleh sebuah madrasah adalah mengimplementasikan ibadah kepada Allah SWT, juga meluruskan pemahaman yang salah dari segi akidah maupun ibadahnya serta untuk menuai akhlaq yang mulia dan terpuji. Serta mengosongkan seorang pembelajar dari kejahiliyahan dan pembangkangan baik itu dari segi akidah, ibadah, akhlaq dan pemikirannya, menghiasinya dengan pendidikan yang benar baik dari segi akidah, ibadah, akhlaq, dan pemikirannya bukan sekedar teori tetapi dengan implementasi yang nyata. Madrasah juga memiliki komponen-komponen yang mesti ada di dalamnya, seperti: mu’alim (pendidik), metode pembelajaran, kegiatan belajar, serta idaroh madrasah.9 Macam- pendidikan antara lain : 1. Pendidikan Akidah Pendidikan pertama yang harus diterima setiap pemuda muslim ialah pendidikan akidah yang benar. Yaitu akidah Salafiyah yang dianut oleh generasi salaf umat ini. Sebab Allah SWT telah menjadikan akidah para sahabat sebagai standar akidah yang benar. Allah Ta‟ala berfirman yang artinya : “Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, Sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.10 Ibn Al-Qoyyim rohimahulloh mengatakan: “tauhid adalah perkara pertama yang didakwahkan oleh para Rosul, persinggahan pertama di tengah 9



Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah



(Madinah Munawwaroh : Dâr „Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M), hlm. 342.



10



Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal



Jama‟ah (Surabaya: Pustaka eLBA, 2011), hlm. 116. 9



jalan, dan pijakan pertama yang menjadi pijakan orang yang melangkah kepada Allah SWT.11 Jadi, setiap pendidik hendaknya tidak pernah membiarkan setiap kesempatan berlalu tanpa membekali para anak didik dengan bukti-bukti yang menunjukkan kepada Allah SWT, bimbingan-bimbingan



yang bisa memperkokoh



iman,



dan



peringatan-peringatan yang bisa memperkuat aspek akidah. Teknik pemanfaatan kesempatan untuk memberikan nasihat-nasihat keimanan ini adalah teknik yang dipillih oleh sang pendidik pertama (Muhammad SAW). Beliau selalu berusaha mengarahkan para peserta didik untuk mengangkat dan memperkuat keimanan dan keyakinan yang ada di dalam hati mereka.12 2. Pendidikan Pemikiran Yang dimaksud pendidikan pemikiran di sini ialah mendidik generasi muda Islam dengan pola pikir Salaf, menankan paham-paham



yang



benar



di



dalam



jiwa



mereka,



dan



mengingatkan mereka agar waspada terhadap paham-paham yang salah. Sistem pendidikan pemikiran ini yang benar ini diharapkan akan membuahkan pemuda-pemuda yang terdidik dengan pola pikir Salaf dan mengikuti cara Salaf dalam memahami al-Qur’an dan Hadits. Disamping itu mereka juga memiliki kekebalan terhadap pemikiran-pemikiran salah yang ada di dunia Islam dan pahampaham yang bertentangan dengan apa yang dianut oleh generasi Salaf.13 Abdullah Nasih Ulwan mengatakan : “para pendidik harus mengajarkan kepada para pembelajar semenjak remaja mengenai fakta-fakta berikut ini: a) Islam adalah Din yang abadi dan berlaku dimana saja dan kapan saja.



11



Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal



Jama‟ah (Surabaya:Pustaka eLBA, 2011), hlm. 120. 12



Ibid., hlm. 125.



13



Ibid., hlm. 138. 10



Komitmen tinggi dan beristiqomah dalam mengamalkan



b)



hukum-hukum Alloh akan meraih kejayaan. Terbongkarnya perencanaan-perencanaan yang dirumuskan



c)



oleh musuh-musuh Islam. Terungkapnya fakta tentang peradabaan Islam yang selama



d)



kurun waktu tertentu dalam sejarah pernah menjadi guru bagi seluruh isi dunia. Para pembelajar harus mengetahui bahwa kita memasuki



e)



panggung sejarah bukan dengan Abu Jahl dan Ubay bin khalaf. Kita memasuki panggung sejarah dengan Rosul, Abu Bakr dan Umar.14 3. Pendidikan Iman. Yang dimaksud pendidikan iman ialah upaya untuk menambah iman kepada Allah SWT dan hari akhir, memperdalam makna iman, dan meningkatkan kualitas hati sampai pada level dia dapat merasakan manisnya iman, mencintai keta‟atan kepada Allah SWT dan menjauhi kenakalan dan kemaksiatan.15 4. Pendidikan Akhlak Menurut Ibnu Masykawaih, akhlaq adalah kondisi kejiwaan yang mendorong manusia melakukan sesuatu tanpa pemikiran dan pertimbangan. Kondisi ini terbagi menjadi 2 macam : a) Kondisi alami yang berasal dari watak dasar seseorang. Kondisi yang diperoleh melalui kebiasaan dan latihan.



b)



Kondisi ini terkadang diawali dengan pertimbangan dan pemikiran, tetapi kemudian berlanjut sedikit demi sedikit hingga menjadi tabi’at dan perangai.



14



Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal



Jama‟ah (Surabaya : Pustaka eLBA, 2011), hlm. 170.



15



Ibid., hlm. 202. 11



Kondisi yang kedua inilah yang dimaksud dengan pendidikan akhlak. Maksudnya mendidik generasi muda Islam dengan akhlak-akhlak yang mulia, seperti jujur, amanah, istiqomah, itsar dan lain-lain.16 5. Pendidikan Adab dan Sunnah Nabi SAW Salah saatu materi pendidikan yang harus diajarkan kepada generasi muda Islam yang memiliki cita-cita membangun masyarakat muslim dan mengembalikan khilafah Islamiyah menurut cara Nabi SAW ialah adab-adab dan sunnah-sunnah Nabi SAW. Adab-adab itu banyak jumlahnya, ada adab-adab yang diterima seorang muslim dirumah dan sekolahnya melalui suri tauladan yang baik. Akan tetapi sekarang ini kita hidup di zaman mana suri tauladan yang baik sulit ditemukan. Kini, sebagian besar rumah tangga muslim tidak memilikinya dan menggantinya dengan adab-adab Barat dan nilai- nilai yang diimpor dari peradaban Barat yang kafir. Hal itu adalah akibat dari penyebaran piranti-piranti keji, seperti televisi yang merusak banyak sekali nilai-nilai ke-islaman dan adab-adab yang diajarkan Nabi SAW, membunuh rasa cemburu suami, menghilangkan rasa malu wanita, dan membuat masyarakat muslim tidak banyak berbeda dengan masyarakat Barat yang kafir. Oleh



karena



itu,



para



praktisi



pendidikan



harus



memperhatikan upaya-upaya untuk menghidupkan nilai-nilai yang luhur dan adab-adab Islam, lalu menyiarkan, menyebarluaskan dan mengajarkannya.



Mudah-mudahan



Allah



SWT



berkenan



memberkahi usaha-usaha tersebut dan menyelamatkan anak-anak muslim dari terjangan banjir maksiat dan syahwat, dan segala macam upaya untuk memalingkan dari Allah SWT.17



16



Ahmad Farid, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal



Jama‟ah (Surabaya : Pustaka eLBA, 2011), hlm. 237. 17



Ibid., hlm. 263. 12



6. Pendidikan Jasmani Abdullah Nasih Ulwan mengatakan : “salah satu sarana pendidikan yang paling efektif yang ditetapkan oleh Islam dalam mendidik individu-individu dalam masyarakat secara fisik dan menjaga kesehatan mereka adalah mengisi waktu luang mereka dengan kegiatan-kegiatan jihad, latihan-latihan ketangkasan dan olahraga setiap ada waktu dan kesempatan. Hal itu mengingat agama Islam dengan prinsip-prinsipnya yang



toleran



dan



ajaran-ajarannya



yang



luhur



telah



menggabungkan antara keseriusan dan kesantaian, atau dengan kata lain memadukan antara tuntunan ruhani dan kebutuhan jasmani. Islam memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan jasmani dan perbaikan mental dengan intensitas yang sama Dan ketika sudah menginjak usia aqil baligh, dia membutuhkan perhatian yang besar dalam aspek pendidikan kesehatan dan pembentukan fisiknya. Bahkan baginya lebih diutamakan mengisi waktu-waktu luangnya dengan segala macam kegiatan yang menyehatkan badannya, menguatkan organ-organ tubuhnya, dan memberrikan kesegaran dan kebugaran keseluruh tubuhnya. Hal itu disebabkan oleh 3 hal:18 a) Banyaknya waktu luang yang dimilikinya. b) Untuk melindunginya dari serangan berbagai macam penyakit. Untuk membiasakannya dengan latihan-latihan olahraga dan



c)



kegiaatan-kegiatan jihad.19



18



Khâlid Bin Hâmid al-Hâzimî, Ushûl at-Tarbiyah al-Islâmiyah



(Madinah Munawwaroh : Dâr „Âlam al-Kutub, 1420 H/2000 M), hlm. 342. 19



Miftahudin aic, Peranan Aswaja Dalam Melestarikan Nilai



Nilai



Pendidikan,



dalam



http://miftahudinaic.blogspot.co.id/2015/06/peran-aswaja-dalammelestarikan-nilai.html, 13



BAB III PENUTUP Kesimpulan 1.



Pengertian Aswaja (Ahlu Sunnah Wal Jama’ah), Secara etimologi, Aswaja berasal dari bahasa Arab ahl artinya keluarga. Al-sunnah, berarti jalan, tabi’at dan perilaku kehidupan. Sedangkan al-jama’ah, berarti sekumpulan. Secara istilah (terminologi) yang dimaksud dengan Aswaja adalah kaum yang mengikuti amaliah Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya.



2.



Pada hakikatnya, Ahlus sunnah wal Jama’ah, adalah ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw. bersama para sahabatnya. Dinamika Aswaja, pada akhirnya karena lahirnya ulama bernama Abu Hasan al Asyari. Ia sebelumnya pengikut Mu'tazilah setelah itu keluar. Ia memproklamirkan paham dimana rasulullah dan sahabat berada di dalamnya, dan menyebut paham dengan sebutan Ahlus sunnah wal Jama’ah.



3.



Aswaja dalam bidang pendidikan islam sangat krusial/ penting sekali dikembangkan sebagai nilai pendidikan islam di Indonesia, disamping itu pendidikan aswaja muncul karena kebutuhan masyarakat Indonesia, yaitu pendidikan agama dan moral.



4.



Peranan penting yang paling mendasar oleh sebuah pendidikan/ madrasah adalah mengimplementasikan ibadah kepada Allah SWT, juga meluruskan pemahaman yang salah dari segi akidah maupun ibadahnya serta untuk menuai akhlaq yang mulia dan terpuji.



14



DAFTAR PUSTAKA Aic, Miftahudin. Peranan Aswaja Dalam Melestarikan Nilai Nilai Pendidikan, dalam http://miftahudinaic.blogspot.co.id/2015/06/peran-aswaja-dalammelestarikan-nilai.html, Al-Hâzimî, Khâlid Bin Hâmid. 1420 H/2000 M. Ushûl at-Tarbiyah alIslâmiyah. Madinah Munawwaroh: Dâr Âlam al-Kutub. Darmanto, Ahlussunnah Waljamaah dan Peranan, dalam http://sahabalit.blogspot.co.id/2012/05/ahlussunnah-waljamaahdan-peranan.html, Farid, Ahmad. 2011. Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah. Surabaya : Pustaka Elba. Misrawi, Zuhairi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari. 2010, cet. 1. Moderasi Keumatan Dan Kebangsaan. Jakarta: Kompas. Mousir, Kang. Resume Aswaja, dalam http://lifeonthemotivation.blogspot.co.id/2014/11/resume-aswaja.html , Munawwir, Ahmad Warson. 1997, cet. 14.Al-Munawwir: Kamus Arab– Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif. Nasichuddin. Moch. Ari. Aswaja Sejarah Dinamika Umat Islam Dan Analisis Sosial http://www.kmnu.or.id/konten-291-aswaja-sejarahdinamika-umat-islam-dan-analisis-sosial.html, Nasir, Sahilun A. 2010, cet. 1. Pemikiran Kalam (Teologi Islam), Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya. Jakarta: Rajawali Press.



15