Makalah Hubungan Karakter Dan Kepribadian [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari hari perilaku baik dan berakhlak mulia sangat diperlukan oleh semua pihak. Mulai dari masyarakat yang menilai maupun pihak yang melakuka Pembentukan Karakter adalah salah satu progam yang digencarkan oleh dinas pendidikan mulai dari pelatian pramuka sampai pelatian pendidikan . Karakter sangat diperlukan oleh remaja dalam menempuh kehidupan yang akan datang dengan karakter remaja dapat menafsirkan akan jadi apa dia di masa yang akan datang. Remaja memerlukan karakter yang positif dalam kehidupan agar dapat memiliki perilaku yang baik pula. Makalah ini akan membahas hubungan kepribadian manusia dengan karakter. Pendidikan merupakan peran yang penting dalam proses pembentuk kepribadian. Pemahaman tentang kepribadian merupakan dasar untuk mengenal diri sendiri yang akan membantu setiap pribadi untuk mengendalikan hawa nafsu, memelihara diri dari perilaku menyimpang, dan mengarahkan hidupnya menuju kepada kebaikan dalam tingkah laku yang benar. Pemahaman ini merupakan landasan untuk hidup sesuai dengan fitrah kejadian dan dapat dijadikan pedoman untuk menuju kehidupan yang damai, dinamis, dan bahagia dunia akhirat. Pembentuk kepribadian dalam pendidikan meliputi sikap, sifat, reaksi, perbuatan, dan perilaku. Pembentukan ini secara relatif menetap pada diri seseorang yang disertai beberapa pendekatan, yakni pembahasan mengenai tipe kepribadian, tipe kematangan kesadaran beragama, dan tipe orang-orang beriman. Melihat kondisi dunia pendidikan di Indonesia sekarang, pendidikan yang dihasilkan belum mampu melahirkan pribadipribadi yang mandiri dan berkepribadian baik. Akibatnya banyak pribadi-pribadi yang berjiwa lemah seperti jiwa koruptor, kriminal, dan tidak amanah. Untuk itu membentuk kepribadian dalam pendidikan harus direalisasikan, dan mampu mengejar ketinggalan dalam bidang pembangunan sekaligus mampu mengentas kebodohan dan kemiskinan. Konsep kepribadian dalam pendidikan identik dengan hakekat pendidikan itu sendiri, keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan. Membentuk kepribadian dalam pendidikan dibutuhkan beberapa langkahlangkah. Membicarakan kepribadian dalam pendidikan, artinya membicarakan cara untuk menjadi seseorang yang memiliki identitas dari keseluruhan tingkah laku yang berkarakter.



1



B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Karakter sebagai Pembentuk Kepribadian Manusia? 2. Bagaimana Pembentukan Karakter, Proses Pembentukan Mulai dari Mengetahui, Menghayati, Melakukan dan Membiasakan? 3. Begaimana Pengkondisian dan Keteladanan? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui Karakter sebagai Pembentuk Kepribadian Manusia. 2. Untuk mengetahui Pembentukan Karakter, Proses Pembentukan Mulai dari Mengetahui, Menghayati, Melakukan dan Membiasakan. 3. Untuk mengetahui Pengkondisian dan Keteladanan



2



BAB II PEMBAHASAN A. Karakter sebagai pembentuk kepribadian Manusia tidak bisa memilih kepribadiannya, kepribadian sudah tertanam saat manusia dilahirkan.Setiap orang memiliki kepribadian pasti ada kelemahan dan kelebihannya di setiap aspek kehidupan sosial dan pribadi masing-masing. Pendidikan karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian dan lain-lainnya. Hal itu menjadi pilihan dari masing-masing individu yang perlu dikembangkan dan dibina sejak usia dini. Secara umum kepribadian manusia ada 4 macam dan ada banyak sekali teori yang menggunakan istilah yang berbeda bahkan ada yang menggunakan warna, tetapi polanya tetap sama. Secara umum kepribadian manusia ada 4, yaitu :  Koleris: tipe ini bercirikan pribadi yang suka kemandirian, tegas, berapi-api, suka tantangan, mejadi bos atas dirinya sendiri.  Sanguin: tipe ini bercirikan suka dengan hal praktis, happy dan ceria selalu, suka kejutan, suka sekali dengan kegiatan social dan bersenang-senang.  Plegmatis: tipe ini bercirikan suka bekerjasama, menghindari konflik, tidak suka perubahan mendadak, teman bicara yang enak, menyukai hal yang pasti.  Melankolis: tipe ini bercirikan suka dengan hal detil, menyimpan kemarahan, perfeksionis, suka instruksi yang jelas, kegiatan rutin sangat disukai. B. Pembentukan karakter Karakter kita terbentuk dari kebiasaan kita. Kebiasaan kita saat anak-anak biasanya bertahan sampai masa remaja. Orang tua bisa mempengaruhi baik atau buruk, pembentukan kebiasaan anak-anak mereka (Lickona, 2012:50). Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran karena pikiran yang di dalamnya terdapat seluruh program yang terbentuk dari pengalaman hidupnya, merupakan pelopor segalanya. Program ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya dapat membentuk pola berpikir yang bisa mempengaruhi perilakunya. Jika program yang tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawa ketenangan dan kebahagiaan. Sebaliknya, jika program tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip universal, maka perilakunya membawa kerusakan dan menghasilkan penderitaan. Oleh karena itu pikiran harus mendapatkan perhatian serius.



3



Karakter merupakan kualitas moral dan mental seseorang yang pembentukan-nya dipengaruhi oleh faktor bawaan (fitrah, nature) dan lingkungan (sosialisasi pendidikan, nurture). Potensi karakter yang baik dimiliki manusia sebelum dilahirkan, tetapi potensipotensi tersebut harus dibina melalui sosialisasi dan pendidikan sejak usia dini. Tujuan pembentukan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anakanak yang baik dengan tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong anak untuk tumbuh dengan kapasitas komitmen-nya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar serta memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan dalam membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungan. Ada beberapa proses pembentukan karakter: 1. Mengetahui (knowledge) Terbentuknya karakter seseorang melalui proses yang panjang. Dia bukanlah proses sehari dua hari, namun bisa bertahun-tahun. Dalam ilustrasi seorang yang tinggal sementara di Singapura sebelumnya, kita berharap sepulangnya dia dari sana karakternya akan berubah, tapi kenyataannya tidak. Ini menunjukkan, waktu satu tahun belum sanggup membentuk karakter. Suatu sikap atau prilaku dapat menjadi karakter melalui proses berikut: a. Mengetahui b. Menghayati c. Melakukan d. Membiasakan menjadi karakter yang baik Karakter menjadi kuat jika rangkaian proses tersebut dilewati. Tahapan di atas dapat dikelompokkan lagi atas dua bagian.Bagian pertama dominan aspek cognitifnya, yakni mulai dari Tahap Pengenalan hingga tahap Penerapan.Selanjutnya bagian kedua mulai didominasi oleh ranah afektif, yakni mulai dari pengulangan sampai internalisasi menjadi karakter.Bagian ke dua ini, dorongan untuk melakukan sesuatu sudah berasal dari dalam dirinya sendiri. Pemahaman atas tahapan pembentukan karakter ini akan sangat mempengaruhi jenis interfensi apa yang diperlukan untuk membentuk karakter secara sengaja. Akan sangat berbeda interfensi yang dilakukan pada saat karakter baru pada tahap pengenalanan dengan tahapan pengulangan atau pembiasaan 2. Menghayati (understanding) Setelah seseorang mengenal suatu karakter baik, dengan melihat berulangulang, akan timbul pertanyaan mengapa begitu? Dia bertanya, kenapa kita harus 4



memberi orang yang minta sedekah? Ibunya tentu akan menjelaskan dengan bahasa yang sederhana. Kemudian dia sendiri juga merasakan betapa senangnya ketika kakaknya juga mau berbagi dengannya. Dia kemudian membayangkan betapa senangnya si peminta-minta jika dia diberi uang atau makanan. Pada tahap ini, si anak mulai paham jawaban atas pertanyaan ”mengapa”. Pada tahap ini yakni kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu. 3. Melakukan (acting) Jika kedua aspek diatas sudah terlaksana makan akan dengan mudah dilakukan oleh seseorang yaitu sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan suatu pekerjaan. Didasari oleh pemahaman yang diperolehnya, kemudian si anak ikut menerapkannya. Pada tahapan awal, dia mungkin sekedar ikut-ikutan, sekedar meniru saja. Mungkin saja dia hanya melakukan itu jika berada dalam lingkungan keluarga saja, di luar dia tidak menerapkannya. Seorang yang sampai pada tahapan ini mungkin melakukan sesuatu atau memberi sedekah itu tanpa didorong oleh motivasi yang kuat dari dalam dirinya. Seandainya dia kemudian keluar dari lingkungan tersebut, perbuatan baik itu bisa jadi tidak berlanjut. 4. Membiasakan menjadi karakter yang baik Tingkatan berikutnya, adalah terjadinya internalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sikap atau perbuatan di dalam jiwa seseorang. Sumber motivasi melakukan suatu respon adalah dari dasar nurani. Karakter ini akan menjadi semakin kuat jika ikut didorong oleh suatu ideologi atau believe. Dia tidak memerlukan kontrol social untuk mengekspresikan sikapnya, sebab yang mengontrol ada di dalam sanubarinya. Disinilah sikap, prilaku yang diepresikan seseorang berubah menjadi karakter. Seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga yang suka berbagi, kemudian tinggal dalam masyarakat yang suka bergotong royong, suka saling memberi, serta memiliki keyakinan ideologis bahwa setiap pemberian yang dia lakukan akan mendapatkan pahala, maka suka memberi ini akan menjadi karakternya. Seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga yang tidak menekankan sopan santu, tinggal dalam lingkungan yang suka bertengkar dan mengeluarkan makian dan kata-kata kotor, dan tidak memiliki pemahaman ideologi yang baik, maka berkatan kotor mungkin akan menjadi karakternya. Tahapan yang telah dipaparkan diatas akan saling pengaruh mempengaruhi. Mekanismenya ibaratkan roda gigi yang sling menggerakkan. Mengenal sesuatu akan 5



menggerakkan seseorang untuk memahaminya. Pemahaman berikutnya akan memudahkan dia untuk menerapkan suatu perbuatan. Perbuatan yang berulang-ulang akan melahirkan kebiasaan. Kebiasaan yang berkembang dalam suatu komunitas akan menjelma menjadi kebudayaan, dan dari kebudayaan yang didorong oleh adanya values atau believe akan berubah menjadi karakter. C. Pengkondisian dan Keteladanan 1.



Pengkondisian Pengkondisian berkaitan dengan upaya untuk menata lingkungan fisik maupun nonfisik demi terciptanya suasana mendukung terlaksananya pendidikan karakter. Kegiatan menata lingkungan fisik misalnya adalah mengkondisikan tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang. Sedangkan pengkondisian lingkungan nonfisik misalnya mengelola konflik supaya tidak menjurus kepada perpecahan, atau bahkan menghilangkan konflik tersebut.



2. Keteladanan Keteladanan merupakan sikap “menjadi contoh”. Sikap menjadi contoh merupakan perilaku dan sikap tenaga kependidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik atau warga belajar lain. Contoh kegiatan ini misalnya tenaga kependidikan menjadi contoh pribadi yang bersih, rapi, ramah, dan patut dicontoh.



6



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Manusia tidak bisa memilih kepribadiannya, kepribadian sudah tertanam saat manusia dilahirkan.Setiap orang memiliki kepribadian pasti ada kelemahan dan kelebihannya



di



setiap



aspek



kehidupan



sosial



dan



pribadi



masing-



masing.Pendidikan karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian dan lain-lainnya. Hal itu menjadi pilihan dari masing-masing individu yang perlu dikembangkan dan dibina sejak usia dini. Karakter kita terbentuk dari kebiasaan kita. Kebiasaan kita saat anak-anak biasanya bertahan sampai masa remaja. Orang tua bisa mempengaruhi baik atau buruk, pembentukan kebiasaan anak-anak mereka. Unsur terpenting dalam pembentukan karakter adalah pikiran karena pikiran yang di dalamnya terdapat seluruh program yang terbentuk dari pengalaman hidupnya, merupakan pelopor segalanya. Program ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang akhirnya dapat membentuk pola berpikir yang bisa mempengaruhi perilakunya. Jika program yang tertanam tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya berjalan selaras dengan hukum alam. Hasilnya, perilaku tersebut membawa ketenangan dan kebahagiaan. Sebaliknya, jika program tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip universal, maka perilakunya membawa kerusakan dan menghasilkan penderitaan. B. Saran Diharapkan dalam pembentukan kepribadian dalam pendidikan karakter harus memberikan kontribusi pada upaya pencapaian tujuan pembangunan karakter bangsa, yaitu mewujudkan masyarakat yang berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, beriwa persatuan Indonesia, beriwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.



7



DAFTAR PUSTAKA



Aqib, Zainal. 2012. Pendidikan Karakter di Sekolah. Surabaya: YaramaWidya. Handoyo, Eko dan Tijan. 2010. Model Pendidikan Karakter. Semarang : Widya Karya Press Kemdiknas, 2010. Panduan Pendidikan Karakter, Jakarta: Sekmendiknas Lickona, Thomas. 2012. Character Matters. Jakarta : PT. Bumi Aksara.



8