Makalah CT SCAN [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH RADIOLOGI LANJUT II CT - SCAN



OLEH : HAFIZUL HAMZAH INDAH DEFITRI KEVINANDA ALFAUZAN



C1 -2014



DIV TEKNIK ELEKTROMEDIK POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA 2 2017



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan atas limpahan rahmat dan berkahnya yang diberikan kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Radiologi Lanjut II. Terimakasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini baik yang terlibat secara langsung maupun yang tidak. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan yang kami miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca sangat kami harapkan agar terciptanya makalah yang lebih baik lagi



i



DAFTAR ISI



Kata Pengantar................................................................................................................................... i Daftar Isi ............................................................................................................................................. ii BAB I. Pendahuluan............................................................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2 1.3. Tujuan............................................................................................................................. 2 BAB II. Pembahasan ........................................................................................................................... 3 2.1. Landasan Teori ............................................................................................................... 3 2.2. Sejarah CT-Scan .............................................................................................................. 3 2.3. Perkembangan Instrumentasi CT-Scan .......................................................................... 6 2.4. Perangkat Keras Pesawat CT-Scan ................................................................................. 15 2.5. Blok Diagram .................................................................................................................. 26 2.6. Instrumentasi CT-Scan ................................................................................................... 27 BAB III. Kesimpulan ............................................................................................................................ 29 Daftar Pustaka.................................................................................................................................... 30



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang



Perkembangan teknologi peralatan kedokteran dewasa ini berjalan sangat pesat yang didukung oleh kemajuan ilmu teknik yang mencakup ilmu fisika, elektronika, komputer, ilmu kedokteran, dan biologi. Teknologi peralatan kedokteran merupakan perpaduan dari berbagai bidang ilmu yang kemudian berkembang menjadi cabang ilmu baru yang dikenal dengan Teknologi Biomedis (Biomedical Engineering). Teknologi Biomedis adalah penerapan rekayasa ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memecahkan masalah medis guna meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Cakupan teknologi biomedis dimulai dari peralatan instrumentasi medis termasuk sistem penunjang kehidupan, peralatan pencitraan medis, peralatan terapi dan rehabilitasi medis, serta system informasi medis. Teknik Pencitraan Medis merupakan salah satu sarana dalam dunia kedokteran yang digunakan untuk membantu dokter dalam melakukan diagnosis untuk menentukan penyakit yang diderita oleh pasien. Pencitraan medis dalam dunia kedokteran dikenal juga sebagai Pencitraan Diagnostik yang didefinisikan sebagai cara-cara pemeriksaan yang menghasilkan gambar tubuh manusia untuk tujuan diagnostik. Gambar yang dihasilkan dapat berupa gambar tampak luar, gambar mikroskopis, maupun gambar organ-organ tubuh bagian dalam. Gambargambar ini selanjutnya akan menjadi salah satu sarana bagi dokter untuk menentukan diagnosis penyakit yang diderita pasien. Computed Tomography Scanner (CT Scan) atau Pemindai Tomografi Komputer adalah sebuah produk teknologi peralatan sinar-X yang dipadukan dengan komputer pengolah sinyal yang mampu menghasilkan gambar potongan melintang dari tubuh. Computed Tomography atau "CT" adalah sebuah proses radiologi untuk menghasilkan gambar 2 dimensi dari potongan melintang (transaxial) tubuh pasien. Setiap irisan gambar tersusun dari banyak elemen gambar kecilkecil (piksel atau pixel) yang memiliki ukuran kurang lebih 0,5mm x 0,5mm.



1



1.2. Rumusan Masalah



Rumusan masalah pada makalah ini menjelaskan Computed Tomography Scanner (CT Scan) 1.3. Tujuan



Tujuan pembuatan makalah ini adalah dapat mengetahui bagaimana perkembangan, cara kerja, dan bagian-bagian dari CT Scan



2



BAB II PEMBAHASAN



2.1. Landasan Teori Computed Tomography Scanner (CT Scan) atau Pemindai Tomografi Komputer adalah sebuah produk teknologi peralatan sinar-X yang dipadukan dengan komputer pengolah sinyal yang mampu menghasilkan gambar potongan melintang dari tubuh. Computed Tomography atau "CT" adalah sebuah proses radiologi untuk menghasilkan gambar 2 dimensi dari potongan melintang (transaxial) tubuh pasien. Setiap irisan gambar tersusun dari banyak elemen gambar kecilkecil (piksel atau pixel) yang memiliki ukuran kurang lebih 0,5mm x 0,5mm.



2.2. Sejarah CT Scan Berikut ini adalan perkembangan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelum ditemukannya CT Scan. J.H. Radon, seorang ahli matematika dari Austria, pada tahun 1917 menemukan bahwa suatu objek dua dimensi atau tiga dimensi dapat direkonstruksi kembali secara unik dari hasil proyeksinya. Radon menyatakan bahwa distribusi sebuah materi atau sifat dari materi pada sebuah lapisan obyek dapat dihitung jika nilai integral sepanjang sejumlah garis yang menembus lapisan tersebut diketahui.



3



Tabel 1.1 Ringkasan Sejarah Perkembangan Tomografi Komputer



Di sekitar tahun 1950 teknik rekonstruksi gambar secara matematis mulai berkembang dan digunakan pada berbagai penyelidikan-penyelidikan ilmiah, sedang penerapannya dalam bidang medis mula-mula dipelajari oleh Oldendorf dan A.M. Cormack di awal tahun 1960. Oldendorf menemukan bahwa teknik rekonstruksi gambar tersebut dapat digunakan untuk menghasilkan gambar dari bidang transversal kepala manusia. Sedangkan A.M. Cormack pada tahun 1963 mengembangkan teori distribusi koefisien atenuasi pada berbagai jaringan tubuh berdasarkan pengukuran transmisi, dimana teori ini telah menuntun penyelidikannya yang menghasilkan Hadiah Nobel baginya di tahun 1979, yakni teknik rekonsruksi gambar dari hasil proyeksi sinar-X secara kuantitatif berdasar teori atenuasi.



Perkembangan CT Scan dimulai pada awal tahun 1970-an. Pada tahun 1972, Godfrey N. Hounsfield seorang insinyur dari Inggris berhasil membuktikan bahwa teknik rekonstruksi secara kuantitatif memiliki ketelitian dan ketepatan yang yang 100 kali lebih besar dari pada metoda radiografi secara konvensional. Hounsfield dan Ambrose yang saat itu bekerja 4



di Central Research Labs. of EMI, Ltd di Inggris menghasilkan gambar klinis pertama dengan CT Scan.



Berdasar penyelidikan-penyelidikan yang dilakukan Cormack dan Hounsfield tersebut akhirnya di tahun 1972 berhasil dibuat suatu peralatan medis yang dapat merekonstruksi kembali bagian-bagian dalam kepala manusia dari hasil proyeksi dengan sinar-X, dan karena aplikasinya yang khusus untuk daerah kepala, mesin ini kemudian disebut “CT Brain Scanner". Terhadap suksesnya penemuan ini, Hounsfield mendapat berbagai penghargaan dan mencapai puncaknya dengan Hadiah Nobel di bidang kesehatan yang diperolehnya bersama-sama dengan Cormack di tahun 1979. Salah satu pendekatan secara matematis untuk teknik rekonstruksi gambar yang memegang peranan cukup penting adalah yang berhasil ditemukan oleh Bracewell dan Riddle di tahun 1967, yang kemudian terkenal dengan nama “metoda konvolusi". Dengan melakukan beberapa modifikasi, metoda konvolusi ini kemudian banyak diterapkan pada CT Scan yang ada di tahun 1970-an. Berbagai penyelidikan masih terus dilakukan setelah penemuan Pemindai Tomografi Komputer Kepala yang pertama tersebut. Pengembangan selanjutnya berhasil dilakukan oleh Robert Ledley di sekitar tahun 1974, yaitu Pemindai Tomografi Komputer untuk seluruh bagian tubuh. Di awal tahun 1980, Pemindai Tomografi Komputer ini telah diproduksi oleh puluhan perusahaan instrumentasi medis dan mencapai sukses besar di pasaran dunia. Perusahaan Siemens dari Jerman telah mengembangkan peralatan CT sejak tahun 1974. Pada tahun 1989 Siemens pertama kali memperkenalkan teknologi CT spiral atau helical, yang dilanjutkan pada tahun 1993 dengan sub-seconds spiral CT yaitu pesawat CT dengan kecepatan rotasi kurang dari 1 detik. Tahun 1998, Siemens memproduksi pesawat Multislice CT (MSCT) atau multi row detector CT (MDCT) pertama dengan detektor 2 baris dan 4 baris. Dalam bidang teknologi detektor, Siemens berhasil mengembangkan material Ultra Fast Ceramic (UFC) pada tahun 1996. Tahun 1999 dimulai aplikasi CT pada pemeriksaan jantung dengan aplikasi calcium scoring dan heartview. Selanjutnya pada tahun 2001 mulai dikembangkan pesawat MSCT/MDCT 16 irisan (slice), 10 irisan, 40 irisan dengan nama Siemens Somatom SENSATION 10/16/40. 5



Pada tahun 2004, Siemens berhasil membuat tabung sinar-X Straton Z dengan kapasitas anode 0 MHU (mega heat unit).



2.3. Perkembangan Instrumentasi CT Scan Instrumentasi CT Scan pada dasarnya adalah alat yang mampu mengukur besarnya atenuasi sinar-X oleh obyek sepanjang garis lurus antara sumber sinar-X dan detektor sinarX. Agar dapat merekonstruksi gambar dari potongan melintang 2 dimensi, maka serangkaian pengukuran sepanjang seluruh garis pada potongan melintang tersebut diperlukan. Sejak pertama kali dikembangkan hingga kini, perkembangan CT Scan sudah mencapai 8 generasi. Ke delapan generasi CT Scan ini dikembangkan untuk meningkatkan unjuk kerja secara keseluruhan, terutama untuk mendapatkan sistem yang lebih cepat baik dalam melakukan pemindaian maupun pengolahan data dengan resolusi gambar yang prima. a.



Generasi Pertama – Rotasi-Translasi dengan Berkas sinar-X berbentuk pensil (pencilbeam) Metoda yang pertama ini disebut juga Generasi Pertama dari CT Scan yang kemudian diterapkan pada CT Brain Scanner. Input dasar dari proses rekonstruksi metoda ini adalah sekelompok proyeksi paralel dari segala arah sepanjang 180°. Cara paling sederhana untuk mendapatkannya adalah dengan menggunakan berkas tunggal sinarX untuk proses pemindaiannya dimana tabung sinar-X dan detektor tunggal diletakkan pada kedudukan berseberangan dengan pasien atau obyek terletak diantara keduanya, dan berkas tersebut dilewatkan suatu kolimator agar hanya radiasi di sepanjang garis antara titik fokus (focal spot) dan detektor yang dapat menembus pasien. Mula-mula berkas tunggal sinar-X bertranslasi sejauh jarak tertentu mencakup seluruh daerah obyek dilanjutkan proses rotasi dengan sudut kecil kemudian kembali bertranslasi lagi. Demikian seterusnya berkas tersebut mengelilingi pasien atau obyek dengan diikuti detektornya pada sisi yang lain. Suatu data yang lengkap dari proses proyeksi ini didapatkan setelah sudut rotasi mencapai 180°, dan selanjutnya dari data proyeksi tersebut dapat dilakukan rekonstruksi gambar yang diinginkan. CT Scan 6



generasi pertama ini hanya digunakan untuk CT Brain Scanner, karena waktu pemindaiannya yang sangat lama (135 - 150 detik). Alasan yang utama adalah karena otak merupakan organ yang relatif tidak bergerak sehingga lebih mudah untuk difoto dalam waktu yang cukup lama.



b. Generasi Kedua: Metode Rotasi-Translasi dengan Berkas Sinar-X berbentuk kipas sempit (fan-beam) Metoda kedua yang disebut juga Generasi Kedua dari CT Scan ini merupakan penyempurnaan



dari



generasi



sebelumnya,



terutama



dalam



hal



waktu



pemindaiannya yang jauh lebih cepat. Dengan bertambah cepatnya waktu pemindaian maka dikembangkan pula kualitas gambar yang dihasilkan. Perbedaan yang paling nyata antara generasi pertama dan kedua ini adalah pada jumlah detektornya, dimana pada generasi kedua ini digunakan sejumlah detektor yang diletakkan berjajar untuk menerima berkas sinar-X yang berbentuk kipas (fan beam). Sedangkan gerakan pemotretan masih sama dengan generasi sebelumnya yaitu translasi dan rotasi mengelilingi pasien. Selama proses pemindaian sejumlah data ditangkap dalam waktu bersamaan sesuai dengan jumlah detektornya sehingga lebih banyak sinar-X yang dimanfaatkan dan penambahan sudut rotasi setelah proses 7



translasinya tidak sekecil pada generasi pertama, melainkan sebesar sudut puncak berkas yang berbentuk kipas.



c. Generasi Ketiga: Rotasi-Rotasi, Berkas Kipas Lebar Metode ketiga atau Generasi Ketiga dari CT Scan ini menerapkan sistem pemindaian yang sama sekali berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya, dimana tidak lagi dilakukan proses translasi dan sudut berkas dibuat lebih besar sehingga dapat menyinari penampang objek secara keseluruhan. Untuk dapat melakukan proses ini digunakan sekitar 300 - 500 detektor untuk menangkap berkas sinar-X yang dipancarkan. Karena hanya dilakukan proses rotasi, maka generasi ini memiliki waktu scan yang jauh lebih cepat dibandingkan dari generasi sebelumnya sehingga data yang diperoleh menjadi lebih akurat karena kemungkinan terjadinya pergerakan objek selama proses pemindaian dapat diperkecil dan dapat dipakai untuk memotret seluruh organ tubuh pasien yang disebut sebagai Whole Body CT Scanner



8



d. Generasi Keempat: Metode Rotasi-Stasioner (Metoda Cincin detektor) Metode keempat yang disebut juga Generasi keempat dari CT Scan ini bukan dibuat dengan tujuan mempercepat waktu pemindaian seperti yang dilakukan oleh generasigenerasi sebelumnya, melainkan hanya penyempurnaan aplikasi generasi ketiga. Konsep dasarnya adalah rotasi berkas sinar-X berbentuk kipas seperti juga pada generasi ketiga, tetapi pada generasi keempat ini digunakan sejumlah detektor stasioner yang diletakkan melingkar mengelilingi objek dan di luar orbit yang dibentuk oleh proses rotasi tabung sinar-X. Karena gerakan rotasi hanya dilakukan oleh tabung sinar-X maka kemungkinan terjadinya cacat pada gambar (artifact) dapat diperkecil. Pada generasi keempat ini umumnya digunakan 600 detektor stasioner yang berarti detektor itu menjadi terlalu besar (sekitar 9 mm) untuk menghasilkan lebar berkas yang diinginkan. Untuk menanggulanginya maka permukaan detektor harus dipersempit sampai sekitar setengah skala detektor yang berarti sebagian radiasi yang menembus pasien tidak terpakai. Alternatif lain adalah dengan menggunakan lebih banyak detektor sehingga berkas bisa lebih rapat, tetapi jumlah detektor menentukan jumlah proyeksi yang dilakukan dan jumlah ini menjadi terlalu banyak dibandingkan jumlah yang sebenarnya diperlukan untuk suatu proses data sampling, akibatnya terjadi lagi oversampling yang merupakan beban ekstra untuk komputer yang



9



disiapkan untuk proses rekonstruksi gambar. Karena itulah generasi ketiga lebih populer untuk diterapkan dalam CT Scan komersial yang dikembangkan dewasa ini.



e. Generasi Kelima: Strasioner-Stasioner Konstrukti CT Scan generasi ke-lima ini dikenal juga sebagai Electron Beam Technique. Pada pemindai CT konvensional, tabung sinar-X bergerak berputar mengelilingi tubuh pasien, berkas sinar dilemahkan oleh pasien dan perbedaan dari berkas yang diperoleh akan dideteksi oleh sistem detektor. Informasi ini didigitalkan dan diubah menjadi gambar potongan melintang. Waktu pemaparan radiasi untuk setiap irisan dibatasi oleh waktu yang dibutuhkan menggerakkan tabung sinar-X secara fisik.



10



Pemindai CT buatan pabrik Imatron tidak memiliki tabung sinar-X tapi memiliki senapan elektron yang menghasilkan berkas elektron pada 130kV yang dipercepat di sepanjang tabung. Sinar elektron difokuskan oleh kumparan elektromagnet, ke sebuah titik fokus kecil pada sebuah cincin tungsten. Daerah target ini kemudian bergerak sepanjang cincin. Sinar-X yang dihasilkan oleh proses perlambatan dan kolimator membentuk berkas sinar-X ini menjadi berkas kipas yang akan “menyapu” pasien. Perbedaan intensitas sinar-X akan dideteksi oleh bank detektor solid-state dan keluarannya akan dibuah menjadi sinyal digital oleh Sistem Akuisisi Data. Data disimpan dalam memori yang besar dan dipindahkan ke penyimpanan cakram magnetik yang kemudian diubah menjadi gambar irisan penampang melintang. Tidak ada bagian yang bergerak dalam sistem ini sehingga waktu pemaparan dapat dikurangi menjadi 50ms per irisan. Sampai dengan 17 irisan per detik dapat diambil, memungkinkan unit pemindai CT ini untuk pencitraan obyek yang bergerak seperti seperti jantung.



f. Generasi Keenam: Helikal atau Spiral Teknologi Slip-Ring sekitar akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an untuk memenuhi tuntutan kebutuhan akuisisi data dalam bentuk volume dengan cepat. Akuisisi data dilakukan dengan meja yang bergerak sementara tabung sinar-X berputar sehingga gerakan tabung sinar-X membentuk pola spiral terhadap pasien saat dilakukan akuisisi data. Teknik akuisisi helikal atau spiral ini diterapkan pada konfigurasi rancangan CT generasi ke-3 dan ke-4. Pengembangan CT spiral atau helical pada awal tahun 1990-an menjadi tonggak penting yang perlu dicatat dalam evolusi teknik pencitraan CT. Teknologi ini memungkinkan para klinisi pertama kalinya mengakuisisi dalam bentuk volume tanpa adanya resiko irisan yang hilang atau ganda. Teknik akuisisi ini juga memungkinkan dilakukannya rekonstruksi gambar pada sembarang posisi sepanjang sumbu memanjang pasien dan juga kemungkinan untuk dapat melakukan rekonstruksi yang tumpang tindih untuk meningkatkan resolusi longitudinal. Lebih jauh lagi, akuisisi 11



spiral mengurangi waktu pemindaian secara nyata karena pasien bergerak secara kontinu melewati gantry tidak secara langkah demi langkah (mode step and shoot atau sequence). Perputaran gantry secara terus menerus (continuous rotation) ini dimungkinkan karena digunakannya slip ring. Dengan slip ring ini maka aliran listrik dari bagian yang diam ke bagian yang berputar disalurkan melalui sejumlah konduktor berbentuk cincin yang disusun secara paralel, sehingga tidak menggunakan kabel lagi. Slip ring tersebut merupakan syarat untuk CT-Scan spiral/helical.



Slip ring memiliki beberapa berfungsi untuk menghubungkan: 



Daya listrik untuk tabung sinar-X (tegangan tinggi, untuk pesawat CT dengan generator stasioner/diluar gantry, atau tegangan rendah, untuk generator yang berada pada gantri yang berputar)







Daya listrik ke semua komponen pada bagian yang berputar.







Sinyal kontrol antara bagian gantry yang berputar dengan gantry yang diam (stasioner).







Menyalurkan data yang diperoleh ke prosesor gambar.



Keunggulan lain yang diberikan oleh pemanfaatan slip ring adalah:



12







Pemindaian aksial konvensional yang lebih cepat (gerakan maju meja secara bertahap)







Waktu tunda antar scan hanya ditentukan oleh waktu yang diperlukan saat meja bergerak ke posisi yang baru (kurang dari 1 detik).



Dengan slip ring maka memungkinkan untuk dilakukan beberapa metode pemindaian yang sebelumnya tidak bisa dilakukan: 



Pemindaian "Cine" (Multiscan) (tidak ada gerakan meja), akuisisi data gambar secara seri terus menerus di satu posisi.







"CT fluoroskopi" selama satu rotasi gambar baru direkonstruksi beberapa kali.







Pemindaian Spiral (pemindaian sambil meja bergerak).



g. Generasi Ketujuh: Susunan Detektor Banyak Baris Tabung sinar-X memiliki kapasitas panas yang terbatas. Hanya 1% dari energi yang dikonversi menjadi sinar-X. Dengan detektor multi array maka apabila kolimator dibuka lebih lebar akan diperoleh data proyeksi lebih banyak. Dengan demikian maka penggunaan energi sinar-X lebih efisien. CT Scan spiral irisan tunggal (single slice) yang digunakan pada pemeriksaan klinis sehari-hari memiliki banyak keterbatasan. Oleh karena cakupan detektor yang kecil, CT spiral hanya dapat mencapai resolusi isotorpik yang diinginkan untuk jangkauan pemindaian yang sangat terbatas. Resolusi isotropik adalah resolusi yang sama dalam ketiga sumbu dalam ruang. Untuk pemindaian yang lebih panjang (contoh: pemeriksaan dada), diperoleh resolusi spasial sepanjang sumbu memanjang pasien secara nyata harus dikompromikan dengan kualitas yang tidak sempurna. Pada detektor larik (array) tunggal, apabila kolimator dibuka lebih lebar maka akan diperoleh irisan yang lebih tebal yang akan mengurangi resolusi spatial. Akan tetapi semakin lebar detektor maka akan timbul masalah cone beam artefact. Keuntungan dari MDCT adalah meningkatkan waktu scan hingga 0,33 detik, resolusi dalam arah sumbu-Z hingga < 0,4 mm, dan dosis radiasi lebih rendah.



13



h. Generasi Kedelapan: Pemindai Tomografi Komputer Dua Sumber Sistem pertama di seluruh dunia yang menggunakan teknologi baru ini adalah Siemens Somatom Definition yang diperkenalkan pada tahun 2005. Melampaui batas pemahaman dalam hal peningkatan jumlah irisan pada pesawat CT Scan, sistem baru ini dilengkapi dengan dua sumber sinar-X dan dua sistem detektor yang berputar selaras, bersamaan mengambil data gambar dalam waktu hanya separuh dari waktu yang dibutuhkan pada CT Scan dengan teknologi konvensional. Untuk mengatasi kendala klinis pada sistem CT Scan 64 irisan, perusahaan Siemens Healthcare dari Jerman memperkenalkan sistem pemindai tomografi komputer dengan dua sumber sinar-X yang disebut sebagai Dual Source CT (DSCT) sistem – yang diberi nama Somatom Definition - pada tahun 2005. Sistem CT ini dilengkapi dengan dua tabung sinar-X dan dua detektor yang sesuai. Kedua sistem akuisisi dipasang pada gantry berputar dengan sudut offset 90° (lihat Gambar 3.14). Salah satu detektor mencakup seluruh pandangan bidang pemindaian (sekitar 50 cm dengan diameter), sementara yang lain terbatas pada yang lebih kecil, pusat lapangan pandang (lihat Gambar 3.15). Kedua detektor tersebut mampu mendapatkan 64 irisan secara tumpang tindih sebesar 0,6 mm melalui sampling ganda (teknologi focal point zterbang). Waktu rotasi gantry adalah 0,33 detik. Masing-masing dua tabung sinar-X menyediakan sampai 80 kW daya puncak. DSCT memberikan resolusi temporal (waktu) seperempat dari waktu rotasi gantry, tidak tergantung dari denyut jantung pasien. Pemindai DSCT juga juga menunjukkan potensi yang menjanjikan untuk aplikasi radiologi umum, seperti penggunaan akumulasi dosis untuk memeriksa pasien obesitas, atau penggunaan akuisisi Energi Ganda (Dual Energy). Aplikasi potensial Dual Energy CT mencakup karakterisasi jaringan, kuantifikasi volume darah lokal pada pemindaian dengan kontras yang ditingkatkan dan pemisahan iodium/kalsium juga memungkinkan, misalnya, penghapusan otomatis struktur tulang pada pemeriksaan CTA



14



2.4. Perangkat Keras Pesawat CT Scan a. Generator Pembangkit Sinar-X Sinar-X ditemukan pada tahun 1895 oleh W.C. Roentgen dalam suatu percobaan dengan menggunakan tabung sinar katoda (mirip tabung layar televisi) yang diberi beda potensial beberapa kV antara anoda dan katodanya. Roentgen menemukan adanya sinar yang menyala dari sebuah gelas yang dilapisi seng sulfida bile didekatkan pada tabung tersebut, walaupun tabung tersebut tidak mengeluarkan sinar tampak. Fluoresensi itu akan tetap terjadi walaupun tabung dilapisi kertas hitam. Dari hal di atas Rontgen berkesimpulan bahwa penyebab fluoresensi itu adalah suatu jenis radiasi yang belum diketahui sebelumnya yang kemudian disebutnya dengan sinar-X. Radiasi Sinar-X tersebut terjadi akibat jatuhnya elektron cepat pada material. Energi kinetik dari elektron diubah menjadi energi thermal (99%) dan energi elektromagnetik (photon 1%). Elektron-elektron cepat dihasilkan dalam tabung Sinar-X akibat pertambahan tegangan (20 ... 300kV) di antara katoda dan anoda. Elektron-elektron tersebut mengalami percepatan di dalam medan listrik menjadi energi kinetik akibat dari tegangan yang diberikan. Ketika mengenai anoda, terjadi



15



perlambatan oleh medan listrik dari inti atom dan sedikit demi sedikit melepaskan energi kinetik akibat interaksi elektron dengan atom pada lintasan. Selanjutnya ditemukan pula bahwa Sinar-X dapat menyebabkan penghitaman pada plat fotografi, menetralisir elektroskop yang bermuatan, di samping menyebabkan fluoresensi pada berbagai bahan. Ditemukan pula bahwa Sinar-X mampu menembus lapisan tebal yang terbuat dari bahan bernomor atom rendah dan semakin tinggi nomor atom suatu bahan makin banyak radiasi yang terserap yang berarti mengurangi radiasi yang menembus/memancar di balik bahan. Sifat khusus Sinar-X inilah yang diterapkan pada diagnostik radiologi pada umumnya. b. Proses Kolimasi Sinar-X Radiasi sinar-X yang memancar dari tabung dapat dibuat setipis mungkin atau dibuat berbentuk kipas (fan beam) berkat kerja kolimator yang diletakkan pada output tabung sinar-X. Setelah proses penembusan suatu obyek, radiasi tersebut ditangkap oleh sebuah detektor. Dengan diameter Sinar-X yang kecil dan proses kolimasi yang baik, hampir seluruh pancaran Sinar-X yang tidak terserap oleh obyek akan ditangkap oleh detektor. Untuk sumber Sinar-X yang besar, dibutuhkan kolimator tambahan pada bagian keluaran untuk mengurangi jumlah energi yang jatuh pada detektor. Kolimatorkolimator ini diletakkan pada gantry bersama-sama dengan tabung sinarX dan detektornya. Terdapat beberapa fungsi operasional yang ditentukan oleh kolimator, yaitu:  Ketebalan potongan Ketebalan potongan ditentukan pada pusat rotasi, dimana sesuai dengan ”pusat daerah pengukuran” (scan field). Diameter daerah pengukuran ditentukan oleh sudut kipas (fan). Ketebalan potongan adalah hasil dari kolimasi pada arah sumbu Z.  Kolimasi-X Kolimasi pada arah sumbu X dilakukan pada fokus kolimator. Panjang kolimator ini menentukan sudut kipas. Ukuran sudut kipas diatur supaya tetap.



16



c. Detektor Terdapat dua macam detektor yang dapat digunakan pada CT Scan. Yang pertama adalah Detektor Skintilasi (Scintillation Detector), yaitu detektor yang menggunakan kristal skintilasi (CSJ) yang memancarkan sinar biru jika terpapar oleh sinar-X. Intensitas 17



cahaya yang dihasilkan oleh kristal skintilasi ini sebanding dengan intensitas radiasi yang mengenainya. Terdapat dua macam unit detektor jenis ini (pada gambar di bawah). Pada unit yang pertama, untuk urutan berikutnya dari aliran data, sinar diperkuat intensitasnya oleh photomultiplier dan diubah menjadi arus yang ekivalen dengan kuatnya. Pada unit yang kedua, yang merupakan kombinasi yang lebih efektif dimana scintillation crystal (cessium iodide, CSJ) berhubungan langsung dengan photodiode yang mengubah photon yang dihasilkan menjadi arus yang ekivalen.



Jenis detektor yang kedua adalah detektor gas (pada umumnya digunakan gas Xenon) dimana gas tersebut dimasukkan ke dalam suatu tabung bertekanan dengan sekat paralel yang menghasilkan tegangan tinggi. Bila sebuah foton sinar-X jatuh mengenai sebuah atom Xe, maka atom tersebut akan terionisasi karena adanya elektron yang meloncat. Elektron dan ion Xe yang bermuatan positif akan dipercepat pada arah berlawanan di sepanjang garis gaya listrik untuk kemudian diserap oleh sekat-sekat. Pergerakan elektron tersebut menghasilkan arus listrik yang sebanding dengan jumlah foton. Karena arus ini kecil maka dipakai suatu penguat (amplifier) sebelum keluar dari detektor.



18



Dari arus listrik yang masih besaran analog tersebut diubah menjadi kodekode digital yang dibutuhkan oleh komputer untuk diolah sehingga menghasilkan gambar pada layar tampilan.  Detektor Scintilation yang digabung dengan semikonduktor peka cahaya, terdiri atas beberapa detektor elemen dilengkapi dengan scintillation kristal yang tebalnya 5mm dan dipasang pada permukaan diode. Keseluruhan detektor elemen ditempelkan pada sebuah PCB (Printed Circuit Board). Tidak diperlukan tegangan operasional tinggi untuk jenis ini karena sifatnya yang peka sekali terhadap tegangan.  Detektor Gas terdiri atas tabung bertekanan tinggi dimana masing-masing elemen elektroda dilekatkan. Gas di dalamnya (Xenon) diberi tekanan sebesar 10-20 Bar. Panjang tabung 10 cm dan detektor ini membutuhkan tegangan tinggi tertentu untuk operasinya karena sifatnya kurang peka terhadap tegangan listrik (500 - 1000 V). Berikut ini adalah karakteristik kedua jenis detektor yang sekaligus memberi penjelasan tentang keuntungan dan kerugian detektor-detektor tersebut.  Peluruhanan Sinyal (Signal Decay) Scintillation Kristal akan berpendar jika dikenai radiasi Sinar-X dan ini akan terus berlangsung untuk beberapa lama. Untuk CT Scan, hanya material dengan pengurangan signal dalam range mikrodetik sampai milidetik yang dapat digunakan. 19



Hal ini disebabkan sistem dengan pancaran radiasi sinar-X yang berkesinambungan (selama perputaran tabung Sinar-X) membutuhkan material yang berpendar dengan pengurangan waktu yang pendek. Sedang pada detektor gas, kestabilan pengurangan signal sangatlah ditentukan oleh rangkaian elektroniknya.  Ketergantungan Pada Suhu Penguatan Signal untuk Scintillation detektor sangatlah ditentukan oleh temperatur operasionalnya, oleh karena itu diperlukan pengaturan suhu (dengan cooling atau heating unit) untuk menjamin signal keluaran detektor yang stabil. Sedangkan pada detektor gas tidak dibutuhkan temperatur yang stabil tertentu karena perubahan temperatur akan menyebabkan perubahan tekanan yang uniform di seluruh bagian tabung gas sehingga densitas gas (masa gas per satuan luas) yang dilewati Sinar-X juga tidak berubah.  Efek Saturasi Daerah linier pada Scintillation detektor, yaitu daerah karakteristik operasional dimana amplitudo keluaran sinyal yang dilewatkan sebanding dengan amplitudo sinar-X pada masukan, meluas melebihi besaran yang diperlukan oleh CT sebesar lima orde. Pada gambar dibawah terlihat bahwa detektor gas menunjukkan efek saturasi melewati daerah yang sama dengan amplitudo sinyal. Untuk menghindari efek tersebut diperlukan perencanaan desain sistem detektor yang baik yang meliputi pengaturan jarak dinding pemisah, tekanan gas, dan tegangan operasional.  Dosis Radiasi Pada ketebalan kristal yang umum yakni sekitar 5mm, Scintillation detektor CT akan menyerap praktis 100% dari seluruh sinar yang datang dan mengubahnya menjadi sinyal listrik. Sedang pada detektor gas, sinar yang datang mengalami atenuasi pada jendela pemasukan dan sekat-sekat tabung gas, sehingga dibutuhkan dosis radiasi yang lebih besar dibandingkan pada Scintillation detektor untuk mendapatkan output yang diinginkan.



20



d. Sistem Akuisisi Data Dalam keseluruhan sistem scanning menggunakan Sinar-X, adalah fungsi dari Sistem Akuisisi Data (Data Acquisition System /DAS) untuk mengukur dengan tepat besarnya output



dari



detektor Sinar-X,



merubahnya



menjadi data-data



digital



dan



mengirimkannya ke komputer untuk proses-proses digital selanjutnya. Sistem Akuisisi Data dari keseluruhan sistem pada CT Scan pada umumnya ditunjukkan pada gambar berikut ini.



21



Berikut ini adalah blok diagram dari keseluruhan sistem akuisisi data dari sisitem detektor hingga keluaran data digital.



Input DAS didapat dari 512 buah detektor Sinar-X dalam bentuk pulsa-pulsa arus. Pulsapulsa arus tersebut diubah menjadi pulsa-pulsa tegangan oleh suatu pengubah arus ke tegangan. Kemudian dilewatkan pada 32 integrator board yang masing-masing memiliki 16 channel. Masing-masing channel pada board membentuk group yang terpisah antara channel-channel ganjil dan channel-channel genap untuk kemudian dimultiplex pada 2 bus analog yang berbeda. Output dari bus analog tersebut dimasukkan ke FPA (Floating Point Amplifier) dimana signal-signal tersebut dimultiplex lagi untuk memilih channel ganjil atau channel genap. Setelah dilakukan pemilihan, signal tersebut diamplifikasi di dalam FPA dengan faktor penguatan yang dapat dipilih x1, x8 atau x64 (dalam 2bit-FPA). Output dari FPA dikirimkan ke rangkaian S&H (Sampling and Hold, yang terletak pada awal rangkaian A/D) untuk selanjutnya masing-masing signal tersebut dikonversikan menjadi 14 bit kode digital oleh sebuah A/D Konverter.



Penjelasan Masing-Masing Blok  Pengubah arus dan tengangan Pada hakekatnya merupakan penguat inverting, namun tanpa tahanan input. Arus input yang berasal dari detektor dimasukkan langsung ke input inverting amplifier. Karena arua input juga mengalir melalui tahanan umpan balik R, maka tegangan output adalah: 𝑉𝑜 = 𝐼𝑖 . 𝑅



22



 Integrator Output dari pengubah arus ke tegangan diumpankan ke sebuah integrator untuk kemudian disimpan besar tegangan dari tiap-tiap pulsa.



Pada dasarnya integrator mengalami 3 keadaan operasi yaitu : 1. Keadaan Integrasi Terjadi pada saat switch S terbuka, dimana kapasitor C mengisi muatan sampai sebanding dengan tegangan input-nya:



Tanda



minus



menunjukkan



jenis



Op-Amp



adalah



inverting.



Dengan



komponenkomponen R dan C yang nilainya tetap, serta ȴt yang diambil konstan pula maka tegangan output yang didapat akan sebanding dengan besar tegangan input. 2. Keadaan penyimpanan data Pada saat pengisian muatan telah mencapai tegangan tertentu yang sebanding dengan tegangan inputnya, maka dilakukan proses penyimpanan data untuk selanjutnya data inilah yang akan dikirimkan ke state berikutnya. 3. Keadaan Reset Setelah ȴt tertentu, switch S akan menutup dan kapasitor C membuang muatan, sampai kembali ke posisi nol dan siap menerima signal berikutnya, keadaan inilah yang disebut Keadaan Reset.



23



Berikut ini adalah diagram waktu dari proses signal, mulai dari pembentukan pulsapulsa Sinar-X sampai bentuk signal keluaran pada integrator.



KETERANGAN : A = INTEGRASI ( 1,7 ... 5,2 m detik) B = PENYIMPANAN DATA ( 2 m detik) C = RESET ( minimal 1 m detik)  XTP (X-ray Trigger Pulse) yaitu pulsa-pulsa trigger yang berfungsi untuk mengatur lebar pulsa dikehendaki, dimana XTP ini berupa semacam switch pada generator sinar-X dan kerjanya dikendalikan oleh software yang bergantung pada kecepatan rotasi dan intensitas radiasi yang dibutuhkan.  Dosis Pulsa Sinar-X yaitu bentuk pulsa yang keluar dari tabung X-Ray yang tentunya dikendalikan pula oleh XTP di atas.  Output Detektor yaitu bentuk signal pada detektor yang mewakili nilai sinar yang diteruskan setelah dilewatkan obyek dan sebagian diserap olen obyek tersebut.  Output Integrator yaitu bentuk signal setelah dilewatkan integrator untuk disimpan masing-masing nilai tegangannya dan masing-masing diteruskan ke proses selanjutnya.



24



 Multiplexer Jenis Multiplexer yang digunakan adalah 64 line ke 1 line sebanyak 8 buah. Ke 32 board yang masing-masing berisi 16 channel dibagi menjadi 4, dan masingmasing dilayani 2 multiplexer, dimana 1 multiplexer untuk channel-channel ganjil dan 1 multiplexer untuk channel-channel genap. Dari multiplexer ini signal-signal diumpankan ke FPA, dan pada awal FPA terdapat pula rangkaian multiplexer 4 line ke 1 line untuk memilih signal dari channel genap atau ganjil yang akan diinputkan ke FPA.  Floating Point Amplifier FPA adalah suatu jenis amplifier dengan faktor penguatan yang dapat dipilih x1, x8, atau x64. Faktor penguatan yang paling optimal akan dipilih otomatis atau melalui software kontrol sesuai level signal yang masuk. Ketiga macam gain tersebut dinyatakan dengan 2 bit-FPA:



Signal analog yang telah diamplifikasi pada FPA ditransmisikan ke A/D KOnverter untuk kemudian dikonversi menjadi 14 bit data digital ditambah 2 bit FPA sehingga keseluruhan output A/D adalan 16 bit.  A/D Konverter Jenis A/D Konverter yang digunakan adalah jenis linier. Resolusi dari A/D Konverter ini dibatasi oleh karakteristik analog dan digitalnya. Resolusi tersebut tidak dapat lebin besar dari binary bit pada bagian outputnya. Jadi untuk 14 bit data maka konverter 14 memiliki 214 (16384) level output. Fungsi transfer dapat dilihat pada lampiran. Kode biner ‘000...000’ mewakili level nol pada analog sedang ‘111…111’ adalah untuk skala penuh yang mewakili 10 Volt input



25



analog. Transisi antara kode-kode yang berbeda harus uniform dan kenaikan tingkattingkatnya haruslah sama tinggi.



Digunakan pula A/D Konverter jenis floating point linier untuk hasil yang lebih akurat dimana resolusi ditentukan berdasar faktor penguatan pada rangkaian amplifier yang terletak di depannya, yakni 1, 8 dan 64 dimana A/D konverter memiliki 3 range skala penuh yaitu 10 V, 1,25 V, dan 156,25 V. Dengan data sebesar 14 bit maka resolusi keseluruhan dari A/D jenis floating point untuk faktor penguatan 64 dapat mencapai kurang dari 10 µV. 2.5. Blok Diagram



26



2.6. Intrumentasi CT Scan a. Meja Pemeriksaan Meja pemeriksaan merupakan tempat pasien diposisikan untuk dilakukan pemeriksaan CT-Scan, bentuknya kurva dan terbuat dari Carbon Graphite Fiber. Setiap scanning satu slice selesai, maka meja akan bergeser sesuai ketebalan slice (slice thickness) b. Gantry



1.



x-ray tube : tempat terjadinya proses Sinar-X



2.



collimator : pembatas luas lapangan penyinaran



3.



internal projector : untuk memproyeksi luas lapangan penyinaran



4.



x-ray tube heat exchanger (oil cooler) : untuk pendingan x-ray



5.



high voltage generator



6.



direct drive gantry motor



7.



rotation control unit



8.



data acquisition system (DAS)



9.



detectors



27



10. slip rings : Konektor untuk mentransmisikan tegangan tinggi dan data dari detektor 11. detector temperature controller 12. power unit (AC to DC) 13. line noise filter



c. Operator Console : tempat operator CT scan melakukan proses CT Scan



28



BAB III KESIMPULAN



Computed Tomography (CT) Scanner atau Pemindai Tomografi Komputer adalah salah satu peralatan pencitraan medis yang menerapkan penyatuan teknologi Sinar-X, komputer dan televisi. Dengan CT Scan dapat dibuat gambar dari bagian dalam tubuh manusia secara tomografi/irisan transversal dimana gambar tersebut mewakili nilai atenuasi masing-masing jaringan yang dinyatakan dalam suatu skala dari hitam ke putih (grey scale). Sejak pertama kali beroperasi, karakteristik operasional CT Scan telah mengalami perkembangan pesat sehingga kualitas gambar, ketelitian (resolusi spatial) dan fleksibilitasnya semakin meningkat pula. Karakteristik operasional ini ditentukan oleh hal-hal berikut : 



Metoda Scanning yang diterapkan beserta seluruh unit peralatannya.







Susunan dan bahan detektor yang digunakan.







Sistem pemancaran berkas Sinar-X.







Sistem Akuisisi Data (Data Aquisition Systems, disingkat DAS), koreksi-koreksi



29



DAFTAR PUSTAKA



Kartawigina, Daniel. Diktat Kuliah Radiologi Lanjut “Pemindai Tomografi Komputer”, Dari pemindai tomografi tunggal hingga multi irisan sumber ganda (DSCT).



30