Makalah Hukum Agraria 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH TINJAUAN YURIDIS PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA Dibuat Dalam Rangka Pemenuhan Tugas Hukum Agraria



DISUSUN OLEH: FARID IBRAHIM



11010116120167



MATA KULIAH



: HUKUM AGRARIA



KELAS



:F



DOSEN PENGAMPU : ANA SILVIANA, S.H., M.H.



FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO KOTA SEMARANG 2019



KATA PENGANTAR



Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu dan mendukung penyusunan karta tulis ini hingga selesai. Saya menyadari bahwa Makalah ini jauh dari kata sempurna. Dengan penuh kerendahan hati, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk karta tulis ini dan diharapkan dapat menjadi acuan dan sumbangsih kepada khazanah ilmu pengetahuan. Akhir kata, semoga naskah ini dapat memenuhi fungsinya.



Semarang, 21 November 2019



Penyusun



ii



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL .................................................................................................i DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 4 C. Tujuan dan Kegunaan ...................................................................................... 4 D. Manfaat Penulisan ........................................................................................... 4 BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 4 A. Pengertian Pendaftaran Tanah ....................................................................... 4 B. Dasar Hukum dari Pendaftaran Tanah .......................................................... 5 C. Tujuan dari Pendaftaran Tanah ..................................................................... 7 D. Objek dari Pendaftaran Tanah ....................................................................... 8 E. Sistem Pendaftaran Tanah ............................................................................. 9 F. Tatacara Pelaksanaan Pendaftaran Tanah ................................................... 12 BAB III PENUTUP ................................................................................................ 15 A. Kesimpulan .................................................................................................... 18 B. Saran .............................................................................................................. 19 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................



iii



BAB I PENDAHULUAN



A.



Latar Belakang Dalam rangka Pembangunan Nasional saat ini, masalah Pertanahan



mendapat perhatian yang khusus dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, maka akselerasi dalam Pembangunan Nasional sangat memerlukan dukungan atas sutu jaminan kepastian hukum hak-hak atas tanah.1 Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar NRI 1945 dalam Pasal 33 Ayat (3) yang berbunyi “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebsar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dari ketentuan pasal tersebut menggariskan kebijakan dasar mengenai penguasaan dan penggunaan sumber-sumber daya alam yang ada.2 Untuk melaksanakan amanat yang terkandung dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 tersebut, Pemerintah telah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Untuk melaksanakan pendaftaran tanah yang menjamin kepastian hukum seperti yang dimaksud dalam Pasal 19 Ayat (1) UUPA, juga telah dibentuk PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang merupakan pengganti dari PP No. 10 Tahun 1961. Pemberlakuan PP No. 24 Tahun 1997 tersebut dilatarbelakangi oleh kesadaran akan semakin pentingnya fungsi tanah dalam pembangunan yang memerlukan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan.3 Pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan pemilik terhadap hak atas tanah, baik dalam pemindahan hak ataupun pemberian dan pengakuan hak baru, kegiatan pendaftaran tersebut memberikan suatu



1



Irawan Soerodjo, 2003, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Surabaya: Arkola, hlm. 101. 2 Boedi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia-Sejarah Pembentukan UndangUndang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid I, Jakarta: Djambatan, hlm. 37. 3 Irawan Soerodjo, op.cit, hlm. 55.



1



kejelasan status terhadap tanah. Keadaan ini juga merupakan salah satu tujuan UUPA untuk meletakkan dasar atas jaminan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat. Penyelenggaraan pendaftaran tanah tidak terlepas dari stelsel pendaftaran tanah yang dipakai dalam PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menggunakan stelsel negatif namun mengandung unsur positif, yaitu stelsel yang dimana pelaksanaan pencatatan dalam pembukuan suatu hak di dalam daftar buku tanah atas nama subjek hak, tidak mengakibatkan bahwa subjek hak yang seharusnya berhak atas tanah itu akan kehilangan hak atas tanahnya. Pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban pemerintah yang bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum guna melindungi hak-hak pemilik tanah yang juga berfungsi untuk mengetahui status bidang tanah, siapa pemiliknya, jenis hak, luas tanah, serta penggunaan dan pemanfaatan tanah tersebut sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 19 UndangUndang No.5/1960 tantang Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Berdasarkan pada hal tersebut maka penulis akan menjabarkan sekaligus menganalisa ketentuan-ketentuan dalam pendaftaran tanah di Indonesia. Oleh karena itu penulis menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, yakni metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder.4 Dalam penelitian hukum normatif hukum yang tertulis dikaji dari berbagai aspek seperti aspek teori, filosofi, perbandingan, konsistensi, penjelasan umum dan kekuatan mengikat suatu undang-undang serta bahasa yang digunakan adalah bahasa hukum. Metode berpikir yang digunakan adalah metode berpikir deduktif (cara berpikir dalam penarikan kesimpulan yang ditarik dari sesuatu yan sifatnya umum yang sudah dibuktikan bahwa dia benar dan kesimpulan itu ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya khusus). 5 Kemudian berangkat dari hal tersebut nantinya kajian secara yuridis dapat dielaborasikan dengan fenomena sosial yang ada. Melalui kerangka berfikir tersebut maka diharapkan makalah ini



4



Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), hlm. 13-14. 5 Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat, Metodologi Penelitian, (Bandung: CV Mandar Maju, 2002), hlm. 23.



2



mampu menghasilkan hasil kajain yang konprehensi melalui cara pandang hukum Hukum Agraria. B.



Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud tentang pengertian pendaftaran tanah? 2. Apa dasar hukum dari pendaftaran tanah? 3. Apa saja tujuan dari pendaftaran tanah? 4. Apa saja objek dari pendaftaran tanah? 5. Bagaimana sistem pendaftaran tanah? 6. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran tanah?



C.



Tujuan Penulisan 1. Mengetahui pengertian pendaftaran tanah. 2. Mengetahui dasar hukum pendaftaran tanah. 3. Mengetahui tujuan pendaftaran tanah. 4. Mengetahui objek pendaftaran tanah. 5. Mengetahui sistem pendaftaran tanah. 6. Mengetahui pelaksanaan pendaftaran tanah?



D.



Manfaat Penulisan Makalah ini diharapkan tidak hanya bermanfaat bagi penulis semata,



melainkan juga bermanfaat dalam rangka sumbangsih ilmu bagi perkembangan ilmu hukum di Indonesia. Serta dapat dijadikan acuan pembelajaran untuk memahami dan mendalami hal-hal yanag menyangkut dengan makalah ini.



3



BAB II PEMBAHASAN



A.



Pengertian Pendaftaran Tanah Secara terminologi pendaftaran tanah berasal dari kata cadastre, suatu istilah



teknis untuk suatu record atau rekaman, menunjukkan kepada luas, nilai, dan kepemilikan terhadap suatu bidang tanah. Kata ini berasal dari bahasa Latin yaitu capistratum yang berarti suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi. Cadastre berarti record pada lahan-lahan, atau nilai dari tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan. Cadastre dapat diartikan sebagai alat yang tepat untuk memberikan suatu uraian dan identifikasi tersebut dan sebagai rekaman berkesinambungan dari hak atas tanah.6 Sedangkan menurut Boedi Harsono pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Negara/Pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayahwilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan, dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya. 7 UUPA merupakan peraturan dasar yang mengatur penguasaan, pemilikan, peruntukan, penggunaan, dan pengendalian pemanfaatan tanah yang bertujuan terselenggaranya pengelolaan dan pemanfaatan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Salah satu aspek yang dibutuhkan untuk tujuan tersebut adalah mengenai kepastian hak atas tanah yang menjadi dasar utama dalam rangka kepastian hukum kepemilikan tanah. Untuk menjamin kepastian hukum hak atas tanah, dalam Pasal 19 UUPA telah diatur ketentuan dasar pendaftaran tanah sebagai berikut :



6



A.P.Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia (Berdasarkan PP.No24/1997dilengkapi dengan Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah PP. 37 Tahun 1998), Cetakan Pertama, (Bandung: CV.Mandar Maju, 1999), hlm. 18-19. 7 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Op.Cit., hlm.72.



4



(1) Untuk menjamin kepastian hukum, oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia, menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. (2) Pendaftaran tanah tersebut pada ayat (1) meliputi : a. pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah; b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; c. pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Dengan adanya pendaftaran tanah seseorang dapat secara mudah memperoleh keterangan-keterangan berkenaan dengan sebidang tanah seperti hak yang dimiliki, luas tanah, letak tanah, apakah telah dibebani dengan hak tanggungan atau tidak. Dengan demikian penyelenggaraan pendaftaran tanah atau pendaftaran hak atas tanah yang dilaksanakan berdasarkan ketentuan UUPA dan PP Nomor 24 Tahun 1997 telah menggunakan asas publisitas dan asas spesialitas. Asas publisitas tercermin dengan adanya pendaftaran tanah yang menyebutkan subyek haknya, jenis haknya, peralihan dan pembebanannya. Sedangkan asas spesialitas tercermin dengan adanya data-data fisik tentang hak atas tanah tersebut seperti luas tanah, letak tanah, dan batas-batas tanah. Asas publisitas dan asas spesialitas ini dimuat dalam suatu daftar guna dapat diketahui secara mudah oleh siapa saja yang ingin mengetahuinya, sehingga siapa saja yang ingin mengetahui data-data atas tanah itu tidak perlu lagi mengadakan penyelidikan langsung ke lokasi tanah yang bersangkutan karena segala data-data tersebut dengan mudah dapat diperoleh di Kantor Pertanahan. Oleh karenanya setiap peralihan hak atas tanah tersebut dapat berjalan lancar dan tertib serta tidak memakan waktu yang lama. B.



Dasar Hukum Pendaftaran Tanah Pada tahun 1960 bangsa kita memasuki suatu babak baru dalam bidang



pertanahan atau agraria, karena pada tahun ini baru pertama kali membuat produk hukum yang menyangkut perkembangan pertanahan di Indonesia. Tepatnya pada tanggal 24 September 1960 pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Lembaran



5



Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 1960 Nomor 104 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia (TLNRI) No. 2043.8 Pada era ini hukum tanah di Indonesia mengalami perombakan pada saat diberlakukan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), sehingga dapat dikatakan bahwa pada tanggal tersebut muncul pembaharuan hukum tanah yang berlaku di Indonesia. UUPA mengakhiri berlakunya peraturan-peraturan hukum tanah kolonial, dan sekaligus mengakhiri dualisme atau pluralisme hukum tanah di Indonesia, serta menciptakan dasar-dasar bagi pembangunan hukum tanah nasional yang tunggal berdasarkan hukum adat sebagai hukum nasional Indonesia yang asli. Akan tetapi ada beberapa penyesuaian dan syarat-syarat khusus tentang pengakuan dan pemasukan hukum adat dalam UUPA, seperti termaktub dalam Pasal 5 UUPA dinyatakan bahwa: “Hukum agraria yang berlaku di atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang didasarkan persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan-peraturan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.” Posisi pendaftaran tanah yang merupakan bagian dari urusan agraria kemudian mengacu pada UUPA, ketentuan pendaftaran tanah pada UUPA terdapat dalam Pasal 19. Aturan ini kemudian diatur lebih lanjut melalui peraturan pelaksana, yaitu PP Nomor 10 tahun 1961 yang kemudian diganti dengan PP Nomor 24 Tahun 1997, hadirnya peraturan pelaksana ini menjadi jawaban akan kebutuhan kepastian hukum pada para pemilik tanah. Mengingat pendaftaran tanah diselenggarakan untuk menjamin kepastian hukum, pendaftaran tanah ini diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pemerintah. Dengan adanya PP Nomor 10 tahun 1961 untuk pertama kalinya Indonesia mempunyai suatu lembaga tanah, hal ini tambah sempurna dengan dikeluarkannya PP Nomor 24 Tahun 1997. Sebelum adanya kedua produk hukum ini, dikenal Kantor Kadaster



Hairan, “Pendaftaran Tanah Dalam Sertipikasi Hak Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah”, Makalah disampaikan di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman. Kalimantan Timur, 5 Februari 2012, hlm.2. 8



6



sebagai Kantor Pendaftaran untuk hak-hak atas tanah.9 Perubahan dari PP Nomor 10 Tahun 1961 dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 menjadikan aturan pelaksana dari UUPA lebih sempurna. Penyempurnaan itu meliputi berbagai hal yang belum jelas dalam peraturan yang lama (PP Nomor 10 Tahun 1961), antara lain pengertian pendaftaran tanah itu sendiri, asas-asas dan tujuan penyelenggaraannya, yang disamping memberi kepastian hukum juga untuk menghimpun dan menyajikan informasi yang lengkap mengenai data fisik dan data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan.10 Selain itu selama lebih dari 37 tahun, dalam pelaksanaan UUPA pendaftaran tanah dengan landasan kerja dan landasan hukum Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 hanya dapat mendaftar sebanyak 16,5 juta bidang tanah (30%) dari bidang-bidang tanah yang diperkirakan sebanyak 55 juta bidang tanah, sehingga perlu terobosan baru dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah tersebut termasuk meninjau perangkat hukum-nya. Terlebih lagi akselerasi pembangunan sangat memerlukan dukungan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Oleh karena Peraturan Pemerintah dinilai tidak memadai lagi dalam mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan



pembangunan,



maka



peraturan



tersebut



mengalami



perlakuan



penyempurnaan, dengan membuat aturan yang lebih lengkap. Untuk itulah terbitnya revisi Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sangat penting.11 C.



Tujuan Pendaftaran Tanah Kegiatan pendaftaran tanah memiliki tujuan sebagaimana disampaikan dalam



UUPA Pasal 19 ayat (1) yakni "Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut



9



Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Cetakan Pertama, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), hlm.112. 10 Soedharyo Soimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Edisi Kedua, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004), hlm.161. 11 Mhd.Yamin Lubis & Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, Cetakan Kedua, (Bandung : CV.Mandar Maju, 2010)., hlm. 91.



7



ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah." Sebagai peraturan pelaksana dari UUPA sejalan pernyataan tersebut tujuan pendaftaran tanah di dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 3 dijabarkan lebih luas yaitu : a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan; b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar, untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Menurut A.P. Parlindungan jika dikaitkan dengan tujuan pendaftaran tanah sebagaimana disebutkan dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 maka dapat memperkaya ketentuan Pasal 19 UUPA, karena :12 1. Dengan diterbitkannya sertipikat hak atas tanah, maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum. 2. Dengan Informasi pertanahan yang tersedia di Kantor Pertanahan maka pemerintah akan mudah merencanakan pembangunan Negara yang menyangkut tanah, bahkan bagi rakyat sendiri lebih mengetahui kondisi peruntukan tanah dan kepemilikannya. 3. Dengan administrasi pertanahan yang baik akan terpelihara masa depan pertanahan yang terencana. Tujuan pendaftaran tanah merupakan sarana penting mewujudkan kepastian hukum, penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam masyarakat modern merupakan tugas Negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah bagi kepentingan rakyat dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan.13 Hal ini menjadi penting kiranya untuk dijadikan sebagai patokan bagi negara melalui Badan Pertanahan Nasional dalam mewujudkan kepastian hukum yang berkeadilan.



12



A.P.Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Cetakan Kesembilan, (Bandung : Mandar Maju, 2002), hlm.112. 13 Boedi Harsono, op.cit, hlm. 72.



8



D.



Azas-Azas Pendaftaran Tanah Asas-asas pendaftaran tanah terdapat dalam PP Nomor 24 tahun 1997 Pasal



2 menyebutkan “Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.” Urip Santoso menjelaskan asas-asas pendaftaran tanah di dalam Pasal 2 PP Nomor 24 Tahun 1997 tersebut diatas yaitu:14 1. Asas sederhana Asas ini dimaksudkan agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah. 2. Asas aman Asas ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri. 3. Asas terjangkau Asas ini dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memerhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak yang memerlukan. 4. Asas mutakhir Asas ini dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir. Untuk itu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari. Asas ini menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus-menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan. 5. Asas terbuka Asas ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh keterangan mengenai data fisik dan data yuridis yang benar setiap saat di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.



14



Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Cetakan Kedua, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm.17-18.



9



E.



Sistem Pendaftaran Tanah Sistem pendaftaran tanah dikenal ada 2 macam yaitu sistem pendaftaran tanah



negatif dan sistem pendaftaran tanah positif. Hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut:15 1. Sistem pendaftaran tanah negatif adalah : sistem pendaftaran tanah dimana surat tanda bukti hak yang diberikan kepada seseorang adalah berlaku sebagai tanda bukti hak atas tanah yang mutlak. Artinya terdaftarnya seseorang dalam daftar buku tanah itu tidak dapat dibantah lagi, meskipun ternyata bukan pemegang hak yang berhak atas tanah tersebut. 2. Sistem pendaftaran tanah positif adalah : sistem pendaftaran tanah dimana segala apa yang tercantum di dalam sertifikat tanah atas nama seseorang dianggap benar sampai dapat dibuktikan dalam suatu keadaan yang sebaliknya, artinya seseorang yang telah terdaftar dalam daftar buku tanah masih dapat dibantah jika yang terdaftar bukan pemegang hak atas tanah yang sebenarnya. Untuk mengetahui sistem yang digunakan dalam penyelenggaran pendaftaran tanah di Indonesia dapat di lihat dari ketentuan-ketentuan UUPA dan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dari ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, bahwa surat tanda bukti yang dikeluarkan berlaku sebagai alat bukti yang kuat, ini berarti bahwa segala keterangan yang ada di dalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus diteriman sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak ada pembuktian lain yang membuktikan sebaliknya, inilah yang disebut sistem negatif. F.



Objek Pendaftaran Tanah Di dalam UUPA obyek pendaftaran tanah atau dikenal dengan hak-hak atas



tanah menurut ketentuan yang ditetapkan UUPA Pasal 16 terdiri dari : a. Hak milik, b. Hak guna-usaha, 15



Effendi Perangin, Hukum Agraria Di Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut. Pandang Praktisi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta: 1994, hlm. 83.



10



c. d. e. f. g.



Hak guna-bangunan, Hak sewa, Hak membuka tanah, Hak memungut-hasil hutan, Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.



Sedangkan di dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 lebih memperluas obyek pendaftaran tanah, yaitu tidak hanya hak atas tanah, tetapi juga hak-hak yang lain. Pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 menetapkan obyek-obyek pendaftaran tanah, yaitu:16 a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, serta hak pakai; b. Tanah hak pengelolaan; c. Tanah wakaf; d. Hak milik atas satuan rumah susun; e. Hak tanggungan; f. Tanah Negara. G.



Tatacara Pendaftaran Tanah UUPA dan PP No. 10/1961 telah menetapkan dua kewajiban yang harus



dilaksanakan. Pertama, Kewajiban bagi pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran tanah untuk seluruh wilayah Indonesia. Kewajiban yang dibebaskan kepundak pemerintah adalah meliputi kegiatan: a) Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah; b) Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak tersebut; dan c) Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Kedua, kewajiban bagi pemegang hak untuk mendaftarkan hak-hak atas tanah tertentu yang dimilikinya. Menurut Pasal 23, 32, dan 38 hak yang wajib didaftarkan itu adalah hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan akan tetapi dengan Peraturan Menteri Agraria No. 1/1977 diperluas pula dengan hak pakai dan hak pengelolaan.17



Linda M. Sahono, “Penerbitan Sertipikat Hak Atas Tanah Dan Implikasi Hukumnya”, Jurnal Perspektif, Edisi No.2, Vol.17, (2012), hlm.92. 17 Limbong, Bernhard. 2014. Politik Pertanahan. Jakarta: Margaretha Pustaka, hlm 398-340. 16



11



Dengan pendaftaran tanah maka pemerintah terlebih dahulu harus mengadakan pengukuran secara menyeluruh kemudian mengadakan pemetaan yang lengkap dan membukakan tanah yang ada dikawasan Nusantara ini. Bilamana sudah diadakan pengukuran dan sebagainya tersebut diatas maka barulah dapat diadakan pendaftaran hak-hak atas tanah dalam artian hak-hak apa saja yang ada diatas tanah yang telah diukur dan siapa pemegang haknya terhadap suatu kavling tanah harus dapat ditentukan dengan pasti, untuk keperluan tersebut sudah tentu harus didahului dengan penelitian seksama terhadap tanah yang bersangkutan kalau semuanya ini sudah dapat ditegaskan barulah dapat diberikan tanda bukti hak untuk penegasan bagi pemegang hak tersebut sehingga ia mempunyai suatu kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah.18 Apa yang digambarkan dengan pendaftaran yang dimaksud adalah suatu “das sollen” dan memang demikianlah idealnya suatu pendaftaran tanah yang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum sebagimana yang dimaksudkan oleh UUPA. Kemudian dengan pendaftaran hak atas tanah yang sekarang diwajibkan kepada setiap pemegang hak, ketentuan perundangan yang berlaku sudah mengatur lebih jauh dan malah sulit untuk dijangkau oleh masyarakat karena penentuan tersebut kurang memperhatikan realita sosial dalam masyarakat Indonesia. Pendaftaran hak atas tanah menjadi suatu kewajiban pada masa sekarang memang masih sulit untuk dilaksanakan mengingat tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah dan juga kelemahan dari pemerintah yang kadang justru mempersulit masyarakat yang ingin mendaftarkan tanahnya sendiri baik dari segi biaya mapun administratif.19 Skala



prioritas



pelaksanaan



pembangunan



dewasa



ini



khususnya



pembangunan di bidang pertanahan untuk mengadakan penataan kembali penggunaan penguasaan dan pemilikan tanah-tanah yang ada di kawasan negara ini harus perlu diadakan pendaftaran tanah secara menyeluruh dengan memberikan skala prioritas pada daerah tertentu yang sangat memerlukan guna memberikan 18 19



Ibid. Ibid.



12



kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehubungan dengan ini maka diperlukan adanya suatu landasan hukum yang mantap dan terarah untuk mendukung program pendaftaran tanah yang menyeluruh yang merupakan salah satu kewajiban yang harus oleh pemerintah. Guna keberhasilan program dimaksud pertama diperlukan adanya suatu rencana yang matang dan komitmen yang pasti dari pemerintah yang lebih diarahkan pada pengembangan program dimaksud disamping perlunya perlengkapan sarana baik berupa sarana fisik, personil, organisatoris, financial dan berbagai peralatan yang dihasilkan oleh perkembangan ilmu dan teknologi modern yang dapat memungkinkan terlaksanakannya program-program tanah sebagaimana yang dimaksud.20 Ketika belum dapat terlaksananya pendaftaran tanah yang menyeluruh, maka kepada setiap pemegang hak atas tanah juga perlu diwajibkan untuk mendaftarkan hak yang dimilikinya. Untuk mana pemerintah harus memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dengan biaya yang seminimal mungkin agar supaya masyarakat tidak merasa terlalu sulit untuk melaksanakan kewajiban tersebut dan mempergunakan biaya yang dapat terjangkau olehnya. Disamping itu harus pula diperhatikan bahwa dalam rangka pendaftaran hak atas tanah diperlukan adanya penelitian yang seksama mengenai status hak dan penggunaan tanah yang bersangkutan dan harus dicegah jangan sampai terjadi berbagai kesalahan administratif yang dapat merugikan setiap pemegang hak.21 Hal terakhir yang sangat perlu diperhatikan untuk keberhasilan program pendaftaran tanah ini diperlukan sekali adanya suatu kampanye berupa perlu penyuluhan hukum yang sifatnya terpadu yang dilakukan pihak Badan Pertanahan Nasional secara mandiri sehingga masyarakat akan mengerti pentingnya sertifikat Tanah Hak Milik, sehingga perlu dilakukan pendaftaran tanah, dan dengan berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 hendaknya pendaftaran tanah di Indonesia bukan diutamakan di daerah perkotaan tetapi pendaftaran hendaknya dilakukan di desa 20 21



Ibid. Ibid.



13



terutama desa tingkat ekonomi lemah, apalagi masyarakat di pedesaan kurang begitu mengerti bagaimana pendaftaran tanah dan pentingnya pendaftaran tanah serta perlu juga diharapkan kesadaran hukum bagi pemerintah atau lembaga yang mengurus pertanahan di Indonesia untuk membantu masyarakat dalam persoalan pendaftaran tanah ini dengan sebaik-baiknya dengan tidak mempersulit baik dari segi biaya dan administratif.22 Gambar 1. Tatacara Pendaftaran Tanah di Indonesia



Keterangan: - Berdasarkan tata cara pada layanan pendaftaran tanah pertama kali di Badan Pertanahan Negera (BPN) pemohon harus mendatangi loket pelayanan di Kantor BPN sesuai demosili tanah. - Setelah berkas dokumen diterima dan diperiksa petugas, kemudian pemohon masuk ke loket pembayaran biaya pengukuran pemeriksaan tanah dan pendaftaran hak. - Tahap selanjutnya dalam proses layanan pengukuran dan pemeriksaan tanah pemohon harus hadir. Setelah seselai pengukuran, selanjutnya pemohon menunggu pengumuman. - Setelah selesai pembukuan hak dan penerbitan sertifikat, petugas akan menyerahkan kepada pemohon.



22



Ibid.



14



BAB III PENUTUP



A.



Kesimpulan Berdasarkan penjabaran yang telah dikemukakan penulis sebelumnya, maka



dapat dirumuskan beberapa kesimpulan, yakni: 1. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, yang berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. 2. Dasar hukum pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria, sedangkan untuk peraturan pelaksananya terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan mendapat pengaturan secara lengkap dan rinci dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997, tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang selanjutnya disebut Peraturan Menteri 3/1997. 3. Tujuan pendaftaran tanah dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dijelaskan bahwa tujuan dari pendaftaran tanah adalah sebagai berikut: a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. b. Untuk



menyediakan



informasi



kepada



pihak-pihak



yang



berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat



15



memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. 4. Objek pendaftaran tanah adalah tanah. Sedangkan untuk jenis-jenis bidang tanah yang didaftar adalah bidang-bidang tanah: a. Tanah hak, yang terdiri dari: Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai yang diberikan oleh Negara, dan Hak Tanggungan b. Tanah Negara; pendaftarannya dilakukan dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah Negara dalam bentuk tanah c. Tanah hak pengelolaan d. Tanah wakaf e. Hak milik atas satuan rumah susun. 5. Sistem pendaftaran tanah yang digunakan adalah sistem pendaftaran hak (registration of title) sebagaimana yang digunakan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah menurut PP 10/1961. 6. UUPA dan PP No. 10/1961 telah menetapkan dua kewajiban yang harus dilaksanakan. Pertama, Kewajiban bagi pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran tanah untuk seluruh wilayah Indonesia. Kedua, kewajiban bagi pemegang hak untuk mendaftarkan hak-hak atas tanah tertentu yang dimilikinya. B.



Saran Mengacu pada analisa yang telah dipaparkan, maka penulis memberikan



saran



bahwa proses pendaftaran tanah harus selalu mengacu pada tujuan



pendaftaran tanah sebagaimana di maksud dalam pasal 3 PP No.24 Tahun 1997. Oleh karena itu, impelentasi daripada UUPA dan peraturan pelaksanannya yang berkaitan dengan pendaftaran tanah harus dilaksanakan secara konsisten agar terciptanya kepastian hukum sebagaimana tujuan dari adanya pendaftaran tanah itu sendiri.



16



DAFTAR PUSTAKA



Buku: A.P.Parlindungan. Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria. Cetakan Kesembilan. (Bandung: Mandar Maju. 2002). A.P.Parlindungan.



Pendaftaran



Tanah



Di



Indonesia



(Berdasarkan



PP.No24/1997dilengkapi dengan Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah PP. 37 Tahun 1998). Cetakan Pertama. (Bandung: CV.Mandar Maju. 1999). Adrian Sutedi. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. Cetakan Pertama. (Jakarta: Sinar Grafika. 2007). Boedi



Harsono. 2003. Hukum Agraria Indonesia-Sejarah Pembentukan UndangUndang Pokok Agraria. Isi dan Pelaksanaannya. Jilid I. Jakarta: Djambatan.



Effendi Perangin. Hukum Agraria Di Indonesia Suatu Telaah Dari Sudut. Pandang Praktisi Hukum. Rajawali Pers. Jakarta: 1994. Hairan. “Pendaftaran Tanah Dalam Sertipikasi Hak Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah”. Makalah disampaikan di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman. Kalimantan Timur. 5 Februari 2012. Irawan Soerodjo. 2003. Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia. Surabaya: Arkola. Limbong. Bernhard. 2014. Politik Pertanahan. Jakarta: Margaretha Pustaka. Mhd.Yamin Lubis & Rahim Lubis. Hukum Pendaftaran Tanah. Edisi Revisi. Cetakan Kedua. (Bandung: CV.Mandar Maju. 2010). Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat. Metodologi Penelitian. (Bandung: CV Mandar Maju. 2002). Soedharyo Soimin. Status Hak dan Pembebasan Tanah. Edisi Kedua. (Jakarta : Sinar Grafika. 2004). Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). (Jakarta: Rajawali Pers. 2001).



Urip Santoso. Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah. Cetakan Kedua. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2011). Jurnal/Makalah/Artikel: Linda M. Sahono, “Penerbitan Sertipikat Hak Atas Tanah Dan Implikasi Hukumnya”, Jurnal Perspektif, Edisi No.2, Vol.17, (2012), hlm.92.