Makalah Hukum Laut  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH GAGASAN TERTULIS HUKUM LAUT Batas Teritorial



Disusun oleh: Bahrul Alam



230210120004



Faisal Rahman Nuradha



230210120014



Devi Melyani



230210120019



Fadlillah Azhar



230210120028



Liqa Layalia



230210120055



Muhammad Soffa Firdaus



230210120056



Faeza Amella Vadiany



230210120057



Kelompok 3



UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JATINANGOR 2014



KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahirabbil’alamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Hukum Laut dengan judul Batas Teritorial. Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Meskipun penulis berharap isi dari laporan akhir ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar laporan akhir ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap agar laporan akhir ini bermanfaat bagi semua pembaca. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.



Jatinangor, Maret 2014



Penulis



i



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Banyak yang mengatakan bahwa Indonesia adalah negara agraris, tapi kenyataannya



Indonesia terdiri dari pulau – pulau dan dikelilingi oleh lautan yang luas. Indonesia adalah negara kepulauan yang berarti negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain. Kepulauan adalah suatu gugusan pulau, termasuk bagian pulau dan perairan di antara pulau-pulau tersebut, dan lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lain demikian eratnya sehingga pulau-pulau, perairan, dan wujud alamiah lainnya itu merupakan satu kesatuan geografi, ekonomi, pertahanan keamanan, dan politik yang hakiki, atau yang secara historis dianggap sebagai demikian. Indonesia memiliki perairannya sendiri yang disebut dengan Perairan Indonesia. Salah satu wilayah perairan Indonesia adalah laut teritorial. Batas laut teritorial adalah suatu batas laut yang ditarik dari sebuah garis dasar dengan jarak 12 mil ke arah laut. Di dalam batas laut teritorial ini, Indonesia mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya. Negara lain dapat berlayar di wilayah ini atas izin pemerintah Indonesia. Untuk lebih jelasnya, makalah ini akan menjelaskan mengenai batas teritorial, kasus – kasusnya yang terjadi di Asia maupun di dunia. 1.2



Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka dalam makalah ini perlu



adanya pembatasan masalah agar pengkajian masalah dalam makalah ini dapat lebih terfokus dan terarah. Pembatasan masalahnya adalah batas teritorial yang dibahas adalah batas dari laut teritorial bukan batas teritorial daratnya. Hal ini dikarenakan makalah ini termasuk dalam mata kuliah hukum laut, bukan hukum darat.



1.3



Tujuan Tujuan dari dibuatnya makalah hukum laut tentang Batas Teritorial ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan memahami definisi Batas Teritorial 2. Untuk memahami kasus perbatasan laut teritorial Indonesia 3. Untuk mengetahui kasus perbatasan laut teritorial di Asia 4. Untuk mengetahui kasus perbatasan laut teritorial di luar Indonesia dan Asia 1



BAB II ISI 2.1



Batas Teritorial Laut teritorial merupakan wilayah yang berada di bawah kedaulatan penuh negara. Dalam



Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1996, Laut Teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang diuukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia. Bila mempunyai laut territorial sudah pasti mempunyai batas teritorialnya. UNCLOS 1982 memperkenalkan garis – garis yang di mana salah satunya dapat dipergunakan negara-negara dalam menetapkan zona maritimnya sesuai dengan bentuk geografis wilayahnya. Salah satunya adalah Garis Batas Laut Teritorial. Ketentuan mengenai penarikan dan penetapan garis batas laut teritorial baik bagi Negara, negara yang pantainya berdampingan atau berhadapan di atur dalam Pasal 15 UNCLOS 1982, yang bunyinya: “Dalam hal dua negara yang letaknya berhadapan atau berdampingan satu sama lain, tidak satupun di antaranya berhak, kecuali ada persetujuan yang sebaliknya diantara mereka, untuk menetapkan batas laut teritorialnya melebihi garis tengah yang titik-titiknya sama jaraknya dari titik-titik terdekat pada garis-garis pangkal dari mana lebar laut teritorial masing-masing negara diukur. Tetapi ketentuan di atas tidak berlaku, apabila terdapat alasan hak historis atau keadaan khusus lain yang menyebabkan perlunya menetapkan batas laut teritorial antara kedua negara menurut suatu cara yang berlainan dengan ketentuan di atas”.Ketentuan dalam pasal tersebut menunjukkan adanya beberapa opsi dalam menarik dan menetapkan garis batas laut teritorial negara, yaitu: 1. Menggunakan metode garis tengah (median line), 2. Dengan cara lain apabila terdapat alasan hak historis atau keadaan khusus lain, 3. Dengan cara lain melalui persetujuan di antara negara yang berkepentingan



2.2



Sengketa Sipadan dan Ligitan



2.2.1 Deskripsi Kasus Persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat 2



agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status status quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Sedangkan Malaysia malah membangun resort di sana Sipadan dan Ligitan tiba-tiba menjadi berita, awal bulan lalu. Ini, gara-gara di dua pulau kecil yang terletak di Laut Sulawesi itu dibangun cottage. Di atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km 2 itu, kini, siap menanti wisatawan. Pengusaha Malaysia telah menambah jumlah penginapan menjadi hampir 20 buah. Dari jumlahnya, fasilitas pariwisata itu memang belum bisa disebut memadai. Tapi pemerintah Indonesia, yang juga merasa memiliki pulau-pulau itu, segera mengirim protes ke Kuala Lumpur, minta agar pembangunan di sana di stop dahulu. Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum diputus siapa pemiliknya.Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya. Pada tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC (Treaty of Amityand Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama ASEAN di pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa dengan Singapura untuk klaim pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah dengan Filipina serta sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina Selatan dengan Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak Malaysia pada tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob) melakukan pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak Indonesia untuk mencabut klaim atas kedua pulau. Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ kemudian melunak. Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden Soeharto akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula oleh MensesnegMoerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim, dibuatkan kesepakatan "Final andBinding," pada tanggal 31 Mei 1997, kedua negara menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi pada tanggal 29 Desember 1997



3



dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula Malaysia meratifikasi pada 19 November 1997.



2.2.2 Hasil Keputusan Mahkamah Internasional Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ, kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar.



2.2.3 Ketentuan terhadap UNCLOS 1982 dan PBB Piagam PBB pasal 2 ayat (3) menyatakan bahwa segenap anggota PBB harus menyelesaikan sengketa internasional dengan jalan damai dan mempergunakan cara-cara demikian rupa hingga perdamaian dan keamanan internasional tidak terancam. Ada dua cara penyelesaian sengketa interansional, yaitu: 1. Perjanjian atara dua pihak yang bersengketa. 2. keputusan badan peradilan Penyelesaian sengketa hukum dalam hukum internasiol dapat ditempuh dalam berbagai cara atau lembaga yaitu : Permanent Court of international of justice(PCIJ) atau Mahkamah Permanen Internasional, International Court of justice(ICJ) atau Mahkamah Internasional, International Criminal Court (ICC), dan The International Tribunal for The law of The Sea (UNCLOS 1982) 4



Sengketa Internasional yang diperikasa oleh mahkamah internasional dapat berakhir kerena beberapa alasan, antara lain; 1. adanya kesepakatan para pihak 2. Tidak dilanjutkanya persidangan (Discontinuence) 3. Dikeluarkanya putusan (Judgment). UNCLOS 1982 dalam Bab IV Tentang Negara Kepulauan Pasal 46 menyatakan Negara Kepulauan berarti suatu negara yang seluruhnya terdiri dari suatu gugus kepulauan atau lebih dan dapat meliputi pulau-pulau lainnya. Gugus kepulauan berarti suatu gugusan pulau termasuk bagian pulau, perairan diantaranya dan lain-lain wujud alamiah yang hubungan antara satu dan yang lainnya demikian eratnya sehingga sehingga pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya itu merupakan satu kesatuan geografi, ekonomi, dan politik yang hakiki atau yang secara historis dianggap demikian. Dengan diterimanya konsep negara kepulauan ini maka Indonesia mempunyai dasar hukum sebagai dasar pengaturan hukum laut sebagai negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, maka pengaturan garis pangkal Indonesia juga mendasarkan pada pengaturan garis pangkal kepulauan. Dalam sengketa Pulau Sipadan dan pulau Ligitan, pada awalnya kedua belah pihak baik Indonesia maupun Malaysia tidak mencantumkan kedua pulau tersebut sebagai bagian dari peta mereka. Dalam Undang-undang No.4 Prp tahun 1960 tentang Perairan Indonesia Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan tidak dicantumkan. Oleh karenanya, kedua pulau tersebut tidak dijadikan titik dasar pengukuran. Direktorat Pemetaan Negara Malaysia dan Department of LandsandSurveys Sabah memasukkan kedua pulau dalam peta bumi sabah di wilayah hukum Samporna baru pada tahun 1976. Keputusan Mahkamah Internasional ini membawa beberapa konsekuensi, bagi kedulatanindonesia terutama pada wilayah disekitar perairan Sulawesi. Indonesia harus melakukan perubahan posisi garis pangkal kepulauannya yang sebelumnya telah diatur dalam hukum nasionalnya. Perubahan ini menyangkut posisi batas laut wilayah, batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif. Mengacu pada UNCLOS 1982, kepastian posisi masingmasing batas tersebut masih harus diselesaikan lebih lanjut oleh para pihak karena Para pihak tidak boleh menetapkan secara unilateral. Jika indonesia merasa dirugikan batas-batas lautnya



5



akibat kekalahan dalam kepemilikan pulau, peluang memperbaikinya ada dengan perundingan bilateral. Dalam Konvensi, kedua belah pihak berpeluang sama untuk mencapai solusi yang adil. Kekalahan Indonesia dalam sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan hendaknya menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan Indonesia dengan, pembuatan peta yang memadai untuk didepositkan ke Sekjen PBB, mengingat pentingnya kejelasan posisi batas-batas wilayah negara terutama batas-batas lautnya. Agar memiliki kekuatan secara hukum internasional dan mengidentifikasi pulau-pulau terluar yang termasuk dalam wilayah Indonesia. Hal ini dikarenakan posisi pulau-pulau terluar dijadikan sebagai titiktitik pengukuran garis pangkal. Terutama pada pulau-pulau yang berbatasan langsung dengan wilayah negara tetangga.



2.3



Sengketa laut kaspia, Turkmenistan dan Azerbaijan



2.3.1 Deskripsi Kasus Laut Kaspia atau merupakan sebuah laut yang terkurung daratan antara Benua Asia dan Eropa (Rusia Eropa). Laut Kaspia merupakan kumpulan air terbesar di daratan dan berukuran mirip sebesar jepang, dengan luas permukaan 371.000 km² dan volume volume 78.200. Panjang garis pantai sebesar 5580km. Kaspia tidak hanya unik karena ukurannya yang besar, berbeda dari danau lain, air dari Laut Kaspia tergolong air asin. Setiap liter air laut mengandung 10-13 gram garam sehingga membuat air ini tidak cocok untuk minum atau irigasi. Namun, perbandingan dari air laut Kaspia dengan air laut menunjukkan bahwa kandungan garam Kaspia ini tiga kali lebih sedikit daripada kandungan garam di Samudra Dunia. Laut Kaspia dimiliki oleh 5 negara yaitu Azerbaijan, Iran, Kazakhstan, Rusia, dan Turkmenistan. Sengketa hukum atas Laut Kaspia dimulai segera setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991. Sebelum keruntuhan, laut kaspia hanya dikuasai oleh dua negara yaitu Uni Soviet dan Iran, tapi situasi berubah seiring dengan pecahnya Soviet Union. Sekarang ada lima negara yang berbatasan dengan laut kaspia yaitu Rusia, Iran, Azerbaijan, Kazakhstan, dan Turkmenistan. Setelah satu dekade runtuhnya Soviet, pemilikan kaspia masih dalam sengketa masingmasing dari lima Negara yang memiliki resolusi sendiri-sendiri untuk masalah ini. Pada bulan April 2004, para menteri luar negeri dari lima negara yang memiliki wilayah di Kaspia mengadakan pertemuan untuk membahas sengketa tersebut. Pada bulan Januari 2005, diadakan 6



pertemuan ke 16 negara - negara kaspia untuk merancang konvensi mengenai status hukum laut yang sama, namun berakhir tanpa kemajuan. Penyebab ketidaksepakatan aturan bersama dalam laut kaspia disebabkan karena adanya perdebatan tentang apakah Kaspia harus didefinisikan sebagai danau atau laut. Jika status Kaspia sendiri itu laut maka teritorial laut kaspia dibagi berdasarkan negara-negara pesisir sesuai dengan aturan Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS) termasuk aturan penetapan zona ekonomi eklusif (ZEE) bagi negara-negara pesisir Kaspia. Sengketa antara Turkmenistan dan Azerbaijan dimulai pada tahun 1997. Kedua Negara mengklaim laut kaspia bagian selatan yang kaya akan sumber daya alam minyak bumi dan gas. Tahun 1997 presiden Turkmenistan Sparmurat Niyazov mengklaim 3 ladang minyak Azerbaijan sebagai milik Turkmenistan. Pangkalan Niyazov menuduh Azerbaijan secara illegal mengeksploitasi ladang minyak Azeri dan Chirag, dan mengancam akan menggugat perusahaan minyak yang terlibat dalam kegiatan eksplotasi tersebut. Hubungan bilateral kedua negara memburuk setelah pada bulan juli 2002 terjadi ledakan kapal tanker Azerbaijan yang dekat pada pelabuhan Turkmenbashi yang menewaskan 6 pelaut Azerbaijan dan diikuti dengan penutupan duta besar Turkmenistan di kota Baku, Azerbaijan.Ladang Minyak Azeri dan Chirag sedang dikembangkan oleh sebuah konsorsium yang dipimpin perusahaan Inggris British Petroleum BP yang memiliki tanda tangan kontrak dengan perusahaan Minyak Negara Republik Azerbaijan (SOCAR) pada bulan September 1994. Kemudian SOCAR menandatangani perjanjian dengan perusahaan Rusia yaitu Lukoil dan Rosneft untuk pengembangan lading minyak Kyapaz yang disengketakan juga oleh Turkmenistan. Namun, Turkmenistan gigih menentang perjanjian tersebut dan meminta perjanjian tersebut dibatalkan. Karena tekanan dari Turkmenistan, maka perusahaan Lukoil dan Rosneft membatalkan perjanjian tersebut. Setelah Kematian Niyazov pada tahun 2006 menandakan awal dari sebuah era baru dalam Turkmen-Azerbaijan. Kedua belah pihak bersedia mengurangi tingkat permusuhan dan mengupayakan kerja sama. Presiden Turkmenistan Gurbanguly Berdimuhamedov berkunjung ke ibukota Azerbaijan Baku pada Mei 2008,



kedua



presiden



Turkmenistan



dan



Azerbaijan



membahas prospek untuk mengembangkan hubungan kerja sama Azerbaijan-Turkmen. Presiden Perusahaan Minyak Negara Republik Azerbaijan (SOCAR), Rovnag Abdullayev juga 7



mengunjungi Ibu Kota Turkmenistan, Ashgabat, di mana kedua belah pihak menyatakan komitmen mereka untuk mengembangkan hubungan persahabatan. Namun Pada tanggal 24 Juli 2009, Presiden Turkmen Gurbanguly Berdimuhamedov mengadakan sidang khusus untuk membahas masalah yang berkaitan dengan kepemilikan ladang minyak dan gas Kaspia. Pada pertemuan tersebut, Wakil Menteri Luar Negeri Toyly Komekov membahas hasil pembicaraan terakhir dengan Azerbaijan untuk membagi Laut Kaspia: meskipun upaya Turkmenistan untuk mencapai



kesepakatan,



tidak



ada



konsensus bisa dicapai. Berdimuhamedov menggaris



bawahi bahwa Azerbaijan telah lama mengembangkan disengketakan Khazar dan Osman (Azeri dan Chirag) ladang minyak dangas dan juga telah meletakkan klaim ke Serdar (Kyapaz) lapangan. Setelah pertemuan tersebut, Presiden Turkmen menginstruksikan Wakil Perdana Menteri Rashid Meredov kekomisi studi mengenai legalitas klaim Azerbaijan dan menyerahkan temuan ke arbitrase internasional. Pada tahun 2009, Presiden Turkmenistan Berdimuhamedov memerintahkan institusi terkait untuk mengumpulkan data dan bukti kepemilikan ketiga ladang minyak tersebut sebagai milik Turkmenistan dan berencana akan membawa masalah ini ke badan arbitrase Internasional.



2.3.2 Upaya Penyelesaian Beberapa negara yang memiliki teritorial di laut Kaspia telah menyelesaikan sengketa wilayah perairan tersebut melalui perjanjian bilateral seperti perjanjian antara Rusia dan Azerbaijan lalu Rusia dan Kazakhstan. Iran menolak semua perjanjian bilateral Negara tersebut dan bersikukuh untuk menghormati pernjanjian Iran dan UniSoviet. Namun hingga saat ini permasalahan sengketa antara Azerbaijan dan Turkmenistan masih belum menemukan titik terang. Masalah kepemilikan laut kaspia ini tidak banyak diselesaikan dengan hukum laut setempat, banyak juga kesepakatan yang dibuat namun tidak membuahkan hasil, hal ini dikarenakan masih adanya kerancuan atau kebingungan tentang pengertian laut kaspia itu sendiri. Penyebab ketidaksepakatan aturan bersama dalam laut kaspia disebabkan karena adanya perdebatan tentang apakah Kaspia harus didefinisikan sebagai danau atau laut. Jika status Kaspia sendiri itu laut maka teritorial laut kaspia dibagi berdasarkan negara-negara pesisir sesuai dengan aturan Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS) termasuk aturan penetapan zona ekonomi eklusif (ZEE) bagi negara-negara pesisir Kaspia. 8



Menurut kewenangan soviet dan hukum laut rusia, mereka telah mengamati bahwa terdapat beberapa keraguan yang ditambahkan pada laut kaspia yang memiliki landasan kontinen yang menjadikan area tersebut dipandang sebagai penurunan pada benua. Dan karakteristik terebut adalah klasifikasi yang legal dalam sudut pandang geologi. Semenjak itu, laut kaspia mempunyai sebutan lain seperti danau, laut tertutup, laut kepulauan, laut, dan akhirnya disebut sebagai “unique body of water” atau perairan yang unik. Pemberian nama ini berlaku karena kategori tersebut mengarah pada badan hukum yang mengatur pada pembatasan perairan dan sumber daya bawah tanah. Kandungnan sumber daya alam yang dimiliki laut kaspian seperti minyak dan gas bumi menarik beberapa perusahaan asing untuk melakukan ekspoitasi terhadap sektor minyak dan gas. Namun, menetapkan Kaspia sebagai danau juga belum tentu menjadi solusi atau menyelesaikan masalah status hukumnya. Menurut Thane Gustafson, Aleksey Reteyum, dan Laurent Ruseckas menunjukkan bahwa, dalam hukum internasional, danau maupun internal laut biasanya tidak dianggap tunduk pada kedaulatan bersama, kecuali ditentukan dengan suatu p erjanjian yang jelas. Banyak negara-negara menyepakati demarkasi atau perbatasan danau antara dua negara atau lebih seperti Great Lakes di Utara Amerika (antara Kanada dan Amerika Serikat), danau Chad (antara Nigeria, Niger, dan Chad), danau Constance (antara Austria, Jerman, dan Swiss), Danau Jenewa (antara Prancis dan Swiss), Danau Malawi (antara Malawi dan Mozambik), dan Danau Victoria (antara Kenya, Tanzania, dan Uganda). Jadi, hingga saat ini walaupun sudah ada perbincangan atau perundingan tentang kasus ini, namun belum ada keputusan yang tepat terutama dalam bidang hukum tentang kepemilikan Laut Kaspia antara Azerbaijan dan Turkmenistan.



2.4



Persengketaan Kepulauan Kuril, Antara Jepang dan Rusia



2.4.1 Deskripsi Kasus Persengketaan



Kepulauan



Kuril



atau



Persengkataan



Teritorial



Utara,



adalah



persengketaan antara Jepang dan Rusia atas kedaulatan Kepulauan Kuril Selatan. Sejak Rusia dikalahkan oleh Jepang dalam perang Rusia – Jepang pada tahun 1905, Jepang selalu menjadi musuh besar Rusia. Kedua negara tersebut saling bersitegang apalagi mengenai masalah prsengketaan kepemilikan Kepulauan Kuril yang berlangsung selama bertahun-tahun. Awalnya, Uni Soviet menduduki pulau-pulau yang disengketakan dalam Operasi Ofensif Strategis 9



Manchuria pada akhir Perang Dunia II. Pulau-pulau yang disengketakan sekarang berada di bawah administrasi Rusia sebagai Distrik Kuril Selatan, Oblast Sakhalin. Namun, diklaim Jepang sebagai teritorial Jepang yang disebut Teritorial Utara ,atau Chishima Selatan, di bawah administrasi Subprefektur Nemuro, Prefektur Hokkaido.



Pada waktu itu, Rusia dan Jepang mengadakan perjanjian yang dinamakan Perjanjian Shimoda pada tahun 1855. Perjanjian tersebut berisi tentang kesepakatan mengenai perbatasan kedua negara. Dan akhirnya diputuskan bahwa, perbatasan kedua negara ditetapkan terletak antara Pulau Etorofu dan Pulau Uruppu. Seluruh Pulau Etorofu merupakan milik Jepang dan Kepulauan Kuril yang berada di utara dan termasuk di dalamnya Pulau Uruppu merupakan milik Russia. Perjanjian Shimoda juga mencantumkan Pulau Sakhalin/Karafuto tidak untuk dibagi dua melainkan berada di bawah pengawasan bersama Rusia-Jepang. Jepang setuju untuk tidak mempermasalahkan Pulau Sakhalin, asalkan Rusia memberikan seluruh hak atas Kepulauan Kuril kepada Jepang. Itulah yang memicu terjadinya perang antara Rusia dan Jepang pada tahun 1904-1905 yang merupakan kekalahan militer bagi Rusia. Kekalahan Rusia atas Jepang tidak menyebabkan Rusia mengalah begitu saja. Bahkan ketegangan antara kedua negara tersebut terus berlanjut. Pada perjanjian yang mengakhiri perang Rusia-Jepang, yaitu Perjanjian Portsmouth tahun 1905, Rusia menyerahkan pulau Shakalin kepada Jepang. Namun, pada tahun 1945 Rusia berusaha merebut kembali pulau Shakalin dari tangan Jepang. Selanjutnya, tidak ada lagi permusuhan antara Uni Soviet dan Jepang antara Pertempuran Khalkhin yang mengakhiri Perang Perbatasan Soviet Jepang 1939 dan Operasi Ofensif Strategis 10



Manchuria pada 8 Agustus 1945. Setelah merebut Kepulauan Kuril dalam Invasi Kepulauan Kuril yang terjadi antara 18 Agustus 1945 dan 3 September 1945, dua tahun kemudian, Uni Soviet mengusir penduduk Jepang yang bermukim di Kepulauan Kuril. Jepang menuntut kembalinya empat kepulauan yang disebut sebagai kepulauan Kuril selatan oleh Rusia dan Wilayah Utara oleh Jepang yang dikuasai pasukan Soviet beberapa hari setelah Tokyo menyerah pada Perang Dunia II, 1945. Sehingga tahun 1951 diadakan Perjanjian San Francisco antara Kekuatan Sekutu dan Jepang menyatakan bahwa Jepang harus menghentikan semua klaim terhadap Kepulauan Kuril, namun perjanjian tersebut juga tidak mengakui kedaulatan Uni Soviet atas Kepulauan Kuril. Russia bertahan pada sikapnya, bahwa kedaulatan Uni Soviet atas kepulauan-kepulauan tersebut diakui dengan adanya perjanjian-perjanjian pada akhir Perang Dunia II namun klaim Rusia ditolak Jepang. Peresngketaan antara kedua negara tentang status kepemilikan Kepulauan Kuril tak kunjung selesai, walaupun sudah diadakan perjanjian – perjanjian antara keduanya. Kedua negara hingga kini belum menandatangani perjanjian perdamaian secara resmi untuk mengakhiri Perang Dunia II karena sengketa kepulauan Kuril, yang gagal diatasi oleh kedua pihak. Persengketaan Rusia-Jepang muncul kembali. Pemerintah Jepang dan Rusia kembali bersitegang. Yang disebabkan karena, sebuah kapal patroli Rusia menembaki kapal nelayan Jepang di dekat pulau yang dipersengketakan kedua negara. Seorang nelayan Jepang tewas dalam insiden itu. Pemerintah Jepang pun berang. Tokyo menganggap penembakan itu benarbenar tidak bisa diterima dan Rusia harus memberi kompensasi. Negeri sakura itu juga menyerukan pembebasan awak kapal yang selamat dalam penembakan itu. Mereka ditahan otoritas Rusia setelah penembakan. Otoritas Rusia berdalih bahwa penembakan itu terjadi karena kapal nelayan Jepang tidak mematuhi perintah untuk berhenti. Demikian seperti diberitakan kantor berita Jepang, Kyodo, Rabu (16/8/2006). Peristiwa berdarah ini terjadi di dekat Pulau Kaigara, satu dari beberapa pulau yang dikelola Rusia namun diklaim oleh Jepang. Buntut kejadian ini, Kementerian Luar Negeri Jepang memanggil Deputi Duta Besar Rusia untuk Jepang dan menyampaikan protes Jepang. “Dari sikap kami mengenai isu wilayah, insiden luar biasa ini, yang kemungkinan menyebabkan kematian seorang anggota kru adalah benar-benar tidak bisa diterima,” tegas kementerian Jepang. “Negara kami mendesak kuat agar Rusia mencegah terulangnya insiden serupa,” imbuh statemen kementerian. Badan Perikanan Jepang mengakui, keberadaan kapal nelayan Jepang di lokasi penembakan tersebut memang ilegal. 11



Namun belum jelas apakah awak kapal sedang menangkap ikan saat itu. Namun menurut Kementerian Luar Negeri Jepang, kapal nelayan tersebut berada di wilayah perairan Jepang. Ini merupakan insiden penembakan pertama yang merenggut nyawa warga Jepang di wilayah sengketa tersebut sejak insiden serupa terjadi pada Oktober 1956 silam.



2.4.2 Upaya Penyelesaian Pada kasus sengketa wilayah antara Rusia dan Jepang terhadap Pulau Kurile, Rusia menginginkan hubungan yang normal di antara dua negara di dalam mencapai kepentingan masing-masing termasuk perjanjian perdamaian berdasarkan hukum dan keadilan. Pada sengketa pulau Kurile ini disamping adanya suatu negosiasi untuk menyelesaikan sengketa wilayah, juga adanya kerjasama ekonomi dari kedua belah pihak berdasarkan kebijakan dari Jepang sendiri yaitu adanya negosiasi yang berkelanjutan dan juga pembangunan secara ekonomi, kemanusiaan serta teknologi. Namun hal ini tidak terlepas dari kepentingan Rusia yang ingin memperbaiki kondisi ekonominya setelah Perang Dingin berakhir. Adanya perbedaan pendapat antara pemerintah yang mana lebih menitikberatkan kepada kerjasama ekonomi seiring dengan jalannya proses negosiasi, lain hal dengan kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat dimana lebih menitikberatkan kepada kedaulatan negara. Mereka berpendapat bahwa penyelesaian sengketa wilayah tersebut harus diselesaikan dengan keseriusan dari pemerintah dalam menjalankan negosiasi, serta tidak akan mendukung hasil dari penyelesaian sengketa tersebut jika Rusia harus kehilangan sebagian wilayahnya Persengketaan kepulauan kuril ini masih belum diselesaikan dengan keputusan hukumhukum yang berlaku, namun persengketaan ini diselesaikan dengan beberapa perundingan dan perjanjian, diantaranya adalah : 1. Perjanjian Shimoda Perjanjian Shimoda 1855 adalah perjanjian resmi pertama Rusia-Jepang mengenai status Sakhalin dan Kepulauan Kuril. Pasal 2 Perjanjian Shimoda yang menjelaskan perjanjian mengenai perbatasan, mencantumkan "Mulai sekarang, perbatasan kedua negara ditetapkan terletak antara Pulau Etorofu dan Pulau Uruppu. Seluruh Pulau Etorofu merupakan milik Jepang; dan Kepulauan Kuril, yang berada di utara dan termasuk di dalamnya Pulau Uruppu merupakan milik Russia." Pulau-pulau seperti Kunashiri, 12



Shikotan, dan Kepulauan Habomai yang berada di selatan Etorofu tidak secara eksplisit disebutkan dalam perjanjian, dan dimengerti pada waktu itu sebagai wilayah teritorial Jepang yang tidak dalam sengketa. Perjanjian Shimoda juga mencantumkan Pulau Sakhalin/Karafuto tidak untuk dibagi dua melainkan berada di bawah pengawasan bersama Rusia-Jepang.



2. Perjanjian Saint Petersburg Perjanjian Saint Petersburg 1875, Jepang setuju untuk menghentikan semua tuntutan atas Sakhalin, dengan imbalan Rusia memberikan semua hak atas Kepulauan Kuril kepada Jepang.



3. Perjanjian Porthsmouth Perjanjian Portsmouth 1905 yang mengakhiri Perang Rusia-Jepang. Rusia menyerahkan separuh dari Sakhalin kepada Jepang setelah perang mereka pada 1905 yang menandai menyatunya bangsa-bangsa Asiamenjadi kekuatan global. Rusia menguasai kembali seluruh pulau itu pada 1945. Sementara itu, Jepang menerima penguasaan Rusia atas Sakhalin, pihaknya menuntut dikembalikannya empat pulau kecil di lepas pantai pulau Jepang utara, Hokkaido. Walaupun Jepang menduduki wilayah teritorial Timur Jauh Rusia dalam Perang Saudara Rusia yang terjadi setelah Revolusi Oktober, Jepang tidak secara formal menganeksasi wilayah-wilayah teritorial Rusia, dan Jepang menarik mundur pasukannya pada pertengahan 1920-an. Selanjutnya praktis tidak ada lagi permusuhan antara Uni Soviet dan Jepang antara Pertempuran Khalkhin yang mengakhiri Perang Perbatasan Soviet Jepang 1939 dan Operasi Ofensif Strategis Manchuria pada 8 Agustus 1945. Setelah merebut Kepulauan Kuril dalam Invasi Kepulauan Kuril yang terjadi antara 18 Agustus 1945 dan 3 September 1945, dua tahun kemudian, Uni Soviet mengusir penduduk Jepang yang bermukim di Kepulauan Kuril.



4. Perjanjian San Francisco



13



Perjanjian San Francisco tahun 1951 antara Kekuatan Sekutu dan Jepang menyatakan bahwa Jepang harus menghentikan semua klaim terhadap Kepulauan Kuril, namun perjanjian tersebut juga tidak mengakui kedaulatan Uni Soviet atas Kepulauan Kuril. Russia bertahan pada sikapnya, bahwa kedaulatan Uni Soviet atas kepulauankepulauan tersebut diakui dengan adanya perjanjian-perjanjian pada akhir Perang Dunia II namun klaim Rusia ditolak Jepang. Pulau-pulau yang dipersengketakan adalah Iturup, Kunashir, Shikotan, Batu Habomai.



Walaupun Jepang-Rusia sudah megadakan berbagai perjanjian prdamaian tetapi masalah persengketaan atas Kepulauan Kuril belum dapat diselesaikan. Kedua negara hingga kini belum menandatangani perjanjian perdamaian untuk mengakhiri Perang Dunia II karena sengketa kepulauan Kuril, yang gagal diatasi oleh kedua pihak.



14



BAB III KESIMPULAN DAN SARAN 3.1



Kesimpulan Salah satu wilayah perairan Indonesia adalah laut teritorial. Batas laut teritorial adalah



suatu batas laut yang ditarik dari sebuah garis dasar dengan jarak 12 mil ke arah laut. Di dalam batas laut teritorial ini, Indonesia mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya. Negara lain dapat berlayar di wilayah ini atas izin pemerintah Indonesia. Batasan yang dimaksudkan adalah batas dari laut teritorial bukan batas teritorial daratnya. Dalam setiap aturan, kebijakan, kewenangan, pastilah terdapat penyimpangan yang menjadi sebuah masalah, begitu pula dengan aturan yang terjadi di Indonesia terhadap kewenangan internasional. Contohnya : 1. Kasus Perbatasan Laut Teritorial Indonesia (Sengketa Sipadan dan Ligitan) Persengketaan Indonesia dengan Malaysia, mencuat tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status quo, akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Pada tahun 1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya. 1998 Hasil voting dimenangkan Malaysia oleh 16 hakim. 2. Sengketa laut kaspia, antara Turkmenistan dan Azerbaijan Sengketa antara Turkmenistan dan Azerbaijan dimulai pada tahun 1997. Kedua negara mengklaim laut kaspia bagian selatan yang kayaakan sumber daya alam minyak bumi dan gas. Pada tanggal 24 Juli 2009, Presiden Turkmen Gurbanguly Berdimuhamedov mengadakansidang khusus untuk membahas masalah yang berkaitan dengan kepemilikan ladang minyakdan gas Kaspia. Pada pertemuan tersebut, Wakil Menteri Luar Negeri Toyly Komekov membahas hasil pembicaraan terakhir dengan Azerbaijan untuk membagi Laut Kaspia. Masalah kepemilikan laut kaspia ini tidak banyak diselesaikan dengan hukum laut setempat, banyak juga kesepakatan yang dibuat namun tidak membuahkan hasil, hal ini 15



dikarenakan masih adanya kerancuan atau kebingungan tentang pengertian laut kaspia itu. Hingga saat ini walaupun sudah ada perbincangan atau perundingan tentang kasus ini, namun belum ada keputusan yang tepat terutama dalam bidang hukum tentang kepemilikan Laut Kaspia antara Azerbaijan dan Turkmenistan



3. Persengketaan Kepulauan Kuril, Antara Jepang dan Rusia Persengketaan



Kepulauan



Kuril



atau



Persengkataan



Teritorial



Utara,



adalah



persengketaan antara Jepang dan Rusia atas kedaulatan Kepulauan Kuril Selatan. Sejak Rusia dikalahkan oleh Jepang dalam perang Rusia – Jepang pada tahun 1905, Jepang selalu menjadi musuh besar Rusia. Kedua negara tersebut saling bersitegang apalagi mengenai masalah prsengketaan kepemilikan Kepulauan Kuril yang berlangsung selama bertahun-tahun. Peresngketaan antara kedua negara tentang status kepemilikan Kepulauan Kuril tak kunjung selesai hingga saat ini, walaupun sudah diadakan perjanjian – perjanjian antara keduanya. Kedua negara hingga kini belum menandatangani perjanjian perdamaian secara resmi untuk mengakhiri Perang Dunia II karena sengketa kepulauan Kuril yang gagal diatasi oleh kedua pihak.



3.2 Saran Saat menetampakan suatu aturan dan atau keadaan (status) sebaiknya dipastikan bahwa kedua belah pihak atau lebih yang bersangkutan memiliki pengertian yang sama agar tidak terjadi kesalahan pengertian dan merugikan pihak lain yang bersangkutan dan menetapkan sejak dini kepemilikan sebuah daratan yang menyangkut pada batasan territorial serta kepengurusan potensi alam sekitarnya.



16



DAFTAR PUSTAKA



Agus, Etty R. 2005. Persfektif UNCLOS Dalam Konflik Perbatasan di Laut, Makalah, Surabaya. Anonim.



2012. Sengketa Hukum Laut Internasional. http://reservedhr.blogspot.com/2012/11/sengketa-hukum-laut-internasional.html. http://berkas.dpr.go.id. Diakses 23 Maret 2014 Pukul 19.14



Restiana, 2010. Makalah Hukum International. http://restianafebriarizky.wordpress.com/ [diakses pada, 27 April 2014 pukul 08.00 WIB] Anonim, 2014. Persengketaan Kepulauan Kuril. http://id.wikipedia.org/wiki/Persengketaan_Kepulauan_Kuril [diakses pada, 27 April 2014 pukul 08.10 WIB] Anonim,



2013. Sengketa Wilayah tak Berkesudahan antara Rusia-Jepang. http://indonesian.irib.ir/fokus/-/asset_publisher/v5Xe/content/sengketa-wilayah-takberkesudahan-antara-jepang-rusia [diakses pada, 27 April 2014 pukul 08.30 WIB]



Munandar, Faiz. 2013. Sengketa Laut Kaspia antara Azerbaijan dan Turkmenistan. http://www.academia.edu/6339418/Sengketa_Laut_Kaspia_antara_Azerbaijan_dan_ Turkmenistan [diakses pada, 27 April 2014 pukul 09.00 WIB]



17