Makalah Biologi Sifat Totipotensi Dan Kultur Jaringan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah Biologi



SIFAT TOTIPOTENSI DAN KULTUR JARINGAN



O L E H



Annisa Dwi Amalia XI IPA 3 SMA NEGERI 3 PEKANBARU T.P. 2019-2020



SIFAT TOTIPOTENSI DAN KULTUR JARINGAN A. Totipotensi Pengertian Totipotensi (total genetik potential), yaitu kemampuan setiap sel tumbuhan untuk menjadi individu baru yang sempurna bila diletakkan dalam lingkungan yang sesuai. Teori totipotensi ini dikemukakan oleh seorang ahli fisiologi yang berasal dari Jerman yang bernama G. Heberlandt tahun 1898. Pada tahun 1969, F.C. Steward menguji ulang teori tersebut dengan menggunakan objek empulur wortel. Dengan mengambil satu sel empulur wartel, F.C. Steward bisa menumbuhkannya menjadi satu individu wortel.  Berdasarkan sifat totipotensi, satu bagian tanaman dapat diklon menjadi tanaman baru yang identik secara genetik. Usaha memperoleh suatu individu baru dari satu sel atau jaringan dikenal sebagai kultur jaringan. B. Kultur Jaringan Kultur jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman (seperti jaringan akar, batang, daun dan mata tunas), kemudian menumbuhkannya pada media buatan yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh hormon secara aseptik dalam wadah tertutup yang tembus cahaya (misalnya botol-botol kaca), pada suhu tertentu sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Pada tahun 1954, kultur jaringan dipopulerkan oleh Muer, Hildebrandt, dan Riker. Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Jadi, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya. Prinsip Utama dalam Kultur Jaringan menurut Thorpe (1981) :  Isolasi bagian tanaman dari tanaman utuh (organ, akar, daun dll)  Memelihara bagian tanaman tadi dalam lingkungan yang sesuai dan kondisi kultur yang tepat  Pemeliharaan dalam kondisi aseptik Teori Dasar Kultur Jaringan :



1. Sel dari suatu organisme multiseluler di mana pun letaknya, sebenarnya sama dengan sel zigot karena berasal dari satu sel tersebut (Setiap sel berasal dari satu sel). 2. Teori Totipotensi Sel (Total Genetic Potential), artinya setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan berediferensiasi menjadi tanaman lengkap. C. Macam-Macam Kultur Jaringan a. Kultur meristem, menggunakan jaringan (akar, batang, daun) yang muda atau meristematik b. Kultur  anter, menggunakan kepala sari sebagai eksplan c. Kultur embrio, menggunakan embrio. Misalnya pada embrio kelapa kopyor yang sulit dikembangbiakan secara alamiah d. Kultur protoplas, menggunakan sel jaringan hidup sehingga eksplan tanpa dinding e. Kultur kloroplas, menggunakan kloroplas. Kultur ini biasanya untuk memperbaiki atau membuat varietas baru f. Kultur polen, menggunakan serbuk sari sebagai eksplannya. D. Kelebihan Menggunakan Teknik Kultur Jaringan 1. Pengadaan bibit tidak tergantung musim 2. Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat  3. Bibit yang dihasilkan mempunyai sifat yang identik dengan induknya 4. Bibit yang dihasilkan seragam dengan sifat yang sama 5. Tidak membutuhkan ruang yang luas 6. Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah 7. Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan  lainnya 8. Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa 9. Kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin karena di tumbuhkan dalam tempat yang steril dan bebas hama.



E. Kelemahan Menggunakan Teknik Kultur Jaringan 1 Kontaminasi atau alat dan bahan yang digunakan harus disterilisasi. 2 tidak semua tanaman dapat dilakukan proses kultur jaringan(Belum bisa diterapkan pada tumbuhan berkayu). 3 Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium khusus), peralatan dan perlengkapan. 4 Prosesnya cukup rumit sehingga Memerlukan SDM yang handal (tenaga ahli) untuk mendapatkan hasil kultur jaringan yang memuaskan. 5 Produk kultur jaringan biasanya memiliki akar dan batang yang tidak kokoh. 6 Bibit hasil kultur jaringan memerlukan proses aklimatisasi, karena terbiasa dalam kondisi lembap dan aseptik. F. Tahapan Kultur Jaringan 1) Pembuatan Media Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin,dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Media yang sudah jadi ditempatkan pada wadah kaca, seperti botol kaca, cawan petri atau tabung reaksi yang bersifat tembus cahaya. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.  2) Inisiasi Inisiasi yaitu pengambilan eksplan (bagian tanaman yang akan di kulturkan). Tujuan utama tahap ini adalah mengusahakan kultur yang aseptic atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga



diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976). 3) Strerilisasi Sterilisasi yaitu mensterilkan eksplan dan alat-alat yang akan digunakan untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme. Dalam sterilisasi bahan tanaman, hal yang penting yang harus mendapat perhatian adalah bahwa sel tanaman dan kontaminan adalah sama-sama benda hidup. Kontaminan harus dihilangkan tanpa mematikan sel tanaman. Bahan-bahan sterilisasi ini pada umumnya bersifat toxic (racun) terhadap jaringan tanaman. Pada tahap sterilisasi, segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan dengan menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan pun juga harus steril. Pembilasan yang berkali-kali sesudah perendaman eksplan di dalam larutan bahan sterilisasi sangat diperlukan untuk menghilangkan sisa-sisa bahan aktif yang masih menempel dipermukaan bahan tanaman. 4) Multiplikasi Multiplikasi yaitu kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Eksplan dapat langsung tumbuh menjadi planlet (tanaman kecil), namun kadang kala eksplan harus mealui tahap Kalus. Kalus adalah massa sel yang tidak



terdeferensiasi. Dengan penambahan hormon, kalus dapat tumbuh menjadi planlet. Hormon yang digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ). Pada umumnya eksplan akan membentuk akar pada minggu awal dalam pertumbuhannya, kemudian berlanjut dengan pertumbuhan pada tunas-tunasnya. Tunastunas tersebut kemudian dipisahkan untuk mendapatkan tanaman yang baru lagi. 5) Pengakaran Pengakaran merupakan fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Pengakaran tunas in-vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk (disebabkan bakteri). 6) Aklimatisasi Aklimatisasi adalah masa adaptasi tanaman hasil kultur jaringan yang semula kondisinya terkendali menjadi lingkungan yang tidak terkendali, yaitu kegiatan memindahkan planlet dari media ke tanah.  Tujuan dari aklimatisasi adalah untuk mengkondisikan tanaman agar tidak terjadi stress pada waktu ditanam di lapangan.



Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca, rumah plastik, atau screen house (rumah kaca kedap serangga) dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi.