Makalah Bioflok [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH DASAR-DASAR AKUAKULTUR SISTEM BUDIDAYA BIOFLOK



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



NANDYA EKA PRATIWI ROVIFAH MAWARIDA DHITA WIDHIASTIKA AZIZAH MUSFIROTUL K.M. SABRINA FARDANI MUHAMMAD SYUHADA INDIARTI LATIFATUL KHOFI ALIEF SATRIA LAKSANA



175080200111001 175080200111003 175080200111005 175080200111007 175080200111009 175080200111011 175080200111013 175080200111015 175080200111017



KELAS : P01 KELOMPOK : 2



FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017



DAFTAR ISI



BAB 1 :PEMBAHASAN 1.1 Latar Belakang....................................................................................................... (3) BAB 2 : ISI 2.1 Pengertian bioflok................................................................................................... (4) 2.2 Teknologi bioflok.................................................................................................... (4) 2.3 Peran bioflok.........................................................................................



(5)



2.4 Keuntungan bioflok................................................................................................. (6) 2.5 Kelemahan bioflok.................................................................................................. (6) 2.6 Dampak bioflok bagi lingkungan............................................................................. (7) 2.7 Kerangka bioflok..................................................................................................... (7) 2.8 Pembuatan bioflok...................................................................................................(10) 2.9 Kondisi yang baik untuk pembuatan bioflok.......................................................................................................................(10) 2.10 Penerapan bioflok............................................................................................... (12) BAB 3 : PENUTUP 3.1 Kesimpulan.............................................................................................................. (15) 3.2 Saran........................................................................................................................(15) DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................(16)



2



PEMBAHASAN 1.1 Latar Belakang Dalam The State of Fisheries and Aquaculture 2008, FAO melaporkan bahwa akuakultur merupakan salah satu sektor produksi pangan yang memiliki laju pertumbuhan tertinggi di dunia, mencapai 8,7% per tahun sejak tahun 1970. Kontribusi akuakultur terhadap produksi perikanan dunia juga terus menunjukkan peningkatan, pada tahun 2006 sektor ini telah memberikan kontribusi mencapai 47% dibandingkan tahun 1950 yang hanya 3%. Seiring dengan menurunnya produksi perikanan tangkap maka tidaklah mengherankan jika sektor akuakultur kemudian diharapkan dapat menjadi suplier utama produk-produk perikanan dunia. Menghadapi peluang ini akuakultur dihadapkan pada beberapa tantangan terutama yang berkaitan dengan sumber daya alam. Terbatasnya sumber daya alam seperti air dan lahan, menjadikan intensifikasi sebagai pilihan yang paling memungkinkan dalam meningkatkan produksi budidaya. Berbagai upaya untuk mengembangkan pcrikanan budidaya terutama sistem intensif hingga kini masih terus dilakukan mengingal sistem ini masih terkendala oleh berbagai masalah diantaranya buangan limbah akuakultur, penggunaan tepung ikan sebagai bahan baku pakan buatan scrta penyebaran penyakit (FAO, 2007). Salah satu sistem budidaya intensif dengan memanfaatkan lahan terbatas yang banyak diterapkan saat ini adalah dengan menggunakan kolam terpal. Permasalahan utama pada budidaya intensif adalah meningkatnya kadar bahan organik dalam air yang ditimbulkan dari feses dan sisa pakan. De Schryver et al. (2008) dan Crab et al. (2007) menyatakan bahwa ikan hanya menyerap sekitar 25% pakan yang diberikan, sedangkan 75% sisanya menetap sebagai limbah di dalam air. Pemecahan bahan organik oleh mikroba pada proses amonifikasi dapat menghasilkan amoniak (NH3) dalam perairan. Feses dan sisa pakan yang terakumulasi dalam air dapat meningkatkan konsentrasi amoniak yang bersifat toksik bagi ikan (Effendi, 2003). Teknologi bioflok merupakan salah satu solusi untuk mengatasi penumpukan limbah berupa bahan organik selama proses budidaya. Teknologi bioflok dilakukan dengan cara menambahkan unsur karbon (C) ke dalam media pemeliharaan yang bertujuan untuk merangsang bakteri heterotrof (Avnimelech, 1999 ; Crab et al., 2012).



3



ISI 2.1 Pengertian bioflok Bioflok—sesuai namanya yang



merupakan gabungan dari kata “bios”



(kehidupan) dan “flock” (gumpalan)—adalah kumpulan dari berbagai organisme seperti bakteri, mikroalga, protozoa, ragi dan sebagainya, yang tergabung dalam gumpalan. Jika pakan herbal yang sebelumnya disebutkan menambahkan tanam-tanaman, budidaya menggunakan sistem bioflok ini menambahkan organisme hidup (probiotik) yang berperan tidak hanya sebagai pakan tambahan alami bagi ikan tetapi juga menjaga kualitas air sehingga ikan lebih sehat. Untuk menginisiasi tumbuhnya organisme tersebut, biasanya pada kolam ditambahkan kultur bakteri jenis Bacillus sp (B. subtilis, B. licheniformis, B. megaterium, B. polymyxa) atau ragi (jenis Saccharomyces), dan molase/tetes



tebu



berkembangbiak



sebagai



dan



karena



nutrisi



bagi



media



bakteri.



perairan



Mikroba



budidaya



ini



kemudian



akan



sistem



bioflok



sudah



dikondisikan, maka tumbuh pula protozoa, mikroalga, ragi dan bakteri-bakteri menguntungkan lainnya. 2.2 Teknologi bioflok Konsep teknologi bioflok dalam akuakultur adalah untuk mendaur ulang senyawa nitrogen anorganik (amonia yang bersifat racun) menjadi protein sel mikroba yang dapat dimakan oleh hewan pemakan detritus seperti nila, udang dan juga lele. Prosesnya yaitu bahan organik dalam kolam diaerasi agar teraduk dalam kolom air sehingga dapat merangsang bakteri heterotrof aerobik menempel pada partikel organik tersebut, mengurainya menjadi bahan organik, dan menyerap mineral beracun seperti amonia, fosfat dan nitrit. Hasilnya, kualitas air menjadi lebih baik dan bahan organik didaur ulang menjadi detritus. Mengembangkan dan menjaga keberadaan bakteri yang menguntungkan dalam kolam merupakan kunci sukses teknologi bioflok. Bakteri yang menguntungkan harus dijaga dominasinya di dalam kolam sehingga akan menekan pertumbuhan bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit pada ikan. Disisi lain, jika kumpulan bakteri yang menguntung tersebut dapat membentuk gumpalan flok yang banyak, akan berperan dalam merombak limbah nitrogen secara efisien.



4



Dengan demikian secara konseptual teknologi bioflok jika dikembangkan dengan benar akan sangat menguntungkan bagi para pembudidaya dibandingkan dengan teknologi



budidaya



konvensional



yang



selama



ini



telah



lama



berkembang.



Teknologi bioflok terbukti lebih stabil daripada sistem yang budidaya yang didominasi oleh plankton (konvensional) karena tidak tergantung pada sinar matahari. Dalam teknologi bioflok, penggunaan air juga akan lebih sedikit karena hanya menambahkan saja jika terjadi penguapan. 2.3 Peran dan fungsi bioflok Secara rinci dapat dijelaskan bahwa bioflok yang tersusun dari berbagai macan mikroorganisme yang ada di dalam kolom air mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Mengurai bahan organik dan menghilangkan senyawa beracun Bakteri yang membentuk flok dapat mengurai bahan organik yang berasal dari sisa pakan dan feces didalam kolam. Dengan kondisi aerob, bahan organik tersebut diurai menjadi mineral anorganik sedangkan amonia akan disintesis menjadi protein sel dan sebagian lagi dioksidasi oleh bakteri Nitrosomonas menjadi nitrit dan kemudian dirubah menjadi nitrat oleh oleh bakteri Nitrobacter. b. Menstabilkan kualitas air Dalam penerapan teknologi bioflok, ciri umum keberhasilannya



adalah



tercapainya kondisi pH yang stabil dan sedikit lebih rendah dari pH normal, dengan fluktuasi harian kurang dari 0,5. Seperti diketahu bahwa pengaruh amonia akan berkurang jika kondisi pH lebih rendah dari normal. Kondisi ini membuat air menjadi stabil sehingga dapat mengurangi stres pada ikan. c. Mengubah amonia menjadi protein sel yang diperkaya karbohidrat Salah satu jenis bakteri yang harus ada dalam sistem bioflok adalah bakteri Bacillus megaterium. Hal ini patut menjadi cacatan bagi para pembudidaya yang hendak menerapkan teknologi bioflok. Untuk itu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan



memberikan



inokulan



probiotik



yang



dijual



dipasaran.



Pemanfaatan amonia oleh bakteri heterotrof aerobik adalah cara yang paling jitu dalam pengendalian amonia, karena bakteri heterotrof memiliki waktu pembelahan yang sangat cepat dalam hitungan jam. Jika dibandingkan dengan bakteri nitrifikasi



5



yang memerlukan waktu hingga 3 hari dalam membelah diri, maka penggunaan bakteri heterotrof akan sangat lebih efisien. d. Menekan organisme patogen Kehadiran bioflok yang terdiri dari berbagai bakteri nonpatogen dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen yang merugikan. Hal ini dikarenakan ada beberapa jenis bakteri yang mengeluarkan antibiotik atau senyawa asam organik yang bersifat menekan bakteri merugikan dalam media budidaya. Bila bioflok dimakan oleh ikan maka senyawa biopolimer (PHA) yang terdapat dalam gumpalan bioflok akan diuraikan oleh enzim pencernaan menjadi asam alkanoat yang dapat menekan bakteri merugikan didalam usus, sehingga peran bioflok juga sangat penting dalam menjaga kesehatan pencernaan ikan. e. Sebagai makanan tambahan bagi ikan Berkaitan dengan penggunaan pakan pabrikan yang semakin mahal, untuk mengurangi FCR bioflok diharapkan mampu menjadi makanan tambahan bagi ikan karena mengandung nutrisi yang baik dengan kadar protein yang tinggi. 2.4 Keuntungan sistem bioflok a. Ph relatif stabil yaitu antara 7-7,8 b. Ph nya cenderung rendah, sehingga kandungan amoniak relatif kecil c. Tidak tergantung pada sinar matahari dan aktivitasnya akan menurun bila suhu rendah d. Tidak perlu ganti air sehingga keamanannya terjaga e. Limbah tambak (kotoran, algae, sisa pakan, amonia) didaur ulang dan dijadikan makanan alami berprotein tinggi f.



Lebih ramah lingkungan



2.5 Kelemahan sistem bioflok a. Tidak bisa diterapkan pada tambak yang bocor/rembes karena tidak ada/sedikit pergantian air b. Memerlukan peralatan/aeratorcukup banyak sebagai suplai oksigen c. Aerasi harus hidup terus (24 jam/hari) 6



d. Bila aerasi kurang maka akan terjadi pengendapan bahan organik e. Kurang cocok untuk tanah yang mudah teraduk (erosi). Jadi dasar harus benarbenar padat (dasar berbatu/sirtu, semen atau plastik HDPE) 2.6 Dampak sistem bioflok pada lingkungan 



Dampak Sistem bioflok pada Budidaya Udang Vaname Kegiatan budidaya udang vaname dengan teknologi bioflok mampu meminimalir



limbah budidaya, mengurangi penggunaan air dan efisiensi lahan dengan kepadatan tinggi. Hasil penilaian menunjukan kegiatan tersebut menghasilkan acidification 63,79±15,37 kg SO2 eq ; eutrophication 14,38 ±3,28 kg PO4 eq ; global warming potensial 7.336,77±1.46 kg CO2 eq, dan cumulative energy use sebesar 101,64±18,84 GJ eq. Kontribusi terbesar berasal dari penggunaan energi listrik dan pakan udang. Untuk mengurangi dampak lingkungan, disarankan untuk melakukan substitusi pakan berprotein lebih rendah ( 2 bulan) agar tujuan mengurangi input pakan dan energi listrik dapat dilakukan lebih optimal. 2.7 Kerangka bioflok



7



Setelah didesain gambar kolam biofloknya kemudian siapkan bahan-bahan untuk membuat kolam, yaitu : 1. Besi ulir 12 inchi, untuk membuat kerangka kolam 2. Terpal bundar dengan diameter 3 meter 3. Pipa paralon, untuk inout output air 4. Semen,pasir,batu bata, untuk cincin kolam Setelah semua bahan sudah dikumpulkan kemudian perakitan kerangka kolam. Kerangka kolam dibuat dengan memotong besi ulir 12 inchi ukuran panjang 120 cm untuk bagian berdirinya, dan melingkarnya hingga membentu diameter 3 meter. Besi kerangka dikaitkan satu sama lain dengan alat bantu las. buatlah seperti gambar kerangka berikut ini:



Kemudian pasang pipa paralon sebagai output air dari dasar kolam, seperti gambar diatas. Setelah pemasangan pipa selesai, langkah selanjutnya adalah pemasangan cincin disekeliling kolam, tujuanya agan pada saat kolam diisi air tidak bergeser.



Setelah semua hal diatas selesai dilakukan, kemudian tahap berikutnya adalah pemasangan terpal sebagai media kolam, dalam pemasangan kolam harus dilakukan dengan hati-hati, jangn sampai merisak media atau merobekkan terpal karena pemasanhan yang tidak hati-hati.



8



Setelah pemasangan terpal selesai, tahap selanjutnya pengisian air, sebelum pengisian air pastikan semua tahapan-tahapan sesuai dengan prosedur dan tidak ada masalah. untuk membentuk flok pada kolam maka harus menggunakan pompa udara untuk meniupkan udara kedalam kolam.



Dengan bantuan pompa udara, maka ini sangat membantu dalam mempercepat pembentukan flok didalam kolam, yang membantu memberikan makanan tambahan.



9



2.8 Pembuatan bioflok



2.9 Kondisi yang baik untuk pembuatan bioflok a. Bahan organik yang cukup Syarat utama pembentukan flok adalah adanya bahan organik yang cukup. Bioflok akan terbentuk baik apabila Total Organik Karbon telah mencapai 100 ppm. Pada umumnya, pada awal budidaya akan diawali dengan sistem plankton.



10



Semakin bertambahnya umur budidaya dimana pemberian pakan sudah mulai banyak, makan bahan organik sisa pakan dan feses akan semakin banyak dan hal ini akan mendukung bakteri untuk berkembang dan menghasilkan flok dalam kolam. b. C/N Rasio Perkembangan bakteri heterotrof sangat tergantung oleh nilai C/N Rasio. Agar perkembangan bakteri heterotrof pembentuk flok optimum, maka nilai C/N Rasio harus berada pada kisaran antara 15-20. Untuk memenuhi nilai C/N Rasio yang sesuai maka perlu penambahan bahan-bahan sumber karbon, seperti molasses, tepung, atau gula ke dalam air atau dicampurkan dengan pakan. c. Aerasi dan Pengadukan Aerasi berfungsi untuk menambah suplai oksigen dalam air, dimana oksigen sangat diperlukan oleh bakteri untuk mengurai bahan organik, mengoksida amonia menjadi nitrit kemudian nitrat. Kondisi yang cukup oksigen, bakteri akan mampu mengurai bahan organik secara sempurna, sehingga tidak menghasilkan bahan yang bersifat racun dan membahayakan bagi ikan. Pengadukan berfungsi untuk mencegah bahan organik dan flok mengendap di dasar kolam sehingga dalam kondisi anaerobik. Dalam bakteri anaerobik, bakteri akan menggunakan sulfat maupun nitrat untuk mengoksidasi bahan organik sehingga menghasilkan gas-gas beracun (H2S, nitrit, amonia) yang sangat berbahaya bagi kehidupan ikan. d. Suhu dan pH Semakin tinggi suhu maka proses metabolisme akan semakin cepat. Apabila suhu semakin tinggi maka akan terbentuk flok. Agar kestabilan flok terjaga maka harus diusahakan suhu air pada kondisi sedang (20-250C). Kondisi pH akan berpengaruh terhadap kestabilan flok. Penambahan bahan yang dapat menaikkan atau menurunkan pH dapat membantu kestabilan flok. pH akan berkaitan dengan nilai alkalinitas dan konduktifitas. f. N/P Rasio



11



Nilai N/P Rasio yang rendah (kurang dari 10) akan menyebabkan kondisi perairan didominasi oleh blue green algae dan dinoflagellata. Sedangkan green algae dan diatom akan tertekan perkembangannya karena keterbatasan N. Dalam teknologi bioflok nilai N/P Rasio harus diusahakan lebih tinggi dari 10 agar phosfat dapat menjadi faktor pembatas yang akan menghambat pertumbuhan algae dan diatom. Kondisi seperti ini akan memberikan kesempatan kepada bakteri untuk berkembang, terutama bakteri dari kelompok Bacillus.



2.10



Penerapan bioflok a. Penerapan bioflok pada ikan lele Pertumbuhan ikan pada budidaya intensif sangat dipengaruhi oleh konsumsi nutrisi yang didapatkan dari pakan. Penelitian Shafrudin dkk., (2006) tentang pengaruh kepadatan benih ikan lele dumbo terhadap produksi pada sistem budidaya dengan pengendalian nitrogen melalui penambahan-penambahan tepung terigu juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata perbedaan padat tebar terhadap laju pertumbuhan ikan lele. Hal ini menunjukkan bahwa selama pemeliharaan, kebutuhan ikan akan nutrisi dan lingkungan telah terpenuhi. Sistem bioflok menerapkan konsep budidaya tanpa pergantian air. Konsep budidaya dengan tanpa menggunakan pergantian air membuat media budidaya dapat terkontrol dengan baik. Menurut Setyono (2004) dalam sistem akuakultur tertutup yang hampir tidak atau sedikit melakukan pergantian air , kualitas air, pakan dan pencegahan penyakit dapat dikontrol dengan baik, sehingga ikan dapat dipelihara dengan kepadatan yang tinggi, tumbuh dengan cepat dan seragam. Pemeliharaan secara intensif ikan lele dengan teknologi bioflok lebih efektif dibandingkan tanpa teknologi bioflok. b. Penerapan bioflok pada ikan nila Menurut Azmin et al. (2007) dalam Setiawan dan Reki (2010), struktur bioflocs mampu menyumbangkan nilai protein sebesar 50-53%. Hal ini merupakan suatu angka yang cukup baik karena melalui sumbangan protein tersebut dapat membantu dalam pemenuhan kebutuhan protein pada benih ikan nila. Penggunaan aplikasi bioflok apabila pemberian pakan berlebihan mengakibatkan bakteri tidak akan mampu menguraikan bahan organik, sehingga kualitas air menurun, pertumbuhan bakteri flok juga akan 12



terganggu, dan mengganggu pertumbuhan ikan. Hal yang sama juga terjadi jika dosis pakan yang diberikan kurang maka pertumbuhan ikan akan terhambat, bahan organik yang di hasilkan sedikit sehingga pertumbuhan flok yang diharapkan menjadi tambahan nutrisi ikan yang bergizi tidak tumbuh dengan baik. Menurut Novitasari (2008), kandungan bahan organik, oksigen dan pH pada media pemeliharaan juga berpengaruh terhadap terbentuknya flok. Sesuai



dengan



pendapat



Irianto (2003),



yang



menyatakan



bahwa



pemakaian bakteri jenis Bacillus sp, dapat memperbaiki kualitas air karena dapat mendekomposisi materi organik, menekan pertumbuhan pathogen serta menyeimbangkan komunitas mikroba sehingga dapat menyediakan lingkungan yang lebih baik bagi ikan. c. Penerapan bioflok pada udang Hal yang sama juga dikemukakan oleh Avnimelech, (2009) bahwa tambak untuk produksi bioflok sebaiknya dilapis plastik atau semen/beton. Menurut Avnimelech (2009) di air tambak udang umumnya volume flok sebanyak 2 – 40 mL/L dan mencapai 100 mL/L di kolam ikan. Sedangkan Nyam Tow (2010) menyatakan bahwa volume flok yang ideal untuk tambak udang adalah sebanyak 15 mL/L. Bakteri heterotrof dalam air tambak akan berkembang pesat apabila di air tambak ditambahkan sumber C karbohidrat yang langsung dapat dimanfaatkan, misalnya sukrose, mollase, tepung tapioka, selanjutnya bakteri tersebut akan menggunakan N anorganik terutama amonia dalam air dan disintesa menjadi protein bakteri dan juga sel tunggal protein yang dapat digunakan sebagai sumber pakan bagi udang atau ikan yang dipelihara (Hari, et al., 2004). Dengan demikian bioflok merupakan komunitas mikroba yang terdiri dari bakteria, protozoa dan zooplankton, sebagai suplemen pakan udang mengandung asam amino methionin, vitamin, mineral dan enzim yang dapat membantu proses pencernaan pakan pada udang. Disamping penambahan molase, juga dilakukan penambahan fermentasi probiotik ke dalam air tambak sebanyak 5mg/L/ hari. Tidak dilakukan pergantian air, tetapi setiap hari selalu ditambahkan air minimal selama 8 jam air mengalir masuk ke tambak dan kandungan oksigen terlarut dipertahankan diatas 4 ppm selama pemeliharaan. Setelah 70 hari mulai 13



dilakukan pembuangan air lewat sentral drain, terutama air yang berwarna hitam juga dilakukan sampling pertumbuhan udang.



14



PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dari Paparan atau penjelasan di atas, maka penulis dapat “Dasar-Dasar Akuakultur Sistem Budidaya Bioflok ” penulis menyimpulkan bahwa konsep teknologi bioflok dalam akuakultur adalah untuk mendaur ulang senyawa nitrogen anorganik (amonia yang bersifat racun) menjadi protein sel mikroba yang dapat dimakan oleh hewan pemakan detritus seperti nila, udang dan juga lele. Prosesnya yaitu bahan organik dalam kolam diaerasi agar teraduk dalam kolom air sehingga dapat merangsang bakteri heterotrof aerobik menempel pada partikel organik tersebut, mengurainya menjadi bahan organik, dan menyerap mineral beracun seperti amonia, fosfat dan nitrit. Hasilnya, kualitas air menjadi lebih baik dan bahan organik didaur ulang menjadi detritus.Teknologi bioflok jika dikembangkan dengan benar akan menguntungkan bagi para pembudidaya dibandingkan dengan teknologi budidaya konvensional



yang



selama



ini



telah



lama



berkembang.



Teknologi bioflok terbukti lebih stabil daripada sistem yang budidaya yang didominasi oleh plankton (konvensional) karena tidak tergantung pada sinar matahari. Dalam teknologi bioflok, penggunaan air juga akan lebih sedikit karena hanya menambahkan saja jika terjadi penguapan.



3.2 Saran Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.



Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan. Untuk bagian terakhir dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan saya jelaskan tentang daftar pustaka makalah.



15



DAFTAR PUSTAKA



Adharani N, Soewardi K, Syakti, A.D, dan Hariyadi S.2016.Manajemen Kualitas Air dengan Teknologi Bioflok :Studi Kasus pemeliharaan Ikan Lele (Clarias Sp.).Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia.1(21):35-40 Afifi Id’ham M.2014.Pemanfaatan Bioflok Pada Budidaya Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) dengan Padat Tebar Berbeda Terhadap Laju Pertumbuhan dan Survival Rate (SR). Universitas Airlangga.Surabaya Ekasari J.2009.Teknologi Biotlok:Teori dan Aplikasi dalam Perikanan Budidaya Sistem Intensif.Jurnal Akuakultur Indonesia.8(2):117-126. Ma’in,Anggoro S, Sasongko, S.B.2013. KAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN PENERAPAN TEKNOLOGI BIOFLOK PADA KEGIATAN BUDIDAYA UDANG VANAME DENGAN METODE LIFE CYCLE ASSESSMENT. Jurnal Ilmu Lingkungan. 2(11).110-119



Rangka Nur A dan Gunarto.2012.Pengaruh Penumbuhan Bioflok pada Budidaya udang Vaname Pola Intensif di Tambak.Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.2(4) Suryaningrum Fransiska M.2014.Aplikasi Teknologi Bioflok pada Pemeliharaan Benih Ikan Nila (Oreochromisniloticus).Jurnal Manajemen Perikanan dan Kelautan.1(1) Tim



Sekitar Kita dan Agribisnis. 2017. “Membuat Sistem Kolam Bioflok” dalam http://sekitarkitadanagribisnis.blogspot.co.id/2017/01/membuat-sistem-kolam-bioflok.html. Diunduh pada tanggal 9 Desember 2017, pukul 17.22 WIB.



16