Makalah HIV AIDS - Kel 10 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. HIV yang tidak terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome. AIDS merupakan sekumpulan gejala penyakit yang timbul akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh karena infeksi HIV. Menurunnya kekebalan tubuh orang dengan HIV/AIDS (ODHA) menyebabkan orang tersebut sangat mudah terkena berbagai penyakit infeksi (infeksi oportunistik) yang berakibat kematian. WHO menyatakan bahwa HIV merupakan penyakit infeksi seksual pembunuh nomor satu di dunia. Pada tahun 2013 tercatat sebanyak 35 juta orang dengan HIV tersebar di seluruh dunia yang meliputi 16 juta perempuan dan 3,2 juta anak berusia di bawah 15 tahun. Jumlah infeksi baru HIV pada tahun 2013 tercatat sebanyak 2,1 juta orang meliputi 1,9 juta dewasa dan 240.000 anak-anak berusia di bawah 15 tahun. Jumlah kematian akibat AIDS sebanyak 1,5 juta yang terdiri dari 1,3 juta dewasa dan 190.000 anak berusia dibawah 15 tahun. Jumlah penderita HIV di Indonesia semakin meningkat. Penderita HIV dari tahun 1987 hingga September 2014 mencapai 150.296 penderita. Di Jawa tengah, jumlah kasus HIV/AIDS terus mengalami peningkatan. Kasus HIV/AIDS yang dilaporkan di Dinas Kesehatan Jawa Tengah hingga bulan Desember 2014 tercatat 10.804 kasus yang terdiri dari 5.871 HIV dan 4.933 AIDS. Jumlah tersebut meningkat drastis dari total penderita HIV di Jawa Tengah pada Oktober tahun 2013 yang hanya mencapai 4.472.6 HIV/AIDS merupakan penyakit infeksi yang dapat ditularkan ke orang lain melalui darah, cairan genital dan air susu ibu (ASI). Darah ODHA dapat masuk ke orang lain melalui injeksi atau tranfusi darah dan menginfeksi orang tersebut. Kelompok berisiko tinggi pada hal ini adalah



pengguna narkoba atau Injecting Drug Users (IDU). HIV juga menular melalui cairan genital (sperma dan cairan vagina) penderita dan masuk ke orang lain melalui jaringan epitel sekitar uretra, vagina dan anus akibat hubungan seks bebas tanpa kondom, baik heteroseksual ataupun homoseksual. Ibu yang menderita HIV/AIDS sangat berisiko tinggi menularkan HIV ke bayi yang dikandungnya jika tidak ditangani secara kompeten Berdasarkan faktor risiko penularan AIDS di Jawa Tengah, persentasi terbanyak adalah heteroseksual 4.163 kasus ( 84,39%), Injecting Drug Users (IDU) 311 kasus (6,3%), perinatal 227 kasus (4,6%), homoseksual 224 kasus (4,54%) dan transfusi 8 kasus (0,16%).ODHA berisiko mengalami infeksi oportunistik. Infeksi opotunistik adalah infeksi yang terjadi karena menurunnya kekebalan tubuh seseorang akibat virus HIV. Infeksi ini umumnya menyerang ODHA dengan HIV stadium lanjut. 3 Infeksi oportunistik yang dialami ODHA dengan HIV stadium lanjut meyebabkan gangguan bebagai aspek kebutuhan dasar, diantaranya gangguan kebutuhan oksigenasi, nutrisi, cairan, kenyamanan, koping, integritas kulit dan sosiospiritual. Gangguan kebutuhan dasar ini bermanifestasi menjadi diare kronis, nyeri kronis pada beberapa anggota tubuh, penurunan berat badan, kelemahan, infeksi jamur kulit, hingga distres dan depresi. Hal ini menyebabkan ODHA dengan HIV stadium lanjut bergantung pada perawat saat dirawat di rumah sakit. Permasalahan



HIV/AIDS



telah



menjadi



beban



kesehatan



masyarakat global dimana kasusnya telah tercatat peningkatannya terus menerus baik di negara maju maupun negara berkembang. Sehingga perlu adanya upaya yang lebih efektif untuk menangani penyakit AIDS ini dengan upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier.



Perawat memiliki tugas



memenuhi kebutuhan dan membuat status kesehatan ODHA meningkat melalui asuhan keperawatannya. Menurut penelitian Barliantari tahun 2007 di Jakarta



Timur,



faktor-faktor



penting



yang



mempengaruhi



layanan



keperawatan pada ODHA oleh perawat adalah pengetahuan, persepsi,



kompetensi, pengalaman dan sikap perawat. Faktorfaktor ini mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan yang memiliki kualitas, efektif dan efisien sehingga memberikan kepuasan pada kebutuhan yang diharapkan pasien. B. Tujuan Penulisan Berdasarkan latar belakang diatas di dapat beberapa tujuan sebagi berikut : 1. Untuk mengetahui pencegahan primer pada pasien dengan kasus HIV 2. Untuk mengetahui pencegahan sekunder pada pasien dengan kasus HIV 3. Untuk mengetahui pencegahan tersier pada pasien dengan kasus HIV C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Pembaca Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier pada pasien dengan kasus HIV 2. Bagi Institusi Keperawatan Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebegai referensi institusi pendidikan untuk mengembangkan ilmu keperawatan kritis tentang pencegahan primer, sekunder dan tersier pada pasien dengan kasus HIV



BAB II PEMBAHASAN A. Konsep HIV/AIDS 1. Pengertian HIV/AIDS HIV adalah sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS adalah kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired berarti didapat, bukan keturunan. Immuno terkait dengan sistem kekebalan tubuh kita. Deficiency berarti kekurangan. Syndrome atau sindrom berarti penyakit dengan kumpulan gejala, bukan gejala tertentu. Jadi AIDS berarti kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan sistem kekebalan tubuh yang dibentuk setelah kita lahir. AIDS muncul setelah virus (HIV) menyerang sistem kekebalan tubuh kita selama lima hingga sepuluh tahun atau lebih. HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) atau kumpulan berbagai gejala penyakit akibat turunnya kekebalan tubuh individu akibat HIV. 2.



Penyebab HIV/AIDS Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen, dan sekret vagina. Setelah memasuki tubuh manusia, maka target utama HIV adalah limfosit CD4 karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Virus ini akan mengubah informasi genetiknya ke dalam bentuk yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya, yaitu merubah bentuk RNA (ribonucleic acid) menjadi DNA (deoxyribonucleic acid) menggunakan enzim reverse transcriptase. DNA pro-virus tersebut



kemudian diintegrasikan ke dalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus. Setiap kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan. 3. Tahapan perubahan HIV/AIDS 1) Fase 1 Umur infeksi 1-6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah terpapar dan terinfeksi. Tetapi ciri-ciri terinfeksi belum terlihat meskipun ia melakukan tes darah. Pada fase ini antibodi terhadap HIV belum terbentuk. Bisa saja terlihat/mengalami gejala-gejala ringan, seperti flu (biasanya 2-3 hari dan sembuh sendiri). 2) Fase 2 Umur infeksi : 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini individu sudah positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit. Sudah dapat menularkan pada orang lain. Bisa saja terlihat/mengalami gejala-gejala ringan, seperti flu (biasanya 2-3 hari dan sembuh sendiri). 3) Fase 3 Mulai muncul gejala-gejala awal penyakit. Belum disebut sebagai gejala AIDS. Gejala-gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada waktu malam, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuhsembuh, nafsu makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta berat badan terus berkurang. Pada fase ketiga ini sistem kekebalan tubuh mulai berkurang. 4) Fase 4 Sudah masuk pada fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel-T nya. Timbul penyakit tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik yaitu TBC, infeksi paru-paru yang menyebabkan



radang paru-paru dan kesulitan bernafas, kanker, khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi, infeksi usus yang menyebabkan diare parah berminggu-minggu, dan infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala. 4. Penularan HIV/AIDS 1)



Media penularan HIV/AIDS HIV dapat ditularkan melalui pertukaran berbagai cairan tubuh dari individu yang terinfeksi, seperti darah, air susu ibu, air mani dan cairan vagina. Individu tidak dapat terinfeksi melalui kontak seharihari biasa seperti berciuman, berpelukan, berjabat tangan, atau berbagi benda pribadi, makanan atau air



2)



Cara penularan HIV/AIDS a) Hubungan seksual : hubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang telah terpapar HIV. b) Transfusi darah : melalui transfusi darah yang tercemar HIV. c) Penggunaan jarum suntik : penggunaan jarum suntik, tindik, tato, dan pisau cukur yang dapat menimbulkan luka yang tidak disterilkan secara bersama-sama dipergunakan dan sebelumnya telah dipakai orang yang terinfeksi HIV. Cara-cara ini dapat menularkan HIV karena terjadi kontak darah. d) Ibu hamil kepada anak yang dikandungnya (1) Antenatal : saat bayi masih berada di dalam rahim, melalui plasenta. (2) Intranatal : saat proses persalinan, bayi terpapar darah ibu atau cairan vagina. (3) Postnatal : setelah proses persalinan, melalui air susu ibu. Kenyataannya 25-35% dari semua bayi yang dilahirkan oleh ibu yang sudah terinfeksi di negara berkembang tertular HIV, dan 90% bayi dan anak yang tertular HIV tertular dari ibunya.



3)



Perilaku berisiko yang menularkan HIV/AIDS a) Melakukan seks anal atau vaginal tanpa kondom. b) Memiliki infeksi menular seksual lainnya seperti sifilis, herpes, klamidia, kencing nanah, dan vaginosis bakterial. c) Berbagi jarum suntik yang terkontaminasi, alat suntik dan peralatan



suntik



lainnya



dan



solusi



obat



ketika



menyuntikkan narkoba. d) Menerima suntikan yang tidak aman, transfusi darah, transplantasi jaringan, prosedur medis yang melibatkan pemotongan atau tindakan yang tidak steril. e) Mengalami luka tusuk jarum yang tidak disengaja, termasuk diantara pekerja kesehatan. f)



Memiliki banyak pasangan seksual atau mempunyai pasangan yang memiliki banyak pasangan lain.



5. Gejala HIV/AIDS Gejala-gejala HIV bervariasi tergantung pada tahap infeksi. Meskipun orang yang hidup dengan HIV cenderung paling menular dalam beberapa bulan pertama, banyak yang tidak menyadari status mereka sampai tahap selanjutnya. Beberapa minggu pertama setelah infeksi awal, individu mungkin tidak mengalami gejala atau penyakit seperti influenza termasuk demam, sakit kepala, ruam, atau sakit tenggorokan. Ketika infeksi semakin memperlemah sistem kekebalan, seorang individu dapat mengembangkan tanda dan gejala lain, seperti kelenjar getah bening yang membengkak, penurunan berat badan, demam, diare dan batuk. Tanpa pengobatan, mereka juga bisa mengembangkan penyakit berat seperti tuberkulosis, meningitis kriptokokus, infeksi bakteri berat dan kanker seperti limfoma dan sarkoma kaposi. 6. Tes infeksi HIV/AIDS 1) Syarat dan prosedur tes darah HIV/AIDS Syarat tes darah untuk keperluan HIV:



a) Bersifat rahasia. b) Harus dengan konseling pada pra tes. c) Tidak ada unsur paksaan. 2) Tahapan tes HIV/AIDS Pre tes konseling a) Identifikasi risiko perilaku seksual (pengukuran tingkat risiko perilaku). b) Penjelasan arti hasil tes dan prosedurnya (positif/negatif). c) Informasi HIV/AIDS sejelas-jelasnya. d) Identifikasi kebutuhan pasien, setelah mengetahui hasil tes. e) Rencana perubahan perilaku. 3) Tes darah Elisa Hasil tes Elisa (-) kembali melakukan konseling untuk penataan perilaku seks yang lebih aman (safer sex). Pemeriksaan diulang kembali dalam waktu 3-6 bulan berikutnya. Hasil tes Elisa (+), konfirmasikan dengan Western Blot. 4) Tes Western Blot Hasil tes Western Blot (+) laporkan ke dinas kesehatan (dalam keadaan tanpa



nama).



Lakukan



pasca



konseling



dan



pendampingan



(menghindari emosi putus asa keinginan untuk bunuh diri). Hasil tes Western Blot (-) sama dengan Elisa (-) B. Pencegahan Pada Kasus Kritis HIV/AIDS 1. Pencegahan Primer Pencegahan primer merupakan pencegahan garda terdepan dimana pencegahan ini bertujuan untuk mengurangi insiden dari suatu penyakit.



Pencegahan



ini



lebih



mensasar



pada



pendekatan



perseorangan dan komunitas seperti promosi kesehatan dan upaya proteksi spesifik (Porta 2008). Pencegahan ini hanya dapat efektif



apabila dilakukan dan dipatuhi dengan komitmen masyarakat dan dukungan politik yang tinggi Dalam



permasalahan



HIV/AIDS,



pencegahan



primer



sangatlah diharapkan untuk menjadi upaya terbaik dalam menekan peningkatan kejadian kasus HIV/AIDS. Biasanya pencegahan primer lebih menitikberatkan pada peningkatan pengetahuan,sikap dan perilaku seseorang dan komunitas terhadap penyakit HIV/AIDS dan metode penularannya. Berikut contoh upaya pencegahan primer untuk penyakit HIV/AIDS yang dapat dilakukan : A. PROMOSI KESEHATAN a) Penyuluhan



Kesehatan



menjadi



upaya



yang



sering



dilaksanakan dalam pencegahan HIV/AIDS. Upaya ini sebagai upaya pencerdasan bagi sasaran komunitas untuk memperbaiki pengetahuan



dan



persepsi



tentang



penyakit,Faktor



risiko,metode penularan dan pencegahan dari Penyakit HIV/AIDS (Chin & Editor 2000). Kegiatan penyuluhan ini dilakukan pada kelompok yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV yaitu anak-anak, remaja, kelompok Penasun ( pengguna Narkoba dan suntik ), Kelompok pekerja seks, berganti-ganti pasangan seks dan lain lain. Hampir seluruh kelompok umur berisiko untuk penyakit ini. Akan tetapi sekitar 40% kelompok yang berisiko adalah kelompok remaja usia 20 – 29 tahun (K et al. 2010). b) Beberapa survei menyebutkan adanya pemahaman masyarakat yang masih minim terkait penyakit HIV/AIDS, sehingga upaya penyuluhan ini menjadi langkah awal dalam pengendalian penyakit HIV/AIDS. Metode penyuluhan sangat bervariasi diantaranya melalui ceramah dengan media poster dan leaflet, diskusi, Forum Group Discussion dan membentuk KSPAN ( Kelompok Siswa Peduli HIV/AIDS ) pada tiap sekolah yang



dilatih dan dibina untuk menjadi edukator untuk melakukan penyuluhan kepada temanteman sekolah (S et al. 2012). c) Pada negara afrika tepatnya di morogoro, ada sebuah program sosial yang bersinergi dengan puskesmas setempat untuk memberikan penyuluhan terkait penyakit HIV/AIDS kepada kelompok ibu-ibu khususnya ibu hamil pada program Integrated maternal and newborn health care. Program ini diimplementasikan oleh kementerian kesehatan dan keadilan sosial negara melalui Jhpiego, dan seluruh departemen kesehatan di wilayah rural dan peri-urban. Jadi program ini dilakukan pada daerah rural dan periurban. Jadi program ini diintegrasikan dengan dilakukannya tes HIV dan dilanjutkan pada upaya edukasi (An et al. 2015). B.



PROTEKSI SPESIFIK Penularan virus HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual dengan orang yang berisiko, penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan bebarengan, dan penularan dari ibu hamil ke janinnya. Adapun upaya proteksi spesifik yang sudah direkomendasikan untuk pengendalian penyakit HIV/AIDS sebagai berikut : a) Menurut permenkes nomor 21 tahun 2013 telah dijelaskan penanggulangan



HIV/AIDS



pada



pasal



14



tentang



pencegahan HIV/AIDS melalui hubungan seksual dilakukan melalui : -



Tidak melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang berisiko.



-



Setia dengan pasangan



-



Menggunakan berhubungan



kondom



secara



konsisten



pada



saat



-



Menghindari penyalahgunaan obat atau zat adiktif narkoba



-



Melakukan pencegahan lain seperti melakukan sirkumsisi.



Dalam melakukan hubungan seksual, proteksi penularan HIV/AIDS dapat efektif dilakukan untuk mengurangi risiko melalui (Men & Estimate 2015) : - Mempunyai satu pasangan seks yang berisiko rendah - Pasangan seks sesama ODHA ( Orang dengan HIV/AIDS ) - Dan tidak melakukan hubungan seks b) Adapun proteksi penularan HIV/AIDS yang tidak melalui hubungan seksual diantaranya pembuatan program layanan alat suntik steril dan tes darah sebelum melakukan transfusi darah. 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder merupakan pencegahan lini kedua dari teori pencegahan penyakit. Pencegahan sekunder bertujuan untuk mengurangi dan meminimalisir prevalensi penyakit dengan durasi waktu yang cukup singkat. Pencegahan sekunder terdiri dari deteksi dini dan pengobatan tepat (Porta 2008). Berikut salah satu contoh upaya pencegahan sekunder sebagai berikut : 1) DETEKSI DINI Salah satu deteksi dini yang dapat diupayakan adalah perlindungan buruh migran Indonesia khususnya BMI (Buruh Migran Indonesia) melalui upaya deteksi dini di bandara dan pelabuhan. Deteksi dini yang dilakukan berupa mencermati aktivitas oleh BMI ketika proses pemberangkatan dan kedatangan di bandara dan pelabuhan di Surabaya Jawa timur. Pengamatan dilakukan dengan pemberian pertanyaan terkait permasalahan kesehatan dan cek kesehatan berdasarkan risiko HIV/AIDS yang ada. Selanjutnya hasil dari pengamatan tersebut di laporkan oleh petugas di Gedung Pendataan Kepulangan Khusus Tenaga



Kerja Indonesia ( GPKTKI ). Harapannya hasil dari pengamatan tersebut bisa menjadi dasa ran utama untuk intervensi dini dan pengaturan langkah selanjutnya untuk pengobatan lebih dini (Kinasih et al. 2015). Contoh dalam upaya deteksi dini HIV/AIDS adalah pada sasaran kelompok berisiko tinggi yaitu kelompok pekerja seks. Upaya yang dilakukan hampir sama pada penjelasan sebelumnya. Beda nya dalam pemantauan ini, pihak dari puskesmas setempat yang berwewenang untuk melakukan pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan mendata tempat-tempat yang digunakan sebagai lokalisasi masyarakat (Kakaire et al. 2015). 2) PENGOBATAN TEPAT Pengobatan



yang



spesifik



merupakan



upaya



tepat



setelah



mendapatkan pelaporan dari deteksi dini. Walaupun HIV/AIDS sampai saat ini belum ditemukan obat paten untuk menyembuhkan HIV/AIDS, namun peranan obat ini dapat menjadi penghambat dan memperpanjang perkembangan virus HIV di dalam tubuh. Sebelum ditemukan pengobatan ARV ( Anti Retrovirus ) yang ada saat ini, pengobatan yang ada hanya disasarkan pada penyakit opportunistik yang diakibatkan oleh infeksi HIV. Berikut macam-macam pengobatan yang digunakan : - Penggunaan TMP-SMX oral untuk profilaktif - Pentamidin aerosol untuk mencegah pneumonia P. Carinii. - Tes tuberkulin pada penderita TBC aktif. Pada tahun 1999, telah ditemukan satu-satunya obat yang dapat mengurangi



risiko



penularan



HIV/AIDS



perinatal



dengan



penggunaan AZT. Obat ini diberikan sesuai dengan panduan yang sesuai. Akhirnya WHO merekomendasikan untuk penggunaan Anti retroviral bagi para penderita HIV/AIDS. Keputusan untuk memulai dan merubah terapi ARV harus dipantau dengan memonitor hasil



pemeriksaan lab baik plasma HIV RNA ( Viral load ) maupun jumlah sel CD4 + T (Rumah & Sanglah 2011). 3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier dilakukan ketika seseorang teridentifikasi terinfeksi HIV/AIDS dan mengalami ketidakmampuan permanen yang tidak dapat disembuhkan. Pencegahan ini terdiri dari cara meminimalkan akibat penyakit atau ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan mencegah komplikasi dan penurunan kesehatan. Kegiatan pencegahan tersier ditujukan untuk melaksanakan rehabilitasi, dari pada pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit. Perawatan pada tingkat ditujukan untuk membantu ODHA mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin, sesuai dengan keterbatasan yang ada akibat HIV/AIDS. Tingkat perawatan ini bisa disebut juga perawatan preventive, karena di dalamnya terdapat tindak pencegahan terhadap kerusakan atau penurunan fungsi lebih jauh. Misalnya, dalam merawat seseorang yang terkena HIV/AIDS, disamping memaksimalkan aktivitas ODHA dalam aktivitas sehari-hari di masyarakat, juga mencegah terjadinya penularan penyakit lain ke dalam penderita HIV/AIDS: Mengingat seseorang yang terkena HIV/AIDS mengalami penurunan imunitas dan sangat rentan tertular penyakit lain.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus HIV yang dapat menyerang sel limfosit T yang berujung pada penurunan dan kerusakan sistem imunitas manusia. Penyakit ini tergolong penyakit yang mengkhawatirkan disebabkan jumlah kasus HIV/AIDS selalu mengalami peningkatan tiap tahunnya. Pencegahan primer ini dilakukan pada kelompok-kelompok yang berisiko tinggi terhadap penularan HIV/AIDS seperti anak-anak remaja, para ibu hamil, pekerja seks, tenaga medis , dan kelompok yang berinteraksi dengan hubungan seksual. Pencegahan primer akan berjalan optimal apabila disertai dengan adanya deteksi dini pada setiap pos-pos kelompok berisiko yang harapannya akan ada upaya tindak lanjut segera untuk mengintervensi perkembangan virus HIV/AIDS. Setelah mendapatkan kasus HIV positif perlunya support dari segala pihak untuk penggunaan terapi ARV. Sehingga penyebaran HIV/AIDS bisa mulai diminimalisir mulai dari diri sendiri, keluarga dan masyarakat sekitar. B. SARAN 1. Bagi pembaca diharapkan makalah ini dapat memberi informasi dan pengetahuan tentang upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier pada pasien dengan kasus HIV/AIDS 2. Bagi petugas perawatan diharapkan makalah ini dapat menjadi informasi tambahan mengenai upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier pada pasien dengan kasus HIV/AIDS 2. Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat ikut serta untuk melakukan promosi kesehatan atau penyuluhan tentang upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier pada pasien dengan kasus HIV/AIDS



DAFTAR PUSTAKA



An, S.J. et al., 2015. Program synergies and social relations : implications of integrating HIV testing and counselling into maternal health care on care seeking. , pp.1–12. Bali, D.K.P., 2016. Profil Ksehatan Provinsi Bali Tahun 2015. Chin, J. & Editor, M.P.H., 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Di, S.H.- et al., DINAMIKA EPIDEMI HIV. , 3445. K, E.N., W, L.P.L. & P, D.L.S.G., 2010. Promosi Kesehatan Di Sekolah Pada Remaja Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Hiv / Aids Di Kota Denapasar. , 11(2), pp.55–58. Kakaire, O. et al., 2015. Clinical versus laboratory screening for sexually transmitted infections prior to insertion of intrauterine contraception among women living with HIV / AIDS : a randomized controlled trial. , 30(7), pp.1573–1579. Kementerian Kesehatan RI, 2014. Infodatin AIDS. Kinasih, S.E. et al., 2015. Perlindungan buruh migran Indonesia melalui deteksi dini HIV / AIDS pada saat reintegrasi ke daerah asal The protection of Indonesian migrant workers through early detection of HIV / AIDS at the time of reintegration into the place of origin. , pp.198–210. Men, H. & Estimate, E., 2015. Effectiveness of Prevention Strategies to Reduce the Risk of Acquiring or Transmitting HIV. , 365(December), pp.1–7. Porta, M., 2008. A Dictionary of Epidemiology Fifth Edit., 11. RI, K.K., 2015. Profil Kesehatan Indonesia,