Makalah Bahasa Kelompok 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah Konsep Dasar Bahasa dan Sastra Indonesia Tentang Konsep Pemerolehan Bahasa Anak Dosen Pembimbing: Dr. Dra. Enny Zubaidah, M.Pd.



Oleh : Hanif Arsalan 18108241036 Reza Yusinta 18108241077 Pingkan Pangestu Dewanti 18108241107 Ovan Jati Pamulat 18108244066 Kelas D 2018



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2018



Kata Pengantar Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas rahmat dan karunian-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah konsep pemerolehan bahasa. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Konsep Dasar Bahasa dan Sastra Indonesia SD. Makalah ini dapat diselesaikan berkat bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini, kami menyampaikan terima kasih kepada: 1



Ibu Dr. Dra. Enny Zubaidah M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Konsep Dasar Bahasa Indonesia SD,



2



Teman-teman kelas 1D yang telah mendukung penulis dalam mengerjakan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk



itu kritik dan saran yang bersifat membangun kami harapkan guna menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semuanya.



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bahasa merupakan komponen penting dalam kehidupan manusia. Dengan adanya bahasa, manusia dapat saling mengenal, memahami, dan berbagi satu sama lain. Bahasa mempunyai fungsi utama yaitu bahasa sebagai sarana komunikasi. Selain menjadi sarana komunikasi, bahasa juga mempunyai beberapa fungsi lain yang diantaranya adalah bahasa sebagai sarana ekspresi diri, sarana memahami lingkungan dan orang lain, sarana membangun kecerdasan, membangun karakter dan sarana menciptakan kreativitas baru. Manusia sebagai subyek pengguna bahasa sejatinya melalui tahapantahapan dalam memperoleh bahasa tersebut. Secara garis besar, manusia melalui dua tahapan pemerolehan bahasa. Tahapan pertama adalah tahapan pemerolehan bahasa pertama atau sering disebut bahasa ibu, kemudian dilanjutkan dengan pemerolehan bahasa kedua yang didapatkan dari lingkungan. Perkembangan pemerolehan bahasa antar individu tentunya akan berbeda-beda, tergantung bagaimana pergaulan, dan interaksinya dengan lingkungan. Sebagai seorang guru dan seseorang yang dipersiapkan untuk menjadi seorang guru tentunya harus dapat memehami betul konsep pemerolehan bahasa, dan tahapan-tahapan pemerolehan bahasa, sehingga akan dapat menyampaikan materi pelajaran, berkomunikasi, memahami dan dapat menyikapi anak didiknya dengan benar sesuai dengan tingkatan bahasa anak yang antara anak didik satu dengan yang lain dapat berbeda-beda. Dengan begitu, fungsi bahasa sebagai sarana membangun kecerdasan, karakter, dan kreativitas bisa dirasakan betul oleh para peserta didik. Oleh



karena



itu,



penulis



menyusun makalah



mengenai



konsep



pemerolehan bahasa yang berisi tentang pembahasan konsep pemerolehan bahasa, kemudian mecam-macam teori pemerolehan bahasa, dan uraian



tahapan-tahapan pemerolehan bahasa anak usia 0-12 tahun yang harapannya dapat menambah wawasan dan bermanfaat bagi para pembaca, khususnya untuk mahasiswa pendidikan guru sekolah dasar, maupun untuk para guru sekolah dasar . B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana konsep pemerolehan bahasa? 2. Apa saja teori-teori pemerolehan bahasa? 3. Bagaimana tahapan-tahapan pemerolehan bahasa pada anak usia 0-12 tahun? C. TUJUAN 1. Dapat mensintesis konsep pemerolehan bahasa. 2. Dapat mensistesis teori-teori pemerolehan bahasa. 3.



Dapat mensintesis tahapan-tahapan pemerolehan bahasa anak usia 0-12 tahun.



BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Pemerolehan Bahasa Psikolinguistik merupakan urat nadi pengajaran bahasa (Simanjutak,1982). Psikolinguistik dan pengajaran bahasa tidak dapat dipisahkan, karena fokus atau tumpuan psikolinguistik adalah pemerolehan bahasa (language acquisition), pembelajaran bahasa (language learning) dan pengajaran bahasa (language teaching). Simanjuntak (1987: 157) mengatakan, proses pemerolehan bahasa adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang kanak-kanak (bayi) sewaktu memperoleh bahasa ibundanya. Hal itu berlangsung dengan tanpa disadari oleh anak-anak tersebut atau bisa dikatakan alamiah. Bahasa yang pertama didengar oleh anak maka itu yang akan otomatis terekam di memori anak. Proses pemerolehan bahasa pada anak terdiri dari dua aspek, yaitu aspek performance yang mencakup aspek pemahaman dan pelahiran, kemudian yang kedua yaitu aspek kompetensi. Proses-proses pemahaman melibatkan kemampuan mengamati atau kemampuan mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar sedangkan proses pelahiran melibatkan kemampuan melahirkan atau mengucapkan kalimat-kalimat sendiri. Pembelajaran bahasa (language learning) berbeda dengan pemerolehan bahasa. Pembelajaran bahasa dilakukan secara sadar dan hasil situasi belajar formal. Konteks pemerolehan bersifat alami, sedangkan pembelajaran mengacu pada kondisi formal dan konteks terprogram. Pembelajaran bahasa menyangkut proses-proses yang berlaku pada masa seseorang sedang mempelajari bahasa baru setelah ia selesai memperoleh bahasa ibunya. Dengan kata lain pemerolehan bahasa melibatkan bahasa pertama sedangkan pembelajaran bahasa melibatkan bahasa kedua atau bahasa asing.



Pemerolehan Bahasa Pertama Bila kita mengamati perkembangan kemampuan berbahasa anak, kita akan terkesan dengan pemerolehan bahasa anak yang berjenjang dan teratur. Pada usia satu tahun anak mulai mengucapkan kata-kata pertamanya yang terdiri dari satu kata yang kadang-kadang tidak jelas tetapi sesungguhnya bermakna banyak. Misalnya anak mengucapkan kata “makan”, maknanya mungkin ingin makan, sudah makan, lapar atau mungkin makanannya tidak enak, dsb. Semakin berjalannya waktu terjadi perkembangan yang terus berlanjut hingga umur enam tahun anak telah siap menggunakan bahasanya untuk belajar di sekolah dasar, sekaligus dengan bentuk-bentuk tulisannya. Pada proses ini anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal itulah yang disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Jadi pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak pada awal kehidupannya tanpa bahasa, kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa perolehan bahasa tersebut, bahasa anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk atau struktur bahasanya. Proses belajar bahasa pertama memiliki ciri-ciri: 1. Belajar tidak disengaja 2. Berlangsung sejak lahir 3. Lingkungan keluarga sangat menentukan 4. Motivasi ada karena kebutuhan 5. Banyak waktu untuk mencoba Bahasa 6. Banyak kesempatan untuk berkomunikasi. Pemerolehan Bahasa Kedua Pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh sebuah bahasa lain setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya (bahasa ibu). Indonesia memiliki banyak ragam bahasa daerah sehingga bahasa ibu disetiap daerah masing-masing berbeda. Oleh karena itu ada yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Namun jika sejak lahir langsung diperkenalkan bahasa Indonesia, maka bahasa Indonesia itulah yang menjadi bahasa ibu atau bahasa pertamanya.



Pada proses belajar bahasa kedua terdapat ciri-ciri: 1. Belajar bahasa disengaja, misalnya karena menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah 2. Berlangsung setelah pelajar berada di sekolah 3. Lingkungan sekolah sangat menentukan 4. Motivasi pelajar untuk mempelajarinya tidak sekuat mempelajari bahasa pertama. Motivasi itu misalnya ingin memperoleh nilai baik pada waktu ulangan atau ujian. 5. Waktu belajar terbatas 6. Pelajar tidak mempunyai banyak waktu untuk mempraktikan bahasa yang dipelajari. 7. Bahasa pertama mempengaruhi proses belajar bahasa kedua 8. Umur kritis mempelajari bahasa kedua kadang-kadang telah lewat sehingga proses belajar bahasa kedua berlangsung lama. 9. Disediakan alat bantu belajar 10. Ada orang yang mengorganisasikannya, yakni guru dan sekolah.



B. Teori-Teori Pemerolehan Bahasa 1. Teori Behaviorisme Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dalam hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi (R) yang tepat terhadap rangsangan/stimulus (S). Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika mendapat penguatan (reinforcement). Pada saat ini, anak belajar bahasa pertamanya. Sebagai contoh, seorang anak mengucapkan bilangkali untuk barangkali. Sudah pasti si anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut. Apabila suatu ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak akan mendapatkan kritikan karena pengucapannya sudah benar. Situasi seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama pada anak.



Berikut ini adalah beberapa prinsip behaviorisme: a. Teori belajar behaviorisme ini bersifat empiris, didasarkan pada data yang dapat diamati. b. Kaum behavioaris menganggap bahwa 



Proses belajar pada manusia sama dengan proses belajar pada binatang,







Manusia tidak mempunyai potensi bawaan untuk belajar bahasa,







Pikiran anak merupakan tabula rasa yang akan diisi dengan asosiasi S-R,







emua prilaku merupakan respon terhadap stimulus dan perilaku terbentuk dalam rangkaian asosiatif.



c.



Belajar bagi kaum behavioris adalah pembentukan hubungan asosiatif antara stimulus dan respon yang berulang-ulang sehingga terbentuk kebiasaan. Pembentukan kebiasaan ini disebut pengondisian.



d. Pengondisian selalu disertai ganjaran sebagai penguatan asosiasi antara S-R. e. Bahasa adalah perilaku manusia yang kompleks di antara perilaku-perilaku lain. f. Anak menguasai bahasa melalui peniruan. g. Perkembangan bahasa seseorang ditentukan oleh frekuensi dan intensitas latihan yang disodorkan. B.F. Skinner adalah tokoh aliran behaviorisme. Dia menulis buku Verbal Behavior (1957) yang digunakan sebagai rujukan bagi pengikut aliran ini. Menurut aliran ini, belajar merupakan hasil faktor eksternal yang dikenakan kepada suatu organisme. Menurut Skinner, perilaku kebahasaan sama dengan perilaku yang lain, dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila suatu usaha menyenangkan, perilaku itu akan terus dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak menguntungkan, perilaku itu akan ditinggalkan. Singkatnya, apabila ada reinforcement (penguatan) yang cocok, perilaku akan berubah dan inilah yang disebut belajar.



Banyak kritikan diarahkan terhadap aliran ini. Chomsky mengatakan bahwa toeri yang berlandaskan conditioning dan reinforcement tidak bisa menjelaskan kalimat-kalimat baru yang diucapkan untuk pertama kali dan inilah yang kita kerjakan setiap hari. Bower dan Hilgard juga menentang aliran ini dengan mengatakan bahwa penelitian mutakhir tidak mendukung aliran ini. Aliran behaviorisme mengatakan bahwa semua ilmu dapat disederhanakan menjadi hubungan stimulus-respons. Hal tersebut tidaklah benar karena tidak semua perilaku merupakan respons dari satu stimulus. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa sejumlah orang yang mendapatkan stimulus yang sama tidak serta merta melahirkan respons yang sama. Terdapat variabel-variabel lain yang memengaruhi reaksi atau respons seseorang terhadap satu stimulus. 2.



Teori Nativisme Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat



dikuasai oleh manusia, Binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada beberapa asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik). Setiap bahasa memiliki pola perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal) dan lingkungan memiliki peran kecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa. Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui peniruan. Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (language acquisition device, disingkat LAD). Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan di lingkungan Melayu, sudah dapat dipastikan bahwa bahasa Melayu akan menjadi bahasa pertamanya. Semua anak yang normal dapat belajar bahasa apa saja yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Apabila diasingkan sejak lahir, anak



ini tidak memperoleh bahasa. Dengan kata lain, LAD tidak mendapat “makanan” sebagaimana biasanya (Baradja, 1990:33). Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai bahasa dalam waktu singkat dan bisa menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD juga memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi bahasa dan bukan bunyi bahasa. 3.



Teori



Kognitivisme



Aliran kognitivisme berawal dari pernyataan Jean Piaget (1926) yang berbunyi “Logical thinking underlies both linguistic and nonlinguistic developments.” (Pikiran logis membawahi perkembangan linguistik dan nonlinguistik).



Pernyataan ini memancing para ahli psikologi kognitif



menerangkan pertumbuhan kemampuan berbahasa. Mereka menilai penjelasan Chomsky tentang hal itu belum memuaskan. Teori Kognitivisme menjelaskan bahwa bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar. Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223). Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa mekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks, abstrak, dan khas. Begitu juga dengan lingkungan berbahasa. Bahasa harus diperoleh secara alamiah. Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai usia anak 18 bulan, bahasa dianggap belum ada. Anak hanya memahami dunia melalui indranya. Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.



4.



Teori Interaksionisme Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan



hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajar dengan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan interaksi antara masukan (input) dengan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis. Dalam pemerolehan bahasa pertama, anak sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Benar jika ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa si anak telah ada sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai penemuan, seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk., 2006: 2-3). Akan tetapi, yang tidak boleh dilupakan adalah lingkungan yang juga merupakan faktor yang memengaruhi kemampuan berbahasa si anak. Banyak penemuan yang telah membuktikan hal ini C. Tahap-tahap Perkembangan Bahasa Anak Menurut Piaget dan Vygotsky (dalam Tarigan, 1988), tahap-tahap perkembangan bahasa anak adalah sebagai berikut: 1.



Tahap Meraban (Pralinguistik)



a.



Tahap Meraban Pertama (0.0 - 0.5) Pada tahap meraban pertama, selama bulan-bulan awal kehidupan, bayi



menangis, mendekut, mendenguk, menjerit, dan tertawa. Tahap meraban pertama ini dialami oleh anak berusia 0-6 bulan. Pembagian kelompok usia ini sifatnya umum dan tidak berlaku persis pada setiap anak. Berikut rincian tahapan perkembangan anak usia 0-6 bulan berdasarkan hasil penelitian beberapa ahli yang dikutip oleh Clark (1977) : 



0-2 minggu: anak sudah dapat menghadapkan muka ke arah suara. Mereka sudah dapat membedakan suara manusia dengan suara lainnya, seperti bel,



bunyi gemerutuk, dan peluit. Mereka akan berhenti menangis jika mendengar orang berbicara. 



1-2 bulan: mereka dapat membedakan suku kata , seperti (bu) dan (pa), mereka bisa merespon secara berbeda terhadap kualitas emosional suara manusia. Misalnya suara marah membuat dia menangis, sedangkan suara yang ramah membuatnya tersenyum dan mendekat (seperti suara merpati).







3-4 bulan : mereka sudah dapat membedakan suara laki-laki dan perempuan.







6 bulan : Pada tahap ini mereka mulai meraban (mengoceh). Anak pada tahap meraban satu sudah bisa berkomunikasi walau hanya dengan cara menoleh, menangis atau tersenyum. Anak belum anak bisa memproduksi apa pun yang bermakna.



b.



Tahap Meraban Kedua



Pada tahap ini anak mulai aktif artinya tidak sepasif sewaktu ia berada pada tahap meraban pertama. Secara fisik ia sudah dapat melakukan gerakan-gerakan seperti memegang dan mengangkat benda atau menunjuk. Berkomunikasi dengan mereka mulai mengasyikan karena mereka mulai aktif memulai komunikasi, kita lihat apa saja yang dapat mereka lakukan pada tahap ini. 



5-6 bulan : Dari segi komprehensi kemampuan bahasa anak semakin baik dan luas, anak semakin mengerti beberapa makna kata, misal: nama (diri sendiri atau panggilan ayah dan ibunya), larangan, perintah dan ajakan ( misal permainan “ciluk baa”). Hal ini menunjukkan bahwa bayi sudah dapat memahami ujaran orang dewasa. Di samping itu bayi mulai dapat melakukan gerakan-gerakan



seperti



mengangkat



benda



dan



secara



spontan



memperlihatkannya kepada orang lain (Clark:1997). Dengan cara ini ada beberapa kemungkinan yang meraka inginkan, misalnya: - Lihat, ini bagus!”, ingin memperlihatkan sesuatu - “Ápa ini?!”, ingin mengetahui sesuatu - “Pegang ini!ïngin meminta orang lain ikut memegang, dan lain-lain. Menurut Tarigan (1985) tahap ini disebut juga tahap kata omong kosong, tahap kata tanpa makna.



Pada tahap mengoceh ini (babbling) bayi



mengeluarkan bunyi-bunyi yang makin bertambah variasinya dan semakin



kompleks kombinasinya. Mereka mengkombinasikan vocal dengan konsonan menjadi struktur yang mirip dengan silabik (suku kata), misalnya : ma-mama, pa-pa-pa, da-da-da dsb. Pada periode ini meraban disertai gerakangerakan memperlihatkan barang, misalnya, gerakan-gerakan mengangkat mainan 



7-8 bulan: Sebulan kemudian yaitu usia sekitar 7-8 bulan ,pada tahap ini orang tua sudah bisa mengenalkan hal hal baru bagi anaknya, artinya anak sudah bisa mengenal bunyi kata untuk obyek yang sering diajarkan dan dikenalkan oleh orang tuanya secara berulang-ulang. Orang dewasa biasanya mulai menggunakan gerakan-gerakan isyarat seperti menunjuk. Gerakan ini dilakukan untuk menarik perhatian anak, karena si Ibu ingin menunjukkan sesuatu dan menawarkan sesuatu yang baru dan menarik (Clark,1997). Kemampuan anak untuk merespon apa yang dikenalkan secara berulang-ulang pun semakin baik, misal: melambaikan tangan ketika ayahnya atau orang yang dikenalnya akan pergi, beretepuk tangan, menggoyang-goyangkan tubuhnya ketika mendengar nyanyian,dsb. Jika kita perhatikan pada penjelasan-penjelasan sebelumnya bahwa perkembangan bahasa anak cenderung bersifat pasif. Suara-suara yang mereka hasilkan masih berupa ocehan yang belum dapat dipahami







8 bulan s/d 1 tahun Setelah anak melewati periode mengoceh, anak mulai mencoba mengucapkan segmen-segmen fonetik berupa berupa suku kata kemudian baru berupa kata. Misal:bunyi “ bu” kemudian “bubu” dan terakhir baru dapat mengucapkan kata “ibu”. Contoh lain: “pa”, “empah” baru kemudian anak dapat memanggil ayahnya “papa”atau “bapak”. Pada tahap ini anak sudah dapat berinisiatif memulai komunikasi. Ia selalu menarik perhatian orang dewasa, selain mengoceh ia pun pandai menggunakan bahasa isyarat. Misalnya dengan cara menunjuk atau meraih benda-benda. Gerakan- gerakan isyarat tersebut (Clark, 1977) mimiliki dua fungsi yaitu untuk mengomunikasikan sesuatu dan meminta sesuatu atau minta penjelasan, contohnya ketika si anak meraih benda: tujuannya adalah, ia



meminta sesuatu atau meminta penjelasan . Si anak akan merasa puas jika orang dewasa melihat ke arah benda yang menarik perhatiannya. Menurut Marat (1983) anak pada periode ini dapat mengucapkan beberapa suku kata yang mungkin merupakan reaksi terhadap situasi tertentu atau orang tertentu sebagai awal suatu simbolisasi karena kematangan proses mental (kognitif). Dengan kata lain kepandaian anak semakin meningkat. 2.



Tahap Linguistik



Jika pada tahap pralinguistik pemerolehan bahasa anak belum menyerupai bahasa orang dewasa maka pada tahap ini anak mulai bisa mengucapkan bahasa yang menyerupai ujaran orang dewasa. Para ahli psikolinguistik membagi tahap ini ke dalam lima tahapan, yaitu: 



Tahap Linguistik I : Tahap kalimat satu kata (tahap holofrastik).







Tahap Linguistik II : Tahap kalimat dua kata.







Tahap Linguistik III : Tahap pengembangan tata bahasa.







Tahap Linguistik IV : Tahap tata bahasa menjelang dewasa/prabahasa.







Tahap Linguistik V : Tahap Kompetensi Penuh



Berikutnya kita akan membahas kelima bagian tahap perkembangan bahasa di atas satu persatu. a. Tahap I, tahap holofrastik (tahap linguistik pertama). Pada usia 1-2 tahun masukan kebahasaan berupa pengetahuan anak tentang kehidupan di sekitarnya semakin banyak dimana anak sudah mulai mengucapkan satu kata. Contohnya: kata “asi “ (maksudnya nasi ) dapat berarti dia ingin makan nasi, dia sudah makan nasi,nasi ini tidak enak atau apakah ibu mau makan nasi? dsb. Orang dewasa harus faham bahwa pada tahap holofrasa ini, karena ingatan dan alat ucap anak belum cukup matang untuk mengucapkan satu kalimat yang terdiri dari dua kata atau lebih. Pada tahap ini gerakan fisik seperti menyentuh, menunjuk, mengangkat benda dikombinasikan dengan satu kata yang dapat berupa perintah, pemberitahuan, penolakan, pertanyaan, dan lain-lain. Di samping itu menurut Clark (1977) anak berumur 1 tahun menggunakan bahasa isyarat dengan lebih



komunikatif. Ada pun kata-kata pertama yang diucapkan berupa objek atau kejadian yang sering ia dengar dan ia lihat. Contoh kata-kata pertama yang biasanya dikuasi anak adalah: pipis (buang air kecil), mamam atau maem (makan), dadah sambil malambaikan tangan. (Katakata yang biasanya digunakan untuk bertanya adalah : apa, kenapa, sedangkan kata-kata perintah: sini, sana, lihat. Kata-kata yang digunakan untuk meminta adalah: lagi, mau, dan minta. Setelah anak mencapai usia 1 tahun 6 bulan ia mulai aktif diajak bercakap-cakap oleh orang dewasa dan ketika anak menjawab pertanyaan dia tidak menggunakan lebih dari satu kata dan jawabannya masih disertai gerak isyarat. Kemajuan anak setelah mencapai usia 1 tahun ini pesat sekali. Pada tahap ini orang tua kadang dikagetkan olaeh si anak karena tiba-tiba saja si anak mengatakan sesuatu yang kita anggap dia tidak bisa sebelumnya. Misalnya saja ketika si ibu sedang memasak lau si anak melihat api kompor menyala, tiba-tiba si anak mengatakan api! Atau panas! Kemajuan pada tahap satu kata diantaranya adalah mampu mengucapkan satu kata, ucapan satu kata dikombinasikan dengan gerakan isyarat, lalu ia sudah biasa diajak bercakap-cakap: ia mengerti kapan gilirannya berbicara lalu ia dapat melontarkan informasi baru dalam ucapannya. Itu artinya ia mulai mengurangi cara menirukan kata. b. Tahap Linguistik II: Kalimat Dua Kata Seperti telah dijelaskan di atas, anak-anak telah memahami terlebih dahulu kalimat-kalimat sebelum dia dapat mengucapkan satu kata. Tahap linguistik kedua ini biasanya mulai menjelang hari ulang tahun kedua. Kanak-kanak memasuki tahap ini dengan pertama sekali mengucapkan dua holofrase dalam rangkaian yang cepat (Tarigan, 1980). Misalnya : mama masak, adik minum, papa pigi. Keterampilan anak pada akhir tahap ini makin luar biasa. Komunikasi yang ingin ia sampaikan adalah bertanya dan meminta. Kata-kata yang digunakan untuk itu sama seperti perkembangan awal yaitu: sini, sana, lihat, itu, ini, lagi, mau dan minta. Pada periode ini tampak sekali kreativitas anak dikarenakan



makin bertambahnya pembendaharaan kata yang diperoleh dari lingkungannya dan juga karena perkembangan kognitif serta fungsi biologis pada anak. c.



Tahap Linguistik III: Pengembangan Tata Bahasa Tahap ini dimulai sekitar usia anak 2,6 tahun. Pada umumnya pada tahap ini,



anak-anak telah mulai menggunakan elemen-elemen tata bahasa yang lebih rumit, seperti: pola-pola kalimat sederhana, kata-kata tugas (di,ke,dari, ini, itu, dsb), pengimbuhan, terutama awalan dan akhiran yang mudah dan bentuknya sederhana (Hartati, 2000). Meskipun demikian, kalimat-kalimat yang dihasilkan anak masih seperti bentuk telegram contoh: “ini adi nani, kan ?” ( adi maksudnya adik),”mama pigi ke pasar”, dsb. Perkembangan anak pada tahap ini makin luar biasa. Umumnya pada tahap ini anak sudah mulai dapat bercakap-cakap dengan teman sebaya dan mulai aktif memulai percakapan. Mereka dapat bercakap-cakap dengan teman sebaya, teman yang lebih besar, orang dewasa, dapat menyimak radio dan televisi. Menurut Marat (1983) ada beberapa keterampilan mencolok yang dikuasai anak pada tahap ini: 



Pada akhir periode ini anak telah menguasai bahasa ibunya, artinya kaidah-kaidah tata bahasa yang utama dari orang dewasa telah dikuasai.







-Perbendaharaan kata berkembang, beberapa pengertian abstrak seperti : pengertian waktu, ruang, dan jumlah yang diinginkan mulai muncul.







Mulai



dapat



membedakan



kata



minum,makan,masak,pergi,pulang,mandi),dan (buku,baju,susu)



dan



sudah



dapat



kerja



(contoh



kata-kata



mempergunakan



kata



: benda



depan,



(di,ke,dari), kata ganti ( aku, saya) dan kata kerja bantu (tidak, bukan, mau, dsb.). 



Fungsi bahasa untuk berkomunikasi betul-betul mulai berfungsi; anak sudah dapat mengadakan percakapan yang dapat dimengerti oleh orang dewasa.



Bahasa anak-anak pada tahap ini dilukiskan sebagai bahasa telegram, karena pengetahuan kata-kata tugas yang masih terbatas, menyebabkan ucapan anak-anak itu berbunyi seperti telegram yang ditulis oleh orang dewasa (Tarigan,1985).



Anak membuat pola pesan dengan cara yang sependek mungkin seperti halnya orang dewasa mengirim telegram. Menurut Marat (1983) yang dihilangkan pada bahasa telegram disebut katakata fungsi yang walaupun dihilangkan biasanya tidak menghilangkan makna. Seperti yang sudah dijelaskan terdahulu, bahwa keterampilan anak pada tahap ini bervariasi, ada kemungkinan sebagian dari mereka sudah dapat menambahkan akhiran dan kata-kata fungsi dalam ujaran mereka. d. Tahap Linguistik IV: Tata Bahasa Menjelang Dewasa/Pradewasa Tahap perkembangan bahasa anak yang cepat ini biasanya dialami oleh anak yang sudah berumur antara 4-5 tahun. Pada tahap ini anak-anak sudah mulai menerapkan struktur tata bahasa dan kalimat-kalimat yang agak lebih rumit. Misalnya kalimat majemuk sederhana seperti : 



aku di sini, kakak di sana







ayo nyanyi dan nari







kakak, adik dari mana Dari contoh kalimat-kalimat di atas, tampak anak sudah “terampil”



bercakap-cakap. Kemampuan menghasilkan kalimat-kalimatnya sudah beragam, ada kalimat pernyataan/kalimat berita, kalimat perintah dan kalimat tanya yang menandakan peningkatan kemampuan kebahasaan anak. Menurut Tarigan (1985), walaupun anak-anak sudah dianggap mampu menyusun kalimat kompleks, tetapi mereka masih membuat kesalahan-kesalahan. Kesalahan tersebut dalam hal menyusun kalimat, memilih kata dan imbuhan yang tepat. Sekali lagi orang tua dan guru sangatlah berperan untuk membantu anak memperkaya kosa kata. Menurut Clark (1977) pada tahap ini anak masih mengalami kesulitan bagaimana memetakan ide ke dalam bahasa. Maksudnya adalah Si Anak mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikirannya ke dalam kata-kata yang bermakna karena anak memiliki ketebatasan-keterbatasan seperti: pengusaan struktur tata bahasa, kosa kata dan imbuhan. f. Tahap Linguistik V: Kompetensi penuh Sekitar usia 5-7 tahun, anak-anak mulai memasuki tahap yang disebut sebagai kompetensi penuh. Sejak usia 5 tahun telah menguasai elemen-elemen sintaksis



bahasa ibunya dan telah memiliki kompetensi (pemahaman dan produktivitas bahasa) yang memadai. Walau demikian, perbendaharaan katanya masih terbatas tetapi terus berkembang/bertambah dengan kecepatan yang mengagumkan. Berikutnya anak memasuki usia sekolah dasar. Perkembangan bahasa anak pada periode usia ini meningkat dari bahasa lisan ke bahasa tulis. Kemampuan mereka menggunakan bahasa berkembang dengan adanya pemerolehan bahasa tulis. Bahasa yang diperoleh dalam hal ini adalah bahasa yang ditulis oleh penutur bahasa tersebut, dalam hal ini guru atau penulis. Jadi anak mulai mengenal media lain pemerolehan bahasa yaitu tulisan, selain pemerolehan bahasa lisan pada masa awal kehidupannya. Menurut Tarigan (1988) salah satu perluasan bahasa sebagai alat komunikasi yang harus mendapat perhatian khusus di sekolah dasar adalah pengembangan baca tulis (melek huruf). 3. Tahap Kesadaran Metalinguistik Pada usia sekitar 8-12 tahun anak lebih mampu memperoleh informasi dari media cetak. Dengan kata lain, mereka membaca untuk belajar. Mereka masih mengalami kesulitan memahami informasi yang ditampilkan dari beragam sudut pandang dalam satu cerita. Kesdaran metalinguistic meningkat dengan baik, selama bertahun-tahun disekkolah dasar.Pendefinisiankata-kata menjadi bagian rutin dalam meningkatkan pengetahuan mereka tentang sintaksis dan berbicara tentang komponen-komponen kalimat seperti subjek dan kata kerja (Ely,2005) Pada masa perkembangan selanjutnya, yakni pada usia remaja, terjadi perkembangan bahasa yang penting. Periode ini menurut Gielson (1985) merupakan umur yang sensitif untuk belajar bahasa. Remaja menggunakan gaya bahasa yang khas dalam berbahasa, sebagai bagian dari terbentuknya identitas diri.Akhirnya pada usia dewasa terjadi perbedaan-perbedaan antara individu yang satu dan yang lain dalam hal perkembangan bahasanya



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Dari uraian penjelasan diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yakni: 1. Pemerolehan Bahasa dibagi menjadi dua yaitu pemerolehan Bahasa pertama yang didapatkan secara alami, dan pemerolehan Bahasa kedua yang didapatkan dari pembelajaran Bahasa(secara sadar dan hasil situasi belajar formal) 2. Macam teori bahasa ada teori behaviorisme, nativisme, kognitivisme, dan interaksionisme. 3. Tahap-tahap perkembangan Bahasa pada anak usia 0-12 tahun meliputi Tahap



Meraban



(Pralinguistik),



Tahap



Linguistik,



dan



Tahap



Metalinguistik.



B. SARAN Dalam penulisan makalah ini penulis yakin masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan pemikiran, saran serta



komentar



yang



bersifat



membangun,



baik



dari



dosen



pembimbing maupun dari teman-teman demi kesempurnaan makalah ini.



Daftar Pustaka 



http://fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2016/09/Materi-Bacaan-Bab-2Hakikat-Bahasa-Dan-Pemerolehan-Bahasa.pdf







http://eprints.uny.ac.id/13379/3/BAB%2520II.PDF







http://fkip.unri.ac.id/wp-content/uploads/2016/09/Materi-Bacaan-Bab-2Hakikat-Bahasa-Dan-Pemerolehan-Bahasa.pdf Oleh







: Drs. Azhar Umar, M.Pd



http://staffnew.uny.ac.id/upload/132104302/pengabdian/PEMEROLEHA N+BAHASA+KEDUA.pdf Oleh







: Dr. Tadkiroatun Musfiroh, M.Hum



file.upi.edu>Direktori>DUAL-MODES (Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Dasar Kelas Rendah) Oleh







: Tatat Hartati, M.Ed, Ph.D



Santrock, John W.2007.Perkembangan Anak.Terjemahan oleh Mila Rahmawati da nanna Kuswanti.Jakarta:Erlangga