Makalah Farmasi Fisika Emulsi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH FARMASI FISIKA EMULSI TIPE O/W



Disusun oleh : Siska Setyorini



(14.0384)



Ika Fajrin K



(14.0388)



Meilina Saputri



(14.0394)



Dewi Widiyarini



(14.0398)



Danang Prastowo



(14.0405)



Klara Yunita W



(14.0406)



Devi Indriani



(14.0419)



Riawan



(14.0426)



Meriska Putri K



(14.0428)



Asnarita Ambarita



(14.0458)



Nita Trisnati



(14.0460)



Agung Widiyanto



(14.0461)



AKADEMI FARMASI THERESIANA SEMARANG 2015



DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang................................................................................................



3



1.2 Tujuan..............................................................................................................



3



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Emulsi...............................................................................................



4



2.2 Keuntungan dan Kerugian Emulsi..................................................................



5



2.3 Komponen Emulsi tipe o/w............................................................................



5



2.4 Polimerisasi Emulsi.........................................................................................



6



2.5 Mekanisme Emulsi tipe o/w............................................................................



6



2.6 Parameter Kestabilan Emulsi tipe o/w.............................................................



7



2.7 Formula Emulsi tipe o/w.................................................................................



9



2.8 Pengujian Emulsi.............................................................................................



9



2.9 Teori Tegangan Permukaan.............................................................................



10



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan......................................................................................................



12



DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................



13



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Emulsi merupakan sediaan cair yang memiliki sistem tidak stabil, namun adapula emulsi yang berbentuk setengah padat. Emulsi berupa suatu sistem dua fase yang terdiri dari dua cairan yang tidak dapat bercampur. Pembuatan emulsi membutuhkan bantuan emulgator yang berfungsi untuk menstabilkan sistem dalam emulsi. Pemberian emulgator harus dipertimbangkan terlebih dahulu agar efisien. Penentuan emulgator dapat dilihat dari HLB emulgator yang akan digunakan. Sistem emulsi termasuk jenis koloid dengan fase terdispersinya berupa zat cair. Tujuan pemakaian emulsi antara lain secara umum untuk mempersiapkan obat yang larut dalam air maupun minyak dalam satu campuran. Komponen utama emulsi berupa fase disper (zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain (fase internal). Fase kontinu (zat cair yang berfungsi sebagai bahan dasar / pendukung) dari emulsi tersebut (fase eksternal) dan Emulgator (zat yang digunakan dalam kestabilan emulsi). Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi 2 : Emulsi tipe w/o (emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar ke dalam minyak, air berfungsi sebagai fase internal & minyak sebagai fase eksternal) dan Emulsi tipe o/w (emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke dalam air). Emulsi merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang banyak digunakan dalam industri dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada kosmetik yaitu krim, lotion, dan lain-lain, sedangkan dalam pangan contohnya yaitu, susu, mentega dan lain-lain. 1.2 Tujuan 1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari emulsi o/w. 2. Mahasiswa mampu mengetahui keuntungan dan kerugian emulsi tipe o/w. 3. Mahasiswa dapat mengetahui penerapan emulsi dalam pembuatan obat di dunia farmasi. 4. Mahasiswa dapat mengetahui mekanisme kerja dan evaluasi emulsi tipe o/w. 5. Mahasiswa dapat mengetahui parameter kestabilan emulsi tipe o/w.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Definisi Emulsi Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak saling bercampur. Emulsi adalah dispersi koloid dimana zat terdispersi dan medium pendispersi merupakan cairan yang tidak saling bercampur (Yazid, 2005). Emulsi terdiri dari tetesan suatu larutan yang terdispersi dalam suatu cairan lain. Diameter tetesan biasanya berkisar antara 0,1 sampai 1 μm, sehingga ukurannya lebih besar daripada partikel sol. Emulsi umumnya tidak stabil kecuali jika adanya kehadiran unsur ketiga, yang dikenal sebagai agen pengemulsi (emulsifying agent) atau agen penstabil (stabilizing agent). Sabun dan detergen merupakan agen pengemulsi yang paling efektif, khususunya untuk emulsi minyak-air (Laider, 1982). Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat seperti putih telur (Anief, 2000). Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat digunakan bersama surfaktan pada emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi pada antar permukaan dan juga meningkatkan kekentalan fase air, sehingga mengurangi kecepatan pembentukan agregat tetesan. Agregasi biasanya diikuti dengan pemisahan emulsi yang relatif cepat menjadi fase yang kaya akan butiran dan yang miskin akan tetesan. Secara normal kerapatan minyak lebih rendah daripada kerapatan air, sehingga jika tetesan minyak dan agregat tetesan meningkat, terbentuk krim. Makin besar agregasi, makin besar ukuran tetesan dan makin besar pula kecepatan pembentukan krim (Moechtar, 1989). Emulsi dapat dibagi menjadi dua bagian berdasarkan fase pendispersi dan fase terdispersinya, yaitu:



1. Minyak dalam air (o/w) merupakan emulsi dengan minyak sebagai fase terdispersi dan air sebagai fase pendispersi. 2. Air dalam minyak (w/o) merupakan emulsi dengan air sebagai fase terdispersi dan minyak sebagai fase pendispersi. (Sukardjo, 1997) 2.2 Keuntungan dan kerugian tipe emulsi o/w Keuntungan Emulsi tipe o/w 1. Sifat teurapetik dan kemampuan menyabar konstituen lebih meningkat 2. Rasa dan bau dari minyak dapat ditutupi 3. Absorpsi dan penetrasi lebih mudah dikontrol 4. Aksi dapat diperpanjang dan efek emolient lebih besar 5. Air merupakan eluen pelarut yang tidak mahal pada pengaroma emulsi Kerugian Emulsi tipe o/w : 1. Sediaan kurang praktis 2. Mempunyai stabilitas yang rendah 3. Takaran dosis kurang teliti 4. Tidak tahan lama 2.3 Komponen Emulsi tipe o/w Digolongkan menjadi 2 macam yaitu : 1. Komponen Dasar Adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam emulsi, biasanya terdiri dari : a. Fase dispers / fase internal / fase diskontinyu Yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain. b. Fase kontinyu / fase eksternal / fase luar Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut. c. Emulgator Adalah bagian Berupa zat yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi. 2. Komponen Tambahan Adalah bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis,odoris, colouris, preservatif (pengawet), antoksidant. Preservatif yang digunakan antara lain metil dan propil paraben, asam benzoat, asam sorbat, fenol, kresol, dan klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil merkuri



asetat dll. Antioksidant yang digunakan antara lain asam askorbat, L.tocoperol, asam sitrat, propil gallat dan asam gallat. 2.4 Polimerisasi Emulsi Polimerisasi emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas dimana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan di dalam air dengan perubahan surfaktan untuk membentuk suatu produk polimer emulsi yang bisa disebut lateks (Bilmeyer, F.A1984). Lateks merupakan suatu sistem koloid dimana terdapat partikel karet yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid yang terdispersi di dalam serum. Lateks terdiri dari 25-45% hidrokarbon karet selebihnya merupakan bahan-bahan bukan karet. Komposisi karet bervariasi tergantung dari jenis klon, umur tanaman, iklim, sistem deres, dan kondisi tanah (Bilmeyer, F.A1984). Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahkan dapat dipastikan tanpa pengembangan sumberdaya air secara konsisten peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat yang dinikmati sampai saat ini. Oleh karena itu pengembangan dan pengolahan sumber daya air merupakan dasar peradaban manusia (Bilmeyer, F.A1984). Surfaktan dalam hal ini bertindak sebagai pengemulsi berperan dalam penyediaan kedudukan untuk nukleasi partikel serta berfungsi sebagai penstabil koloid dari partikel yang sedang tumbuh sebagai hasil dari adsorpsi surfaktan pada antar muka partikel air. Kebayakan proses polimerisasi emulsi menggunakan surfaktan non ionik seperti sodium lauril sulfat walaupun demikian surfaktan non ionik dan kationik dapat juga digunakan untuk keperluan tertentu. (Supri,2004) Keunggulan dari polimer emulsi dibandingkan dengan material yang lain adalah menciptakan lapisan yang flexible, aman terhadap lingkungan, tidak korosif, tidak mudah terlarut, tanah tidak licin jika basah, air tahan (waterproof), nonflammable, tidak menimbulkan bau, mengikat partikel tanah dengan kuat, aplikasinya yang singkat dan mudah, tahan terhadap sinar matahari (sinar uv) dan alkali, dan yang lebih penting adalah biayanya yang murah. 2.5. Mekanisme Emulsi Tipe o/w a. Mekanisme Secara Kimia Mekanisme secara kimia dapat kita jelaskan pada emulsi air dan minyak. Air dan minyak dapat bercampur membentuk emulsi cair apabila suatu pengemulsi



ditambahkan, karena kebanyakan emulsi adalah disperse air dalam minyak dan dispersi minyak dalam air, sehingga emulgator yang digunakan harus dapat larut dalam air maupun minyak. Contoh pengemulsi tersebut adalah senyawa organik yang mempunyai gugus hidrofilik dan hidrofobik, bagian hidrofobik akan berinteraksi dengan minyak sedangkan yang hidrofilik dengan air sehingga terbentuklah emulsi yang stabil. (Sukardjo,1989) b. Mekanisme Secara Fisika Secara fisika emulsi dapat terbentuk karena adanya pemasukan tenaga misalnya dengan cara pengadukan. Dengan adanya pengadukan maka fase terdispersinya



akan



tersebar



merata



ke



dalam



medium



pendispersinya.



(Sukardjo,1989) 2.6 Parameter Kestabilan Emulsi tipe o/w a. Penurunan Tegangan Permukaan Walaupun pengurangan tegangan permukaan energi bebas antarmuka yang dihasilkan pada dispersi. Peranan zat pengemulsi sebagai batang antarmuka adalah yang paling penting. Ini dapat dilihat dengan jelas bila seseorang memperhatikan bahwa banyak polimer dan padatan yang terbagi halus, tidak efisien dalam menurunkan tegangan antarmuka, membentuk pembatas antarmuka yang baik sekali, bertindak untuk mencegah penggabungan dan berguna sebagai zat pengemulsi. b. Pembentuk Lapisan Antarmuka Pembentukan lapisan – lapisan oleh suatu pengemulsi pada permukaan tetesan air atau minyak tidak dipelajari secara terperinci. Pengertian dari suatu lapisan tipis monomolekuler yang terarah dari zat pengemulsi tersebut pada permukaan fase dalam suatu emulsi. Cukup beralasan untuk mengharapkan molekul amfifilik untuk mengatur dirinya pada suatu antarmuka air, minyak dan bagian hidrofilik pada fase air. Juga sudah ditetapkan dengan baik bahwa zat aktif permukaan cenderung berkumpul pada antarmuka, dan pengemulsi diabsorbsi pada antar muka minyak dan air sebagai lapisan monomolekuler. Jika kensentrasi zat pengemulsi cukup tinggi, pengemulsi membentuk suatu lapisan yang kaku antara fase – fase yang tidak saling bercampur tersebut, yang bertindak sebagai suatu penghalang mekanik. Baik terhadap adhesi maupun menggabungnya tetesan – tetesan emulsi.



c. Penolakan Elektrik Telah digambarkan bagaimana lapisan antarmuka atau kristal cair lamellar mengubah laju penggabungan tetesan dengan bertindak sebagai pembatas. Disamping itu, lapisan yang sama atau serupa dapat menghasilkan gaya listrik tolak antara tetesan yang mendekat. Penolakan ini disebabkan oleh suatu lapisan listrik rangkap yang dapat timbul dari gugus – gugus bermuatan listrik yang mengarah pada permukaan bola-bola yang teremulsi M/A yang distabilkan dengan sabun Na. Molekul-molekul surfaktan tidak hanya berpusat pada antarmuka tetapi karena sifat polarnya, molekul-molekul tersebut terarah juga. Bagian bawah hidrokarbon dilarutkan dalam tetesan minyak, sedangkan kepala (ioniknya) menghadap ke fase kontinu (air). Akibat permukaan tetesan tersebut ditabur dengan gugus-gugus bermuatan, dalam hal ini gugus karboksilat yang bermuatan negatif. Ini menghasilkan suatu muatan listrik pada permukaan tetesan tersebut menghasilkan apa yang dikenal sebagai lapisan listrik rangkap. Potensial yang dihasilkan oleh lapisan rangkap tersebut menciptakan suatu pengaruh tolak menolak antara tetesan – tetasan minyak, sehingga mencegah penggabungan. Walaupun potensial listrik tolak tidak dapat diukur secara langsung untuk membandingkan dengan teori. Toeri kuantitas yang behubungan, potensial zet dapat ditentukan. Potensial zeta untuk suatu emulsi yang distabilkan dengan surfaktan sebanding dengan dengan potensial lapisan rangkap hasil perhitungan. Tambahan pula, perubahan dalam potensial zeta parallel dengan perubahan potensial lapisn rangkap jika elektrolit ditaburkan. Hal ini dan data yang berhubungan dengan besarnya potensial pada antarmuka dapat digunakan untuk menghitung penolakan total atara tetes-tetes minyak sebagai suatu fungsi dari jeruk antara tetesan tersebut. d. Padatan Terbagi Halus Bagian emulgator ini membentuk lapisan khusus disekeliling tetesan terdispersi dan menghasilkan emulsi yang meskipun berbutir kasar, mempunyai stabilitas fisik. Hal ini dapat menyebabkan padatan dapat bekerja sebagai emulgator (Lachman, 1994).



2.7 Formula Emulsi tipe o/w R/ Oleum Iecoris Asseli



1,5 mL/5 mL



CMC Na



1%



Tween 80



5%



Sorbitol



5%



Na Benzoat



0,2%



Sirupus Simpleks



10%



Sunset Yellow



0,1%



Ess Orange



2 tetes



Aquadest



ad



60 mL



1. Oleum Iecoris Asselli = 10 mL 2. CMC Na



=



1 x 60=0,6 gram 100



Air panas untuk mengembangkan CMC Na = (1 – 10 ) x 0,6 = 0,6 – 6 gram 3. Tween 80



=



5 x 60=3 gram 100



4. Sorbitol



=



5 x 60=3 gram 100



5. Na Benzoat



=



0,2 x 60=0,12 gram 100



Air untuk melarutkan Na Benzoat = 2 x 0,12 = 0,24 (digunakan 1 mL) 6. Sirupus Simplek Fruktosa =



=



10 x 60=6 gram 100



65 x 6=3,9 gram 100



Air untuk melarutkan =



35 x 6=2,1 gram 100 0,1 x 60=0,06 gram 100



7. Sunset Yellow



=



8. Ess Orange



= 2 tetes



9. Aquadest



= 60 – (10 + 0,6 + 6 + 3 + 3 + 0,12 + 1 + 6 + 0,06) = 60 – 29,78 = 30,22 Ml



2.8 Pengujian Emulsi 1. Pengujian Tipe Emulsi a. Test Pengenceran Tetesan



Metode ini berdasarkan prinsip bahwa suatu emulsi akan bercampur dengan yang menjadi fase luarnya. Misalnya suatu emulsi tipe m/a, maka emulsi ini akan mudah diencerkan dengan penabahan air. Begitu pula sebaliknya dengan tipe a/m. b. Test Kelarutan Pewarna Metode ini berdasarkan prinsip keseragaman disperse pewarna dalam emulsi , jika pewarna larut dalam fase luar dari emulsi. Misalnya Methylen Blue, adalah pewarna yang larut air, maka akan terdispersi seragam pada emulsi tipe m/a. Sudan III, adalah pewarna yang larut minyak, maka akan terdispersi seragam pada emulsi tipe a/m. c. Test Creaming (Arah Pembentukan Krim) Creaming adalah proses sedimentasi dari tetesan-tetesan terdispersi berdasarkan densitas dari fase internal dan fase eksternal. Jika densitas relative dari kedua fase diketahui, pembentukan arah krim dari fase dispers dapat menunjukkan tipe emulsi yang ada. Pada sebagian besar system farmasetik, densitas fase minyak atau lemak kurang dibandingkan fase air; sehingga, jika terjadi krim pada bagian atas, maka emulsi tersebut adalah tipe m/a, jika emulsi krim terjadi pada bagian bawah, maka emulsi tersebut merupakan tipe a/m. d. Test Konduktivitas Elektrik Metode ini berdasarkan prinsip bahwa air atau larutan berair mampu menghantarkan listrik, dan minyak tidak dapat menghantarkan listrik. Jika suatu elektroda diletakkan pada suatu system emulsi, konduktivitas elektrik tampak, maka emulsi tersebut tipe m/a, dan begitu pula sebaliknya pada emulsi tipe a/m. e. Test Fluorosensi Sangat banyak minyak yang dapat berfluorosensi jika terpapar sinar ultra violet. Jika setetes emulsi di uji dibawah paparan sinar ultra violet dan diamati dibawah mikroskop menunjukkan seluruh daerah berfluorosensi maka tipe emulsi itu adalah a/m, jika emulsi tipe m/a, maka fluorosensi hanya berupa noda. 2.9 Teori Tegangan Permukaan Bila cairan kontak dengan cairan kedua yang tidak larut dan tidak saling bercampur, kekuatan (tenaga) yang menyebabkan masing-masing cairan menahan pecahnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil disebut tegangan antarmuka. Zat-zat aktif permukaan (surfaktan) atau zat pembasah, merupakan zat yang bekerja menurunkan tegangan antarmuka ini. 1. Oriented Wedge Theory



Menganggap bahwa lapisan monomolecular dari zat pengemulsi melingkari suatu tetesan dari fase dalam pada emulsi. Teori ini berdasarkan pada anggapan bahwa zat pengemulsi tertentu mengarahkan dirinya di sekitar dan dalam suatu cairan yang merupakan gambaran kelarutannya pada cairan tertentu. 2. Teori plastic atau Teori Lapisan antarmuka Bahwa zat pengemulsi membentuk lapisan tipis atau film yang mengelilingi fase dispers dan diabsorbsi pada permukaan dari tetesan tersebut. Lapisan tersebut mencegah kontak dan bersatunya fase terdispersi; makin kuat dan makin lunak lapisan tersebut, akan makin besar dan makin stabil emulsinya.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Emulsi tipe o/w merupakan emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke dalam air. Minyak dalam air (o/w) merupakan emulsi dengan minyak sebagai fase terdispersi dan air sebagai fase pendispersi. Keuntungan Emulsi tipe o/w antara lain sifat teurapetik dan kemampuan menyabar konstituen lebih meningkat, rasa dan bau dari minyak dapat ditutupi, absorpsi dan penetrasi lebih mudah dikontrol, aksi dapat diperpanjang dan efek emolient lebih besar, dan air merupakan eluen pelarut yang tidak mahal pada pengaroma emulsi. Sedangkan kerugian Emulsi tipe o/w yaitu sediaan kurang praktis, mempunyai stabilitas yang rendah, takaran dosis kurang teliti, dan tidak tahan lama. Mekanisme secara kimia dapat kita jelaskan pada emulsi air dan minyak. Air dan minyak dapat bercampur membentuk emulsi cair apabila suatu pengemulsi ditambahkan. Secara fisika emulsi dapat terbentuk karena adanya pemasukan tenaga misalnya dengan cara pengadukan. Parametes stabilitas emulsi tipe o/w antara lain penurunan tegangan permukaan, pembentuk lapisan antarmuka, penolakan elektrik, padatan terbagi halus.



DAFTAR PUSTAKA Anief, M., 2000, Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek. Cetakan ke- 9, Gajah Mada University- Press, Yogyakarta Bilmeyer, F., 1984, Text Book of Polymer Science, New York, Shonwiley & Sons. Eistein Yazid, 2005, Kimia Fisika Untuk Paramedis, Penerbit Andi, Yogyakarta. Howard, Ansel, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press, Jakarta Lachman, Leon, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, UI Press, Jakarta Laider, K. J., 1982, Physical Chemistry, The Benjamin/Cummings Publishing Company Inc. California Moechtar, 1989, Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem Dipersi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Sukardjo, 1997, Kimia Fisika, Penerbit Rineka Cipta, Yogyakarta Sukardjo, 1989, Kimia Fisika, Penerbit Rineka Cipta, Yogyakarta Supri, 2004. Korelasi Daerah Hard and Soft Segment Dan Indeks Ikatan Hidrogen (HBI) pada Struktur Poliuretan (PU) dari Sistem Campuran Lignin Isolat Polietilen Glikol