Makalah Glaukoma [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN SEVEN JUMP SKENARIO KASUS 3 DENGAN GANGGUAN PADA SISTEM PERSEPSI SENSORI: GLAUKOMA



Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sistem Persepsi Sensori Dosen Pengampu : Ns. Dewi Erna Melisa, M.Kep



Disusun oleh : Kelompok A Siti Kholifah (213.C.0003) Yuhana (213.C.0005) Soni Riyadi (213.C.0007) Annisa Juliarni (213.C.0009) Sri Rahayu (213.C.0011) Devi Nur R (213.C.0012) Neneng Humairoh (213.C.0014) Dicky Priadi S (213.C.0016) Maula Rizka S (213.C.0017) Enika Nurul I.K (213.C.0018) Ady Hidayatullah (213.C.0023) Khaedar Ali (213.C.0030) Chintya Intansari (213.C.0032) Rivna Andrari L (213.C.0035) Afif Ubaidillah (213.C.0037) Nurtusliawati (213.C.0041) Fitria Dewi (213.C.0046) Nosa Defitha A (214.C.1037)



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MAHARDIKA CIREBON 2016



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan dengan judul “Laporan Seven Jump Dengan Gangguan Pada Sistem Persepsi Sensori: Glaukoma”. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sistem Persepsi Sensori pada Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Mahardika Cirebon. Selama proses penyusunan laporan ini kami tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang berupa bimbingan, saran dan petunjuk baik berupa moril, spiritual maupun materi yang berharga dalam mengatasi hambatan yang ditemukan. Oleh karena itu, sebagai rasa syukur dengan kerendahan hati, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat : 1. Ibu Ns. Dewi Erna Melisa, M.Kep yang telah memberikan bimbingan dan dorongan dalam penyusunan laporan ini sekaligus sebagai tutor Mata Kuliah Sistem Persepsi Sensori. 2. Orangtua kami yang tercinta serta saudara dan keluarga besar kami yang telah memberikan motivasi/dorongan dan semangat, baik berupa moril maupun materi lainnya. 3. Sahabat-sahabat kami di STIKes Mahardika, khususnya Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini. Semoga Allah swt. membalas baik budi dari semua pihak yang telah berpartisipasi membantu kami dalam menyusun laporan ini. Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun untuk perbaikan penyusunan selanjutnya. Kami berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin… Wassalamu’alaikum wr.wb. Cirebon, 31 Maret 2016 Kelompok A



i



DAFTAR ISI



Kata Pengantar ......................................................................................



i



Daftar Isi .................................................................................................



ii



Laporan Seven Jump ..............................................................................



1



Step 1 Kata Kunci ..................................................................................



4



Step 2 Pertanyaan Kasus .......................................................................



9



Step 3 Jawaban Kasus ...........................................................................



10



Step 4 Mind Mapping ............................................................................



19



Step 5 Learning Objektif .......................................................................



20



Step 6 Informasi Tambahan ..................................................................



21



Step 7 Pendahuluan ...............................................................................



22



Lampiran 1 Teori dan Analisis Kasus ....................................................



23



Lampiran 2 Jurnal ..................................................................................



110



Daftar Pustaka



ii



SEVEN JUMP Mata kuliah



: Blok Sistem Persepsi Sensori



Tingkat / semester



: 3 / VI



Hari / tanggal



: Rabu, 30 Maret 2016



SKENARIO KASUS III



Ny. Dasima adalah seorang janda usia 60 tahun yang tinggal sendirian di rumahnya. Pasien datang ke poliklinik mata padsa tanggal 19 maret 2016. Pasien telah ditinggal almarhum suaminya sejak 20 tahun yang lalu. Pasien telah mengenakan kacamata rabun jauh sejak usia 28 tahun. Pasien didiagnosa mengalami galukoma sudut terbuka kronis pada 4 tahun yang lalu dan ia memberikan timolol maleat (Timpotic) 0,5%. Pasien mengatakan kesulitan membaca dan menonton televisi meskipun telah menggunakan lensa baru pada beberapa minggu di bulan ini. Dia adalah berhenti mengemudi di malam hari karena sorotan lampu pada kendaraan yang melaju membuatnya sulit untuk melihat. Dokter mata telah mengatakan bahwa Ny. Dasima juga mengalami katarak tetapi tidak perlu dilakukan apapun sampai mengganggu dirinya. Sementara itu galukomanya masih dapat dikontrol dengan timolol maleat 0,5% yang diberikan satu tetes dua kali hari pada setiap mata. Pengukuran tekanan intraokularnya telah secara bertahap mengalami peningkatan Ny. Dasima telah mengkonsumsi 325 mg aspirin setiap hari sejak 8 tahun yang lalu. Ny. Dasima dianjurkan untuk pengangkatan katarak dan implan lensa intraokular di mata kanannya. Hasil pemeriksaan perawat pada Ny.dasima didapatkan hal-hal sebagai berikut : Sadar dan berorientasi penuh, pasien mengatakan khawatir tentang operasi yang akan dilakukannya. Tekanan darah 134/72 mm/Hg, denyut nadi 86 kali/menit, respirasi 18 kali/menit. Hasil pemeriksaan neuorolgis, poernapasan, kardiovaskuler, dan abdomen tidak memiliki keluhan apapun dan normal. Pupil matanya bulat dan sama, bereaksi cepat terhadap cahaya dan akomodasi.



1



Konjungtivanya berwarna merah muda; sklera dan kornea, yang jelas. Hasil pemeriksaan menggunakan oftalmoskop didapatkan refleks merah di mata kanan berkurang. Pemeriksaan mata menunjukkan : ketajaman visual 20/150 OD dan 17 mmHg OS. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan: tidak ada penyakit di pembuluh darah retina, makula atau diskus. Perawat menyampaikan prosedur operatif pada Ny. Dasima, menjawab pertanyaan dan mejelaskan hal-hal yang diharapkan setelah pembedahan. Setelah mengikuti protokol pra operasi, Ny. Dasima disiapkan dan dirawat untuk tindakan operasi.



A.



TUGAS MAHASISWA 1.



Setelah membaca dengan teliti skenario di atas mahasiswa membahas kasus tersebut dengan kelompok, dipimpin oleh ketua dan sekretaris.



2.



Melakukan aktifitas pembelajaran individual di kelas dengan menggunakan buku ajar, jurnal dan internet untuk mencari informasi tambahan.



3.



Melakukan diskusi kelompok mandiri (tanpa dihadiri fasilitator) untuk melakukan curah pendapat bebas antar anggota kelompok untuk menganalisa informasi dalam menyelesaikan masalah.



4.



Berkonsultasi pada narasumber yang telah ditetapkan oleh fasilitator.



5.



Mengikuti kuliah khusus dalam kelas untuk masalah yang belum jelas atau tidak ditemukan jawabannya untuk konsultasi masalah yang belum jelas



6.



Melakukan praktikum pemeriksaan fisik antenatal dan sadari.



2



B.



PROSES PEMECAHAN MASALAH Dalam diskusi kelompok mahasiswa diharapkan dapat memecahkan problem yang terdapat dalam scenario dengan mengikuti 7 langkah penyelesaian masalah di bawah ini: 1.



Klarifikasi istilah yang tidak jelas dalam skenario di atas, dan tentukan kata / kalimat kunci skenario di atas.



2.



Identifikasi problem dasar skenario, dengan membuat beberapa pertanyaan penting.



3.



Analisa problem-problem tersebut dengan menjawab pertanyaanpertanyaan di atas.



4.



Klarifikasikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.



5.



Tentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai oleh mahasiswa atas kasus di atas. Lahkah 1 sampai 5 dilakukan dalam diskusi tutorial pertama dengan fasilitator.



6.



Cari informasi tambahan informasi tentang kasus di atas di luar kelompok tatap muka; dilakukan dengan belajar mandiri.



7.



Laporkan hasil diskusi dan sintetis informasi-informasi yang baru ditemukan; dilakukan dalam kelompok diskusi dengan fasilitator.



8.



Seminar; untuk kegiatan diskusi panel dan semua pakar duduk bersama untuk memberikan penjelasan atas hal-hal yang belum jelas.



Penjelasan: Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada informasi yang diperlukan untuk sampai pada kesimpilan akhir, maka proses 6 bisa diulangi dan selanjutnya dilakukan lagi langkah 7. Kedua langkah di atas bisa diulang-ulang di luar tutorial dan setelah informasi dirasa cukup dilakukan langkah nomor 8.



3



STEP 1 KATA KUNCI



1.



Timolol maleat : Timolol maleat 0,5% adalah penghambat reseptor beta adrenergik non selektif yang digunakan untuk pengobatan dan merupakan salah satu obat yang paling digunakan. Mekanisme kerja dari obat ini adalah menurunkan atau adanya supresi pada produksi humor aquaeus (Lalita, dkk, 2016). Menurut American Academy Of Ophtalmology, tingkat TIO pada pasien dengan Timolol maleat mencapai presentase sebesar 20-30% (Lalita, 2016).



2.



Tekanan Intra Okular : Tekanan di dalam matan (Dorland, 2010). Dalam keadaan normal, tekanan intra okular rata-rata 15 mmHg dengan kisaran antara 12-20 mmHg (Gayton, 2007). Apabila tekanan intra okuler melebihi batas ambang normal, yaitu di atas 20 mmHg dapat memyebabkan glaukoma (James B, 2006).



3.



Implan lensa Intra okular : Lensa Intraokular (IOL) adalah lensa kecil, ringan, plastik jernih yang ditempatkan di dalam mata untuk menggantikan kekuatan fakus lensa alami mata (Anonym, 2010). IOL (Lensa Intraokular) adalah sinonim dari intracular lensa dan pseudophakos, merupakan lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata pasien untuk mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara terbaik untuk rehabilitasi pasien katarak. Operasi implantasi IOL yang pertama kali dilakukan oleh Sir Harold Ridley. Operasi ini dikerjakan dalam 2 langkah, dimana operasi katarak (ECCE) (Pratiwi, 2013)



www.wrighteye.com



4



4.



Glaukoma : Suatu kelainan neuropati optik disertai penyempitan lapang pandangan yang bersifat kronis dan progresif. Glaukoma sudut terbuka primer merupakan jenis glaukoma yang paling sering terjadi sekitar 1 dari 100 orang diatas usia 40 tahun, dan mengakibatkan kebutaan pada 12% dari seluruh kasus kebutaan di Inggris dan Amerika Serikat (Rosalina, 2011).



5.



Lensa Korektif : Lensa yang biasanya di tempatkan di kornea mata, dengan potongan ajaib dari plastik yang memungkinkan untuk melihat tanpa kacamata. Biasanya digunakan sebagai lensa pengganti kacamata.



id.wikipedia.org



6.



Funduskopi : Pemeriksaan yang bertujuan untuk menilai keadaan fundus okuli terutama pada retina, dan papil nervus optikus. Pemerikaan dilakukan dengan alat berupa oftalmoscope (Hartoyo, 2015).



7.



Glukosa sudut terbuka kronis : Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (Glaukoma kronik sudut terbuka) dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan penglihatan yang berat terjadi, sehingga dikatakan sebagai pencuri penglihatan. Berbeda pada glaukoma akut sudut tertutup, peningkatan tekanan TIO berjalan cepat dan memberikan gejala mata merah, nyeri dan gangguan penglihatan (Fardilla, 2009).



8.



Diskus : Bagian dari nervus optikus dimana sel-sel ganglion mata keluar untuk membentuk saraf optik. Bagian ini tidak memiliki sel-sel batang atau kerucut yang peka cahaya sehingga membentuk bidang visual yang disebut “Blind Spot” atau Blind Spot Fisiologis”. Diskus optikus merupakan awal dari saraf optik dan juga titik masuk pemuluh darah utama yang menyuplai retina (Hidayat, 2015).



5



9.



Protokol Pra Operasi : Protokol adalah serangkaian aturan-aturan keupacaraan dalam segala kegiatan resmi yang diatur secara tertulis maupun di pratikkan.



10.



Aspirin : Asam Asetilsalisilat (Asetosal) adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (Penahan rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti inflamasi (peradangan). Aspirin juga memiliki efak antikoagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung (Schor K, 2009).



11.



Akomodasi : Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa. Kekuatan lensa tergantung pada bentuknya, yang selanjutnya dikendalikan oleh otot siliaris (Sherwood, 2011).



12.



Makula : Merupakan daerah kekuningan yang berada sedikit lateral dari pusat retina dimana fotoreseptor sel kerucut sangat padat (Tarwoto, 2009). Bagian ini mengatur penglihatan sentral yaitu, visi berketajaman tinggi yang diperlukan untuk membaca, mengemudi dan mengenali wajah. Di tengah makula ini terdapat sebuah lubang kecil yang disebut fovea sentralis, yang terdiri dari jutaan fotoreseptor yang sel yang mendeteksi cahaya yang menghasilkan gambar sangat halus dan rinci. Penglihatan sentral biasanya memburuk sesuai dengan usia, ketika ada kerusakan makula atau gangguan, penglihatan sentral dapat menurun akan menyebabkan perkembangan degenerasi makula atau kehilangan penglihatan parsial. Banyak faktor lain, seperti merokok dan kebiasaan maka yang juga mempengaruhi laju degenerasi makula.



www.essilor.co.id 6



13.



Pemeriksaan Neurologi : Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka dan hubungannya dengan tingginya tekanan intraokular masih belum begitu jelas. Teori utama memperkirakan bahwa adanya perubahanperubahan elemen penunjang struktural akibat tingginya tekanan intraokular di saraf optikus, setinggi dengan lamina kribrosa atau pembuluh darah di ujung saraf optikus (Friedman dan Kaiser, 2007). Teori lainnya memperkirakan terjadi iskemia pada mikrovaskular diskus optikus. Sehingga perlu dilakukan pemeriksaan neurologis (Kanski, 2007).



14.



Berorientasi penuh : Memiliki kontrol penuh dari pikiran seseorang (compos mentis) (Oxford University Press, 2016).



15.



Klinik Mata : Klinik mata adalah penyediaan perawatan yang sesuai, dapat diakses, dan terjangkau yang memenuhi kebutuhan perawatan mata pasien secara komprehensif dan kompeten. Klinik mata menyediakan pasien dengan kontak pertama untuk perawatan mata serta seumur hidup perawatan berkelanjutan. jasa perawatan mata utama diintegrasikan sehingga memenuhi kebutuhan pasien dari satu sumber sehingga pasien menerima kualitas, perawatan mata efisien yang dikoordinasikan dengan layanan perawatan kesehatan umum. Kompeten dan ahli manajemen dan pengambilan keputusan sangat penting dalam mempromosikan kualitas dan efisiensi perawatan mata primer Klinik mata meliputi: a.



Mendidik pasien tentang menjaga dan mempromosikan penglihatan sehat.



b.



Melakukan pemeriksaan yang komprehensif dari sistem visual.



c.



Skrining untuk penyakit mata dan kondisi yang mempengaruhi penglihatan yang mungkin asimtomatik.



d.



Menyadari manifestasi okular dari penyakit sistemik dan efek sistemik obat mata.



e.



Membuat diagnosis diferensial dan diagnosis definitif untuk setiap kelainan yang terdeteksi.



f.



Melaksanakan refraksi.



7



g.



Alat bantu optik cocok dan memberi resep, seperti kacamata dan lensa kontak.



h.



Memutuskan rencana pengobatan dan mengobati perawatan mata pasien perlu dengan terapi yang tepat.



i.



Konseling dan mendidik pasien tentang kondisi penyakit mata mereka.



j.



Mengenali dan mengelola efek lokal dan sistemik terapi obat.



k.



Menentukan kapan untuk triase pasien untuk perawatan lebih khusus dan mengacu pada spesialis yang diperlukan dan tepat.



l.



Koordinasi perawatan dengan dokter lain yang terlibat dalam manajemen medis pasien secara keseluruhan.



m. Melakukan



operasi



bila



diperlukan



(American



Academy



of



Ophthalmology, 2014) 16.



Ketajaman Visual 50/120 : Penglihatan 20/20 adalah istilah yang digunakan untuk mengekspresikan ketajaman visual normal (kejelasan penglihatan) diukur pada jarak 20 kaki (American Optometric Association, 2015). Ketajaman visual 20/20 tidak berarti Anda memiliki penglihatan yang sempurna. Ketajaman visual 20/20 hanya menunjukkan ketajaman atau kejelasan visi di kejauhan. Ketajaman visual 20/150, berarti Anda harus sedekat 20 kaki untuk melihat apa yang seseorang dengan penglihatan normal bisa lihat dalam jarak 150 kaki.



17.



Pengangkatan Katarak : Terdapat 2 jenis pengangkatan katarak yaitu; prosedur operasi Fakoemolsifikasi(insisi kecil) dan Ekstrakapsular (Insisi besar). Fakoemolsifikasi(insisi kecil) adalah prosedur operasi yang paling umum untuk pengangkatan katarak, yaitu teknik operasi dengan memecah nukleus lensa menjadi fragmen-fragmen kecil dengan memanfaat energi ultrasonik intensitas tinggi, kemudian diikuti dengan aspirasi fragmenfragmen lensa (Bellarinatasari dkk, 2011).



8



STEP 2 PERTANYAAN KASUS



1.



Apakah klien mengalami hipertensi, dengan tekanan 134/72 mmHg?



2.



Apa penyebab glaukoma pada kasus ?



3.



Apa saja nutrisi yang dibutuhkan pada klien yang mengalami glaukoma pada kasus?



4.



Apakah tanda dan gejala pada kasus glaukoma ?



5.



Apakah penggunaan aspirin dapat mempengaruhi glaukoma ?



6.



Apakah katarak pada klien merupakan komplikasi dari glaukoma ?



7.



Apa diagnosa, serta intervensi yang akan muncul ?



8.



Apakah penanganan yang baik untuk glaukoma ?



9.



Apa keluhan utama yang dialami oleh klien dan apa riwayat psikososial klien ?



10.



Prosedur apa saja sebelum operasi yang diberikan perawat pada klien ?



11.



Apakah glaukoma dapat menghambat akitivitas ?



12.



Bagaimana gambaran khusus pada klien glaukoma?



13.



Apa penyuluhan yang dapat dilakukan pada klien dan keluarga tentang glaukoma ?



14.



Apa ada pemeriksaan diagnostik lain pada klien glaukoma ?



15.



Apakah glaukoma dapat sembuh total atau tidak ?



9



STEP 3 JAWABAN KASUS



1.



Tidak, karena hipertensi pada usia 60 tahun dapat terjadi jika tekanan darah lebih dari 135/88 mmHg (Marchonie, 2015).



2.



Penyebab glaukoma meliputi: Tekanan Intra Okular, Umur, Riwayat keluarga dengan glaukoma, Ras, serta Hipertensi dan Diabetes Mellitus. Dalam kasus hanya tercantumkan usia klien yaitu 60 tahun. Dimana Faktor bertambahnya umur memunyai peluang lebih besar untuk menderita glaukoma sudut terbuka primer (Lisegang, et al, 2005 dalam Sari, M. D, 2013). Jadi kemungkinan penyebab glaukoma dalam kasus yaitu faktor usia.



3.



Terdapat penelitian dalam journal of Agricultural and Food Chemistry menemukan bahwa microgreens berisi lebih dari 6 kali yang mengandung banyak vitamin A, Vitamin C, Vitamin E, Beta Karoten dan Nutrisi lainnya diantaranya yaitu kubis merah, bayam merah, dan lobak hijau, sehinggan bagus untuk dikonsumsi pada klien glaukoma (Mercola, 2016).



4.



Tanda dan Gejala glaukoma pada kasus yaitu bersifat asimtomatik hingga terjadi kehilangan penglihatan yang signifikan, seperti kesulitan membaca.



10



5.



Ya. Penggunaan aspirin dalam jangaka panjang dapat menyebabkan terjadinya glaukoma. Karena terjadi peningkatan tekanan intra okular melalui mekanisme sudut terbuka, mekanisme tersebut dikaitkan dengan efek ganda pada anyaman trabekula meshwork, mekanisme lainnya mengarah pada perubahan sitoskeletal yang dapat menghambat pinositosis dari humour aqueous. Aspirin/obat kortikosteroid juga menyebabkna penurunan sintesis prostaglandin yang mengantur fasilitas/pengeluaran humour aqueous sehingga terjadi peningkatan tekanan intra okular (TIO) menyebabkan tekanan pada saraf optik (Wahyuni A, 2012).



6.



Ya. Katarak merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada glaukoma. Penyataan ini diperkuat dengan kerangka teori.



7.



Diagnosa serta Intervensi pada klien glaukoma: a.



Gangguan persepsi sensori : visual berhubungan dengan gangguan penerimaan ; gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresive Intervensi: 1. Pastikan derajat/tipe penglihatan 2. Dorong untuk mengekspresikan perasaan tentang kehilangan penglihatan 3. Lakukan tindakan untuk membantu pasien yang mengalami keterbatasan penglihatan (menempatkan berang-barang ditempat yang aman)



b.



Ansietas berhubungan dengan rencana tindakan pembedahan Intervensi: Teaching : pre operatif 1. Kaji keadaan umum klien 2. Informasikan klien mengenai waktu dan lokasi pembedahan 3. Jelaskan tujuan dilakukan pembedahan dan efek samping Calming technique 1. Ajarkan tekhnik napas dalam dan distraksi



11



2. Beri penjelasan kepada klien secara lembut dan pelan Coping enhancement 1. Usahakan untuk memahami perspektif pasien dari situasi stress 2. Dorong penggunaan sumber daya spiritual jika diinginkan c.



Resiko tinggi cidera berhubungan dengan disfungsi integritas sensori Intervensi: Environmental management 1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, berdasarkan tingkat fisik, fungsi kognitif, dan perilaku (pada gangguan mata). 2. Ciptakan lingkungan yang aman untuk klien 3. Hindarkan dari bahaya lingkungan (lantai yang licin dan tempat tindur yang tinggi). Family coping, compromised : 1. Libatkan keluarga dalam aktivitas pasien.



8.



Penatalaksanaan pada glaukoma a.



Terapi Farmakologi Penatalaksanaan farmakologi yang dapat dilakukan pada klien dengan glaukoma menurut J Niel Michael (2006) dalam Ameliana Dina (2014) antaralain: 1)



Supresi Pembentukan Aqueous Humor a)



Golongan β-adrenergik Bloker Obat golongan ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau dengan kombinasi dengan obat yang lain. Contoh obat golongan β- adrenergic bloker misalnya timolol maleat 0,25% dan 0.5%, betaxolol 0,25% dan 0,5%, levobunolol dan lain-lain. Timolol maleat merupakan βadrenergik non selektif baik β1 atau β2. Timolol tidak memiliki aktivitas simpatomimetik, sehingga apabila diteteskan intraokuler.



pada



mata



Timolol



dapat dapat



mengurangi



tekanan



menurunkan



tekanan



intraokuler sekitar 20-30%.15,16 Reseptor β- adrenergik



12



terletak pada epitel siliaris, jika reseptornya terangsang aktifitas sekresinya akan meningkatkan inflow humor aquos melalui proses komplek enzim adenyl cyclasereseptor sehingga menurunkan produksi humor aquos. b)



Golongan α2-adrenergik Agonis Golongan α2-adrenergik agonis obat ini dibagi menjadi 2 yaitu selektif dan tidak selektif. Golongan α2-adrenergic agonis yang selektif misalnya apraklonidin memiliki efek menurunkan produksi humor aquos, meningkatkan aliran keluar humor aquos melalui trabekula meshwork dengan menurunkan tekanan vena episklera dan dapat juga meningkatkan aliran keluar uveosklera.



2)



Fasilitas Aliran Aqueous Humor Keluar a)



Parasimpatomimetik Golongan obat parasimpatomimetik dapat menimbul kan efek miosis pada mata dan bersifat sekresi pada mata, sehingga menimbulkan kontraksi muskulus ciliaris supaya iris membuka dan aliran humor aquos dapat keluar.



b)



Analog Prostaglandin Cara kerja obat ini dengan meningkatkan aliran keluarnya aqueus humor melalui uveosklera. Obat ini diindikasikan pada glaukoma sudut terbuka, hipertensi okuler yang tidak toleran dengan antiglaukoma lain.



3)



Penurunan Volume Vitreus Obat yang digunakan dalam menurunkan volume vitreus dapat menggunakan obat hiperosmotik dengan cara mengubah darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan pengecilan vitreus sehingga terjadi penurunan produksi humor aquos. Penurunan volume vitreus bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan maligna yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke anterior yang



13



menyebabkan penutupan sudut (glaukoma sudut tertutup sekunder). b.



Pembedahan Menurut Japan Glaukoma Society (2006) dalam Ameliana Dina (2014), terapi pembedahan yang dapat dilakukan pada klien glaukoma seperti: 1)



Bedah Filtrasi Pembedahan ini dilakukan dengan membuat lubang kecil pada limbus kornea untuk membuat jalur baru aliran aqueous humor antara bilik depan dan ruang subkonjungtiva. Contoh terapi ini adalah trabekuloktomi.



2)



Bedah Rekonstruksi Bedah rekonstruksi jalur aliran aqueous humor yang dapat dilakukan misalnya seperti: trabekuloktomy, goniotomy, dan goniosinekiolisis.



3)



Iridektomy perifer Bedah iridektomy perifer bertujuan untuk menghilangkan blokade pupil.



4)



Bedah siklodeskruktif Tujuan bedah siklodeskruktif yaitu dengan membekukan korpus siliaris menggunakan alat kriokoagulasi untuk menurunkan produksi aqueous humor.



5)



Terapi Trabekuloplasti Penggunaan laser untuk membuat lubang kecil di jaringan trabekular



sering



diindikasikan



sebelum



pembedahan



penyaringan dilakukan. Laser menghasilkan jaringan perut pada jaringan trbekular menyebabkan pencangan serat trabeluka. Serabut yang bertambah kencang menyebabkan penambahan aliran humor aquous. Tekanan intraokular dapat berkurang hingga 80% kasus. Efek laser ini semakin berkurang seiring waktu, dan prosedur ini perlu diulang. Terapa medis dengan



14



tetes mata biasanya tetap dilanjutkan (Corwin Elizabeth J, 2009).



9.



Keluhan utama klien”Kesulitan Melihat” dan Riwayta Psikososial klien “mengetahui tentang penyakit yang dialaminya dan khawatir tentang tindakan operasi yang akan dilakukannya”.



10.



Tindakan preoperasi menurut Kozier dan Erb (2009), diantaranya: a.



Menjelaskan perlunya dilakukan pemeriksaan pre operasi (Misalnya Laboratorium, sinar-X dan elektrokardiogram)



b.



Mendiskusikan persiapan usus bila diperlukan (Puasa)



c.



Mendiskusikan pengobatan preoperasi bila diprogramkan



d.



Menjelaskan terapi individu yang diprogramkan oleh dokter seperti terapi intervena, pemasangan kateter urin, atau selang nasogastrik, penggunaan spirometer, atau stoking anti emboli.



e.



Menginformasikan kepada klien mengenai area operasi serta beritahu lokasi ruang tunggu bagi individu pendukung.



f.



11.



Melengkapi daftar tilik pre operasi



Ya. Karena klien dengan glaukoma pandangan penglihatan berkurang sehingga sangat berpengaruh pada aktivitas klien tersebut.



12.



Pada glaukoma akan terdapat karakteristik seperti melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat/pengecilan lapang pandang, peningkatan TIO yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan. Pada umumnya indikator yang digunakan untuk menilai



perkembangan



glaukoma



adalah



penglihatan, dan perimetri (Lalita, 2016).



15



pemeriksaan



TIO,



tajam



13.



Penyuluhan yang diberikan pada klien glaukoma ataupun keluargnya yaitu: a.



Penyuluhan tentang gaya hidup



b.



Penyuluhan tentang terapi yang diberikan atau yang dianjurkan untuk proses penyembuhan seperti: obat



c.



Penyuluhan tentang mekanisme koping, psikologis, dan spiritual (Andrew Jackson, 2012).



14.



Pemeriksaan Diagnostik pada glukoma adalah sebagai berikut: a.



Funduskopi: Hasil pemeriksaan funduskopi pada klien dengan glaukoma, papil saraf optik menunjukkan penggaungan dan atrofi, seperti pada glaukoma simpleks (Dwindra M, 2009).



b.



Tonografi: Pada pemeriksaan tonografi menunjukkan outflow yang baik. Tetapi bila sudah ada perlengketan antara iris dan trabekula (goniosinekhia, sinekhia anterior perifer), maka aliran menjadi terganggu (Dwindra M, 2009).



c.



Gonioskopi: Merupakan pemeriksaan dengan alat yang menggunakan lensa khusus untuk melihat aliran keluarnya humor aquos. Fungsi dari gonioskopi secara diagnostik dapat membantu mengidentifikasi sudut yang abnormal dan menilai lebar sudut kamera okuli anterior (Dwindra M, 2009). Pada waktu tekanan intaokuler tinggi, sudut bilik mata depan tertutup, sedang pada waktu tensi intraokuler normal sudutnya sempit. Bila serangan dapat dihentikan maka sesudah 24 jam, biasanya sudut bilik mata depan terbuka kembali, tetapi masih sempit. Kalau terjadi serangan yang berlangsung lebih dari 24 jam, maka akan timbul perlengketan antara iris bagian pinggir dengan trabekula (goniosinekhia, sinekhia anterior perifer) (Dwindra M, 2009).



d.



Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus optikus macula dan pembuluh darah retina.



e.



Tonometri : Adalah alat untuk mengukur tekanan intra okuler, nilai mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmHg dan dianggap



16



patologi bila melebihi 25 mmHg. Tonometri dibedakan menjadi dua antara lain (Ilyas Sidharta, 2010):



1)



Tonometri Schiotz Pemakaian Tonometri Schiotz untuk mengukur tekanan bola mata dengan cara sebagai berikut: a)



Penderita di minta terlentang



b)



Mata di teteskan tetrakain



c)



Ditunggu sampai penderita tidak merasa pedas



d)



Kelopak mata penderita di buka dengan telunjuk dan ibu jari (Jangan menekan bola mata penderita)



e)



Telapak tonometer akan menunjukkan angka pada skala tonometer Pembacaan skala dikonversi pada tabel untuk mengetahui bola mata dalam milimeter air raksa. 



Pada tekanan lebih tinggi 20 mmHg di curigai adanya glaukoma.







Bila tekanan lebih dari pada 25 mmHg pasien menderita glaukoma.



2)



Tonometri Aplanasi Dengan tonometer aplanasi diabaikan tekanan bola mata yang dipengaruhi kekakuan sklera (selaput putih mata). Teknik melakukan tonometri aplanasi adalah a)



Diberi anestasi lokal tetrakain pada mata yang akan diperiksa



b)



Kertas fluorosein diletakkan pada selaput lendir



c)



Di dekatkan alat tonometer pada selaput bening maka tekanan dinaikkan sehingga ingkaran tersebut mendekat sehingga bagian dalam terimpit.



d)



Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang memberi gambaran setengah lingkaran berimpit. Tekanan tersebut merupakan tekanan bola mata



17



e)



Dengan tonometer aplanasi bila tekanan bola mata lebih dari 20 mmHg dianggap sudah menderita glaukoma.



f.



Pemeriksaaan Lampu Slit : digunakan untuk mengevaluasi oftalmik yaitu memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior sehingga memberikan pandangan oblik keadaan tuberkulum dengan lensa khusus.



g.



Perimetri : Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapangan pandang yang khas pada glaukoma. Secara sederhana, lapang pandang dapat diperiksa dengan tes konfrontasi.



h.



Pemeriksaan Ultrasonografi : Ultrasonografi dalai gelombang suara yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler. Ada 2 tipe Ultrasonografi yaitu: 1)



A-Scan-Ultrasan Berguna untuk membedakan tumor maligna dan banigna, mengukur mata untuk pemasangan implant lensa okuler dan memantau adanya glaukoma kongenital.



2)



B-Scan-Ultrasan Berguna untuk mendeteksi dan mencari bagian struktur dalam mata yang kurang jelas akibat adanya katarak dan abnormalitas lain (Utomo, 2010).



15.



Klien dengan glaukoma tidak bisa di sembuhkan dengan total. Akan tetapi tujuan pengobatan hanya mempertahankan saraf yang masih ada, jika sudah terlanjur buta, maka kebutaan itu bersifat permanen (Yap, 2016).



18



STEP 4 MIND MAPPING



ASKEP: PENGKAJIAN DIAGNOSA INTERVENSI



PENCEGAHAN: PRIMER SEKUNDER TERSIER



JURNAL: HOW TO ADMINISTER EYE DROPS AND OINTMENTS GLAUKOMA



LP: DEFINISI ANFIS ETIOLOGI PATOFISIOLOGI



MEKANISME PERUBAHAN PASIEN DENGAN GLAUKOMA



19



STEP 5 LEARNING OBJEKTIF



1. Mahasiswa mampu memahami anatomi dan fisiologi indera penglihatan 2. Mahasiswa mampu memahami penyakit glaukoma 3. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi glaukoma 4. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada klien glaukoma



20



STEP 6 INFORMASI TAMBAHAN



NURSING PRACTICE Nursing Times 01.10.14/Vol 110 No 40 / www.nursingtimes.net



Bagaimana Menggunakan Mata Tetes Dan Salep Penulis : Mary Shaw Dosen Senior Di University Of Manchester



Abstrak Menurut Shaw M (2014) cara menggunakan tetes mata dan salep. Waktu perawatan ; 110: 40, 16-18. Tetes mata dan salep mata adalah utama pengobatan untuk kondisi mata yang paling dan setelah operasi mata atau pembedahan untuk periokular yang struktur. Artikel ini menguraikan peran perawat dalam memastikan dan menganjurkan pemakaian obat mata topikal yang aman dan bahwa pasien mematuhi perintah pengobatan mereka. Mata adalah bagian penting dari pusat sistem saraf. mereka mengkonversi cahaya menjadi impuls listrik yang ditransmisikan ke oksipital yang wilayah otak, di mana mereka ditafsirkan menjadi gambar yang bermakna. Mata memungkinkan kita untuk menavigasi lingkungan kita, lihat detail halus, menafsirkan warna, dan memelihara kesehatan kita dan keselamatan saat melakukan aktivitas sehari-hari. Namun, perhatian kecil cenderung dibayarkan kepada mata atau mereka sekitarnya struktur sampai sesuatu yang salah dengan mereka; Marsden dan Shaw (2003) kurangnya disorot profesional kesehatan 'dari pemahaman kondisi mata.



Prinsip Administrasi Tetes mata dan salep yang diresepkan untuk mengobati kondisi mata jangka panjang akut atau struktur mata sekitarnya. Mereka adalah andalan pengobatan untuk mata penyakit seperti yang diberikan langsung kesitus mereka dari tindakan dan, oleh karena itu, lebih efektif daripada obat-obatan yang diberikan secara lisan. Mereka juga digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi atau 21



kondisi peradangan dan, dalam beberapa kasus, digunakan untuk meringankan ketidaknyamanan atau untuk mencegah kerusakan, seperti pengobatan mata kering (Marsden, 2007). Bagi pasien untuk mendapatkan terapi yang maksimal Akibatnya, sangat penting bahwa topikal obat mata diberikan prioritas yang sama sebagai obat yang diberikan secara sistemik. Standar yang mengatur administrasi perawatan mata topikal adalah persis sama dengan penutup yang



rute lain



administrasi; profesional pedoman administrasi obat-obatan yang tersedia dari kedua Keperawatan dan Kebidanan Dewan (2010) dan Royal College of Nursing (2013). Perawat, pasien dan perawat perlu yang baik pengetahuan dan pemahaman tentang terapi efek dan potensi efek samping obat topikal yang mereka kelola. Mereka juga harus terbiasa dengan obat yang potensial interaksi yang dapat terjadi antara berbagai jenis tetes mata dan salep, dan juga antara ini dan obat disampaikan oleh rute lain, misalnya timolol tetes mata dapat berinteraksi dengan insulin (Andrews, 2006). Pemberian Tetes dan Salep Tetes mata dan salep harus diberikan: 1.



Benar waktu pemberian



2.



Benar obat



3.



Benar cara pemberian



4.



Benar pasien



5.



Benar bagian mata yang diberikan Beberapa tetes mata memiliki efek long-acting pada pupil sehingga sangat



penting mereka ditanamkan ke dalam mata yang benar. Misalnya, atropin 1% membuat cahaya mata sensitif sebagai murid tidak akan kontrak dalam cahaya terang. prosedur administrasi dinyatakan dalam box 1 dan 2. Sangat penting untuk menetapkan pasien tidak alergi terhadap salah mata tetes atau bahan salep. Sebelum menanamkan ini, mata dan kelopak mata harus diperiksa untuk tandatanda.



22



1.



Penyerapan Sistemik Penyerapan sistemik (SA) dari tetes mata dan salep terjadi melalui konjungtiva yang pembuluh darah atau mukosa hidung. Ini adalah masalah tertentu ketika obat-obatan seperti beta blockers yang diresepkan (Marsden, 2007).



Sebagai



contoh,



beta-blocker



timolol



dapat



menyebabkan



bronkokonstriksi, hipotensi, bradikardia, mual, diare, kecemasan, depresi, halusinasi dan kelelahan. Efek ini dapat dikurangi melalui penggunaan oklusi tepat waktu (menjaga mata ditutup untuk hitungan lambat 60) setelah administrasi yang trasi. Atau, pasien dapat menerapkan tekanan digital dengan sistem drainase air mata di sudut hidung kelopak mata tertutup (Gambar 2). Teknik ini meminimalkan jumlah obat yang diambil ke dalam sistem nasolacrimal dan ke sirkulasi sistemik. Dalam pengaturan teater atau ketika mata diduga telah terkoyak atau ditembus, tetes mata bebas pengawet harus digunakan untuk menghentikan komplikasi yang berpotensi melihatmengancam.



Pengawet



akan



menyebabkan



iritasi



intraokuler



dan



peradangan. Salep mata, jika diresepkan untuk mata sendiri, harus diterapkan ke bawah fornix di strip sekitar 5mm. Jika diresepkan untuk mengobati kelopak mata, perawatan harus dilakukan untuk memastikan salep tidak ditempatkan di mata sendiri. 2.



Tetes Mata Dispensing Bantu Tetes mata dispensing bantu (Gambar 3) dapat membantu pasien untuk mengobati diri dan menjadi mandiri dalam mengelola kondisi mereka sendiri, terutama ketika itu adalah jangka panjang, seperti glaukoma sudut terbuka. The dispensing bantuan bubur sesuai kebutuhan pasien dan juga harus sesuai dengan botol tetes mata. Ketika pasien yang diresepkan beberapa obat tetes mata yang berbeda, mereka akan membutuhkan bantuan untuk setiap botol. tetes mata bantu yang tersedia pada resep tetapi beberapa perusahaan farmasi menyediakan secara gratis untuk produk mereka. The International Glaukoma Association (www.glaucoma-association.com) telah mengembangkan tas kepatuhan yang berisi contoh dari sebagian besar jenis alat bantu tetes mata dan memberikan ini secara gratis kepada unit mata di Inggris. Jumlah yang sama. Hal ini dapat menyebabkan sensitivitas,



23



mengakibatkan sakit mata. Jika ini terjadi, item proprietary dapat disalurkan. Perlu dicatat bahwa botol generik tidak ukuran seragam dan, sebagai hasilnya, ukuran penurunan itu sendiri mungkin lebih besar. Hal ini dapat mengakibatkan obat tidak berlangsung selama merek milik. 3.



Pertimbangan Keamanan Setelah pemberian tetes mata atau salep, pasien harus disarankan againstdriving atau mesin beroperasi sampai visi mereka telah dibersihkan dan mata mereka kaya berhenti menyengat. penyimpanan obat yang benar adalah penting. tetes beberapa mata, seperti kloramfenikol, harus disimpan dalam lemari es sebelum dan setelah pembukaan sementara yang lain disimpan di lemari es setelah membuka hanya itu adalah important untuk membaca petunjuk dengan hati-hati. Dalam pengaturan rumah sakit, obat tetes mata harus dibuang setelah tujuh hari dan diganti jika pengobatan terus. Dalam pengaturan non-rumah sakit, botol tetes harus diganti setiap 28 hari (Andrews, 2006). a.



Dokumentasi Obat-obatan yang diberikan harus didokumentasikan secara akurat dalam catatan pasien sesuai dengan Ance guid lokal dan nasional, dan perawat juga harus mengevaluasi efek pengobatan (RCN, 2013; NMC, 2010)



b.



Kesimpulan Perawat, pasien dan perawat harus memiliki pengetahuan yang up-todate dan pemahaman tentang efek terapi dan potensi efek samping dari obat topikal yang mereka gunakan untuk kondisi mata. Mereka juga harus memastikan obat yang digunakan pada yang benar waktu dan dalam urutan yang benar (Tabel 1), dengan selang waktu yang tepat (idealnya lima menit utes) antara obat ketika lebih dari satu yang diresepkan. Satu tetes masing-masing obat yang cukup dan tindakan harus diambil untuk memastikan risiko penyerapan sistemik yang merugikan diminimalkan. Drop-pengeluaran bantu dapat digunakan untuk memungkinkan pasien untuk menjadi mandiri dengan pemberian tetes mata.



24



Kotak 1. Prosedur Untuk Melakukan Tetes Mata 1. Posisi pasien nyaman, baik duduk atau berbaring (semi-rawan atau berbaring) dengan kepala didukung 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah menanamkan tetes mata untuk mencegah infeksi silang dan untuk menghilangkan residu obat dari tangan 3. Beberapa kebijakan lokal mengharuskan sarung tangan non-steril digunakan ketika menanamkan tetes mata atau salep dan teknik nontouch aseptik digunakan untuk ganti pertama pasca operasi dan aplikasi tetes mata (Shaw et al, 2010) 4. Membersihkan mata mungkin diperlukan, misalnya ketika ada berkerak atau purulen deposito pada kelopak mata. Bersihkan tutup dengan penyeka non-woven atau kapas yang dicelupkan ke dalam air mendidih didinginkan atau larutan garam steril (kapas merupakan kontraindikasi bila ada sutureson kulit) 5. Menetapkan bahwa Anda memiliki tetes mata yang benar dan bahwa mereka tidak kedaluwarsa 6. lembut mengagitasi botol sebelum digunakan untuk memastikan obat dicampur dengan benar 7. Peringatkan pasien tetes akan menyengat secara sementara ketika diberikan (Andrews, 2006) 8. menanamkan tetes mata ke dalam ruang (fornix) dibuat dengan lembut menarik ke bawah tutup lebih rendah (Gambar 1) 9. Minta pasien untuk mencari ini membantu untuk memastikan tetes mata tidak mendarat langsung Onte kornea sensitif 10. Setelah tetes mata ditanamkan, lepaskan kelopak mata, menggunakan tisu atau kapas untuk menyeka kelebihan apapun dari pipi 11. Hindari memegang jaringan terlalu dekat dengan mata, untuk mencegah obat wicking jauh dari mata Kotak 2. Prosedur Untuk Melakukan Pemberian Salep Mata 1. Menetapkan apa salep mata telah diresepkan untuk mengobati mungkin untuk struktur selain mata, seperti luka kelopak mata 2. 3.



Cuci tangan sebelum dan setelah menerapkan salep, untuk mencegah infeksi silang dan untuk menghilangkan residu obat Beberapa kebijakan lokal mengharuskan sarung tangan non-steril digunakan ketika menginstal salep mata rutin dan teknik non-touch aseptik digunakan untuk pertama ganti pasca operasi dan aplikasi salep mata (Shaw et al, 2010).



25



4. 5.



6. 7.



8.



Jika diresepkan untuk mata sendiri, menanamkan pita tipis salep ke dalam fornix rendah kemudian meminta pasien untuk menutup mata salep mungkin mengambil beberapa saat untuk mencairkan dan tersebar di mata. Awalnya, dapat menyebabkan beberapa mengaburkan visi Bersihkan kelebihan dari kelopak mata Biasanya, ketika seorang pasien diresepkan salep mata, perlu untuk membersihkan kelopak mata sebelum pengobatan berikutnya diterapkan Jika pasien menerapkan salep mereka sendiri tetapi menemukan teknik pita canggung, menyarankan mereka memeras gumpalan salep ke dalam fornix rendah



Tabel 1. Orde drop / administrasi salep mata Order Obat Lokal Anastesi A. Mydriatics dan cycloplegics  Oxybuprocaine hidroklorida  Atropin  Proxymetacaine  Cyclopentolate  Homatropin  Tropikamid Miotics  Pilokarpin (tetes mata) Simpatomimetik B. Produk defisiensi air mata  Phenylepherine  Acetylcysteine  Adrenalin  Karbomer  Apraclonidine  Hidroksietilselulosa  Brimonidine  Hypromellose  Polivinil alkohol Natrium klorida C. Non Steroid Preparasi Steroid  Diklofenak  Betametaso  Ketorolac  Deksametason  Fluorometholone  Prednisolon D. Antibiotik Inhibitor Anhydrase Karbonat  Sefuroksim  Dorzolamide  Kloramfenikol (tetes mata)  Analog prostaglandin  Ciprofloxacin  Bimatoprost  Latanoprost  Asam fusidic  Tafluprost  Gentamisin  Travoprost  Neomycin 



Penisilin



26



Salep  Acyclovir  Atropin  Betametason  Kloramfenikol  Chlortetracycline  Gentamisin  Hidrokortison  Parafin cair  Pilokarpin



Anti Jamur  Miconazole Anti Inflamasi  Antazoline  Lodoxamide  Sodium kromoglikat Beta Blockers  Betaxolol  Carteolol  Levobunolol  Metipranolol  Timolol Sumber: Andrews (2004)



27



STEP 7 LAPORAN PENDAHULUAN



(terlampir)



28



Lampiran 1 Teori dan Analisis Kasus



BAB I PENDAHULUAN



A.



Latar Belakang Glaukoma merupakan penyakit yang ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik, dan menciutnya lapang pandang. Penyakit ini akan mengakibatkan melemahnya fungsi penglihatan akibat adanya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan (Ilyas dan Yulianti, 2013). Glaukoma primer adalah glaukoma dengan etiologi tidak pasti, di mana tidak didapatkan kelainan yang merupakan penyebab glaukoma. Berdasarkan klasifikasi Vaughen, glaukoma primer dibagi atas glaukoma sudut terbuka (OAG) dan glaukoma sudut tertutup (ACG) (Ilyas dan Yulianti, 2013). Tren menunjukkan galukoma sebagai penyebab utama kebutaan di seluruh dunia, di mana glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan di seluruh dunia setelah katarak. Hanya saja, glaukoma bisa menyebabkan kebutaan yang ireversibel, bila dibanding katarak yang masih reversibel (WHO, 2011). Data dari WHO (2011) menggambarkan bahwa saat ini terdapat 285 juta orang dengan gangguan penglihatan, 39 juta di antaranya mengalami kebutaan. Sembilan puluh persen penderitanya berada di negara berkembang. Sedangkan menurut data Riskesdas 2007, prevalensi nasional glaucoma adalah 0,5% (Kemenkes RI, 2011). Laporan tentang prevalensi primer sudut terbuka glaukoma antara pria dan wanita juga berbeda. Meskipun beberapa studi telah melaporkan tekanan intraokular rata secara signifikan lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pria, penelitian lain tidak menunjukkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Penelitian



29



lain bahkan menunjukkan laki-laki memiliki prevalensi lebih tinggi glaukoma dibanding wanita (Jerald A Bell, 2014). Data WHO tahun 2010 menyebutkan bahwa terdapat 39 juta orang yang mengalami kebutaan di dunia, dan diperkirakan sebanyak 3,2 juta orang mengalami kebutaan glaukoma. Namun kebutaan yang disebabkan glaukoma akan bersifat permanen (irreversible). Kebutaan karena katarak akan membaik setelah menjalani operasi pengangkatan katarak, sedangkan glaukoma tidak. Oleh karena itu, sebelum kebutaan terjadi, penyakit glaukoma harus diobati agar tidak semakin bertambah parah (WHO, 2010).



B.



Rumusan Masalah Dari pemaparan dan uraian latar belakang masalah di atas, agar dalam penyusunan laporan ini lebih terarah pembahasannya dan mendapatkan gambaran secara komprehensif. Maka sangat penting untuk dirumuskan pokok permasalahannya, yakni: 1.



Kalimat atau kata kunci apa saja yang belum jelas dalam kasus ?



2.



Pertanyaan apa saja yang mungkin muncul dalam kasus ?



3.



Informasi tambahan apa saja yang mungkin muncul dalam kasus ?



4.



Bagaimana hasil diskusi dan sintetis informasi-informasi baru yang ditemukan pada kasus ?



C.



Tujuan Penulisan 1.



Tujuan Umum Adapun tujuan umum penyusunan laporan ini adalah untuk mengetahui hasil analisis kasus mahasiswa semester 6 terhadap konsep asuhan keperawatan klien dengan glaukoma di Mata Kuliah Blok Sistem Persepsi Sensori.



2.



Tujuan Khusus a.



Menentukan kalimat atau kata kunci yang belum jelas.



b.



Mengidentifikasi masalah dan membuat pertanyaan penting.



c.



Menganalisa masalah dengan menjawab pertanyaan penting.



30



d.



Mencari informasi tambahan guna menunjang analisa kasus.



e.



Melaporkan hasil diskusi dan sintetis informasi-informasi yang baru ditemukan kepada fasilitator.



D.



Manfaat Penulisan Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penyusunan laporan ini adalah: 1.



Bagi Masyarakat atau Klien Diharapkan



penulisan



ini



akan



menjadi



tambahan



ilmu



pengetahuan yang berhubungan dengan konsep asuhan keperawatan klien dengan glaukoma. 2.



Bagi Penulis Hasil analisis kasus ini diharapkan dapat memberi informasi tentang konsep asuhan keperawatan terhadap klien dengan gangguan sistem persepsi sensori akibat glaukoma. Penulis dapat menambah pengetahuan serta dapat menerapkan ilmu pengetahuan dan menjadi acuan untuk penulisan selanjutnya



3.



Bagi STIKes Mahardika Keperawatan sebagai profesi yang didukung oleh pengetahuan yang kokoh, perlu terus melakukan berbagai tulisan-tulisan terkait praktik keperawatan yang akan memperkaya ilmu pengetahuan keperawatan. Penulisan ini diharapkan dapat memperkaya literatur dalam bidang keperawatan



31



BAB II TINJAUAN TEORI



A.



Definisi Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. Kelainan neuropati optik ditandai dengan adanya pencekungan (cupping) diskus optikus dan defek lapang pandang. Biasanya disertai dengan peningkatan tekanan intraokular (Vaughan et all., 2009 dan Corwin Elizabeth J, 2009). Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai dengan ekskavasi glaukomatosa, neuropati saraf optik, dan kerusakan lapang pandang yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokuler (TIO) lebih dari 20 mmHg yang diukur menggunakan tonometer schiotz. Batas normal tekanan intaokuler berkisar antara 15 - 20 mmHg. Tekanan 24,4 mmHg dianggap sebagai batas tertinggi, dan tekanan 22 mmHg dianggap sebagai batas normal tinggi yang perlu diwaspadai (Ilyas, 2010). Glaukoma sudut mata terbuka merupakan neuropati optik kronis dengan progresifitas yang perlahan-lahan dengan karakteristik adanya ekskavatio dari syaraf optik, gangguan lapang pandangan, hilangnya sel dan akson ganglion retina dan memiliki sudut iridocorneal yang terbuka (Corwin Elizabeth J, 2009). Penyakit kronis merupakan suatu penyakit yang progresifitas penyakitnya perlahan-lahan berlangsung lama lebih dari enam bulan, bertambah berat, menetap dan dapat kambuh (Purwaningsih dan Karbina, 2009). Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan, glaukoma sudut mata terbuka kronis merupakan penyakit mata yang disebabkan oleh adanya peningkatan tekanan didalam bola mata sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan, dan ditandai dengan adanya pencekungan (cupping) diskus optikus, defek lapang pandang. Biasanya disertai dengan peningkatan tekanan intraokular lebih dari 20 mmHg, hilangnya sel dan akson ganglion retina dan memiliki



32



sudut iridocorneal yang terbuka dengan progresifitas penyakit yang perlahan-lahan berlangsung lebih dari enam bulan.



Gambar 1. Anatomi Mata dengan Glaukoma (Mayenru, 2009)



B.



Anatomi Fisiologi Mata merupakan organ untuk penglihatan dan sangat sensitive terhadap cahaya karena terdapat photoreceptor. Influs saraf dari stimulasi photoreceptor dibawa ke otak pada lobus occipital di serebrum dimana sensasi penglihatan diubah menjadi persepsi. Reseptor penglihatan dapat memproses satu juta stimulus yang berbeda setiap detik (Tarwoto, 2009). 1.



Struktur Mata Bola mata berada diruangan cekung pada tulang tengkorak yang disebut orbit. Orbit tersusun oleh 7 tulang tengkorak yaitu tulang frontalis, lakrimalis, etmoidalis, zigomatikum, maksila, sphenoid dan palatin yang berfungsi mendukung, menyanggah dan melindungi mata. Pada orbit terdapat dua lubang yaitu foramen optic untuk lintasan saraf optic dan arteri optalmik dan fisura bagian mata terdiri dari: a.



Sklera Sklera merupakan jaringan ikat fibrosa yang kuat berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya, kecuali



33



dibagian depan yang transparan yang disebut kornea. Sklera memberi bentuk pada bola mata dan memberikan tempat melekatnya otot ekstrinsik. b.



Kornea Kornea merupakan jendela mata, unik karena bentuknya transparan, terletak pada bagian depan mata berhubungan dengan sklera. Bagian ini merupakan tempat masuknya cahaya dan memfokuskan berkas cahaya. Kornea tersusun atas lima lapisan yaitu epithelium, membrane bowman stroma, membrane descemet dan endothelium.



c.



Lapisan Koroid Lapisan koroid berwarna coklat kehitaman dan merupakan lapisan yang berpigmen, mengandung banyak pembuluh darah untuk member nutrisi dan oksigen pada retina. Warna gelap pada koroid berfungsi untuk mencegah refleksi atau pemantulan sinar. Pada bagian depan koroid membentuk korpus siliaris yang berlanjut membentuk iris.



d.



Iris Iris merupakan perpanjangan dari korpus siliaris ke enterior. Iris tidak tembus pandang dan berpigmen, berfungsi mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk kedalam mata dengan cara merubah ukuran pupil. Ukuran pupil dapat berubah karena mengandung serat-serat otot sirkuler yang mampu menciutkan pupil dan serat-serat radikal yang menyebabkan pelebaran pupil.



e.



Lensa Lensa mempunyai struktur bikonfeks, tidak mempunyai pembuluh darah, transparan dan tidak berwarna. Kapsul lensa merupakan membrane seni semipermiabel, tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. lensa berada dibelakang iris dan ditahan oleh ligamentum yang disebut zonula. Adanya ikatan lensa dengan ligamentum ini menyebabkan dua rongga bola



34



mata yaitu bagian depan lensa dan bagian belakang lensa. Ruangan bagian depan lensa berisi cairan yang disebut aqueous humor, cairan ini diproduksi oleh korpus siliaris dan ruangan pada bagian belakang lensa berisi cairan vitreous humor. Kedua cairan tersebut berfungsi menjaga lensa tetap pada tempatnya dan dalam bentuk yang sesuai serta memberikan makanan pada kornea dan lensa. Lensa tersusun dari 65% air dan sekitar 35% protein dan sedikit mineral, terutama kalium. Lensa berfungsi untuk memfokuskan cahaya yang masuk kedepan retina melalui mekanisme akomodasi yaitu proses penuaan secara otomatis pada lensa untuk memfokuskan objek secara jelas dan jarak yang beragam. f.



Retina Retina merupakan lapisan terdalam pada mata, melapisi dua pertiga bola mata pada bagian belakang. Pada bagian depan berhubungan dengan korpus siliaris di oraserata. Retina merupakan bagian mata yang sangat peka terhadap cahaya. Pada bagian



depan



retina



terdapat



lapisan



berpigmen



dan



berhubungan dengan koroid dan pada bagian belakang terdapat lapisan saraf dalam. Pada lapisan saraf dalam mengandung reseptor, sel bifolar, sel ganglion, sel horizontal dan sel amakrin. Ada dua sel reseptor atau photoreceptor pada retina yaitu sel konus atau sel kerucut dan sel rod atau sel batang. Sel kerucut berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi pigmen ungu. Kedua pigmen tersebut akan terurai jika terkena sinar, terutama pada bagian pigmen berwarna ungu yang terdapat pada sel batang oleh karena itu pigmen pada sel batang berfungsi untuk situasi yang kurang terang atau malam hari. Sedangkan pigmen pada sel kerucut berfungsi lebih pada suasana terang atau pada tingkat intensitas cahaya yang tinggi dan berperan dalam penglihatan di siang hari. Pigmen ungu yang ada pada sel batang disebut rodopsin yang merupakan senyawa protein dan vitamin



35



A. apabila terpapar sinar, rodopsin akan terurai menjadi protein dan vitamin A. pembentukan kembali pigmen tersebut terjadi dalam keadaan gelap dan memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap. Sedangkan pigmen lembayung dari sel kerucut merupakan senyawa yodopsin yang merupakan gabungan antara retinin dan opsin. Pada sel kerucut terdapat 3 macam yaitu sel yang peka terhadap warna merah, hijau dan biru sehingga sel kerucut dapat menangkap spectrum warna. Kerusakan pada salah satu sel kerucut akan menyebabkan buta warna. g.



Fovea Sentralis Fovea sentralis merupakan bagian dari retina yang banyak sel kerucut tapi tidak ada sel batang. Pada fovea ini sel bifolar bersinap dengan sel ganglion membentuk jalur langsung ke otak. Berkas sinar yang masuk jatuh tepat pada fovea.



h.



Lutea Macula Lutea macula merupakan daerah kekuningan yang berada sedikit lateral dari pusat.



Mata juga dilengkapi oleh organ asessoris seperti kelopak mata, alis, apparatus lakrimalis yang melindungi mata dan seperangkat otot ekstrinsik yang dapat menggerakan mata (Tarwoto, 2009). Sebagai



struktur



tambahan



mata,



dikenal



berbagai struktur



aksesori yang terdiri dari alis mata, kelopak mata, bulu mata, konjungtiva, aparatus lakrimal, dan otot-otot mata ekstrinsik. Alis mata dapat mengurangi masuknya cahaya dan mencegah masuknya keringat, yang dapat menimbulkan iritasi, ke dalam mata. Kelopak mata dan bulu mata mencegah masuknya benda asing ke dalam mata. Konjungtiva merupakan suatu membran mukosa yang tipis dan transparan. Konjungtiva palpebra melapisi bagian dalam kelopak mata dan konjuntiva bulbar melapisi bagian anterior permukaan mata yang berwarna putih. Titik pertemuan antara konjungtiva palpebra dan bulbar disebut sebagai conjunctival fornices (Seeley, 2006).



36



Apparatus lakrimal terdiri dari kelenjar lakrimal yang terletak di sudut anterolateral orbit dan sebuah duktus nasolakrimal yang terletak di sudut inferomedial orbit. Kelenjar lakrimal diinervasi oleh serat-serat parasimpatis dari nervus fasialis. Kelenjar ini menghasilkan air mata yang keluar dari kelenjar air mata melalui berbagai duktus nasolakrimalis dan menyusuri permukaan anterior bola mata. Tindakan berkedip dapat membantu menyebarkan air mata yang dihasilkan kelenjar lakrimal (Seeley, 2006). Air mata tidak hanya dapat melubrikasi mata melainkan juga mampu melawan infeksi bakterial melalui enzim lisozim, garam serta gamma globulin. Kebanyakan air mata yang diproduksi akan menguap dari permukaan mata dan kelebihan air mata akan dikumpulkan di bagian medial mata di kanalikuli lakrimalis. Dari bagian tersebut, air mengalir



ke



saccus



lakrimalis



yang



kemudian



mata akan



menuju



duktus



nasolakrimalis. Struktur aksesoris mata dapat dilihat pada gambar berikut:



Gambar 2. Otot-Otot Ekstrinsik Bola Mata (Saladin, 2006)



Mata mempunyai diameter sekitar 24 mm dan tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu outer fibrous layer, middle vascular layer dan inner layer. Outer fibrous layer (tunica fibrosa) dibagi menjadi dua bagian yakni



37



sclera dan cornea. Sclera (bagian putih dari mata) menutupi sebagian besar permukaan mata dan terdiri dari jaringan ikat kolagen padat yang ditembus oleh pembuluh darah dan saraf. Kornea merupakan bagian transparan dari sclera yang telah dimodifikasi sehingga dapat ditembus cahaya (Saladin, 2006). Middle vascular layer (tunica vasculosa) disebut juga uvea. Lapisan ini terdiri dari tiga bagian yaitu choroid, ciliary body, dan iris. Choroid merupakan lapisan yang sangat kaya akan pembuluh darah dan sangat terpigmentasi. Lapisan ini terletak di belakang retina. Ciliary body merupakan ekstensi choroid yang menebal serta membentuk suatu cincin muskular disekitar lensa dan berfungsi menyokong iris dan lensa serta mensekresi cairan yang disebut sebagai aqueous humor (Saladin, 2006). Struktur anatomi yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat pada gambar berikut:



Gambar 3. Anatomi Bola Mata (Khurana, 2007)



2.



Komponen Optik Mata Komponen optik dari mata adalah elemen transparan dari mata yang tembus cahaya serta mampu membelokkan cahaya (refraksi) dan memfokuskannya pada retina. Bagian-bagian optik ini mencakup kornea, aqueous humor, lensa, dan vitreous body. Aqueous humor



38



merupakan cairan serosa yang disekresi oleh ciliary body ke posterior chamber, sebuah ruang antara iris dan lensa. Cairan ini mengalir melalui pupil menuju anterior chamber yaitu ruang antara kornea dan iris. Dari area ini, cairan yang disekresikan akan direabsorbsi kembali oleh pembuluh darah yang disebut sclera venous sinus (canal of Schlemm) (Saladin, 2006). Lensa tersuspensi dibelakang pupil oleh serat-serat yang membentuk cincin



yang disebut



suspensory ligament,



menggantungkan lensa ke ciliary body.



yang



Tegangan pada ligamen



memipihkan lensa hingga mencapai ketebalan 3,6 mm dengan diameter 9,0 mm. Vitreous body (vitreous humor) merupakan suatu jelly transparan yang mengisi ruangan besar dibelakang lensa. Sebuah kanal (hyaloids canal) yang berada disepanjang jelly ini merupakan sisa dari arteri hyaloid yang ada semasa embrio (Saladin, 2006). 3.



Komponen Neural Mata Komponen neural dari mata adalah retina dan nervus optikus. Retina merupakan suatu membran yang tipis dan transparan dan tefiksasi pada optic disc dan ora serrata. Optic disc adalah lokasi dimana nervus optikus meninggalkan bagian belakang (fundus) bola mata. Ora serrata merupakan tepi anterior dari retina. Retina tertahan ke bagian belakang dari bola mata oleh tekanan yang diberikan oleh vitreous body. Pada bagian posterior dari titik tengah lensa, pada aksis visual mata, terdapat sekelompok sel yang disebut macula lutea dengan diameter kira-kira 3 mm. Pada bagian tengah dari macula lutea terdapat satu celah kecil yang disebut fovea centralis, yang menghasilkan gambar/visual tertajam. Sekitar 3 mm pada arah medial dari macula lutea terdapat optic disc. Serabut saraf dari seluruh bagian mata akan berkumpul pada titik ini dan keluar dari bola mata membentuk nervus optikus. Bagian optic disc dari mata tidak mengandung sel-sel reseptor sehingga dikenal juga sebagai titik buta (blind spot) pada lapang pandang setiap mata (Saladin, 2006).



39



4.



Mekanisme Penglihatan Fungsi utama mata adalah mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf sehingga dapat diterjemahkan oleh otak menjadi gambar visual. Untuk menghasilkan gambar visual yang tepat dan diinginkan terjadi proses yang sangat kompleks dimulai adanya gelombang sinar atau cahaya yang masuk ke mata (Tarwoto, 2009). Berkas cahaya masuk ke mata melalui konjungtiva, kornea, aqueus humor, lensa dan vitreous humor, dimana pada masing-masing bagian tersebut berkas cahaya dibiaskan (refraksi) sebelum akhirnya jatuh tepat diretina. Jumlah cahaya yang masuk di mata akan diatur oleh iris dengan jalan membesarkan atau mengecilkan pupil. Pada iris terdapat dua otot polos yang tersusun sirkuler dan radila yang mampu bergerak membesar atau mengecil membentuk pupil (Tarwoto, 2009). Agar sinar dari objek menghasilkan gambar yang jelas pada. Retina maka berkas sinar tersebut harus dibiaskan (direfrasikan). Pembiasan cahaya untuk menghasilkan penglihatan yang jelas disebut pemfokusan. Jarak terdekat dari objek yang dapat dilihat dengan jelas disebut titik dekat (puncutum proximum). Sedangkan jarak terjauh saat benda tempak jelas tanpa kontraksi disebut titik jauh (puctum remotum). Pemfokusan berkas cahaya merupakan peran utama dari lensa. Lensa akan membiaskan cahaya yang masuk dan memfokuskan ke retina. Kemampuan lensa untuk menyesuaikan cahaya dekat atau jauh ke titik retina disebut akomodasi. Bentuk lensa sendiri dapat berubah-ubah dan diatur oleh otot siliaris yang merupakan otot polos melingkar



dan



melekat



pada



lensa



melalui



Ligamentum



Susupensorium. Bentuk lensa yang bikonveks (cembung) akan membiaskan cahaya kesuatu titik atau mengumpul dibelakang lensa. Sedangkan lensa bikonkaf (cekung) akan membiaskan cahaya menyebar di belakang lensa. Sedangkan lensa bikonkaf (cekung) akan membiaskan cahaya menyebar di belakang lensa. Semakin besar lingkungan suatu lensa di ukur dioptri (Tarwoto, 2009).



40



Berkas cahaya dari lensa kemudian difokuskan di retina. Retina merupakan bagian mata vertebrata yang peka terhadap cahaya dan mampu mengubahnya menjadi impuls saraf untuk dihantarkan ke otak melalui nervus optikus (nervus cranial II). Pada retina terdapat lapisan saraf atau neuron yaitu neuron fotoreseptor, neuron bipolar dan neuron ganglion. Neuron fotoreseptor merupakan reseptor yang peka terhadap cahaya karena mengandung sel batang (rods) dan sel kerucut (cones). Sel batang mengandung pigmen rodopsin yang khusus untuk penglihatan hitam putih dalam cahaya redup. Rodopsin merupakan senyaawa prootein dsn vitamin A. Apabila terkena sinar, maka rodopsin menjadi protein dan vitamin A. Pembentukan kembali pigmen tersebut terjadi dalam keadaan gelap. Sedangkan sel kerucut berisikan pigmen lembayung yang merupakan senyawa iodopsin yaitu gabungan senyawa retinin dan opsin. Sel kerucut peka terhadap warna merah, hijau dan biru sehingga dapat menangkap spectrum warna dan dapat menghasilkan bayang yang tajam dalma cahaya terang (Tarwoto, 2009). Cahaya yang diterima oleh neuron fotoresptor akan di ubah dalam bentuk bayangan pertama, kemudian akan di ubah kembali menjadi bayangan pertama, kemudian akan diubah kembali menjadi bayangan kedua di sel bipolar dan selanjutnya menjadi bayangan ketiga di sel ganglion yang kemudian dibawa ke korteks penglihatan primer untuk dihasilkan visual penglihatan (Tarwoto, 2009). 5.



Aqueous Humor Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera anterior dan posterior mata, diproduksi di korpus siliaris. Volumenya sekitar 250 uL, dengan kecepatan pembentukan sekitar 1,5-2 uL/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi dari plasma. Komposisi mirip plasma, kecuali kandungan konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa lebih rendah (Vaughan, 2009).



41



Produksi aqueous humor dapat terjadi secara transport aktif, ultrafiltrasi dan difusi. Transport aktif di sel epitel yang tidak berpigmen memegang peranan penting dalam produksi aqueous humor



dan



melibatkan



Na+/K+-ATPase.



Ultrafiltrasi



proses



perpindahan air dan zat larut air ke dalam membran sel akibat perbedaan tekanan osmotik. Proses ini berkaitan dengan pembentukan gradien tekanan di prosesus siliaris. Difusi proses yang menyebabkan pertukaran ion melewati membran melalui perbedaan gradien elektron.



Gambar 4. Aliran Aqueos Humor Dalam Mata (Kanski, 2007)



Sudut kamera okuli anterior memiliki peran penting dalam drainase aqueous humor. Sudut ini dibentuk oleh pangkal iris, bagian depan badan siliaris, taji skleral, jalinan trabekular dan garis Schwalbe (bagian ujung membran descement kornea yang prominen). Lebar sudut ini berbeda pada setiap orang, dan memiliki peranan yang besar dalam menentukan patomekanisme tipe glaukoma yang berbeda-beda. Struktur sudut ini dapat dilihat dengan pemeriksaan gonioskopi. Hasilnya dibuat dalam bentuk grading, dan sistem yang paling sering digunakan adalah sistem grading Shaffer (Khurana, 2007). Sistem drainase aqueous humor terdiri dari dua jalur, yakni jalur trabekular (konvensional) dan jalur uveoskleral. Trabecular outflow merupakan aliran utama dari aqueoushumor, sekitar 90% dari total. 42



Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke kanalis Schlemm di trabecular meshwork lalu ke vena episklera dan ke sinus kavernosus. Sistem pengaliran ini memerlukan perbedaan tekanan. Uveoscleral outflow, sekitar 5-10% dari total. Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke muskulus siliaris, rongga suprakoroidal ke vena-vena di korpus siliaris, koroid, sclera (Kanski, 2007).



Gambar 5. Sudut Kamera Okuli Anterior (Khurana, 2007)



Tekanan intraokuli, dipengaruhi oleh



keseimbangan dinamis



dari produksi dan ekskresi aqueous humor, resistensi permeabilitas kapiler, keseimbangan tekanan osmotic (Kanski, 2007). Sudut kamera okuli anterior, dibentuk oleh sambungan antara kornea perifer dan pangkal iris, merupakan komponen penting dalam proses pengaliran aqueous humor (Kanski, 2007).



43



Gambar 6. Komponen Dalam Aliran Aqueous Humour (Kanski, 2007)



a.



Schwalbe’s Line Schwalbe’s Line menandai berakhirnya endotel kornea. Merupakan tepi membrane Descement dan terdiri dari suatu jaringan dimana bagian dalam kornea bertemu dengan sklera, dengan jari-jari kelengkungan yang berbeda.Terlihat seperti sebuah garis atau pembukitan berwarna putih dan berbatasan dengan bagian anterior trabekular meshwork (Kanski, 2007).



b.



Trabecular Meshwork Berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar yang mengarah ke corpus ciliare. Tersusun atas lembarlembar berlubang jaringan kolagen dan elastik yang membentuk suatu filter dengan pori yang semakin mengecil ketika mendekati kanal Schlemm. Uvea meshwork merupakan bagian dalam, yang menghadap ke bilik mata depan. Corneoscleral meshwork merupakan bagian yang terbesar. Juxtacanalicular atau Endothelial Meshwork merupakan agian luar yang berada dekat kanalis Schlemm (Kanski, 2007).



44



Gambar 7. Lapisan-Lapisan Pembentuk Trabekular Meshwork (Kanski,2007) c.



Scleral Pur Penonjolan sklera ke arah dalam di antara corpus ciliare dan kanal Sclemm, tempat iris dan kanalis Schlemm menempel. Kanal Schlemm merupakan kapiler yang mengelilingi kornea. Pada dinding dalam terdapat vakuola-vakuola, sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanalis Schlemm. Dari kanalis Sclemm, keluar saluran kolektor 20-30 buah akan mengalirkan aqueous humor yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episklera dan vena siliaris anterior di badan siliar dan akan bermuara ke sinus kavernosus (Kanski, 2007).



C.



Klasifikasi 1. Glaukoma Primer a. Glaukoma Sudut Terbuka Primer Glaukoma sudut terbuka primer terdapat kecenderungan familial yang kuat. Gambaran patologi utama berupa proses degeneratif trabekular meshwork sehingga dapat mengakibatkan penurunan drainase aqoues humor yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler. Pada 99% penderita glaukoma primer sudut terbuka



45



terdapat hambatan pengeluaran humor aquos pada sistem trabekulum dan kanalis schlemm (Corwin Elizabeth J, 2009).



Gambar 8. Aliran Aqueous Humor Glaukoma Sudut Terbuka (Faradilla Nova, 2009) b. Glaukoma Sudut Tertutup Primer Glaukoma sudut tertutup primer terjadi pada mata dengan predisposisi anatomis tanpa ada kelainan lainnya. Adanya peningkatan tekanan intraokuler karena sumbatan aliran keluar humor aquos akibat oklusi trabekular meshwork oleh iris perifer.



Gambar 9. Aliran Aqueous Humor Glaukoma Sudut Tertutup (Faradilla Nova, 2009) 2. Glaukoma Sekunder Peningkatan



tekanan



intraokuler



pada



glaukoma



sekunder



merupakan manifestasi dari penyakit lain dapat berupa peradangan, trauma bola mata dan paling sering disebabkan oleh uveitis.



46



3. Glaukoma Kongenital Glaukoma kongenital biasanya sudah ada sejak lahir dan terjadi akibat gangguan perkembangan pada saluran humor aquos. Glaukoma kongenital seringkali diturunkan. Pada glaukoma kongenital sering dijumpai adanya epifora dapat juga berupa fotofobia serta peningkatan tekanan intraokuler. Glaukoma kongenital terbagi atas glaukoma kongenital primer (kelainan pada sudut kamera okuli anterior), anomali perkembangan segmen anterior, dan kelainan lain (dapat berupa aniridia, sindrom Lowe, sindom Sturge-Weber dan rubela kongenital) (Corwin Elizabeth J, 2009).



D.



Etiologi 1.



Glaukoma Sudut Terbuka Primer Beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan glaukoma dengan sudut terbuka menurut Skuta et.all (2010) dalam Sari, M. D, (2013) antara lain: a.



Tekanan Intraokular Sejumlah



faktor



yang



dapat



berhubungan



dengan



timbulnya glaukoma sudut terbuka primer adalah tekanan bola mata. Hal ini disebabkan karena tekanan bola mata merupakan salah satu faktor yang paling mudah dan paling penting untuk meramalkan timbulnya glaukoma di masa mendatang. Secara umum dinyatakan bahwa tekanan bola mata yang lebih tinggi akan lebih memungkinkan terhadap peningkatan progresifitas kerusakan diskus optikus, walaupun hubungan antara tingginya tekanan bola mata dan besarnya kerusakan sampai saat ini masih diperdebatkan. Beberapa kasus menunjukkan, bahwa adanya tekanan bola mata di atas nilai normal akan diikuti dengan kerusakan diskus optikus dan gangguan lapang pandangan dalam beberapa tahun. Sebaliknya pada beberapa kasus, pada tekanan bola mata yang normal dapat juga terjadi kerusakan pada diskus optikus dan lapang pandangan. Oleh karena itu,



47



definisi tekanan bola mata yang normal sangat sukar untuk ditentukan dengan pasti (Lisegang et.all, 2005 dalam Sari, M. D, 2013). b.



Umur Faktor bertambahnya umur memunyai peluang lebih besar untuk menderita glaukoma sudut terbuka primer. Vaughan (1995), menyatakan bahwa frekuensi pada umur sekitar 40 tahun adalah 0,4%–0,7% jumlah penduduk, sedangkan pada umur sekitar 70 tahun frekuensinya meningkat menjadi 2%–3% dari jumlah penduduk. Framingham Study dalam laporannya pada tahun 1994 menyatakan bahwa populasi glaukoma adalah sekitar 0,7% pada penduduk yang berusia 52–64 tahun, meningkat menjadi 1,6% pada penduduk yang berusia 65–74 tahun, dan 4,2% pada penduduk yang berusia 75–85 tahun. Keadaan tersebut didukung juga oleh pernyataan yang dikeluarkan oleh Ferndale Glaucoma Study pada tahun yang sama (Lisegang, et.all, 2005 dalam Sari, M. D, 2013).



c.



Riwayat Keluarga dengan Glaukoma Glaukoma sudut terbuka primer juga dipengaruhi faktor keluarga. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa survei yang pernah dilakukan. Pada Baltimore Eye Survey, resiko relatif glaukoma sudut terbuka primer meningkat sekitar 3,7 kali pada seseorang yang memiliki kerabat menderita glaukoma sudut terbuka primer. Pada Rotterdam Eye Study, prevalensi glaukoma sudut terbuka primer sekitar 10,4% pada pasien yang memunyai riwayat keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama. Peneliti yang sama mengestimasikan bahwa resiko relatif untuk menderita glaukoma sudut terbuka primer sebesar 9,2 kali pada seseorang yang memiliki kerabat dekat yang menderita glaukoma sudut terbuka primer (Lisegang, et.all, 2005 dalam Sari, M. D, 2013).



48



d.



Ras Hipotesa yang menyatakan bahwa ras merupakan faktor resiko terjadinya glaukoma sudut terbuka primer berdasarkan data pada orang berkulit hitam memunyai prevalensi tiga kali lebih besar untuk menderita glaukoma sudut terbuka primer dibandingkan yang berkulit putih. Tetapi penelitian terbaru menyatakan bahwa glaukoma sudut terbuka primer ini banyak ditemukan pada populasi China dan Eskimo (Ritch, 1996 dalam Sari, M. D, 2013).



e.



Hipertensi dan Diabetes Melitus Sejumlah penelitian populasi mengemukakan bahwa individu dengan diabetes militus memiliki tekanan intraokular lebih tinggi 2 hingga 3 mmHg dibandingkan dengan individu tanpa diabetes melitus diabetes melitus (Wong et.all, 2011) sementara itu, setiap peningkatan 10 mmHg tekanan darah sistolik berhubungan dengan peningkatan TIO sekitar 0.27 mmHg (He et.all, 2011) bukti epidemoligi mengenai hubungan antara diabetes melitus dan hipertensi terhadap kejadian glaukoma masih belum sepenuhnya jelas. Namun, diabetes melitus dan hipertensi diperkirakan berperan sepenuhnya. 1)



Teori Mekanikal Pada individu dengan diabetes melitus, kadar glukosa dalam aqueous humor meningkat (7,8 mM) dibandingkan dengan normalnya (3,2 mM) (Sato et.all, 2002). Hiperglikemia mengakibatkan percepatan deplesi dari



sel



endotel



trabecular



meshwork.



Trabecular



meshwork merupakan jenis sel endotelial khusus pada segmen anterior mata yang berfungsi sebagai pengatur resistensi aliran aqueous humor untuk mempertahankan tekanan intraokuler. Daerah yang bertanggung jawab melaksanakan fungsi ini adalah bagian jukstakanalikular atau kribiformis,yang berada didekat kanalis schlemm



49



(Keller et.all, 2012) dan terdiri atas matriks ekstraseluler longgar (Belforte et.all. 2010). Komponen matriks ekstraseluler



berperan



dalam



menghantarkan



aliran



aqueous humor adalah glikosaminoglikan (GAG), yang merupakan molekul rantai gula linear panjang yang terdiri atas kumpulan disakarida. Salah satu jenis disakarida dalam GAG adalah asam hialuronat,



yaitu suatu



mukopolisakarida yang terdiri atas beribu komponen (Dasam glukoronat dan N-asetil-glukosamin) yang tersusun berulang dan berjumlah 20-25% dari total GAG yang menyusun trabecular meshwork (Necas, 2008). Asam hialuronat disintesis dengan bantuan protein membran integral yang disebut Hyaluronan Synthase (HAS) yang terdapat pada plasma membran sel endotel trabecular meshwork. Deplesi sel endotel trabecular meshwork menyebabkan penurunan kadar asam hialuronat dalam GAG yang selanjutnya mengakibatkan penurunan MMP yang berfungsi mengkatalisasi degradasi protein matriks ekstraseluler (Oh et.all, 2013) sehingga mengubah keseimbangan antara MMP dengan enzim penghambat MMP (Tissue Inhibitor Of Metalloproteinnase atau TIMP). Ketidakseimbangan antara MMP dan TIMP menyebabkan akumulasi matriks ekstraseluler cenderung meningkat, mengakibatkan resistensi aliran aqueous humor meningkat, dan berujung pada peningkatan TIO (Sato et.all, 2002). Sementara itu pada individu dengan hipertensi, peningkatan tekanan darah cenderung meningkatkan tekanan arteri siliaris sehingga meningkatkan komponen ultrafiltrasi pada produksi aqueous humor, sehingga menyebabkan peningkatan TIO. Tekanan arteri yang meningkat



juga



50



cenderung



mengakibatkan



sedikit



peningkatan pada tekanan vena sehingga menyebabkan penurunan aliran keluar aqueous humor yang dapat berperan dalam peningkatan TIO (He et.all, 2011). 2)



Teori vaskular Diabetes



melitus



dan



hipertensi



diperkirakan



berperan dalam patofisiologi glaukoma pembentukan aterosklerosis (Moore et.all, 2008). Mekanisme ini didasarkan pada penemuan yang melaporkan bahwa neuropati optik glaumatosa tetap dialami oleh pasien dengan kontrol glaukoma yang baik dan pasien glaukoma tanpa disertai peningkatan tekanan intraokuler (Atas et.all, 2014). Nitrit Oksida (NO) merupakan suatu molekul yang disintesis oleh endhothelial NO synthase (eNOS) di sel endotel



dan



berfungsi



sebagai



vasodilator



untuk



mempertahankan homeostatis vaskular dengan bekerja pada sel otot polos vaskular (Creager et.all, 2003). Hipertensi dapat mengakibatkan kerusakan sel endotel, yang juga mengakibatkan penurunan produksi NO dan peningkran ekspresi molekul adesi. Peningkatan ekspresi



molekul



adesi



selanjutnya



mengakibatkan



pembentukan lesi aterosklerotik melalui proses yang telaah disebutkan sebelumnya (Guyton et.all, 2007). Dan berakhir pada neuropati optic glaukomatosa (Memarzadeh et.all, 2010). 2.



Glaukoma Sudut Tertutup Primer Menurut Artini Widya dalam Journal Indonesia Medical Association (2011) menyatakan bahwa faktor risiko glaukoma sudut tertutup primer adalah usia di atas 40 tahun, jenis kelamin wanita, adanya riwayat keluarga menderita glaukoma sudut tertutup, dan ras Asia. Sedangkan faktor predisposisi yang berpengaruh terhadap berkembangnya glaukoma primer sudut tertutup adalah sudut bilik



51



mata depan sempit, bilik mata depan yang dangkal, lensa tebal, meningkatnya kurvatura anterior lensa, aksis bola mata pendek, hipermetropia, diameter kornea kecil, dan kecilnya kurvatura radius kornea.



E.



Patofisiologi Glaukoma sudut terbuka tidak selalu diikuti dengan peningkatan tekanan intraokular, karena glaukoma primer sudut terbuka dapat terjadi ketika tekanan intraokular dalam batasan normal. Namun, tekanan intraokular yang tinggi dapat menjadi faktor risiko penting dalam progresivitas glaukoma. Peningkatan tekanan intraokular yang terjadi pada glaukoma primer sudut terbuka biasanya terjadi karena penurunan aliran keluar cairan akuos melalui trabekula. Penurunan aliran keluar ini diduga disebabkan oleh adanya resistensi pada jalinan trabekula. Beberapa teori seperti obstruksi jalinan trabekula oleh akumulasi material, hilangnya sel endotel trabekula, menurunnya kepadatan lubang dan ukuran dinding sel endotel kanal schlemm, hilangnya aktivitas fagosit normal, dan gangguan mekanisme umpan balik neurologis diduga berperan dalam terjadinya resistensi pada jalinan trabekula tersebut (Nicholas. Pricilia, 2014). Glaukoma juga dapat disebabkan karena adanya proses mekanik atau vaskular. Proses mekanik melibatkan kompresi dari akson karena adanya peningkatan tekanan intraokular. Proses vaskular terjadi karena adanya penurunan aliran darah ke bagian posterior sehingga menyebabkan kerusakan. Kedua proses ini pada akhirnya menyebabkan sel ganglion apoptosis atau program kematian sel secara genetik (Nicholas. Pricilia, 2014). Selain itu, pada retina juga terdapat sel Muller yang berperan dalam menjaga transportasi dengan mempertahankan protein eksitatorik glutamat pada level yang rendah. Pada respon terhadap iskemia atau hipoksia karena peningkatan tekanan intraokular, respon utama sel ganglion adalah dengan produksi glutamat berlebihan yang mengambil alih kontrol sel Muller. Hasil dari peningkatan glutamat ini mencetuskan serangkaian jalur molekular



52



yang menyebabkan apoptosis. Gerbang kalsium pada membran sel ganglion juga terbuka yang kemudian mengaktivasi enzim nitric oxide synthase dan menyebabkan pembentukan berlebihan dari nitrit oksida dan akhirnya kematian sel. Apoptosis dari sel ganglion pada retina ini menyebabkan penipisan lapisan inti dalam dan lapisan serabut saraf dari retina dan hilangnya akson dari nervus optikus yang pada akhirnya dapat menyebabkan hilangnya lapang pandang dan kebutaan. Diskus optikus juga kemudian menjadi atrofi dengan pelebaran optic cup (Nicholas. Pricilia, 2014). Pada glaukoma primer sudut terbuka, peningkatan tekanan intraokular biasanya tidak meningkat melebihi 30 mmHg dan kerusakan sel ganglion retina biasanya terjadi setelah beberapa tahun. Pada glaukoma dengan tensi yang normal, sel ganglion mungkin menjadi rentan terhadap kerusakan walaupun tekanan intraokular masih dalam batas normal atau mekanisme utama kerusakan yang



terjadi adalah akibat dari iskemia pada nervus



optikus (Nicholas. Pricilia, 2014).



53



Pathway



54



55



F.



Manifestasi Klinis Terdapat beberapa bentuk glukoma dua bentuk tersering adalah glaukoma sudut terbuka primer dan glaukoma sudut tertutup primer (Fazio, 2012) 1.



Glaukoma Sudut Terbuka Primer Glaukoma sudut terbuka sering disebut “the sneak thief of sight” karena bersifat asimtomatik hinga terjadi kehilangan pengelihatan yang signifikan (Fazio, 2012). Menurut Ilyas (2010) manifestasi klinis pada glaukoma jenis ini antara lain: a.



Tidak terdapat tanda-tanda dari luar



b.



Perjalanan penyakit perlahan dan progresif dengan kerusakan papil saraf optik (Ekskavasio Glukomatosa)



c.



Biasanya penderita baru sadar saat mencapai keadaan lanjut



d.



Sifat glukoma ini bilateral, biasanya lebih dahulu terjadi pada salah satu mata. Seringkali ditemukan pada usia 40 tahun keatas.



2.



Glaukoma Sudut Tertutup Primer Sebelum mendapat serangan akut, penderita glaukoma sudut tertutup biasanya mengalami gejala dini (prodorma) yang terjadi hanya sebentar dan hilang sendiri. Menurut Ilyas (2010) keadaan prodorma yang terjadi yaitu: a.



Mata kabur sebentar pada salah satu mata, adanya penampakan lingkaran warna pelangi disekitar lampu atau lilin, sakit disebelah mata yang kabur, dan nyeri ringan pada bola mata yang berlangsung selama setengah hingga dua sampai tiga jam. Ada fase ini, dalam



pemeriksaan didapatkan hiperemi



perikorneal yang ringan, kornea agak suram, bilik mata depan agak dangkal, pupil sedikit melebar dan tekanan bola mata meninggi. Gejal prodorma berangsur-angsur terjadi semakin sering hingga terjadi serangan akut. b.



Gejala mereda setelah tidur nyenyak. Hal ni disebabkan oleh miosis mata saat tidur hinga sudut bilik mata depan terbuka kembali.



56



Setelah keadaan prodorma, penderita mengalami fase serangan akut yang meliputi (Ilyas, 2010) : a.



Sakit kepala yang berat terus menerus



b.



Nyeri mata yang berat



c.



Pengelihatan sangat kabur dan terlihat warna pelangi disekitar lampu



d.



Gejala mual dan muntah (menyertai nyeri bola mata berat)



e.



Dalam



pemeriksaan



didapatkan



kelopak



mata



bengkak,



konjungtiva bulbi yang sangat hiperemik (kongestiv), injeksi silia dan kornea yang suram, bilik mata depan mata suram, pupil midriasis,



refleks



pupil



lambat



atau



tidak ada,



tajam



pengelihatan menurun hingga hitung jari, tekanan bola mata tinggi.



G.



Komplikasi Menurut Mayenru (2009), komplikasi yang dapat terjadi pada glaukoma yakni: 1.



Sinekia Anterior Perifer Iris perifer melekat pada jalinan trabekel dan meng hambat aliran aquoeus humour.



2.



Katarak Lensa kadang-kadang membengkak, dan bisa terjadi katarak. Lensa yang membengkak mendorong iris lebih jauh ke depan yang akan menambah hambatan pupil dan pada gilirannya akan menambah derajat hambatan sudut.



3.



Atrofi Retina dan Saraf Optik Daya tahan unsur-unsur saraf mata terhadap tekanan intraokular yang tinggi adalah buruk. Terjadi gaung glaukoma pada papil optik dan atrofi retina, terutama pada lapisan sel-sel ganglion.



4.



Glaukoma Absolut Tahap akhir glaukoma sudut tertutup yang tidak terkendali adalah glaukoma absolut. Mata terasa seperti batu, buta dan sering terasa



57



sangat sakit. Keadaan semacam ini memerlukan enukleasi atau suntikan alkohol retrobulbar.



H.



Pemeriksaan Penunjang 1.



Tonometri Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler yang menggunakan alat berupa tonometer Goldman. Faktor yang dapat mempengaruhi biasnya penilaian tergantung pada ketebalan kornea masing-masing individu. Semakin tebal kornea pasien maka tekanan intraokuler yang di hasilkan cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin tipis kornea pasien tekanan intraokuler bola mata juga rendah (Dwindra M, 2009). Tonometer yang banyak digunakan adalah tonometer Schiotz karena cukup sederhana, praktis, mudah dibawa, relatif murah, kalibrasi alat mudah dan tanpa komponen elektrik. Penilaian tekanan intraokuler normal berkisar 10-22 mmHg. Pada usia lanjut rentang tekanan normal lebih tinggi yaitu sampai 24 mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka primer , 32-50% pasien ditemukan dengan tekanan intraokuler yang normal pada saat pertama kali diperiksa. Tensi intra okuler pada stadium kongestif lebih tinggi dari pada stadium non kongestif (Dwindra M, 2009).



2.



Penilaian Diskus Optikus Diskus optikus yang normal memiliki cekungan di bagian tengahnya. Pada pasien glaukoma terdapat pembesaran cawan optik atau pencekungan sehingga tidak dapat terlihat saraf pada bagian tepinya.



3.



Pemeriksaan Lapang Pandang Gangguan lapangan pandang pada glaukoma dapat mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian central. Cara pemeriksaan lapangan pandang dapat menggunakan automated perimeter. Lapang pandang masih baik apabila keadaan belum lanjut. Pada fase serangan akut



58



glaukoma sudut tertutup visus dapat menurun hingga hitung jari (Ilyas et al, 2010). 4.



Gonioskopi Gonioskopi



merupakan



pemeriksaan



dengan



alat



yang



menggunakan lensa khusus untuk melihat aliran keluarnya humor aquos. Fungsi dari gonioskopi secara diagnostik dapat membantu mengidentifikasi sudut yang abnormal dan menilai lebar sudut kamera okuli anterior (Dwindra M, 2009). Pada waktu tekanan intaokuler tinggi, sudut bilik mata depan tertutup, sedang pada waktu tensi intraokuler normal sudutnya sempit. Bila serangan dapat dihentikan maka sesudah 24 jam, biasanya sudut bilik mata depan terbuka kembali, tetapi masih sempit. Kalau terjadi serangan yang berlangsung lebih dari 24 jam, maka akan timbul perlengketan



antara



iris



bagian



pinggir



dengan



trabekula



(goniosinekhia, sinekhia anterior perifer) (Dwindra M, 2009). 5.



Tonografi Pada pemeriksaan tonografi menunjukkan outflow yang baik. Tetapi bila sudah ada perlengketan antara iris dan trabekula (goniosinekhia, sinekhia anterior perifer), maka aliran menjadi terganggu (Dwindra M, 2009).



6.



Funduskopi Hasil pemeriksaan funduskopi pada klien dengan glaukoma, papil saraf optik menunjukkan penggaungan dan atrofi, seperti pada glaukoma simpleks (Dwindra M, 2009).



I.



Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien dengan glaukoma menurut Black Joiyce M dan Hawks Jane Hokanson (2014) antara lain: 1.



Mengurangi Tekanan Introkular (Meningkatkan Aliran Aquous Humor) Tekanan intraokular dapat dikurangi dengan meningkatkan aliran



aquous



humor.



Pada



59



glaukoma



sudut



sempit,



pupil



dikonstriksikan dengan memberikan miotik topikal atau epinefrin, yang dapt membuka kanalis schlemm dan melancarkan aliran humor aquous. Produksi aquous humor juga dapat dikurangi dengan menggunakan penyekat beta atau agen alfa adrenergik atau inhibitor karbonat anhidrase oral. 2.



Penatalaksanaan Bedah a.



Trabekuloplasti Penggunaan laser untuk membuat lubang kecil di jaringan trabekular



sering



diindikasikan



sebelum



pembedahan



penyaringan dilakukan. Laser menghasilkan jaringan perut pada jaringan trbekular menyebabkan pencangan serat trabeluka. Serabut yang bertambah kencang menyebabkan penambahan aliran humor aquous. Tekanan intraokular dapat berkurang hingga 80% kasus. Efek laser ini semakin berkurang seiring waktu, dan prosedur ini perlu diulang. Terapa medis dengan tetes mata biasanya tetap dilanjutkan. b.



Trabekulektomi Trabekulektomi



adalah



pembuatan



lubang



untuk



mengeluarkan aquous humor. Lubang ini kemudian ditutup sebuah katup dengan tebal setengah sklera yang dijahit dengan longgar



sehingga



menyebabkan



absorbsi



humor



aquous



subkonjungtiva. c.



Prosedur Penyaringan Operasi



seperti



trefinasi,



sklerostomi



termal,



dan



sklerektomi dilakukan untuk membuat saluran pembuangan dari ruang okuli anterior ke ruangan subkonjungtiva (figur 65-1, D). Aquous humor di serap oleh pembuluh darah di konjungtiva. pada 25% kasus, lubang ini menyebabkan pembentukan jaringan parut dan membutuhkan pembedahan ulang. prosedur ini kurang berhasil jika diterapkan pada klien muda dan berkulit hitam, yang cenderung memiliki kemampuan jaringan parut yang lebih tebal. kortikosteroid topikal digunakan pasca operasi karena aksi



60



antiinflamasinya dapat menghambat proliferasi fibrolas pada tempat pembedahan. d.



Iridotomi Iridotomi adalah pembuatan jalur baru humor aquous menuju ke jaringan trabekular. Laser digunakan untuk membuat lubang baru pada iris.



e.



Tehnik Lain Pemberian 5-flourourasil (5-FU), mitomisin, dan anti metabolit lain kadang disuntikan ke subkonjungtiva karena dapat menghambat proliferasi fribroblas sehingga mengurangi pembentukan jaringan parut pascaoperasi. Perangkat implan okular (seperti implan Molteno, Seton Baerveldt) kadang digunakan untuk humor aquous pada klien dengan glaukoma yang mengalami komplikasi. Perangkat yang dijahitkan pada permukaan luar bola mata pada sklera antara oto-otot okular. Probe kecil diinsersikan dibawah klep sklera ke ruang okuli anterior yang menyebabkan mengalirnya humor aquous lebih jauh ke belakang dibandingkan prosedur penyaringan lain.



f.



Prosedur siklodestruktif Ketika prosedur lain gagal, siklokrioterapi (aplikasi ujung pembeku) atau siklofotokoagulasi (yang diaplikasikan dengan laser) dapat digunakan untuk merusak badan siliar dan mengurangi produksi humor aquous.



61



J.



Konsep Asuhan keperawatan 1.



Anamnesa Anamnesa menurut Rahayu (2014) yang dapat dilakukan pada klien dengan glaukoma sudutt terbuka kronis adalah : a. Identitas / Data demografi 1) Identitas Klien Nama



:



Tanggal lahir (umur)



: (populasi glaukoma adalah sekitar



0,7% pada penduduk yang berusia 52–64 tahun, meningkat menjadi 1,6% pada penduduk yang berusia 65–74 tahun, dan 4,2% pada penduduk yang berusia 75–85 tahun. Keadaan tersebut didukung juga oleh pernyataan yang dikeluarkan oleh Ferndale Glaucoma Study pada tahun yang sama (Lisegang, et al, 2005 dalam Sari, M. D, 2013). Jenis kelamin



:



Agama



:



Pendidikan



:



Pekerjaan



: (Pekerjaan yang sering terpapar



sinar matahari secara langsung atau Pada pekerjaan laboratorium atau yang berhubungan dengan bahan kimia atau terpapar radioaktif/sinar-X, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien) Status perkawinan



:



Suku bangsa



:



Golongan darah



:



Tanggal masuk RS



:



Tanggal pengkajian



:



No. Rekmed



:



Diagnosa medik



:



Alamat



:



62



2) Identitas penanggung jawab Nama



:



Umur



:



Jenis kelamin



:



Agama



:



Pendidikan



:



Pekerjaan



:



Hubungan dengan klien



:



Alamat



:



b. Keluhan utama pasien glaukoma biasanya antara lain : Terjadi tekanan intra okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi, nyeri hebat di kepala, mual muntah, penglihatan menurun, mata merah dan bengkak.



c. Riwayat kesehatan 1) Riwayat Kesehatan Sekarang (OPQRST) Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada saat dianamnesa meliputi Onset, Palliative, Provocative, Quality, Region, Severity, Skala dan Time. Seperti penjabaran dari riwayat adanya kelainan nyeri yang dirasakan. 2) Riwayat Kesehatan Dahulu Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien seperti : DM, Hipertensi. 3) Riwayat Kesehatan Keluarga Glaukoma sudut terbuka primer juga dipengaruhi faktor keluarga. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa survei yang pernah dilakukan. Pada Baltimore Eye Survey, resiko relatif glaukoma sudut terbuka primer meningkat sekitar 3,7 kali pada seseorang yang memiliki kerabat menderita glaukoma sudut terbuka primer. Pada Rotterdam Eye Study, prevalensi glaukoma sudut terbuka primer sekitar 10,4% pada pasien yang memunyai



63



riwayat keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama. Peneliti yang sama mengestimasikan bahwa resiko relatif untuk menderita glaukoma sudut terbuka primer sebesar 9,2 kali pada seseorang yang memiliki kerabat dekat yang menderita glaukoma sudut terbuka primer (Lisegang, et al., 2005 dalam Sari, M. D, 2013). 4) Genogram 5) Aktifitas Istirahat Dalam aktivitas klien jelas akan terganggu karena fungsi penglihatan klien mengalami penurunan. 6) Neurosensori Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan penglihatan kabur atau tidak jelas, sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa di ruang gelap. Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar



sinar,



perubahan



kaca



mata,



pengobatan



tidak



memperbaiki penglihatan, fotophobia (glukoma akut). Gejala tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil menyempit dan merah atau mata keras dan kornea berawan (glukoma berat dan peningkatan air mata)



2.



Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada mata meliputi : a.



Inspeksi 1) Struktur Mata Interna dan Eksterna Pemeriksaan struktur mata eksternal dan internal mata meliputi: a)



Kelopak mata Pemeriksaan



kelopak



mata



terhadap



kemungkinan



kelemahan, infeksi, tumor, edema, atau kelainan. Minta pasien membuka dan menutup matanya. Gerakan harus



64



lancer dan simetris. Periksa kelopak mata terhadap adanya xantelasma (plak kekuningan). Meskipun tidak spesifik untuk hiperkolesterolemia, plak kekuningan ini biasanya berhubungan dengan kelainan lipid. Perhatikan distribusi dari bulu mata. Bila mata terbuka, biasanya kelopak mata atas hanya menutupi tepian atas iris. Bila mata ditutup, kelopak-kelopak



mata



seharusnya



saling



menutup



sempurna, jarak antara kelopak mata ata dan bawah disebut fisura palpebra. b) Konjungtiva Konjungtiva hendaknya diamati terhadap adanya tanda radang pendarahan. Kedua konjungtiva harus diperiksa. Konjungtiva tarsal dapat dilihat dengan membalikkan kelopak mata. Minta pasien tetap membuka matanya dan melihat ke bawah. Anda menahan sejumlah buku mata dari kelopak mata atas. Kelopak mata ituditarik lepas dari bola mata dan ujung sebuah tangkai aplikator ditekan pada tepian atas lempeng tarsal. Lempeng tarsal kemudian dengan cepat membalikkan tangkai aplikator, menggunakannya sebagai titik tumpu. Ibu jari sekarang dapat digunapakn untuk memegang kelopak mata yang dibalik, tangkai aplikator



dapat



diangkat.



Setelah



inspeksi konjungtiva tarsalis, mintalah pasien untuk melihat ke atas untuk mengembalikan kelopak mata ke posisi normal. Konjungtiva normal seharusnya berwarna merah



muda.



Perhatikan



jumlah pembuluh darah.



Normalnya hanya terlihat sedikit pembuluh darah. Mintalah pasien untuk melihat ke atas, dan tariklah kelopak



mata



bawah



vaskularisasinya.



65



ke



bawah.



Bandingkan



c)



Sklera Inspeksi



sklera



bertujuan



untuk



melihat



adanya



nodul, hyperemia, dan perubahan warna. Sklera normal seharusnya berwarna putih. Pada individu berkulit galap, sclera mungkin berwarna sedikit agak seperti lumpur. d) Kornea Kornea harus jernih dan tanpa keruhan atau kabut. Cincin



keputihan



pada perimeter kornea mungkin



adalah arkus senilis. Pada pasien yang berusia di atas 40 tahun, penemuan ini biasanya merupakan fenomena penuaan



yang



normal. Apabila



ditemukan



pada



pasien di bawah usia 40 tahun, mungkin menderita hiperkolesterolemia. Cincin abnormal



dekat



kuning-kehijauan yang



limbus, kebanyakan



ditemukan di



superior dan inferior, adalah cincin Kayser-Fliescher. Cincin ini sangat spesifik dan merupakan tanda yang sangat sensitoif dari penyakit Wilson, yang merupakan degenerasi



hepatolentikular



akibat



kelainan



yang



diturunkan dari metabolisme tembaga. Cincin KayserFleischer disebabkan oleh penimbunan tembaga pada kornea. e)



Pupil Kedua pupil ukurannya harus bereaksi



terhadap



sama



cahaya dan



(isokor), dan



akomodasi.



Pada



sekitar 5% individu normal, ukuran pupil tidak sama (anisokoria). anisokoria mungkin merupakan indikasi dari penyakit neurulogik. Pembesaran pupil atau midriasis,



berhubungan



dengan



obat-obatan



simpatomimetik, glaucoma, atau obat tetes mata yag menyebabkan dilatasi. Konstriksi pupil, atau miosis, terlihat



dengan



obat-obatan



parasimpatomimetik,



peradangan iris, dan terapi obat untuk glaucoma.



66



Banyak pengobatan yang dpat menyebabkan anisokoria. Oleh karena itu sangat penting untuk memastikan apakah pasien menggunakan tetes mata atau dalam pengobatan. Abnormalitas pupil seringkali merupakan tanda dari peyakit neurologic. Kondisi yang dikenal sebagai Pupil Miotonik Adie adalah dilatasi pupil 3-6 mm, yang hanya sedikit berkontraksi terhadap cahaya dan akomodasi. Pupil ini sering berhubungan dengan berkurang



sampai



tidakadnya



reflex



tendo



pada



ekstremitas. Lebih sering terjadi pada waita usia 25-45 tahun, dan penyebabnya tidak diketahui. Pupil Argyll Robertson adalah pupil yang mengecil 1-2 mm, yang bereaksi terhadap akomodasi, tetapi tidak bereaksi terhadap cahaya. Tampaknya berhubungan dengan neurisifilis. Sindrom Horner adalah paralisis simpatik dari



mata



yang



disebabkan



oleh pemutusan pada



rantai simpatik servikal. f)



Iris Iris diperiksa untuk warnanya, apakah ada nodul, dan vaskularitas. Normalnya, pembuluh darah iris tidak dapat terlihat dengan mata telanjang.



g) Kamera oculi anterior Dengan



memberikan



sinar secara



oblik



menembus



mata, perkiraan kasar kedalaman kamera okuli anterior dapat dibuat. Jika terlihat bayangan berbentuk bulan sabit pada bagian iris yang jauh, kamera okuli anterior mungkin



dangkal. Pendangkalan kamera okuli anterior



mungkin akibat penyempitan ruangan antara iris kornea.



Adanya



kamar



yang



dangkal



dan



membawa



seseorang pada kondisi yang disebut Glaukoma sudut tertutup. Istilah glaucoma merujuk pada kompleks gejala yang terjadi dalam tingkat penyakit yang berbeda.



67



Penemuan



klinis



pada semua jenis glaucoma adalah



peningkatan tekanan intraocular. Tekanan ini dapat diukur dengan tonometer Schiotz. h) Aparatus lakrimal Pada umumnya, hanya sedikit yang dapat terlihat pada apparatus lakrimalis, kecuali pungtum. Jika ada epifora, mungkin ada obstruksi aliran keluar melalui pungtum. Jika terdapat kelembaban yang berlebihan, periksalah apakah



ada sumbatan duktus nasolakrimalis dengan



menekan sakus lakrimalis secara lembut, berlawanan dengan cincin orbita interna. Jika ada sumbatan, dapat dikeluarkan materi-materi melalui pungtum (H.Swartz, 1995:101-103 dalam Ns Yukriya 2012)  Cara Inspeksi Mata Menurut Priharjo, Robert, (2006) dalam Ns Yukriya (2012) cara inspeksi mata yakni: a.



Amati bola mata terhadap adanya protrusi, gerakan mata, lapang pandang, dan visus.



b.



Amati kelopak mata, perhatikan bentuk dan setiap kelainan dengan cara sebagai berikut : 1) Anjurkan pasien melihat ke depan. 2) Bandingkan mata kanan dan kiri. 3) Anjurkan pasien menutup kedua mata. 4) Amati bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata, serta pada bagian piggir kelopak mata, catat setiap ada kelainan, misal: kemerahan. 5) Amati pertumbuhan rambut pada kelopak mata terkait dengan ada tidaknya bulu mata, sertaamati posisi bulu mata. 6) Perhatikan keluasan mata dalam membuka dan catat ila ada dropping kelopak mata atas atau sewaktu mata membuka



68



(ptosis). c.



Amati konjungtiva dan sclera dengan cara sebagai berikut : 1) Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan. 2) Amati konjungtiva untuk mengetahui ada atau tidaknya kemerahan, keadaan vaskularisasi, serta lokasinya. 3) Tarik kelopak mata bagian bawah ke bawah dengan menggunakan ibu jari. 4) Amati keadaan konjungtiva dan kantong konjungtiva bagian bawah, catat bila didapatkan infeksi atau pus atau bila warnanya tidak normal, misalnya anemic. 5) Bila diperlukan, amati konjungtiva bagian atas, yaitu dengan cara membuka atau membalik kelopak mata atas dengan prawat berdiri di belakang pasien. 6) Amati warna sklera saat memeriksa konjungtiva yang paa keadaan tertentu warnanya dapat menjadi ikterik.



d.



Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil. Kemudian lanjutkan dengan mengevaluasi reaksi pupil terhadap cahaya. Normalnya bentuk pupil adalah sama besar (isokor). Pupil yang mengecil disebut pinpoint, sedangkan pupil yang melebar atau dilatasi isebut midriasis.



 Cara Inspeksi Gerakan Mata Menurut Priharjo, Robert, (2006) dalam Ns Yukriya (2012) cara inspeksi mata yakni: a.



Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan



b.



Amati apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan (nistagmus) yaitu gerakan ritmis bola mata, mula mula lambat bergerak ke satuarah, kemudian dengan cepat kembali ke posisi semula.



c.



Bila ditemukan adanya nistagmus, amati bentuk, frekuensi (cepat atau lambat), amplitudo (luas/sempit), dan durasinya (hari/minggu).



69



d.



Amati apakah kedua mata memandang lurus ke depan atau salah satumengalami deviasi.



e.



Luruskan jari telunjuk Anda dan dekatkan dengan jarak sekitar 15 – 30 cm.



f.



Beri tahu pasien utnuk mengikuti gerakan jari Anda dan pertahankan posisi kepala pasien. Gerakkan jari Anda ke delapan arah untuk mengetahui fungsi 6 otot mata.



i)



Tajam Penglihatan (Visus) Tajam penglihatan diungkapkan dalam suatu rasio, seperti 20/20. Angka pertama adalah jarak baca pasien terhadap peraga. Angka kedua adalah jarak terbacanya peraga oleh mata normal. Istilah OD (Oculus Dexter) berarti mata kanan: OS (Oculus Sinister) berarti mata kiri. OU (Oculi Unitas) berarti kedua mata. 



Memakai Kartu Snellen Standar Jika tersedia kartu Snellen standar, pasien harus berdiri sejauh 6 meter dari kartu



tersebut.



Jika



pasien memakai kaca mata, biarkan dipakai terus selama pemeriksaan. Pasien diminta untuk menutum mata dengan telapak tangan dan membaca baris terkecil yang mungkin. Jika yang dapat terbaca ialah baris 6/60, maka visus mata pasien adalah 6/60. Ini berarti bahwa pada jarak 6 meter pasien dpat membaca apa yag dapat dibaca orang normal pada jarak 60 meter. Jika pada jarak 6 m pasien tidak dapat membaca baris 6/60, maka ia didekatkan pada kartu sampai baris itu terbaca. Jika pasien baru dapat membaca pada jarak 1 m, maka tajam penglihatan pasien adalah 1/60.



70



Gambar 10. Kartu Snellen (Dokudok, 2016) 



Memakai Kartu Tajam Penglihatan Saku Jika kartu Snellen standar tidak tersedia, maka kartu tajam penglihatan ukuran saku dapat dipakai. Kartu ini dilihat pada jarak 35 cm. pasien diminta membaca baris terkecil yang masih dapat dibaca. Jika kedua jenis kartu ini tidak tersedia, maka dapat dipakai materi cetak apa saja. Pemeriksa harus ingat bahwa kebanyakan pasien berusia di atas 40 tahun memerlukan kaca baca. Meskipun pemeriksa tidak dapat memastikan tajam penglihatan, ia pasti dapat menetapkan apakah pasien masih dapat melihat. Dalam hal ini pasien diminta untuk menutup satu mata dan membaca baris terkecil yang terbaca pada halaman cetak tertentu. Menilai Pasien dengan Penglihatan Buruk Pasien dengan penglihatan buruk sekali dan tidak dapat membaca salah satu baris cetak, harus diuji dengan kemampuan membaca jari-jari tangan. Pengukuran tajam penglihatan ini dilakukan dengan menunjukkan jari-jari tangan di depan mata



71



pasien, sedangkan salah satu mata ditutup. Pasien ditanyakan jumlah jari yang terlihat. Jika pasien tetap belum dapat melihat, maka penting untuk dinilai apakah memang masih ada persepsi terhadap cahaya. Hal ini dilakukan dengan menutup satu mata dan menyoroti mata yang terbuka dengan cahaya. Pemeriksa menanyakan apakah pasien dapat melihat lampu menyala atau dimatikan. NLP (No Light Perception) adalah istilah yang dipakai apabila seseorang tidak dapat menangkap cahaya. 



Memeriksa Pasien yang Tidak Dapat Membaca Bagi mereka yang tidak dapat membaca, seperti anak kecil atau buta huruf, pemakaian huruf “E” dalam macam-macam sangat bermanfaat.



ukuran dan arah akan



Pemeriksa meminta pasien



menunjukkan arah huruf itu : ke atas, ke bawah, ke kanan, ke kiri (H. Swartz, 1995 dalam Ns Yukriya, 2012).



Gambar 11. Kartu Snellen (Dokudok, 2016)



72



Tabel 1. Kriteria Jarak Pemeriksaan Kartu Snellen Menurut Priharjo, Robert (2006) dalam Ns Yukriya (2012) No.



j)



Nilai Jarak (Visus)



1.



Visus 1/300



2.



Visus 1/∞



3.



Visus 0



Keterangan Pada jarak satu meter mata masih dapat melihat grakan tangan pemeriksa yang pada mata normal masih dapat dilihat dari jarak 300 m. Mata hanya dapat membedakan gelap dan terang Mata tidak dapat membedakan gelap dan terang



Lapang pandang Uji lapang pandang berguna untuk menetapakan ada tau tidaknya lesi pada jalur penglihatan. Terdapat banyak teknik dalam melakukan pemeriksaan lapang pandang. Salah satunya adalah uji lapang pandang konfrontasi. Pada teknik ini pemeriksa membandingkan penglihatan perifernya dengan penglihatan perifer pasien (H.Swartz, 1995 dalam Ns Yukriya, 2012). 



Menilai Lapang Pandang dengan Uji Konfrontasi Pemeriksa brdiri atau duduk1 m di depan dan setinggi tatap mata pasien. Pasien diminta menutup mata kanannya sedangkan pemeriksa menutup mata kirinya,



masing-masing



melihat



hidung



yang



dihadapinya. Pemeriksa menjulurkan satu atau dua jari pada masing-masing tangan secara serentak dan menanyakan



pasien



berapa



jari



tangan



yang



dilihatnya. Tangan digerakkan dari kuadran atas ke kuadran bawah dan pemeriksaan diulang kembali. Pemeriksaan diulang dengan mata sebelah. Jari-jari harus terlihat oleh pasien dan pemeriksa secara bersamaan. Agar lebih menguntungkan si pasien dan



73



pemeriksa, tangan diangkat sedikit lebih dekat pada pemeriksa.



Hal



ini



member



pasien



lapangan



pandangan yang lebih luas. Jika pemeriksa dapat melihat jari-jari itu, maka pasien pasti juga melihatnya, kecuali ada gangguan pengliatan berupa kurang



luasnya



lapangan pandangan. Karena lesi



sepanjang jalur visual berkembang secara berangsur maka pasien



mungkin



tidak



sadar



adanya



perubahan lapangan pandangan sampai penyakitnya telah lanjut. Lapangan. Konfrontasi yang dilakukan oleh ahli penyakit dalam, mungkin merupakan bukti objektif pertama bahwa si pasien mempunyai lesi yang mengenai jalur pengliatan. Daerah tampa pengliatan disebut skotoma. Pengliatan sentral normal meluas lebih kurang 30 ke segala arah pada fiksasi sentral. Bintik buta (blind spot) adalah skotoma fisiologik yang terletak lebih kurang 15-20 temporal terhadap fiksasi sentral, yang sesuai dengan papilla nervus optikus. Tidak terdapat unsur sensorik seperti sel batang dan kerucut pada papilla nervus optikus (H.Swartz, 



1995



dalam



Ns



Yukriya,



2012).



Kelainan Lapang Pandang Terdapat ditentukan



skotoma pada



uji



patologik



yang



dapat



lapangan. Skotoma dapat



berasal dari penyakit mata primer seperti glaucoma, atau dari lesi dalam susunan saraf pusat seperti tumor. Hilangnya pengliatan total pada satu mata disebut mata buta, akibat penyakit mata, lesi pada nervus optikusnya, atau akibat lesi dari konteks oksipital yang terkait. Hemianopsiamerujuk pada tiadanya



pengliatan



pada



setengah



lapangan.



Kerusakan lapangan yang bilateral ada kedua lapangan



74



temporal disebut hemianopsia itemporal. Terjadi akibat lesi pada nervus optikus setinggi kiasma optikum. Tumor hipofisis adalah penyebab umum. Hemianopsia homonim terjadi akibat kerusakan pada traktus optikus, radiasi optik atau korteks oksipital. Istilah



“hormonim”



menunjukkan



hilangnya



pengliatan padsa lapangan sama. Seorang pasien dengan hermianopsia homonym kiri tidak dapat melihat belahan kiri lapangan dapa kedua mata. Keadaan ini terjadi oleh kerusakan pada traktus optikus kanan. Hermianopsia hormonom adalah bentuk hilangnya lapangan pandangan yang paling sering pada pasien dengan “stoke”. Kuadrananopsia adalah hilangnya pengliatan pada satu kuadran. Seorang pasien dengan kuadrantanopsia homonym atas kiri mempunyai kerusakan pada radiasi optic bawah kanan atau daerah oksipital bawah kanan. Pasien



dengan penglihatan terowongan memiliki



pandangan lapangan yang menetap pada semua jarak suatu fenomen fisiologik yang tidak muginkn. Kelainan lapang padangan jenis in adalah khas pada histeri (H.Swartz, 1995 dalam Ns Yukriya, 2012). 



Pemeriksaan Nistagmus Optokinetik Kadang-kadang seorang pasien dengan masalah psikiatrik merasa dirinya buta. Suatu cara uji yang ampuh untuk meniadakan kemungkinan ini ialah nistagmus



optokinetik



(OKN).



Nistagmus



optokinetik adalah gerakan mata yang cepat dank e kiri dan kanan yang terjadi bila mata berusaha berfiksasi



pada sasaran yang bergerak. Adanya



nistagmus optokinetik menunjukkan utuhnya jalur optic fsiologik dari retina ke korteks oksipital.



75



Nistagmus optokinetik dapat ditimbulkan ke mata pasien dengan meminta pasien berfiksasi pada angkaangka pita pengukur yang anda tarik dengan cepat. Karena nistagmus optokinetik bersifat involunte, suatu respon positif merupakan bukti bagus bahwa pasien pura-pura buta (H.Swartz, 1995 dalam Ns Yukriya, 2012).  Cara Inspeksi Lapang Pandang Menurut Priharjo Robert (2006) dalam Ns Yukriya (2012) cara inspeksi lapang pandang yakni: a.



Berdiri di depan pasien.



b.



Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan cara menutup mata yang tidak diperiksa.



c.



Beri tahu pasien untuk melihat lurus ke depan dan memfokuskan pada satu titik pandang, misalnya hidung anda.



d.



Gerakkan jari Anda pada suatu garis vertikal / dari samping dekatan ke mata pasien secara perlahan - lahan.



e.



Anjurkan pasien untuk memberi tahu sewaktu mulai melihat jari anda.



f.



Kaji mata sebelahnya



k) Gerakan mata Gerak mata dipengaruhi oleh kontraksi dan relaksasi otototot ekstraokular. Hal ini berakibat bergeraknya mata ke atas atau ke bawah, atau dari sisi ke sisi dan juga konvergensi. 



Pemeriksaan Kesesuaian Mata Kesesuaian dengan



mata



mengevaluasi



dengan



mudah



lokasi cahaya



diketahui yang



dipantulkan oleh kornea. Lampu senter diarahkan tepat dari depan pasien. Jika pasien memandang



76



lurus jauh ke depan, pantulan cahaya akan tampak tepat di pusat masing-masing kornea. Jika cahaya jatuh pada pusat satu kornea dan menyimpang dari pusat pada kornea lain, maka terdapat mata berdeviasi. Keadaan mata yang berdeviasi atau mata juling, disebut strabismus, atau tropia. Strabismus adalah ketidakseimbangan mata sehingga objek yang diamati tidak diproyeksikan secara bersamaan pada fovea masing-masing mata. Esotropia adalah deviasi mata kearah nasal, eksotropia adalah deviasi mata kearah temporal, heterotropia adalah deviasi mata ke atas. Tropia alternans adalah istilah yang dipakai untuk memeriksa keadaan dimana masingmasing mata berdeviasi. 



Melakukan Uji Tutup Uji tutup berguna untuk menetapkan apakah mata lurus (normal) atau ada mata berdeviasi. Pasien diminta untuk melihat pada sasaran jauh. Satu matanya ditutup dengan karton 7,5 x 12,5 cm. pemeriksa harus mengqamati mata yang tidak tertutupi. Jika mata yang tidak ditutupi itu bergerak sewaktu berfiksasi pada titik dikejauhan itu, maka mata itu tidak lurus sebelum mata sebelahnya ditutupi. Jika mata itu tidak bergerak, maka ia lurus. Uji ini kemudiandilanjutkan dengan mata sebelahnya.







Menilai Posisi Utama Pandangan Mata Penyebab penting timbulnya mata berdeviasi adalah otot ekstraokular yang paresis (lemah), atau paralisis. Paralisiss otot-otot ini ditentikan dengan memeriksa enam posisi utama pandangan mata. Pegang dagu pasien dengan tangan kanan dan memintanya mengikuti tangan kiri anda sewaktu



77



menulis huruf “H” besar di udara. Jari telunjuk kiri anda diletakkan lebih kurang 25 cm di depan hidung pasien. Dari garis tengah, gerakkan jari itu 30 cm ke kanan pasien dan berhenti, kemudian 20 cm ke atas dan berhenti, ke bawah sejauh 40 cm dan berhenti, dan



kemudian



secara



perlahan



kembali



ke



garistengan. Lintasi garis tengah dan ulangi gerakan serupa pada sisi yang sebelah. Inilah keenam posisi utama pandangan mata. Anda perhatikan gerakan kedua mata, yang hars mengikuti jari secara mulus. Perlu pula diperhatikan gerakan parallel kedua mata ke segala arah. Kadang-kadang bila menatap kesisi ekstrim, mata akan bergerak ritmik yang disebut nistagmus titik akhir. Terjadi gerak cepat ke arah tatapan, yang diikuti gerak baling yang lambat. Uji ini membedakan nistagmus titik akhir dari nistagmus patologik, yang menghasilkan gerakan cepat selalu kearah yang sama, tidak tergantung arah pandangan. Bayangan



yang



jatuh pada retina akan diinterpretasikan oleh otak dengan cara fusi, diplopia atau supresi. Pada anakanak,



strabismus



menghasilkan



diplopia



yang



berakibat kekacauan, kemudian supresi dari bayangan dan akhirnya ambliopia. Ambliopia adalah hilangnya tajam



penglihatan,



sekunder



terhadap



supresi.



Ambliopia masih reversible sampai retina telah berkembang sempurna, pada usia lebih dari 7 tahun. Ambliopia adalah fenomena yang hanya timbul pada anak-anak. Seorang dewasa yang mendapat strabismus sekunder terhadap apapun penyebabnya tidak



dapat



mensupresi bayangan mata yang



berdeviasi dan akan berakibat diplopia.



78







Menilai Refleks Cahaya Pupil Pemeriksa



meminta



pasien



melihat



jauh,



sementara ia menyinari mata pasien dengan baerkas cahaya terang. Sumber cahaya harus dating dari sisi, memanfaatkan hidung sebagai penghalang mata mengenai mata sebelah. Pemriksa harus mengamati respon



pupil



langsung dan konsensual. Pemeriksa



kemudian melakukan uji pada mata yang sebelah. Uji cahaya berayun merupakan modifikasi untuk menguji reflex



cahaya



pupil.



Tes



ini



berfungsi



untuk



mengungkapkan perbedaan dalam respon terhadap stimulus aferen di antara mata (H. Swartz, 1995 dalam Ns Yukriya, 2012). Dalam tes ini pasien berfiksasi pada sasaran jauh sementara pemeriksa dengan cepat mengayun lampu dari satu mata ke matalain, mengamati adanya konstriksi dari pupil. Dalam keadaan tertentu terjadi dilatasi parodoksikal dari pupil yang terkena cahaya. Keadaan ini dikenal sebagai pupil Marcus Gunn, berhubungan dengan kerusakan cabang aferen pada mata yang disinari. Contoh paling ekstrim mata dengan fenomena Marcus Gunn adalah mata buta. Bila berkas cahaya jatuh pada mata buta, tidak terjadi respon langsung maupun respon konsensual. Bila bahaya dipindahkan pada mata lain yang normal, akan terjadi respon langsung maupun konsensual karena jalur aferen maupun eferen adalah normal. Bila cahaya kembali diarahkan pada mata yang buta, tidak ada impulsyang diterima retina (aferen) dan pupil matabuta tidak akan berkonstriksi, ia akan berdilatasi (H. Swartz, 1995 dalam Ns Yukriya, 2012). Terdapat berbagai derajat kerusakan pupil Marcus



79



Gunn, bergantung pada keterlibatan nervus opticus (H. Swartz, 1995 dalam Ns Yukriya, 2012). 



Menilai Refleks Dekat Reflex dekat diuji dengan meminta pasien berturut-turut melihat sasaran jauh kemudian sasaran yang



diletakkan



kurang



lebih 12,5



cm



dari



hidung. Bila memandangi sasara dekat, mata akan berkonvergensi dan pupil akan mengecil (H. Swartz, 1995 dalam Ns Yukriya, 2012).



l)



Pengenalan Warna Pemeriksaan



menggunakan



kartu



tes



ishihara/



benang wol berwarna. Pasien membaca angka berwarna dalam kartu ishihara. Atau mengambil benang wol sesuai perintah.



Interpretasi



dari



pemeriksaan



pengenalan



warna adalah normal dan buta warna.  Cara Pemeriksaan Buta Warna : Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan Ishihara Color Test merupakan test untuk mendeteksi defisiensi warna. Buku ini diciptakan oleh, Dr. Shinobu Ishihara, professor dari Universitas Tokyo, dan telah dipublikasikan sejak 1917 hingga kini menjadi alat test buta warna yang berlaku secara internasional. Test ini terdiri dari gambar yang membentuk angka, disebut dengan gambar isihara. Setiap gambar tersusun secara acak yang memuat lingkaran dari kumpulan titik yang membentuk angka dan ukuran tertentu. Dalam setiap pola titik yang membentuk angka akan dengan mudah ditebak bila klien tiidak mengidap buta warna dan akan sulit dibedakan bila seseorang tersebut mengalami buta warna terutama untuk defisiensi warna merah dan hijau. Tes secara keseluruhan terdiri atas 38 gambar, namun kita akan menyadari



seseorang



dengan



80



buta



warna



hanya



segera dengan



memperlihatkan beberapa gambar saja. Pada pengetesan pertama, 24 gambar akan memberi diagnosis yang lebih tepat mengenai derajat cacat buta warna.  Syarat Pelaksanaan : a.



Pemeriksa tidak mengalami buta warna.



b.



pasien yang hendak diperiksa



c.



Pencahayaan yang cukup (hal ini karena sel batang lebih sensitive terhadap cahaya jika



dibandingkan



dengan



sel



kerucut sehingga warna tidak dapat dibedakan dengan baik pada keadaan gelap) d.



Alat Test Berupa Buku Ishihara Kelainan yang paling sering mucul adalah cacat warna merah dan hijau namun terkadang cacat biru dan kuning juga kerap terjadi.



Interpretasi : 12



Interpretasi : 2



Interpretasi : 5 Gambar 12. Cuplikan Gambar Pada Buku Ishihara (Dokudok, 2016)



81



b.



Palpasi Palpasi



pada



mata



dikerjakan



dengan



tujuan



untuk



mengetahui tekanan bola mata dan mengetahui adanya nyeri tekan. Untuk mengukur tekanan bola mata secara lebih teliti diperlukan alat Tonometri yang memerlukan keahlian khusus.  Cara palpasi untuk mengetahui tekanan bola mata : Menurut Priharjo Robert (2006) dalam Ns Yukriya (2012) cara palpasi untuk mengetahui tekanan bola mata yakni: a.



Beri tahu pasien untuk duduk.



b.



Anjurkan pasien untuk memejamkan mata.



c.



Lakukan palpasi pada kedua bola mata. Bila tekanan bola mata meninggi, mata terasa keras



c.



Pengkajian Tingkat Mahir (Pengkajian Funduskopi) Pengkajian mata tingkat mahir (funduskopi) dilakukan paling akhir. Pengkajian ini dikerjakan untuk mengetahui susunan retina dengan menggunakan alat oftalmoskop. Untuk dapat melakukan hal ini, diperlukan pengetahuan anatomi dan fisiologi mata yang memadai serta keterampilan khusus dalam menggunakan alat oftalmoskop (Priharjo Robert, 2006 dalam Ns Yukriya 2012). Oftalmoskop adalah alat dengan sistem cermin optik untuk melihat anatomi interna dari mata. Ada dua cakram pada oftalmoskop : satu untuk mengatur lubang cahaya (dan filter), dan satu lagi untuk merubah lensa untuk mengoreksi kesalahan refraktif baik dari pemeriksa maupun pasien.



82



Lubang-lubang dan filter-filter yang paling penting adalah lubang kecil, lubang besar, dan filter bebas-merah. Lubang kecil adalah untuk pupil yang tidak berdilatasi, lubang besar untuk pupil yang berdilatasi, dan filter bebas merah menyingkirkan sinar merah dan dirancang untuk melihat pembuluh darah serta perdarahan.  Cara Kerja Pengkajian Funduskopi a.



Atur posisi pasien duduk di kursi.



b.



Beri tahu pasien tentang tindakan yang dikerjakan.



c.



Teteskan 1-2 tetes obat yang dapat melebarkan pupil dalam jangka pendek, misalnya tropikamid (bila tidak ada kontraindikasi)



d.



Atur cahaya ruangan agak redup.



e.



Duduk di kursi di hadapan pasien.



f.



Beri tahu pasien untuk melihat secara tetap pada titik tertentu dan anjurkan untuk tetap mempertahankan sudut pandangnya tanpa berkedip.



g.



Bila pasien atau pemeriksa memakai kacamata hendaknya dilepas dulu.



h.



Pegang oftalmoskop atau lensa pada angka nol, nylakan dan arahkan pada pupil mata pada jarak sekitar 30 cm sampai pemeriksa menemukan red reflex yang merupakan pancaran dari cahaya retina.



i.



Bila letak oftalmoskop tidak tepat, red reflex tidak akan muncul.



Red



reflex



juga



tidak



muncul



pada



berbagaigangguan misalnya katarak j.



Bila red reflex sudah ditemukan, dekatkan oftalmoskop secara perlahan ke mata pasien. Bila pasien myopia, atur control kea rah negative (merah).



k.



Bila pasien hiperopia atur control kea rah positif (hitam).



l.



Amati fundus secara sistematis yang diawali dengan mengamati pembuluh darah besar. Catat bila ditemukan



83



kelainan.



Lanjutkan



pengamatan



dengan



membandingkan ukuran arteri dan vena 4 : 5. Kemudian amati warna macula yang normalnya tampak lebih terang daripada retina. Berikutnya amati warna, batas, dan pigmentasi diskus optikus. Normalnya diskus optikus berbentuk melingkar berwarna merah muda agak kuning, batasan terang dan tetap dengan jumlah pigmen yang bervariasi. Lalu amati warna retina, kemungkinan ada darah, dan setiap ada kelainan. m. Bandingkan mata kanan dan kiri. n.



Catat hasil pengkajian dengan jelas.



o.



Setelah pengkajian selesai, teteskan pilokarpin 2% untuk menetralisasi dilatasi pada mata yang diamati (pada pasien yang ditetesi tropikamid).



p.



3.



Tunggu atau pastikan pasien dapat melihat seperti semula.



Pemeriksaan Diagnostik a.



Tonometri Tonometri merupakan suatu pengukuran tekanan intraokuler yang menggunakan alat berupa tonometer Goldman. Faktor yang dapat mempengaruhi biasnya penilaian tergantung pada ketebalan kornea masing-masing individu. Semakin tebal kornea pasien maka tekanan intraokuler yang di hasilkan cenderung tinggi, begitu pula sebaliknya, semakin tipis kornea pasien tekanan intraokuler bola mata juga rendah (Dwindra M, 2009). Tonometer yang banyak digunakan adalah tonometer Schiotz karena cukup sederhana, praktis, mudah dibawa, relatif murah, kalibrasi alat mudah dan tanpa komponen elektrik. Penilaian tekanan intraokuler normal berkisar 10-22 mmHg. Pada usia lanjut rentang tekanan normal lebih tinggi yaitu sampai 24 mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka primer , 32-50% pasien ditemukan dengan tekanan intraokuler yang normal pada saat



84



pertama kali diperiksa. Tensi intra okuler pada stadium kongestif lebih tinggi dari pada stadium non kongestif (Dwindra M, 2009). b.



Penilaian Diskus Optikus Diskus optikus yang normal memiliki cekungan di bagian tengahnya. Pada pasien glaukoma terdapat pembesaran cawan optik atau pencekungan sehingga tidak dapat terlihat saraf pada bagian tepinya.



c.



Pemeriksaan Lapang Pandang Gangguan lapangan pandang pada glaukoma dapat mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian central. Cara pemeriksaan lapangan pandang dapat menggunakan automated perimeter. Lapang pandang masih baik apabila keadaan belum lanjut. Pada fase serangan akut glaukoma sudut tertutup visus dapat menurun hingga hitung jari (Ilyas et al, 2010).



d.



Gonioskopi Gonioskopi merupakan pemeriksaan dengan alat



yang



menggunakan lensa khusus untuk melihat aliran keluarnya humor aquos. Fungsi dari gonioskopi secara diagnostik dapat membantu mengidentifikasi sudut yang abnormal dan menilai lebar sudut kamera okuli anterior (Dwindra M, 2009). Pada waktu tekanan intaokuler tinggi, sudut bilik mata depan tertutup, sedang pada waktu tensi intraokuler normal sudutnya sempit. Bila serangan dapat dihentikan maka sesudah 24 jam, biasanya sudut bilik mata depan terbuka kembali, tetapi masih sempit. Kalau terjadi serangan yang berlangsung lebih dari 24 jam, maka akan timbul perlengketan antara iris bagian pinggir dengan trabekula (goniosinekhia, sinekhia anterior perifer) (Dwindra M, 2009). e.



Tonografi Pada pemeriksaan tonografi menunjukkan outflow yang baik. Tetapi bila sudah ada perlengketan antara iris dan trabekula



85



(goniosinekhia, sinekhia anterior perifer), maka aliran menjadi terganggu (Dwindra M, 2009). f.



Funduskopi Hasil pemeriksaan funduskopi pada klien dengan glaukoma, papil saraf optik menunjukkan penggaungan dan atrofi, seperti pada glaukoma simpleks (Dwindra M, 2009) Funduskopi digunakan untuk mengevaluasi semua kerusakan diskus



optikus.



Pemeriksaan



funduskopi



menggunakan



ophthalmoskop dilakukan untuk memeriksa diskus optikus pada belakang mata, kerusakan pada saraf optik yang disebut cupping of the disc, apakah papil saraf optik menunjukan penggaungan dan atrofi, sehingga cup disk ratio membesar (Normal