Makalah Fikih Kelompok 11 Hukum Islam Dan Kebudayaan Lokal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Hukum Islam dan budaya lokal Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah “Studi fiqih”



Dosen pengampu MUCHTIM HUMAIDI S.H.I.,M.IRKH. Disusun oleh Kelompok :11 1. EKA RETNO WULAN 2. FARIS AMMAR RIDHO 3. FATQUL WAHYUNINGTYAS



FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM ISNTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO 2020



KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini. Sholawat beserta salam selalu tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SWA, Beserta keluarga-Nya, sahabat-Nya dan kita selaku umat nya hingga akhir zaman.



Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, hal ini karena kemampuan dan pengalaman kami yang masih ada dalam keterbatasan. Untuk itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun, demi perbaikan dalam makalah ini yang akan datang.



Akhir kata kami sampaikan terimakasih semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita.



Ponorogo, 06 Oktober 2020



Kelompok 11



DAFTAR ISI SAMPUL LUAR…………………………………………………………………... KATA PENGANTAR……………………………………………………………... PENDAHULUAN..................................................................................................... DAFTAR ISI……………………………………………………………………….. BAB 1………………………………………………………………………………. HUKUM ISLAM DAN BUDAYA…...............……..…………………….. BAB 2………………………………………………………………………………. SEJARAH PERGULATAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN BUDAYA............ BAB 3………………………………………………………………………………. MENCARI HUKUM ISLAM KHAS INDONESIA…………………......... PENUTUP.................................................................................................................. KESIMPULAN…………………………………………………………….. KRITIK DAN SARAN…………………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………



PENDAHULUAN Islam dan Budaya Agama (Islam) dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak bisa Dipisahkan, keduanya saling melengkapi satu sama lain. Ketika berbicara agama Dan kebudayaan, bisa dilihat lewat aplikasi fungsinya dalam wujud sistem budaya Dan juga dalam bentuk tradisi ritual atau upacara keagamaan yang nyata-nyata Bisa mengandung nilai agama dan kebudayaan secara bersamaan. Berbicara agama Islam dengan kebudayaan, tentu merupakan pembahasan Yang sangat menarik. Dimana Islam sebagai agama universal merupakan rahmat Bagi semesta alam dan dalam kehadirannya di muka bumi, Islam berbaur dengan Budaya lokal suatu masyarakat (local culture), sehingga antara Islam dengan Budaya lokal tidak bisa dipisahkan, melainkan keduanya merupakan bagian yang Saling mendukung dan melengkapi. Secara bahasa kata Islam berasal dari bahasa Arab yang di ambil dari kata “salima” yang mempunyai arti “selamat”. Dari kata “salima” tersebut maka Terbetuk kata “aslama” yang memiliki arti “menyerah, tunduk, patuh, dan taat”. Kata “aslama” menjadi pokok kata Islam, mengandung segala arti yang Terkandung dalam arti pokoknya, sebab itu orang yang melakukan “aslama” atau Masuk Islam dinamakan muslim. Berarti orang itu telah menyatakan dirinya taat, Menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah Swt. Dengan melakukan “aslama” Maka orang terjamin keselamatannya di dunia dan di akhirat. Keragaman budaya, tradisi dan agama adalah suatu keniscayaan hidup, sebab setiap orang atau komunitas pasti mempunyai perbedaan sekaligus persamaan. Di sisi lain pluralitas budaya, tradisi dan agama merupakan kekayaan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Namun jika kondisi seperti itu tidak dipahami dengan sikap toleran dan saling menghormati, maka pluralitas budaya, agama atau tradisi cenderung akan memunculkan konflik bahkan kekerasan (violence). Oleh karena itu memahami pluralitas secara dewasa dan arif merupakan keharusan dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Jika tidak, perbedaan budaya, tradisi atau kultur seringkali menyebabkan ketegangan dan konflik sosial. Kenyataan di lapangan menyebutkan bahwa perbedaan budaya atau tradisi dalam suatu komunitas masyarakat tidak selamanya dapat berjalan damai. Penulis mempunyai asumsi bahwa konflik yang muncul akibat perbedaan budaya salah satunya disebabkan oleh sikap fanatisme sempit serta kurangnya sikap tasamuh (toleran) di kalangan umat. Fanatisme dan intoleransi hanya akan memyebabkan terjadinya desintegrasi bangsa dan konflik di masyarakat.



BAB I



Hukum Islam dan budaya Dalam menyibak persinggungan. Hukum Islam dan budaya lokal, kebutuhan informasi, meskipun sepintas singkat dan ringkas, mengenai definisi keduanya masih dibutuhkan. Walaupun sudah di bahas dan sudah teramat jelas , namun pada tataran definitif, istilah keduanya menjadi mutlak untuk di uraikan terlebih dahulu sebelum memaparkan persinggungan keduanya. Hukum Islam dalam pengertian yang sederhana pernah diutarakan oleh Hasby Ash – shiddiqie sebagai koleksi daya upaya para ahli hukum untuk menerapkan syariat atas kebutuhan masyarakat. Pengertian Hukum Islam tersebut, menurut Amir Syarifuddin lebih cenderung pada redaksional “ fikih “ daripada merujuk pada pengertian syariat, sehingga Amir Syarifuddin lebih memilih mengartikan hukum Islam sebagai seperangkat peraturan berdasarkan Wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasulullah tentang tingkah laku manusia muallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam. Sementara budaya, dan atau kebudayaan merupakan pikiran, akal budi, hasil dari penciptaan atau akal budi manusia. Atau dapat diartikan sebagai keseluruhan cara hidup manusia.



Pada ruang definisi tersebut sebenarnya sudah memuculkan sedikit masalah problematika, yakni pada tataran dimana hukum Islam berdasarkan pada wahyu dan Sunnah Rasul, sementara budaya adalah ciptaan sendiri dari manusia. Sisi problematika tersebut pernah disinggung oleh toko yang membumikan gagasan “ Pribumisasi Islam” Abdurrahman Wahid sebagai berikut : Agama Islam bersumber kan Wahyu dan memiliki norma-norma nya sendiri. Karena bersifat normatif. Maka ia cenderung menjadi permanen, sedangkan budaya adalah buatan manusia, karena nya ia berkembang sesuai perkembangan zaman dan cenderung untuk selalu berubah.



BAB II Sejarah pergulatan antara Hukum Islam dan budaya Dalam paradigma sebagian masyarakat, Islam dianggap sebagai agama yang lahir dengan membawa risalah baru. Dalam hal ini, Islam dianggap sebagai sebuah agama yang muncul untuk merubah seluruh sistem kebudayaan, khususnya Arab pra-Islam. Dalam konsep yang ada, masa pra-Islam seringkali dianggap sebagai masa kebodohan (jahiliyyah). Bila jahiliyah terkait dengan sistem etika sosialnya yang tidak manusiawi, mungkin bisa dianggap benar. Akan tetapi bila jahiliyyah ditujukan untuk seluruh sistem budaya yang berkembang di masyarakat Arab, maka hal tersebut tidak bisa dibenarkan. Thaha Husain menolak anggapan bahwa praIslam dianggap sebagai masa jahiliyah dengan asumsi, pertama, al-Qur’an menantang bangsa Arab dengan retorika untuk mendatangkan surat yang sepadan dan menyamai al-Qur’an. Tantangan ini tentunya tidak ditujukan kepada orang lemah. Dengan demikian tantangan al-Qur’an mengindikasikan bahwa masyarakat Arab telah berada pada tingkat kemajuan fantastik dalam stilistika, epistemik, dan peradaban, sebagai sebuah sisi yang menjadi tema tantangan al-Qur’an. Kedua, dalam faktanya, Islam banyak mewarisi peninggalan-peninggalan bangsa Arab serta mengadopsi sistem (pranata) yang berkembang dikalangan mereka. Dari fakta yang ada, banyak budaya yang ada di masa pra-Islam diadopsi dan dipraktekkan oleh nabi Muhammad. Hal ini mengindikasikan bahwa Islam lahir tidak dalam rangka menghilangkan seluruh kebudayaan yang berkembang dan dijalankan oleh masyarakat Arab pra-Islam. Nabi Muhammad banyak menciptakan aturan-aturan yang melegalkan hukum adat masyarakat Arab, sehingga memberi tempat bagi praktek hukum Adat di dalam sistem hukum Islam. Sebagai bukti dari hal tersebut adalah adanya konsep sunah taqririyyah Nabi Muhammad. Hal ini mengindikasikan bahwa Nabi tidak melakukan tindakan-tindakan perubahan terhadap hukum yang berlaku di masyarakat Arab, sepanjang hukum tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran fundamental Islam. Dalam hal ibadah, Islam menjalankan ibadah haji dan umrah sebagaimana telah dipraktekkan dalam masyarakat Arab jauh sebelum Islam datang. Masyarakat Arab menjalankan ritual-ritual tersebut sebagaimana dijalankan oleh umat Islam sekarang ini, yaitu: talbiyyah, ihram, wukuf dan lain sebagainya. Setelah kedatangan Islam, kemudian praktek tersebut diteruskan dengan penggunaan istilah yang sama. Akan tetapi Islam kemudian membersihkan ibadah ini dari perilaku syirik, seperti ungkapan- ungkapan talbiyyah mereka yang masih bernuansa syirik. Di samping itu Islam juga melarang bertawaf secara telanjang. Selain dalam hal ibadah, hukum Islam juga mengadopsi budaya yang lain, misalnya sistem qisas dan diyat. Kedua hal tersebut merupakan praktek budaya masyarakat pra-Islam kemudian diadopsi dalam hukum pidana Islam.Demikian juga terkait dengan beberapa sistem transaksi yang berkembang di masyarakat pra-Islam juga diadopsi dalam sistem hukum Islam. Pada masa sahabat Nabi, hukum-hukum yang dibangun oleh para sahabat juga senantiasa memperhitungkan budaya yang berkembang di masyarakat. Apalagi



setelah masa penaklukan dimana kekuasaan dan berkembang luas. Khalifah Umar misalnya,



pengaruh Islam semakin



mengadopsi sistem diwan dari tradisi masyarakat Persia. Selain itu, Umar juga mengadopsi sistem pelayanan pos yang merupakan tradisi masyarakat Sasanid dan kerajaan Byzantium. Dalam pemikiran ulama fiqih, dapat dilihat pengaruh sosial budaya terhadap gagasan-gagasan yang dibangunnya. Abu Hanifah memasukkan adat sebagai salah satu prinsip istihsan-nya. Dalam ijtihadnya, Abu Hanifah memanfaatkan adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan sosial yang beragam dari masyarakat sebagai sumber hukum sekunder sepanjang hal tersebut tidak berlawanan dengan nass maupun spirit syari’ah. Demikian juga dengan Imam Malik yang mendudukkan adat masyarakat Madinah sebagai bagian penting dalam teori hukumnya.



BAB III Mencari Hukum Islam Khas Indonesia Dalam sejarah Islam di Indonesia, gagasan purifikasi pernah menjadi agenda penting dari kelompok Islam modernis. Gerakan ini memfokuskan untuk menghilangkan seluruh budaya masyarakat yang dianggap mengandung unsur takhayul, bid’ah dan khurafat. Model purifikasi ini berusaha untuk melenyapkan keberadaan budaya lokal yang sudah turun- temurun yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Akan tetapi, titik tolak dari apa yang dinamakan ajaran Islam dikembalikan pada konsep yang ada pada zaman Nabi. Hal ini kemudian berimplikasi pada pelenyapan seluruh tradisi masyarakat Indonesia dan pengukuhan tradisi Arab yang dianggap sebagai tradisi Islam. Gagasan tersebut pada masa sekarang kembali muncul dari gerakan fundamentalis yang tumbuh subur di Indonesia. Mereka berusaha menerapkan syari’ah Islam dan ajaran Islam secara kaffah. Sebagaimana para pendahulunya, titik tolak dari apa yang disebut ajaran Islam, dikembalikan pada konsep yang ada pada zaman Nabi. Fenomena ini menumbuhkan berbagai implikasi dari perilaku mereka dalam bermasyarakat. Dalam hal busana misalnya, mereka berusaha mencontoh Nabi dengan menggunakan jubah ala Arab. Kemudian mereka juga memelihara jenggot, bercadar, menggunakan terma-terma Arab sebagai pengganti dari terma lokal dan lain sebagainya. Dengan munculnya fenomena ini, tentunya eksistensi budaya lokal.



PENUTUP Fakta menjelaskan bahwa banyak budaya yang ada di masa pra-Islam diadopsi dan dipraktekkan oleh nabi Muhammad. Hal ini mengindikasikan bahwa Islam lahir tidak dalam rangka menghilangkan seluruh kebudayaan yang berkembang dan dijalankan oleh masyarakat Arab pra-Islam. Nabi Muhammad banyak menciptakan aturan-aturan yang melegalkan hukum adat masyarakat Arab, sehingga memberi tempat bagi praktek hukum Adat di dalam sistem hukum Islam. Signifikansi peran budaya dalam hukum Islam kemudian diteruskan oleh para penerusnya. Para sahabat mengadopsi beberapa budaya masyarakat hasil ekspansinya, demikian juga dengan para imam madzhab yang juga memposisikan budaya lokal daerahnya sebagai salah satu faktor penting dalam teori hukumnya. Dengan demikian, budaya memiliki posisi yang penting dalam sejarah hukum Islam.



KESIMPULAN Simpulan Dari apa yang telah disebutkan dan dibahas dalam beberapa pernyataan di atas. Maka dapatlah kita simpulkan bahwasanya kebudayaan lokal yang ada dalam masyarakat merupakan sebuah adat/tradisi yang sudah mengakar kuat dan berpengaruh terhadap kehidupan keseharian masyarakat setempat. Islam dengan ajarannya yang bersifat rahmatan lil ‘alamin dan penuh toleransi memandang tradisi secara selektif. Tradisi akan senantiasa terpelihara dan dilestarikan selama sesuai dan tidak bertentangan dengan akidah. Bahkan tradisi/adat atau yang dikenal dengan istilah ‘urf dapat menjadi salah satu dasar pengambilan hukum.



Kritik dan saran sangat kami butuhkan untuk memperbaiki isi dalam makalah yang kami buat apabila ada salah kalimat harap maklum.



DAFTAR PUSTAKA Website academia Al-Amidi. 1347 H. , Kairo: Muhammad Ali Shabih. al-‘Ashmawi. 2002. Muhammad Sa’id, Haqiqat al-Hijab wa Hujjiyyah alHadits, Kairo: al-Kitab al-Dhahabi. Azizy, Qadri. 2003. Reformasi Bermazhab: Sebuah Ikhtiar Menuju Ijtihad Jakarta: Teraju. Azizy, Qadri. 2002. Eklektisisme hukum Nasional Kompetisi Antara Hukum Islam dan Hukum Umum, Yogyakarta: Gama Media. Baso, Ahmad. 2006. NU Studies, Pergolakan Pemikiran Antara Fundamentalisme Islam Dan Fundamentalisme Neo-Liberal, Jakarta: Erlangga.