Makalah Hamil Diluar Nikah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH TRAUMA PADA KEHAMILAN PADA KASUS HAMIL DILUAR NIKAH AKIBAT PEMERKOSAAN PADA ANAK



DISUSUN OLEH DHESISSCA ROSIANA GUMELAR



( 2021060017)



OIS NOVITARINI



( 2021060021)



PRIHATINNI TINA IRTANTI



( 2021060022)



RETNO TRISTANTI



( 2021060023)



VIVI VIRGIANTY SUMAJI



( 2021060027)



PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA REGULAR B UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG TAHUN 2021



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perubahan zaman sekarang ini dapat dikatakan “jahiliah modern” karena didalamnya banyak terjadi keangkamurkaan dan kemaksiatan yang menjamur. Perbuatan maksiat yang timbul dari tidak terkendali nafsu syahwat cenderung menjerumuskan seseorang untuk melakukan tindakan yang melanggar normanorma agama. Akibat nafsu syahwat yang tidak terkendali perzinahan terjadi dimana-mana dan hal itu bukan lagi di anggap sebagai masalah yang tabu bagi masyarakat. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian di kalangan masyarakat. Kejahatan pemerkosaan mengalami peningkatan yang sangat signifikan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Modus operandi yang dilakukan pelaku tindak pemerkosaa cukup beragam, seperti: diancam, dipaksa, dirayu, dibunuh, dan diberi obat bius, perangsang dibohongi atau diperdaya dan sebagainya. Kasus tindak pidana perkosaan paling banyak menimbulkan kesulitan dalam penyelesaiannya baik pada tahap penyidikan, penuntutan, maupun pada tahap penjatuhan putusan. Selain kesulitan dalam batasan di atas, juga kesulitan pembuktian misalnya perkosaan atau perbuatan cabul yang umumnya dilakukan tanpa kehadiran orang lain2 . Walaupun banyak tindak pidana perkosaan yang telah diproses sampai ke Pengadilan, tapi dari kasus-kasus itu pelakunya tidak dijatuhi hukuman yang maksimal sesuai dengan ketentuan perundang undangan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) BAB XIV tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan (Pasal 281 s/d 296), khususnya yang mengatur tentang tindak pidana perkosaan (Pasal 285) yang menyatakan: “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang perempuan bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun” Alasan kasus-kasus perkosaan tidak dilaporkan oleh korban kepada aparat penegak hukum untuk diproses ke Pengadilan karena beberapa faktor, diantaranya korban merasa malu dan tidak ingin aib yang menimpa dirinya diketahui oleh orang lain, atau



korban merasa takut karena telah diancam oleh pelaku bahwa dirinya akan dibunuh jika melaporkan kejadian tersebut kepada polisi. Hal ini tentu saja mempengaruhi perkembangan mental/ kejiwaan dari para korban dan juga berpengaruh pada proses penegakan hukum itu sendiri untuk mewujudkan rasa keadilan bagi korban dan masyarakat. Faktor korban berperan penting untuk dapat mengatasi atau menyelesaikan kasus perkosaan ini, hal ini memerlukan keberanian dari korban untuk melaporkan kejadian yang menimpanya kepada polisi, karena pada umumnya korban mengalami ancaman akan dilakukan perkosaan lagi dari pelaku dan hal ini membuat korban takut dan trauma. Ketidakmauan korban melapor seringkali karena stigma yang dilekatkan kepada korban seperti “perempuan nakal”, mengandung anak haram. Diharapkan dari pengaduan ini, maka kasusnya dapat terbuka dan dapat dilakukan proses pemeriksaan sehingga korban akan memperoleh keadilan atas apa yang menimpa dirinya. Dampak yang paling merugikan korban perkosaan adalah terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki. Kehamilan yang dialami korban sangatlah bertentangan dengan hakhak reproduksi. Kehamilan tersebut akan membawa dampak negatif yakni mengalami penderitaan secara fisik, mental dan sosial. Korban mengalami trauma psikologis dan merasa tidak berharga lagi dimata masyarakat. Berdasarkan latar belakang diatas penulis mengangkat kasus ini dengan judul trauma pada kehamilan pada kasus hamil diluar nikah akibat pemerkosaan. B. TUJUAN Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui trauma pada kehamilan diluar nikah pada kasus perkosaan sehingga dapat memberikan edukasi terhadap orang tua dalam menyikapi masalah ini.



BAB II TINJAUAN TEORI A. Hamil Pranikah 1. Pengertian Hamil pranikah Hamil pranikah yaitu suatu proses pertemuan antara sel telur dan sperma sehingga menjadi embrio yang terjadi kepada wanita pada masa subur dengan salah satu ciri yaitu terlambatnya siklus haid. Hamil pranikah yaitu suatu proses kehamilan yang terjadi sebelum adanya sebuah pernikahan sehingga anak tidak memiliki status kewarganegaraan yang syah (Al Husaini : 2008 ). Hamil pranikah terjadi karena beberapa sebab antara lain disebabkan oleh pergaulan bebas, pemerkosaan, pola asuh orang tua, pergaulan, kehidupan ekonomi keluarga, lingkungan, dan lain sebagainya. Seorang remaja yang tidak mampu mengendalikan diri, sehingga terlibat dalam kehidupan seksual secara bebas (di luar aturan norma sosial), misalnya seks pranikah, kumpul kebo (sommonleven), prostitusi, akan berakibat negatif seperti STD’s (seksually transmitted diseases), kehamilan (pregnancy) drop-out dari sekolah.



Biasanya



merekalah



yang



memiliki



sifat



ketidakkonsistenan



(inconsistency) antara pengetahuan, sikap, dan perilakunya. Misalnya, walaupun seesorang mempunyai pengetahuan dan sikap bahwa seksual-pranikah itu tidak baik, namun karena situasi dan kesempatan itu memungkinkan, serta ditunjang oleh niat untuk melakukan hubungan seks pranikah, maka individu ternyata tetap saja melakukan hal itu. Akibatnya perilakunya tidak konsisten dengan pengetahuan dan sikapnya . B. Factor penyebab hamil pranikah Selain itu menurut Sarwono (2001) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi hamil di luar nikah adalah sebagai berikut: 1) Meningkatnya Libido seksualitas, hal ini bisa terjadi apabila seseorang memperoleh rangsangan dari luar yang ditangkap oleh indra, berupa video porno, gambar porno, adanya sentuhan dari lawan jenis, atau dipicu oleh faktor lain seperti cerita dewasa dan lain-lain.



2) Penundaan usia perkawinan. Penundaan usia perkawinan ini bisa saja menyebabkan seseorang menjadi lepas kontrol, karena hasrat dan kebutuhan akan seks yang sudah mencapai waktunya namun belum memperoleh penyaluran yang tepat, sehingga memicu adanya perilaku seks 3) Faktor lingkungan yang sangat besar pengaruhnya terhadap kejahatan seks remaja. Lingkungan modern telah menggiring remaja menuju eksperimen seks yang lepas kendali. 4) Pergaulan bebas. Pergaulan bebas bisa dimaknai sebagai pergaulan remaja yang tanpa batas. Mereka boleh melakukan apa saja tanpa ikatan aturan. Pergaulan bebas tak lepas dari peran dunia modern dengan tekhnologi informasinya yang merubah pandangan remaja terhadap seks. Padahal konsekuensi penyimpangan seks akan berakibat fatal bagi masa depannya. Kemajuan teknologi dan derasnya arus informasi menungkinkan dampak globalisasi terhadap individu terwujud kehidupan remaja di zaman sekarang juga telah diliputi suasana keterbukaan informasi mengenai seksualitas. Hingga terjadi krisis kemanusiaan menyeluruh sebagai akibat kekeliruan dalam sistem pengolahan hubungan antar manusia dan sistem pengolahan lingkungan yang salah (Jalaluddin : 2007). C. Dampak hamil pranikah Para ahli dari berbagai bidang pendidikan, sosiologi, ekonomi, kedokteran, hukum, menyimpulkan ada lima masalah konsekuensi logis dari kehamilan yang harus ditanggung oleh remaja (Dariyo, 2004: 94)., yaitu: 1) Konsekuensi terhadap pendidikan: putus sekolah (DO). Remaja wanita yang hamil,



umumnya



tidak



memperoleh



penerimaan



sosial



dari



lembaga



pendidikannya, sehingga ia harus dikeluarkan dari sekolahnya. Demikian pula, remaja lakilaki yang menjadi pelaku utama penyebab kehamilan itu, mau tidak mau juga akan mengalami nasib yang sama, yaitu dropout dari sekolahnya. 2) Konsekuensi sosiologis: sangsi sosial. Orang tua yang anaknya hamil, akan menanggung rasa malu. Maka untuk menyelesaikan masalah ini, jalan terbaik ialah segera menikahkan anaknya yang hamil dengan remaja laki-laki (pelaku utama) yang menghamilinya. Demikian pula, masyarakat akan mencemooh,



mengisolasi atau mengusir terhadap orang-orang yang melanggar norma masyarakat. 3) Konsekuensi penyesuaian dalam kehidupan keluarga sebagai orang yang telah menikah, tentu remaja harus dapat menyesuaikan diri dalam keluarganya yang baru. Ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri, sehingga sering terjadi konflikkonflik, pertengkaran, percekcokan, maka akan dapat berakhir dengan perceraian. Dengan demikian, ia akan berstatus sebagai janda muda maupun duda muda. 4) Konsekuensi ekonomis: pemenuhan kebutuhan ekonomis keluarga. Menurut Kaplan (1997) dari segi sosial-ekonomi biasanya perempuan yang mengalami kehamilan di luar nikah masih tergolong dalam masa remaja sehingga dalam kehidupannya masih sangat tergantung dari orang tua atau pihak lain, biasanya belum memiliki penghasilan sendiri karena masih sekolah atau kuliah. Orang tua remaja maupun orang tua pasangan dianggap menjadi sumber bantuan terbesar untuk memenuhi kebutuhan remaja. Dukungan ekonomi yang orang tua berikan bukan hanya untuk remaja tetapi juga untuk anak maupun pasangan remaja (Khisbiyah, Murdijana & Wijayanto, 1996). 5) Konsekuensi hukum. Karena telah hamil, maka untuk memperkuat rasa tanggung jawab, maka sebaiknya remaja melakukan pernikahan secara resmi yang diakui oleh pemerintah melalui kantor catatan sipil atau kantor urusan agama. Dengan menikah resmi, mereka akan terhindar dari sangsi sosial, sebab mereka menjadi suami-isteri yang sah. Sehingga kalau mereka mempunyai anak, maka anak tersebut sudah sah secara hukum yang tertuang dalam hukum perkawinan D. Perkosaan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Tindak pidana perkosaan dapat digolongkan ke dalam bentukk ejahatan dengan kekerasan, karena biasanya tindak pidana ini disertai dengan kekerasan/ancaman kekerasan. Menurut Soerjono Soekantoyang dikutip oleh Mulyana W. Kusuma, penyebab terjadinya kejahatan dengan kekerasan adalah: 1. Adanya orientasi pada benda yang menimbulkan keinginan untukmendapat materi dengan jalan mudah. 2. Tak ada penyaluran kehendak serta adanya semacam tekananmental pada seseorang.



3. Keberanian mengambil resiko. 4. Kurangnya perasaan bersalah dan adanya keteladanan yang kurang baik . Kekerasan terhadap perempuan menurut Konvensi Internasional adalah: “Setiap



tindakan



berdasarkan



perbedaan



jenis



kelamin



yang



berakibatkesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual danpsikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan, perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadidi depan umum atau dalam kehidupan pribadi. Kekerasan terhadap perempuan menghalangi atau meniadakan kemungkinan perempuan untuk menikmati hak-hak asasi dan kebebasannya. Dalam tindak pidana perkosaan, yang paling menderita adalah korban. Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crimeand Abuses of Power mendefinisikan korban sebagai berikut: “Victims” means persons who, individually, or collectively, have suffered harm, including physical or mental injury, emotional suffering, economic loss or substantial impairment of their fundamental rights, through acts or ommisions that are in violation of criminal laws operative within Member States, including those laws proscribing criminal abuse of power. (Korban kejahatan diartikan sebagai orang yang secara perseoranganatau bersamasama, menderita kerugian, termasuk kerugian fisik ataumental,



penderitaan emosional, kerugian ekonomis



atau pelemahan



substansial dari hak-hak dasar mereka, melalui tindakan atau kelalaian yang merupakan pelanggaran terhadap hukum yang berlaku di Negara-negaraanggota termasuk hukum-hukum yang melarang penyalahgunaan kekuasaan yang bersifat pidana). Korban kasus tindak pidana perkosaan antara lain anak-anak, gadis, perempuan dewasa, termasuk golongan lemah mental, fisik dan sosial yang peka terhadap berbagai ancaman dari dalam dan dari luar keluarganya. Ancaman kekerasan dari luar keluarganya, rumahnya seringkali dapat dihalau, karena dapat dilihat oleh sekelilingnya. Tetapi ancaman kekerasan di dalam rumah yang dilakukan oleh anggota keluarga sendiri sering susah dapat dilihat oleh orang luar. Pada umumnya yang mengalami kekerasan adalah istri,ibu, anak perempuan,



pembantu rumah tangga perempuan. Mereka seringkali tidak berani melapor antara lain karena ikatan-ikatan keluarga, nilai-nilai sosial tertentu, nama baik tertentu dan kesulitan-kesulitan yang diperkirakan akan timbul apabila yang bersangkutan melapor. Perkosaan untuk bersetubuh (Verkrachting), dalam Pasal 285 KUHP dirumuskan suatu tindak pidana berupa: “Barangsiapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman memaksa perempuan yang bukan isterinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan, dipidana dengan pidana penjara selamalamanya dua belas tahun”. Ketentuan Pasal 285 diatasterdapat unsurunsur untuk membuktikan ada atau tidaknya tindak pidana perkosaan, unsur-unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1.



Adanya kekerasan atau ancaman kekerasan



2.



Memaksa seorang wanita



3.



Bersetubuh di luar perkawinan dengan dia (pelaku) Penjelasan poin a) Adanya kekerasan atau ancaman kekerasan, artinya



mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secaratidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya sampai orang itu jadi pingsan atau tidak berdaya. Atapun bahkan korban merasa sakit yang teramat sangat. Penjelasan poin b) Memaksa seorang wanita, artinya dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia. Misalnya: merangkul perempuan itu demikian keras, sehingga akhirnya ia tidak dapat melawan lagi dan mudahlah pelaku menyetubuhi. Sedangkan mengenai persetubuhan, lihat penjelasan pasal 284. Penjelasan poin c) Bersetubuh di luar perkawinan, artinya peraduan antara kemaluan laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi anggota kelamin laki-laki harus masuk ke anggota kelamin perempuan, sehingga mengeluarkan mani dengan wanita yang bukan istrinya. Sementara tindak pidana perkosaan menurut RUU KUHP diatur dalam Bab XVI Tentang Tindak Pidana Kesusilaan Bagian11 Kelima Tentang



Perkosaan dan Perbuatan Cabul Paragraf 1, yang berbunyi: “Dipidana karena melakukan tindak pidana perkosaan, dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 tahun: 1.



Laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan perempuan di luar perkawinan, bertentangan dengan kehendak perempuan tersebut;



2. Laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan perempuan di luar perkawinan, tanpa persetujuan perempuan tersebut; 3. Laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan perempuan, dengan persetujuan perempuan tersebut, tetapi persetujuan tersebut dicapai melalui ancaman untuk dibunuh atau dilukai; 4. Laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan perempuan, dengan persetujuan perempuan tersebut karena perempuan tersebut percaya bahwa laki-laki tersebut adalah suaminya yang sah; 5. Laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan perempuan yang berusia di bawah 14 (empat belas) tahun, dengan persetujuannya 6. Laki-laki yang melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya. Back’s Law Dictionary, yang dikutip oleh Topo Santoso, merumuskan perkosaan atau rape sebagai berikut: “…unlawfull sexual intercourse with a female without her consent. The unlawfull carnal knowledge of a woman by a man forcibly and against her will. The act of sexual intercourse committed by a man with a woman not his wife and without her consent, committed when the woman’s resistance is overcome by force of fear, orunder prohibitive condition. hubungan seksual yang melawan hukum/tidak sah dengan seorang perempuan tanpa persetujuannya. Persetubuhan secara melawan hukum/tidak sah terhadap seorang perempuan oleh seorang laki-laki dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kehendaknya. Tindak persetubuhan yang dilakukan oleh seorang lakilaki terhadap seorang perempuan bukan istrinya dan tanpa persetujuannya, dilakukan ketika perlawanan perempuan tersebut diatasi dengan kekuatan dan ketakutan, atau di bawah keadaan penghalang.



Dalam kamus tersebut dijelaskan bahwa: Seorang laki-laki yang melakukan ‘sexual intercourse’ dengan seorang perempuan yang bukan istrinya dinyatakan bersalah jika : 1.



Dia memaksa perempuan itu untuk tunduk/ menyerah dengan paksa atau dengan ancaman akan segera dibunuh, dilukai berat, disakiti atau diculik, akan dibebankan pada orang lain



2.



Dia telah menghalangi kekuatan perempuan itu untuk menilai atau mengontrol



perbuatannya



dengan



memberikan



obatobatan,



tanpa



pengetahuannya, racun atau bahanbahan lain dengan tujuan untuk mencegah perlawanannya 3.



Perempuan itu dalam keadaan tidak sadar



4.



Perempuan itu di bawah usia 10 tahun. Menurut Z.G. Allen dan Charles F. Hemphill, yang dikutip oleh Abdul



Wahid dan Muhammad Irfan, perkosaan adalah: “an act of sexual intercourse wiyh a female resist and her resistence is overcome by force” (suatu persetubuhan dengan perlawanan dari perempuan dan perlawanannya diatasi dengan kekuatan). Perumusan di atas mengandung pengertian bahwa korban (wanita) tidak memberikan persetujuan. Hal ini tampak dengan digunakannya istilah resists (perlawanan) dengan konsekuensi lebih lanjut overcome by force (mengatasi dengan kekuatan). Perkosaan dapat digolongkan dalam berbagai jenis, yaitu : 1.



Sadistic Rape Perkosaan sadistis, artinya pada tipe ini seksualitas dan agresif berpadu dalam bentuk yang merusak. Pelaku perkosaan telah nampak menikmati kesenangan erotik bukan melalui hubungan seksnya, melainkan melalui serangan yang mengerikan atas alat kelamin dan tubuh korban.



2. Anger Rape Yakni penganiayaan seksual yang bercirikan seksualitas yangmenjadi sarana untuk menyatakan dan melampiaskan rasageram dan marah yang tertahan. Tubuh korban disini seakan akan merupakan obyek terhadap siapa pelaku yang memproyeksikan pemecahan atas frustasi-frustasi, kelemahan, kesulitan dan kekecewaan hidupnya.



3. Domination Rape Yaitu suatu perkosaan yang terjadi ketika pelaku mencobauntuk



gigih



atas



kekuasaan



dan



superioritas



terhadap



korban.Tujuannya adalah penaklukan seksual, pelaku menyakiti korban, namun tetap memiliki keinginan berhubungan seksual. 4. Seductive Rape Suatu perkosaan yang terjadi pada situasisituasi yang merangsang yang tercipta oleh kedua belah pihak. Padamulanya korban memutuskan bahwa keintiman personal harus dibatasi tidak sampai sejauh persenggamaan. Pelaku pada umumnya mempunyai keyakinan membutuhkan paksaan, oleh karena tanpa itu tidak mempunyai perasaan bersalah yangmenyangkut seks. 5. Victim Precipitated Rape Yaitu perkosaan yang terjadi (berlangsung) dengan menempatkan korban sebagai pencetusnya. 6. Exploitation Rape Perkosaan yang menunjukkan bahwa pada setiap kesempatan melakukan hubungan seksual yang diperoleholeh laki-laki dengan mengambil keuntungan yang berlawanan dengan posisi perempuan yang bergantung padanya secara ekonomis dan sosial. Misalnya istri yang diperkosa oleh suaminya atau pembantu rumah tangga yang diperkosa oleh majikannya, sedangkan pembantunya tidak mempersoalkan atau mengadukan kasusnya ini kepada pihak yang berwajib. Hal terpenting dalam mengidentifikasi bahwa seuatu tindakan seksual adalah perkosaan yaitu apabila terdapat unsur kekerasan terhadap korban (perempuan) berupa kekerasan fisik, kekerasan fisik yang dimanipulasi oleh pelaku (dianggap sebagai pengungkapan cinta kasih). Tindak perkosaan selalu menginginkan bukti, meskipun peristiwanya berlangsung dalam rumah dan tidak ada saksi kecuali korban itu sendiri. Visum et Repertum (VER) adalah laporan hasil pemeriksaan dokter terhadap seorang korban. VER pada kasus perkosaan merupakan alat bukti untuk membuktikan ada tidaknya persetubuhan dan kekerasan yang dilakukan (pelaku) terhadap korban. Secara fisik, perkosaan dapat menimbulkan rasa sakit pada perempuan korban perkosaan apalagi kalau perkosaan itu dilakukan secara berulang-ulang dan dalam jangka waktu yang lama. Selain kekerasan fisik, perempuan korban dari perkosaan dapat pula



mengalami komplikasi lain dari perkosaan berupa penyakit kelamin atau kehamilan yang tidak dikehendakinya E. Dampak perkosaan pada perempuan Tindak pidana perkosaan yang banyak terjadi dalam realita kehidupan seharihari mengakibatkan dalam diri perempuan timbul rasatakut, was-was dan tidak aman. Apalagi ditunjang dengan posisi korban yang seringkali tidak berdaya dalam proses peradilan pidana. Artinya, derita korban tidak dijembatani oleh penegak hukum. Tindak pidana perkosaan merupakan pengalaman traumatis yang mungkin lama sekali membekas. Burgess/Holmstrom membagi sindrom pasca perkosaan dalam 2 (dua) tahap: fase akut, dimana korban secara terbuka memperlihatkan emosinya yang terganggu atau menyembunyikan penderitaannya dengan tabah dan tenang. Gejalagejaladalam periode awal adalah rasa sakit, mual, kurang nafsu makandan gangguan tidur. Jika untuk mencegah kehamilan dia harus menelan“morning-after pill”, dia juga harus menanggung sakit karena akibat itu. Kalau ternyata dia ketularan penyakit kelamin, maka perawatannya akanselalu mengingatkan dia akan musibah yang telah dialaminya. Dalam fase selanjutnya, korban sering mimpi buruk dan menderita depresi yang dalam Pertimbangan sosial dan psikologis bahkan medis,dari terjadinya perkosaan itu, tidak terlepas dari kewajiban memberikan perlindungan kepada para korban perkosaan dari masyarakat, karena bagaimanapun juga, akibat medis-sosial psikologis perbuatan yang kejiitu akan harus ditanggung oleh korban perkosaan itu (bahkan juga olehkeluarganya) kadangkadang sampai akhir hayatnya. Berikut ini beberapa akibat perkosaan yang timbul pada korban : 1. Perempuan korban dapat menjadi hamil. Akibatnya, ia akan melahirkan seorang anak yang mungkin sekali sangat dibencinya; bukan karena anak itu melakukan sesuatu terhadapnya, tetapi karena ayahnya selain merusaktubuhnya juga merusak masa depannya. Dengan demikian perkosaan itu bahkan dapat merusak dua generasi, yaitu korban perkosaan dan anaknya yang tidak berdosa, karena status hukumnya ialah anak yang tidak sah dan ibu yang tidak sah. 2. Apabila korban tidak sampai hamil, korban pasti kehilangan keperawanannya atau secara moril, kehilangan martabatnya sebagai seorang perempuan.



3. Bagaimanapun juga korban tindak pidana perkosaan selalu akan mengalami gangguan traumatis dan psikologis, yang kalau tidak dirawat dengan tepat dan penuh kasih sayang, akan menjadi proses yang berkepanjangan dan dapat merusak seluruh hidupnya. Korban merasa rendah diri dan ternoda, benci terhadap semua pria, dan takut memasuki jenjang perkawinan yang sangat mempengaruhi jalan hidupnya sehingga ia jauh dari kebahagiaan. 4. Korban tindak pidana perkosaanmungkin pula menjadi penderita penyakit kelamin dan bahkan terjangkit penyakit AIDS yang tentu saja sangat membahayakan kelangsungan hidupnya. F. Peran bidan dalam kasus hamil diluar nikah dengan pemerkosaan Peran petugas kesehatan sangat dibutuhkan untuk mengurangi risiko yang terjadi pada kehamilan usia remaja. Petugas kesehatan selaku edukator berperan dalam melaksanakan bimbingan atau penyuluhan, pendidikan pada klien, keluarga, masyarakat, dan tenaga kesehatan termasuk siswa bidan/keperawatan tentang penanggulangan masalah kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi termasuk mengenai kehamilan usia remaja. Peran penyuluhan petugas kesehatan dilaksanakan dengan proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara petugas kesehatan kepada individu yang sedang mengalami masalah kesehatan. Selaku motivator, petugas kesehatan berkewajiban untuk mendorong perilaku positif dalam kesehatan, dilaksanakan konsisten dan lebih berkembang. Untuk peran fasilitator, tenaga kesehatan harus mampu menjembatani dengan baik antara pemenuhan kebutuhan keamanan klien dan keluarga sehingga faktor risiko dalam tidak terpenuhinya kebutuhan keamanan dapat diatasi, kemudian membantu keluarga dalam menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat Kesehatan. Semua peran petugas kesehatan dapat dilaksanakan dalam Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang merupakan pelayanan kesehatan kepada remaja melalui perlakuan khusus yang disesuaikan dengan keinginan, selera, dan kebutuhan remaja. Sayangnya, Puskesmas Singgalang belum membentuk dan menjalankan PKPR. Namun demikian, hal lain yang dapat diupayakan adalah pemberian informasi oleh petugas kesehatan saat remaja yang akan menikah



meminta suntik imunisasi calon pengantin. Pada saat inilah petugas dapat menyampaikan informasi dampak kehamilan di usia remaja, dan menyarankan remaja yang mau menikah untuk menunda kehamilannya dengan menggunakan alat kontrasepsi.



BAB III TINJAUAN KASUS Nama



: Nn. S



Umur



: 14 tahun



Alamat



: Purbowangi, Buayan



Waktu kejadian



: Desember 2020



Tempat periksa



: BPM restu bunda



Partus



: September 2021 Seorang Anak usia 14 tahun dengan ibu yang sudah meninggal tahun 2017, bapaknya



kerja diluar kota. Emosi sang bapak ini sangat labil, sedikit- sedikit mukul . Intinya ada kekerasan didalam rumah tangga yang anak tersebut lihat, jadi selalu tertanam didalam pemikirannya dia bahwa apabila terjadi pemukulan ya harus diam, karena ibunya juga seperti itu. Ketika ibunya sudah meninggal, bapaknya kerja disini sebagai pedagang dan bapaknya sdh menikah Kembali, tetapi Ketika dengan ibu tiri, suami juga sering melakukan KDRT. Dan lambat laun, anak ini menjadi dewasa dan tidak diajarkan tentang aurat, contohnya saat keluar kamar mandi, dia hanya memakai kemben dan dengan badan yang semog, dan akhirnya bapaknya melampiaskan ke anaknya. Anak ini kenapa tidak menolak, karena semenjak kecil dia selalu melihat ibunya diperlakukan kasar jadi dia takut kalo dia akan dibunuh atau dimutilasi atau takut apabila ditinggal sendiri karena dia merasa sudah tidak punya siapa- siapa yang akhirnya terjadi kejadian tersebut. Bila dibilang stress apa tidak, dia selalu kelihatan ketawa sendiri dan kami yakin



didalam jiwanya pasti sudah porak poranda, Kalo bapaknya sekarang dipenjara. Kejadian ini terjadi saat masa- masa pandemic dimana system saat itu pembelajaran jarak jauh (PJJ)



PENUTUP A. Kesimpulan        Kasus hamil di luar nikah ini memang bisa terjadi pada siapa saja tetapi biasanya kasus ini banyak terjadi pada usia remaja (remaja awal – remaja akhir) karena banyak faktor yang mendorong/mendukung seperti,faktor agama, faktor pendidikan, penundaan usia nikah, kurangnya informasi tentang seks, pergaulan yang makin bebas, kurangnya pengawasan orang tua, peran media yang berdampak negative. Dampak yang disebabkan oleh kehamilan diluar nikah ini, jelas pasti akibat buruk yang ditimbulkan seperti rasa malu. Rasa malu bagi si “pelaku”, bagi keluarganya , bagi teman-temannya, dll. Efek/akibat dari hamil diluar nikah ini seperti domino, 1 efek menyebabkan timbulnya efek-efek lain. Sikap masyarakatpun akan timbul seperti cemooh, ejekan,gunjingan, cercaan yang terlontar dari masyarakat bahkan sampai pada mengucilkannya. B. Saran Dengan pemahaman tentang kehamilan diluar nikah, faktor, dan dampak dari kehamilan diluar nikah dapat di ambil saran untuk para remaja yaitu dengan membekali remaja pengetahuan mengenai seks bebas agar tidak terjerumus dalam Hubungan Seks di Luar Nikah. Adapun Tips lanjutan yang bisa anda pilih adalah: 1. Memberikan pengetahuan seks diluar nikah memberikan pengaruh buruk terhadap mental dan organ reproduksi khususnya wanita. 2. Memberitahukan bahwa remaja yang menjadi ibu muda mempunyai emosional dan psikologis yang belum matang untuk membesarkan seorang bayi. 3. Berikan Perhatian terhadap anak remaja anda. Dukung dan fasilitasi hobi mereka yang positif agar tidak banyak waktu terbuang untuk memikirkan masalah seks.  4. Sebuah penelitian didapatkan anak perempuan yang dilahirkan dan dibesarkan dariorangtua yang mengalami kehamilan di luar nikah, juga akan mengalami hal serupasaat mereka remaja. Maka anda harus lebih menjaga anak-anak anda.



DAFTAR PUSTAKA Pratiwi, Novita. 2005. Karena Tabu Harus Tahu. Yogyakarta. Pustaka Anggrek Rusdi, Rohmandi. 1995. Manipulasi Hidup : Tragedi Harta, Tahta, dan  Wanita. Bandung. Remaja Rosdakarya. Sarwono, Sarlito W. 2002.   Psikologi Remaja. Jakarta. PT Raja Persada. Surbakti, E.B. 2009. Kenali Anak Remaja Anda. Jakarta. PT Gramedia.