Makalah Aswaja [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH NU, DEMOKRASI DAN NKRI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Aswaja Dosen Pengampu: Bpk. Aan khunaifi,, M.Pd



Oleh: 1. Ahmad Lutpi



(20191700102004)



2. Iftitah



(20191700102011)



PROGRAM STUDY PENDIDIKAN BAHASA ARAB FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT PESANTREN KH.ABDUL CHALIM 2020/2021



1



KATA PENGANTAR Puji Syukur Kehadirat Allah SWT Yang Telah Memberikan Rahmat Dan HidayahNya Sehingga Saya Dapat Menyelesaikan Tugas Makalah Yang Berjudul NU,DEMOKRASI DAN NKRI ini Tepat Pada Waktunya. Adapun Tujuan Dari Penulisan Dari Makalah Ini Adalah Untuk Memenuhi Tugas Dosen Pada Bidang Studi Aswaja. Selain Itu, Makalah Ini Bertujuan Untuk Menambah Wawasan Tentang Aswaja Bagi Para Pembaca Dan Juga Bagi Penulis. Saya Mengucapkan Terima Kasih Kepada Bapak Aan Khunaifi, M.Pd Selaku Dosen Program Aswaja Yang Telah Memberikan Tugas Ini Sehingga Dapat Menambah Pengetahuan Dan Wawasan Sesuai Dengan Bidang Studi Yang Saya Tekuni. Saya Juga Mengucapkan Terima Kasih Kepada Semua Pihak Yang Telah Membagi Sebagian Pengetahuannya Sehingga Saya Dapat Menyelesaikan Makalah Ini. Saya Menyadari, Makalah Yang Saya Tulis Ini Masih Jauh Dari Kata Sempurna. Oleh Karena Itu, Kritik Dan Saran Yang Membangun Akan Saya Nantikan Demi Kesempurnaan Makalah Ini.



Mojokerto, 29 Mei 2022



Penulis



2



DAFTAR ISI Contents



KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2 DAFTAR ISI........................................................................................................................................3 BAB I....................................................................................................................................................4 PENDAHULUAN................................................................................................................................4 1. Latar Belakang...............................................................................................................................4 BAB II..................................................................................................................................................5 PEMBAHASAN...................................................................................................................................5 A.



Demokrasi dalam implementasi Musyarawarah...................................................................5



B.



NKRI sebagai Ikhtiyar Nashbul Imamah..............................................................................6



C.



NKRI sebagai ikhtiyar final....................................................................................................7



BAB III.................................................................................................................................................8 PENUTUP............................................................................................................................................8 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................9 References............................................................................................................................................9



3



BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang



Pengkajian mengenai musyawarah dan demokrasi yang menjadi tema



diskursus para ulama dan cendikiawan muslim dewasa ini, salah satunya telah dibahas dalam dua pendekatan; normatif dan empiris. Pada tataran normatif, mereka mempersoalkan nilai-nilai demokrasi ditinjau dari aspek ajaran Islam. Sementara, pada tataran empiris mereka menganalisa implementasi demokrasi dalam praktik politik dan ketatanegaraan.1 Sebagaimana diketahui, bahwa musyawarah yang telah memiliki dasar hukum di dalam Alquran dan al-Hadis baik secara ucapan maupun praktik, terdapat hadis²hadis yang mengharuskan musyawarah,2 dan juga di dalam hukum dasar negara yang mayoritas penduduknya muslim telah menetapkan musyawarah sebagai sistem pemerintahannya. 2. Rumusan Masalah 1) Bagaimana demokrasi sebagai implementasi ajaran musyawarah ? 2) Bagaimana NKRI sebagai Nashbul Imamah? 3) Bagaimana NKRI sebagai Final? 3. Tujuan masalah 1) Memahami demokrasi sebagai implementasi ajaran musyawarah 2) Memahami NKRI sebagai Nashbul Imamah 3) Memahami NKRI sebagai Final



4



BAB II PEMBAHASAN A. Demokrasi dalam implementasi Musyarawarah



1. Pengertian Demokrasi Demokrasi secara etimologis berarti “pemerintahan oleh rakyat” dan ini membedakannya dari pola pemeritahan apapun yang legitimasinya tidak berasal dari pilihan rakyat. Abraham Lincoln mendefiniskan demokrasi “pemerintahan rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.” Dari definisi ini diantara kelompok Islam ada yang mengkontroversikannya bila dipraktekkan dalam kenegaraan atau urusan siyasah. Sahkah sistem demokrasi yang mengadopsi pemikiran dari Barat atau sebut saja mereka mengatakan sistem ini “kafir”. Apalagi penisbatan hukumnya yang dinisbatkan pada manusia. Mereka mengatakan manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan akalnya terbatas mengapa sistem yang jelas-jelas terbatas ini digunakan dalam negara atau bahkan menjadi dasar negara? Demikianlah pertanyaan serta permasalah yang tiada hentinya menyudutkan demokrasi. Adapun Sadek Jawel Sulaiman memberikan karakteristik sistem demokrasi:. a. kebebasan berbicara. Faktor ini dapat terwujud dengan jalan warga negara dapat menyatakan pendapat-pendapat mereka secara terbuka mengenai persoalanpersoalan publik tanpa dihantui rasa takut, baik pendapat yang berupa kritik maupun dukungan terhadap pemerintah. b. Sistem pemerintahan yang bebas. Faktor ini menurut rakyat secara teratur, menurut prosedur-prosedur konstitusional yang benar, memilih orang-orang yang mereka percayai untk menangani urusan-urusan pemerintahan. c. Pengakuan terhadap pemerintahan mayoritas dan hak-hak minoritas. Dalam sistem yang demokratis, keputusan-keputusan yang dibuat oleh mayoritas didasarkan pada keyakinan umum bahwa keputusan mayoritas lebih memungkinkan untuk benar daripada keputusan minoritas. Akan tetapi, keputusan mayoritas tidak juga berarti memberikan kebebasan pada mereka untuk bertindak sesuka hati. d. Selanjutnya adalah otoritas konstitusional. Merupakan otoritas tertinggi bagi validitas setiap undang-undang dan aturan pelaksanaan apapun. Otoritas konstitusional berarti supremasi aturan hukum, bukan aturan-aturan individual, dalam setiap upaya pemecahan berbagai masalah publik Dari karakteristik tersebut kiranya bisa diterima bahwa pada akhirnya demokrasi mengandaikan adanya suatu kesetaraan atau keseimbangan politis. Itu berarti setiap elemen masyarakat memiliki kesempatan dan kemampuan yang relatif seimbang untuk memperjuangkan kepentingan politis berdasarkan garis perjuangannya masing-masing. Sekarang permasalahannya pada Islam, apakah Islam membicarakan demokrasi secara eksplisit dari dua sumber otoritatifnya (Qur’an dan Hadits)?. Tentu saja secara istilah yang eksplisit tidak ada dalam sumber otoritatif Islam yang membicarakan demokrasi. Berkaitan dengan sistem kepemerintahan atau sistem siyasah, dalam bernegara Islam memperjuangkan kesetaraan. Kalau memang Islam memperjuangkan kesetaraan berarti ini dapat ditarik sebuah benang merah yang menghubungkan perjuangan Islam dalam siyasah dengan sistem demokrasi dalam bernegara. 2. Kaidah demokrasi dalam islam  Kaidah-kaidah kepemerintahan dalam Islam mengidealkan prinsip kesetaraan. Bila ditarik dalam Islam prinsip kesetaraan adalah sebuah misi yang tak terelakkan lagi. 5



Misalnya pada QS. Al-Hujurat: 13 “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”  Kaidah yang kedua adalah bermusyawarah pada QS. Al-Syura: 38 “Dan (bagi) orangorang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.” Sementara prinsip musyawarah ini diperkuat dengan sumber sekunder syariah, yaitu sunnah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad sendiri. Afan Ghaffar mengatakan:  “Adapun Beliau (Nabi) bermusyawarah dengan mereka (para sahabat) dalam suatu perkara yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an, dan yang Nabi sendiri tidak mendapat perintah (langsung) dari Allah, maka hak mereka (para sahabat) itu untuk memberi pendapat dan juga untuk mengajukan usul di luar hal yang Nabi sendiri telah pasti akan melakukannnya. Contohnya ketika Nabi menempatkan (pasukan) sahabat Beliau pada suatu posisi sewaktu perang Badr, kemudian al-Hubaib ibn alMundir ibn al-Jamuh bertanya, “ini perintah yang diturunkan oleh Allah kepada Engkau ataukah pendapat dan musyawarah?”. Nabi menjawab, “ini hanyalah pendapat dan musyawarah.” Maka dia (al-Hubaib) menyarankan Nabi posisi lain yang lebih cocok untuk kaum Muslim, dan Beliau menerima saran ini  Kaidah berikutnya adalah ta’awun. Yang dimaksud dengan ta’awun yakni menyatakan adanya tuntutan untuk kerjasama demi kepentingan Tuhan dan kepentingan manusia sendiri. Sama halnya dalam nilai-nilai demokrasi yakni menekankan kerjasama dan saling tolong menolong.  Kaidah demokrasi yang terakhir adalah taghyir (perubahan). Kaidah ini menyatakan bahwa manusia berperan besar dalam menentukan perubahan hidupnya. Demokrasi menuntut suatu perubahan yang memang sejalan dengan perkembangan kesadaran manusia yang selalu ingin mengadakan perbaikan. Seperti halnya yang digariskan dalam al-Qur’an. Dalam artian Allah mendukung peran manusia dalam berproses untuk berubah mulai dari tahap ke tahap, bagaimanapun perubahan itu akan berlangsung. Tentu saja sekali lagi dari sekian sumber syariah tidak ada satu pun yang menyebutkan demokrasi. Namun dalam batas tertentu sumber otentik dalam islam berkenaan dengan siyasah sungguh compatible dengan demokrasi. Sehingga perlu diakui terdapat pola hubungan sub-ordinatif dalam paradigma Islam. Pola hubungan sub-ordinatif menempatkan Islam sebagai substansi mutlak sedangkan bentuk negara menjadi relatif. Dihadapan negara, Islam bersifat mutlak dalam artian negara dapat menjadi ekspresi nilai-nilai perenial Islam. Dari pola hubungan demikian dimengerti bahwa Islam menjadi sebuah tujuan, sedangkan negara hanyalah sebuah instrumen saja betapapun itu bentuknya.



B. NKRI sebagai Ikhtiyar Nashbul Imamah



Menurut pandangan Islam, pada hakikatnya kekuasaan adalah amanat Allah SWT yang diberikan kepada seluruh manusia. Kemudian kekuasaan itu diwakilkan kepada pihakpihak yang ahli dalam mengemban dan memikulnya.



ِ َّ ‫ضنَا اَأْلمانَةَ علَى‬ ‫اَأْلر‬ َ َ ْ ‫ِإنَّا َعَر‬ ْ ‫الس َم َاوات َو‬ Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit dan bumi. (QS AlAhzab: 72)



6



Dalam wacana faham Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) bahwa membangun negara (imamah) adalah wajib syar'i. Hal tersebut didasarkan pada dalil-dalil berikut ini:



ِ َّ ِ ‫َأطيعواْ اللّه و‬ ِ ‫اَألم ِر ِمن ُك ْم فَِإن َتنَ َاز ْعتُ ْم يِف َش ْي ٍء َفُر ُّدوهُ ِإىَل اللّ ِه‬ َ ‫الر ُس‬ َّ ْ‫َأطيعُوا‬ ْ ‫ول َو ُْأويِل‬ َ َ ُ ْ‫ين َآمنُوا‬ َ ‫يَا َأيُّ َها الذ‬ ِ ِ ‫ول ِإن ُكنتم ُت ِمنو َن بِاللّ ِه والْيوِم‬ ِ ‫الرس‬ ‫َأح َس ُن تَْأ ِويل‬ ُ ‫ُ ْ ْؤ‬ َ ‫اآلخ ِر َذل‬ ْ ‫ك َخْيٌر َو‬ ُ َّ ‫َو‬ َْ َ



Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS An-Nisa`: 59) Proses pengangkatan kepemimpinan negara (nashbul imam) sebagai pengemban dan pemikul amanat kekuasaan, menurut Islam, dapat dilakukan dengan beberapa alternatif/cara yang disepakati oleh rakyat sepanjang tidak bertentangan dengan syari'ah. Sebuah negara harus dibangun nilai-nilai luhur keislaman yang antara lain meliputi: al-'adalah (keadilan), al-amanah (kejujuran), dan as-syura (kebersamaan). Untuk merealisasikan nilai-nilai luhur tersebut diperlukan wujudnya pemerintahan yang demokratik, bersih dan berwibawa. Untuk melahirkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa diperlukan adanya kesadaran dan keinginan yang kuat dari rakyat untuk bersamasama melahirkannya. Negara yang demokatik yang merupakan perwujudan syura dalam Islam menuntut para pemimpinnya bukan saja bersedia untuk dikontrol, tetapi menyadari sepenuhnya bahwa kontrol sosial merupakan kebutuhan kepemimpinan yang memberi kekuatan moral untuk meringankan beban dalam mewujudkan pemerintahan yang adil, bersih dan berwibawa yaitu NKRI.



C. NKRI sebagai ikhtiyar final



setidaknya ada tiga alasan mendasar yang akhirnya menjadikan NU tetap berkomitmen untuk menjadikan NKRI sebagai harga mati. Bagi NU, negara bukanlah sebagai tujuan. "Selama negara bisa menjamin bagi terlindunginya lima hal pokok atau ushulul khams, maka sudah seharusnya keberadaan negara didukung," Kelima hal pokok tersebut adalah terjaganya akal, agama, harta, keturunan serta jiwa atau nyawa. Sehingga, tujuan hakiki dari sebuah negara adalah maslahah 'ammah atau kemaslahatan publik, tanpa harus mempersoalkan bentuk dari negara yang ada, lanjutnya Pertimbangan kedua adalah, secara substantif keberadaan NKRI sesuai dengan syariat. "Karena dalam praktiknya, masyarakat muslim atau warga negara bisa menjalankan syariat Islam secara penuh," memerinci bahwa selama ini banyak undang-undang atau peraturan di negara Indonesia yang bisa mengakomodir pelaksanaan syariat Islam. "Seperti berlakunya undangundang perkawinan, waris, zakat, juga pengelolaan fakir dan miskin," katanya. Bahkan untuk yakng terakhir ini yakni penanganan fakir miskin di tanah air sesuai dengan tatanan yang disyariatkan dalam Islam, "Yang ketiga adalah NU menyadari akan kebhinekaan dari bangsa Indonesia, karenanya menghadapi keberagaman itu harus dihadapi dengan arif agar kemajemukan yang 7



ada bisa terjaga dengan baik," Karenanya, NKRI menjadi solusi terbaik bagi upaya menebarkan rasa aman dan damai, tanpa harus ada pihak yang diciderai.



BAB III A. Kesimpulan



PENUTUP



sumber otentik dalam islam berkenaan dengan siyasah sungguh compatible dengan demokrasi. Sehingga perlu diakui terdapat pola hubungan sub-ordinatif dalam paradigma Islam. Pola hubungan sub-ordinatif menempatkan Islam sebagai substansi mutlak sedangkan bentuk negara menjadi relatif. Dihadapan negara, Islam bersifat mutlak dalam artian negara dapat menjadi ekspresi nilai-nilai perenial Islam. Dari pola hubungan demikian dimengerti bahwa Islam menjadi sebuah tujuan, sedangkan negara hanyalah sebuah instrumen saja betapapun itu bentuknya. Negara yang demokatik yang merupakan perwujudan syura dalam Islam menuntut para pemimpinnya bukan saja bersedia untuk dikontrol, tetapi menyadari sepenuhnya bahwa kontrol sosial merupakan kebutuhan kepemimpinan yang memberi kekuatan moral untuk meringankan beban dalam mewujudkan pemerintahan yang adil, bersih dan berwibawa yaitu NKRI Karenanya, NKRI menjadi solusi terbaik bagi upaya menebarkan rasa aman dan damai, tanpa harus ada pihak yang diciderai.



B. Saran -



8



DAFTAR PUSTAKA References NU Online



9