Makalah CBT [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendekatan kognitif dan behavioral atau yang lebih dikenal dengannama cognitive-behavioral therapy menjadi suatu praktek yang terkenal dalam psikologi konseling. Sebagai contoh lebih dari setengah fakultas danpraktisi didunia berdasarkan survey mendapatkan pengaruh besar daripendekatan kognitif dan behavioral, disamping itu mereka juga mejadikan pendekatan ini sebagai pendekatan yang mereka gunakan pertama atau keduadalam orientasi pendekatan mereka. Walaupun teori ini telah munculbeberapa tahun yang lalu akan tetapi semua komponen yang ada relevandengan keadaan sekarang.Pada mulanya pendekatan kognitif dan behavioral adalah pendekatanyang berdiri sendiri. Keduanya memiliki pandangan sendiri terhadapmanusia, bahkan memiliki metode terapi yang berbeda pula. PendekatanBehavioral muncul berasal dari B.F Skinner dengan teori kondisi pengoperan.Kemudian pendekatan behavioral ini menjadi pendekatan yang populer padamasa1960an. Pada tahun 1970an pendekatan behavioral mendapatkanpengaruh dari teori kognitif. Bandura merupakan salah seorang yang pertamakali menggunakan konsep pendekatan Kognitif-Behavioral.Pendekatan Kognitif-Behavioral memiliki pandangan bahwa seorangindividu memiliki perilaku yang dipengaruhi oleh kondisi internal (kognitif).Berdasarkan hal tersebut, terapi Kognitif-Behavioral menekankan bahwaperubahan tingkah laku dapat terjadi jika seorang individu mengalamiperubahan dalam masalah kognitif. Terapi dalam pendekatan Kognitif-Behavioral merupakan gabungan dari terapi yang ada pada pendekatanKognitif dan pendekatan Behavioral. .Cognitive-Behavior Therapy (CBT) merupakan pendekatan konseling yang didasarkan atas konseptualisasi atau pemahaman pada setiap konseli, yaitu pada keyakinan khusus konseli dan pola perilaku konseli. Proses konseling dengan cara memahami konseli didasarkan pada restrukturisasi kognitif yang



menyimpang, keyakinan konseli untuk membawa perubahan emosi dan strategi perilaku ke arah yang lebih baik. Oleh sebab itu CBT merupakan salah satu pendekatan yang lebih integratif dalam konseling. (Alford & Beck, 1997) CBT merupakan sebuah pendekatan yang memiliki pengaruh dari pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy. Oleh sebab itu, Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan bahwasanya CBT merupakan perpaduan pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Sehingga langkah-langkah yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavior therapy ada dalam konseling yang dilakukan oleh CBT. Karakteristik CBT yang tidak hanya menekankan pada perubahan pemahaman konseli dari sisi kognitif namun memberikan konseling pada perilaku ke arah yang lebih baik dianggap sebagai pendekatan konseling yang tepat untuk diterapkan di Indonesia.



1. 2. 3. 4.



B. RUMUSAN MASALAH Bagaimana latar belakang teori CBT ? Siapa pengembang dan pendiri teori CBT ? Bagaimana konsep dasar/model pendekatan CBT ? Bagaimana asumsi tingkah laku sehat dan bermasalah dalam CBT ? Bagaimanakah hakikat dan tujuan konseling CBT ? Apa saja peran dan fungsi konselor CBT ? Bagaimana tahap-tahap konseling CBT ? Bagaimana teknik-teknik spesifik CBT ? Bagaimana kelemahan dan kelebihan CBT ? C. TUJUAN Agar mahasisawa mengetahui latar belakang teori CBT Agar mahasiswa mengetahui pengembang dan pendiri teori CBT Agar mahasiswa konsep dasar/model pendekatan CBT Agar mahasiswa mengetahui asumsi tingkah laku sehat dan bermasalah dalam



5. 6. 7. 8. 9.



CBT Agar mahasiswa mengetahui hakikat dan tujuan konseling CBT Agar mengetahui mengetahui peran dan fungsi konselor CBT Agar mahasiswa mengetahui mengetahui tahap-tahap konseling CBT Agar mahasiswa mengetahui teknik-teknik spesifik CBT Agar mahasiswa mengetahui kelemahan dan kelebihan CBT



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



BAB II PEMBAHASAN 1. LATAR BELAKANG TEORI CBT Pendekatan behavior dikembangkan sejak tahun 1950-an dan 1960-an.



Pendekatan



behavior



memisahkan



diri



dari



pendekatan



psikoanalisis yang berlaku pada saat itu. Terapi behavior berbeda dari konseling lain karena menggunakan classical conditioning dan operant conditioning terhadap penanganan berbagai perilaku bermasalah. Konseling behavior bangkit secara serentak di AS, Afsel, dan Inggris tahun 1950-an. Konseling Behavioral terus berkembang meskipun banyak kecaman dari konseling tradisonal (Psikoanalitik). Pada tahun1960-an Albert Bandura mengembangkan teori belajar sosial



(social



learning



conditioning dan operant Bandura menfokuskan



theory)



yang



menggabungkan classic



conditioning pada



terapi



kognitif



dengan belajar. dalam



konseling



behavioral. 1970-an konseling behavior muncul sebagai kekuatan utama dalam psikologi dan memiliki pengaruh yang berarti dalam pendidikan,



psikologi, psikoterapi, psikiatri, dan kerja sosial. Teknik-teknik behavioral dikembangkan dan diperluas juga diaplikasikan pada bidang-bidang bisnis, industry, dan pengasuhan anak. Tahun 1980-an merupakan pengembangan cakrawala baru dalam konsep dan metode yang bergerak jauh di luar teori belajar tradisonal. Adanya perhatian yang meningkat terhadap peran emosi dalam perubahan terapeutik dan peran factor-faktor biologis dalam gangguan psikologis. Perkembangan yang menonjol adalah timbulnya konseling kognitif



behavior



(cognitive-



behavior



Therapy/counseling) secara



berkelanjutan sebagai kekuatan dan aplikasi teknik-teknik behavioral terhadap pencegahan dan penanganan gangguan medis. Tahun 1990, assosiasi pengembangan terapi behavior mengklaim dirinya memiliki 4300 anggota. Ada 50 jurnal dan memiliki cabang di seluruh dunia. Konseling behavior saat ini memiliki empat bidang pokok perkembangan: classical conditioning, operant conditioning, social learning theory, dan cognitivebehavior therapy. 2. PENGEMBANG CBT Tokoh-tokoh Behavior Therapy 1) B.F. Skinner BF Skinner (1904-1990), dibesarkan di lingkungan keluarga yang hangat dan stabil. Skinner sangat tertarik dalam membangun segala macam hal. Ia menerima gelar PhD di bidang psikologi dari Harvard University pada tahun 1931 dan akhirnya kembali ke Harvard setelah mengajar di beberapa universitas. Skinner adalah seorang juru bicara terkemuka untuk behaviorisme dan dapat dianggap sebagai bapak dari pendekatan behavior. Ia juga seorang ahli eksperimen di laboratorium. Skinner tidak mempercayai menusia memiliki pilihan bebas. Menurutnya tindakan tidak dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan. Ia menekankan pandangannya pada sebab akibat antara tujuan, kondisi lingkungan dan perilaku yang dapat diamati. Pandangannya muncul sebagai bentuk protes terhadap psikoanalitik yang berfokus pada pikiran dan motif-motif yang tidak terlihat, sehingga ia merasa prihatin akan fokus yang terlalu kecil terhadap lingkungan yang dapat diamati. Skinner tertarik



pada konsep penguatan dan menerapkannya dalam dirinya sendiri. Skinner percaya iptek dapat menjanjikan masa depan yang lebih baik. 2) Albert Bandura Albert Bandura (lahir 1925), dia adalah anak bungsu dari enam anak di sebuah keluarga keturunan Eropa Timur. Selama SD dan SMA ia bersekolah di sekolah yang kekurangan guru dan sumber daya. Hal ini yang menjadi asset awal Bandura dalam mempelajari keterampilan memimpin diri, ia Memperoleh gelar PhD dalam psikologi klinis dari University of Iowa pada tahun 1952, dan setahun kemudian ia bergabung dengan fakultas di Universitas Stanford. Bandura dan rekan-rekannya yang merintis dalam bidang social modeling dan memperkenalkannya sebagai suatu proses yang kuat yang menjelaskan beragam bentuk pembelajaran. Teori yang dihasilkan ialah Social Cognitive Theory, yang menyatakan manusia dapat mengatur diri sendiri, dapat mempengaruhi tingkah laku dengan mengatur lingkungan, dapat menciptakan dukungan positif, dan dapat melihat konsekuensi bagi tingkah laku sendiri. Gagasan ini menyatakan bahwa manusia tidak hanya dibentuk oleh kekuatan lingkungan, tetapi juga oleh kekuatan batin yang memotifasi. Bandura berkonsentrasi pada empat bidang penelitian: (1) kekuatan pemodelan psikologis dalam membentuk pikiran, emosi, dan tindakan, (2) mekanisme agensi manusia, atau cara orang mempengaruhi motivasi mereka sendiri dan perilaku melalui pilihan; ( 3) persepsi masyarakat atas kemanjuran mereka untuk menjalankan pengaruh atas peristiwa yang mempengaruhi hidup mereka, dan (4) bagaimana reaksi stres dan depres disebabkan. Bandura telah menciptakan salah satu dari beberapa teori besar yang masih berkembang pada awal abad ke-21. 3. KONSEP DASAR CBT Definisi Cognitive-Behavior Therapy (CBT) Aaron T. Beck (1964) mendefinisikan CBT sebagai pendekatan konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan konseli pada saat ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang menyimpang. Pedekatan CBT didasarkan pada formulasi kognitif,



keyakinan dan strategi perilaku yang mengganggu. Proses konseling didasarkan pada konseptualisasi atau pemahaman konseli atas keyakinan khusus dan pola perilaku konseli. Harapan dari CBT yaitu munculnya restrukturisasi kognitif yang menyimpang dan sistem kepercayaan untuk membawa perubahan emosi dan perilaku ke arah yang lebih baik. 4. Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan definisi cognitivebehavior therapy yaitu pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara spesifik menggunakan kognisi sebagai bagian utama konseling. Fokus konseling yaitu persepsi, kepercayaan dan pikiran. Para ahli yang tergabung dalam National Association of CognitiveBehavioral



Therapists (NACBT),



mengungkapkan



bahwa



definisi



dari cognitive-behavior therapy yaitu suatu pendekatan psikoterapi yang menekankan peran yang penting berpikir bagaimana kita merasakan dan apa yang kita lakukan. (NACBT, 2007) Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT merupakan perpaduan dari dua pendekatan



dalam



therapy. Terapi



psikoterapi



kognitif



yaitu cognitive



memfokuskan



pada



therapy dan behavior pikiran,



asumsi



dan



kepercayaan. Terapi kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah kesalahan. Terapi kognitif tidak hanya berkaitan dengan positive thinking, tetapi berkaitan pula dengan happy thinking. Sedangkan Terapi tingkah laku membantu membangun hubungan antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan. Individu belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat. Pikiran negatif, perilaku negatif, dan perasaan tidak nyaman dapat membawa individu pada permasalahan psikologis yang lebih serius, seperti depresi, trauma, dan gangguan kecemasan. Perasaan tidak nyaman atau negatif pada dasarnya diciptakan oleh pikiran dan perilaku yang disfungsional. Oleh sebab itu dalam konseling, pikiran dan perilaku yang disfungsional harus direkonstruksi sehingga dapat kembali berfungsi secara normal. 5. CBT didasarkan pada konsep mengubah pikiran dan perilaku negatif yang sangat mempengaruhi emosi. Melalui CBT, konseli terlibat aktivitas dan



berpartisipasi dalam training untuk diri dengan cara membuat keputusan, penguatan diri dan strategi lain yang mengacu pada self-regulation (Matson & Ollendick, 1988: 44). Teori Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003: 6) pada dasarnya meyakini pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses StimulusKognisi-Respon (SKR), yang saling berkaitan dan membentuk semacam jaringan SKR dalam otak manusia, di mana proses kognitif menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak.Sementara dengan adanya keyakinan bahwa manusia memiliki potensi untuk menyerap pemikiran yang rasional dan irasional, di mana pemikiran yang irasional dapat menimbulkan gangguan emosi dan tingkah laku yang menyimpang, maka CBT diarahkan pada modifikasi fungsi berfikir, merasa, dan bertindak dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, bertindak, dan memutuskan kembali. Dengan mengubah status pikiran dan perasaannya, konseli diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif. Berdasarkan paparan definisi mengenai CBT, maka CBT adalah pendekatan konseling yang menitik beratkan pada restrukturisasi atau pembenahan kognitif yang menyimpang akibat kejadian yang merugikan dirinya baik secara fisik maupun psikis. CBT merupakan konseling yang dilakukan untuk meningkatkan dan merawat kesehatan mental. Konseling ini akan diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan otak sebagai penganalisa, pengambil keputusan, bertanya, bertindak, dan memutuskan kembali. Sedangkan, pendekatan pada aspek behavior diarahkan untuk membangun hubungan yang baik antara situasi permasalahan dengan kebiasaan mereaksi permasalahan. Tujuan dari CBT yaitu mengajak individu untuk belajar mengubah perilaku, menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat. Hingga pada akhirnya dengan CBT diharapkan dapat membantu konseli dalam menyelaraskan berpikir, merasa dan bertindak.



4. ASUMSI TINGKAH LAKU SEHAT DAN BERMASALAH DALAM CBT



-



-



Menurut Latipun (2008: 135) menyatakan bahwa perilaku yang bermasalah dalam pandangan behavioris dapat dimaknai sebagai perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negative atau perilaku yang tidak tepat, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan Sedangkan menurut Feist & Feist (2008: 398) menyatakan bahwa perilaku yang tidak tepat meliputi: Perilaku terlalu bersemangat yang tidak sesuai denga situasi yang dihadapi, tetapi mungkin cocok jika dilihat berdasarkan sejarah masa lalunya. Perilaku yang terlalu kaku, digunakan untuk menghindari stimuli yang tidak diinginkan terkait dengan hukuman, Perilaku yang memblokir realitas, yaitu mengabaikan begitu saja stimuli yang tidak diinginkan. Pengetahuan akan kelemahan diri yang termanifestasikan dalam responrespon-respon menipu diri. 5. HAKIKAT DAN TUJUAN CBT Tujuan dari konseling Cognitive-Behavior (Oemarjoedi, 2003: 9) yaitu mengajak konseli untuk menentang pikiran dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Konselor diharapkan mampu menolong konseli untuk mencari keyakinan yang sifatnya dogmatis dalam diri konseli dan secara kuat mencoba menguranginya. Dalam proses konseling, beberapa ahli CBT (NACBT, 2007; Oemarjoedi, 2003) berasumsi bahwa masa lalu tidak perlu menjadi fokus penting dalam konseling. Oleh sebab itu CBT dalam pelaksanaan konseling lebih menekankan kepada masa kini dari pada masa lalu, akan tetapi bukan



berarti mengabaikan masa lalu. CBT tetap menghargai masa lalu sebagai bagian dari hidup konseli dan mencoba membuat konseli menerima masa lalunya, untuk tetap melakukan perubahan pada pola pikir masa kini untuk mencapai perubahan di waktu yang akan datang. Oleh sebab itu, CBT lebih



banyak bekerja pada status kognitif saat ini untuk dirubah dari



status kognitif negatif menjadi status kognitif positif. 6. PERAN DAN FUNGSI KONSELOR PCT



7. TAHAP-TAHAP KONSELING CBT (Cognitive-Behavior Therapy) Konseling CBT memiliki empat tahapyaitu : 1. Melakukanasesmen (assessment) Tujuan melakukan asesmen adalah untuk menentukan apa yang dilakukan oleh konseli pada saa tini. Asesmen dilakukan adalah aktivitas nyata, perasaan dan pikiran konseli.Kanfer dan Saslow (1969) mengatakan terdapat tujuh informasi yang digali dalam asesmen, yaitu : a) b) c) d) e) f) g)



Analisis tingkah laku yang bermasalah yang dialami konseli saat ini Analisis situasi yang didalamnya masalah konseli terjadi Analisis motivasional Analisis self control Analisis hubungan sosial Analisis lingkungan fisik-sosial budaya Analisis antecedent (pencetus perilaku)



2. Menentukantujuan (goal setting) Burks dan Engelkes (1978) mengemukakan bahwa fase goal setting disusun atas tiga langkah, yaitu : a) Membantu konseli untuk memandang masalahnya atas dasar tujuantujuan yang diinginkan



b) Memperhatikan tujuan konseli berdasarkan kemungkinan hambatanhambatan situasional tujuan belajar yang dapat diterima dan dapat diukur c) Memecahkan tujuan kedalam sub tujuan dan menyusun tujuan menjadi susunan yang berurutan 3. Mengimplementasikanteknik (technique implementation) Setelah merumuskan tujuan konseling, konselor dan konseli menentukan strategi belajar yang terbaik untuk membantu konseli mencapai perubahan tingkahlaku yang diinginkan.Dalam implementasi teknik konselor membandingkan perubahan tingkahlaku antara baseline data dengan data intervensi. 4. Evaluasidanmengakhirikonseling (evaluation termination) Evaluasi dibuat atas dasar apa yang konseli perbuat. Tingkah laku konseli digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas konselor dan efektivitas tertentu dari teknik yang digunakan.Terminasi lebih dari sekedar mengakhiri konseling, terminasi meliputi: a) Menguji apa yang konseli lakukan terakhir b) Eksplorasi kemungkinan kebutuhan konseling tambahan c) Membantu konseli mentransfer apa yang dipelajari ketingkahlaku konseli d) Memberi jalan untuk memantau secara terus menerus tingkahlaku konseli(Rosjidan,1994, p.25).



Selanjutnya konselor dan konseli



mengevaluasi implementasi teknik yang telah dilakukan serta menentukan lamanya intervensi dilaksanakan sampai tingkahlaku diharapkan menetap.



8.TEKNIK-TEKNIK SPESIFIK CBT Teknik-teknik Terapi Konseling Kognitif Behavior a.



Operant Conditioning



Terdapat 2 prinsip dalam operant conditioning yaitu bagaimana kebiasaan itu dipelajari dan teknik yang digunakan untuk memodifikasi tingkah laku. Penggunaan teknik operan kondisioning dapat digunakan oleh konselor jika tempat konselor sebaik dengan lingkungan tempat masalah konseli terjadi. Jika konseli merasakan adanya koneksi positif dengan konselor, maka dia akan menerima apa yang diarahkan oleh konselor. Konselor dapat menjadi seorang yang memberikan dukungan potensial untuk mengubah perilaku seorang individu. Konselor Behavioral memutuskan perilaku apa yang harus diubah dan jika teknik reinforcement sesuai dengan kondisi konseli maka konselor akan menggunakan teknik tersebut biasanya dengan dalam bentuk verbal. b.



Desensitization



Terdapat empat langkah dalam melaksanakan metode Systematic Desensitization, yaitu : 1.



Memberikan konseli rasionalisasi



2.



Relaksasi training



3.



Konselor dan konseli bekerjasama dalam membangun bayangan tentang hirarki dan



kecemasan 4.



Desensitization proper



Salah satu jenis dari systematic desensitization adalah in vivo desensitization. Jenis ini memilliki kesamaan prosedur dalam penanganan kecuali masalah hirarki kecemasan. Pada in vivo desensitization, konselor memegang penuh dalam penanganan hirarki kecemasan konseli. c.



Flooding



Flooding adalah kebalikan dari systematic desensitization. Flooding menekankan kepada maksimalisasi kecemasan. Salah satu bentuk dari Flooding adalah in vivo flooding, yang sangat cocok jika digunakan untuk menghadapi Agoraphobics. Flooding adalah salah satu metode yang potensial dan memiliki tingkat resiko yang tinggi. Jika metode ini dilakukan oleh konselor yang tidak berpengalaman akan menyebabkan seorang konseli merasa stress.



d.



Assertivness dan Social Skill Training



Ketika konselor sedang melakukan konseling kepada seorang konseli, kadang-kadang mereka segan untuk menunjukkan ekspresinya dan mereka tidak menjadi diri mereka yang sebenarnya. Dalam hal ini keahlian seorang konselor behavioral-kognitif di uji. Salah satu strategi yang sering digunakan adalah behavioral rehearsal. Strategi ini berupa upaya konselor membantu konseli dengan cara bermain peran. Konselor pada strategi ini berperan sebagai seseorang yang berpengaruh terhadap konseli.



e.



Participant Modeling



Participant Modeling efektif jika digunakan untuk menelong seseorang yang mengalami kecemasan yang bersifat tidak menentu dan sangat baik digunakan ketika menolong seseorang yang mengalami ketakutan sosial (social phobia). Terdapat beberapa langkah yang diperlukan untuk dapat melakukan Participant Modeling secara baik, yaitu yang pertama mengajarkan kepada konseli teknik relaksasi seperti mengambil nafas yang dalam. Langkah kedua, konselor dan klien berjalan bersama dan konseli sambil mengambil nafas dalam. Langkah terakhir konseli mempraktekan apa yang telah dia pelajari. Dalam setiap langkah diatas konselor hendaknya melakukan dukungan yang positif kepada setiap perilaku konseli dengan cara pujian.



f.



Self Control Procedures



Metode self control bertujuan untuk membantu konseli mengontrol dirinya sendiri. Metode self control menegaskan bahwa konseli adalah sebagai agen aktif yang dapat mengatasi dan menggunakan pengendalian secara efektif dalam kondisi mengalami masalah. Metode ini paling tepat digunakan dalam kondisi dimana lingkungan terdapat penguatan jangkan panjang secara natural.



Terdapat tiga langkah bagian dalam self control procedures, yaitu:



1.



Meminta konseli secara teliti memperhatikan kebiasaannya



2.



Meminta kejelasan target / tujuan yang ingin dicapai



3.



Melaksanakan treatment



g.



Contigency Contracting



Contigency Contracting adalah bentuk dari manajemen behavioral dimana hadiah dan hukuman untuk perilaku yang diinginkan dan perilaku yang tidak dapat dihindari terbentuk. Konselor dan konseli bekerjasama untuk mengidentifikasi perilaku yang perlu dirubah. Saat penilaian, konselor dan konseli memutuskan siapa yang memberikan penguatan dan berupa apa penguatan tersebut. Treatment dapat berlangsung dengan menggunakan konseli sendiri atau orang lain. Penguatan dapat diberikan setiap tujuan perilaku yang ingin dibentuk termanifestasi. Setelah hal itu terjadi, konseli bisa mendapatkan hadiah atau hukuman. Hadiah akan diberikan jika perilaku yang diinginkan tercapai dan hukuman diberikan jika perilaku yang tidak diinginkan muncul.



h.



Cognitive Restructuring



Metode ini agak berbeda dengan metode yang lain, karena metode ini menginginkan perubahan kognitif tidak seperti metode lain yang berakhir ketika adanya perubahan perilaku. Meichenbaum dan Deffenbacher menjelaskan cognitions may be in the form of cognitive events, cognitive processes, cognitive structures, or all these. Peristiwa kognitif dapat berupa apa yang konseli katakan tentang dirinya sendiri, bayangan yang mereka miliki, apa yang mereka sadari dan rasakan. Proses kognitif berupa proses pemrosesan informasi. Struktur kognitif berupa anggaran dan kepercayaan tentang dirinya sendiri dan dunia yang berhubungan dengan dirinya.



Prosedur dari cognitive restructuring adalah sebagai berikut : 1.



Evaluating how valid and viable are the clients thought and beliefs



2.



Assesing what clients expect, what they tend to predict about their behavior and



others responses to them. 3.



Exploring what might be a range of causes for clients behavior and other reactions



4.



Training clients to make more effective attributions about these causes



5.



Altering absolutistic, catastrophic thinking styles. (Meichenbaum and Deffenbacher



dalam Charles Gelso dan Bruce Fretz, 2001)



Merencanakan Proses dan Sesi Konseling Perencanaan diperlukan untuk mempermudah proses konseling. Pada umumnya konseli lebih merasa nyaman ketika mereka mengetahui apa yang akan didapatkan dari setiap sesi konseling, mengetahui dengan jelas apa yang dilakukan dari setiap sesi konseling, merasa sebagai tim dalam proses konseling, serta ketika konseli memiliki ide-ide konkrit mengenai proses konseling dan ketercapaian konseling. Perencanaan dari setiap sesi konseling tentunya harus didasarkan pada gejala-gejala yang ditunjukan oleh konseli, konseptualisasi konselor, kerjasama yang baik antara konselor dan konseli, serta evaluasi tugas rumah yang dilakukan oleh konseli.