Makalah Ilmu Qiraat Qur'An [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah Ulumul Qur’an dan Hadist



ILMU QIRA’AH AL QURAN



Disusun Oleh



MUHAMMAD AISAR RIZQI NIM. 170901199



MUHAMMAD HARIDSAH Z NIM. 170901203



UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY FAKULTAS PSIKOLOGI BANDA ACEH 2018



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keguruan. Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk



memberikan



masukan-masukan



yang



bersifat



membangun



kesempurnaan makalah ini.



Banda Aceh,



Juli 2018



Penulis



i



untuk



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii



BAB I



PENDAHULUAN ................................................................................1



BAB Π



PEMBAHASAN ..................................................................................3 A. Defenisi ilmu Qiro’atul Quran .........................................................3 B. Latar Belakang dan Tujuan Qira’at .................................................6 C. Faedah Keragaman Qira’at Al-Qur’an ...........................................10 D. Sebab-Sebab Perbedaan Qira’at .....................................................10 E. Pengaruh Qira’at Terhadap Istinbath Hukum................................11 F. Tanda-tanda Baca Al-Qur’an .........................................................11



BAB Ш



PENUTUP ..........................................................................................13 A. Kesimpulan ....................................................................................13 B. Saran ...............................................................................................13



DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................14



ii



BAB I PENDAHULUAN



Bangsa Arab merupakan komunitas terbesar dengan berbagai suku termaktub didalamnya. Setiap suku memiliki dialek (lahjah) yang khusus dan berbeda dengan suku-suku lainnya. Perbedaan dialek itu tentunya sesuai dengan kondisi alam, seperti letak geografis dan sosio cultural pada masing-masing suku. Laiknya Indonesia yang memiliki bahasa persatuan, maka bangsa Arab pun demikian. Mereka menjadikan bahasa Quraisy sebagai bahasa bersama (common language) dalam berkomunikasi, berniaga, mengunjungi ka’bah, dan melakukan bentuk-bentuk interaksi lainnya. Dari kenyataan di atas, sebenarnya kita dapat memahami alasan al-Qur’an diturunkan dengan menggunakan bahasa Quraisy. Di sini, perbedaan-perbedaan lahjah itu membawa konsekuensi lahirnya bermacam-macam bacaan (qira’ah) dalam melafalkan al-Qur’an. Lahirnya bermacam-macam qira’ah itu sendiri, tidak dapat dihindarkan lagi. Oleh karena itu, Rasulullah SAW sendiri membenarkan pelafalan al-Qur’an dengan berbagai macam qira’ah. Sabdanya al-Qur’an itu diturunkan dengan menggunakan tujuh huruf (unzila hadza al-Qur’an ‘ala sab’ah ahruf) dan hadis-hadis lainnya yang sepadan dengannya. Membahas salah satu cabang dalam ulumul Qur’an yakni ilmu Qira’at alQur’an tidak terlepas dengan apa yang disebut dengan Sab’ah Ahruf (Tujuh Huruf). Dalam satu riwayat, Nabi SAW bersabda : “Sesungguhnya al-Qur’an ini telah diturunkan dalam Tujuh Huruf, maka bacalah olehmu mana yang mudah dari padanya”1 Para ulama berbeda pendapat tentang makna ‘Tujuh Huruf’ pada hadits di atas. Diantara perbedaan tersebut adalah :2 1.



Al-Qur’an mengandung tujuh bahasa Arab yang memiliki satu makna.



2.



Tujuh dialek bahasa kabilah Arab yaitu Qurays, Hudzail, Tamim, Tasqif, Hawazin, Kinanah dan Yaman.



1



HR. Bukhari, Lafadz yang hampir sama terdapat pada riwayat An-Nasa’i. Abdul Majid Khon, Praktikum Qira’at; Keanehan Bacaan Al-Qur’an Qira’at Ashim dari Hafash, Jakarta : Amzah, 2008, hlm. 33-34. 2



1



3.



Tujuh aspek kewahyuan seperti perintah, larangan, janji, halal, haram, muhkam, mutasyabih dan amtsal.



4.



Tujuh perubahan perbedaan yaitu ism, i’rab, tashrif, taqdim dan ta’khir, tabdil dan tafkhim.



5.



Tujuh huruf diartikan bilangan yang sempurna seperti 70, 700, 7000 dan seterusnya.



6.



Tujuh Qira’at yang disebut dengan Qira’ah Sab’ah.



7.



Tujuh huruf diartikan tujuh bangsa selain bangsa Arab seperti Yunani, Persia dan lain-lain.3



Dari perbedaan pendapat di atas, yang paling kuat adalah pendapat pertama, yaitu al-Qur’an mengandung tujuh bahasa Arab yang memiliki satu makna, seperti aqbil, ta’al, halumma, ‘ajjil, asri’ yang memiliki satu makna yaitu ‘datang kemari’. Contoh lain terdapat pada rasm utsmani dalam surat al-Ma’idah ayat 82 : kata qissiisiina yang berarti para rahib (pendeta), berbeda dengan bacaan ‘Ubay bin Ka’b, yaitu shiddiiqiina (yang membenarkan). Dua perbedaan ini dibenarkan oleh Nabi SAW.4 Begitu juga pada surat al-Baqarah ayat 9, kata yukhaadi’u tertulis dalam al-Qur’an Jordania, yakhda’uuna.5 Qira’at al-Qur’an, khususnya istilah ‘qira’ah sab’ah’ sering dimaknai dan dikorelasikan identik dengan ‘Tujuh Huruf’, tetapi pendapat ini tidak kuat. Meski demikian, istilah ‘Tujuh Huruf’ merupakan salah satu sebab munculnya multiple reading (banyak bacaan) al-Qur’an.6 Adapun yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini adalah : 1. Bagaimana latar belakang timbulnya perbedaan qiraah. 2. Apa saja bentuk qira’ah serta syarat-syaratnya.



3 M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an / Tafsir, Jakarta : Bulan Bintang, 1992, hlm. 68. Hal ini disebabkan karena terdapat kata-kata dalam al-Qur’an yang berasal dari bahasa lain, seperti istibraq (Yunani), sijjil (Parsi), haunan (Suryayi), shirath (Rum). 4 Ahmad Von Denffer, 'Ulum al-Qur'an An Introduction to Sciences of the Qur'an, Liecester: The Islamic Foundation, 1989. hlm. 73. 5 Ibid.. 6 M. M. Al A’zami, Sejarah Teks Al-Qur’an, Dari Wahyu Sampai Kompilasi, terj. Sohirin Solihin dkk, Jakarta : Gema Insani Press, 2005, hlm. 73. Ada perbedaan istilah yang dipakai oleh penulis buku ini dengan apa yang dipakai oleh orientalis, yaitu multiple reading dan variant reading.



2



BAB Π PEMBAHASAN A. Defenisi ilmu Qiro’atul Quran Secara etimologi, kata qira’ah berarti ‘bacaan’, dari kata qara’a – yaqra’u – qira’atan.7 Kata qira’ah berbentuk tunggal, dalam studi ilmu al-Qur’an, ia ditempatkan dalam bentuk jamak karena pembahasannya mencakup banyak jenis qira’ah (bacaan). Qiro’at adalah bentuk jamak dari kata qira’ah yang secara bahasa bearti bacaan.Sedangkan secara istilah banyak ulama mengemukakan sebagai berikut; -



Al-zarqoni Suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam qiro’at yang berbeda dengan lainnya dalam pengucapan alquran alkarim serta sepakat riwayatriwayat dan jalur-jalur dari padanya,baik perbedaan ini dalam penggucapan huruf-huruf maupun dalam pengucapan keadaan-keadaannya.8 Defenisi diatas mengantung tiga unsur pokok, pertama Qira’at di sini di maksudkan menyangkut ayat-ayat di mna cara membaca Al-Quran berbeda dari satu imam dengan imam Qira’at lainnya. Kedua, cara bacaan yang dianut dalam suatu mazhab Qira’at di dasarkan atas riwayat dan bukan atas kias atau ijtihad. Ketiga, perbedaan antara qira’at-qira’at bisa terjadi pengucapan huruf-huruf dan pengucapan dalam berbagai keadaan.



-



Ibn Al-Jazari Qira’at adalah pengetahuan tentang cara-cara melapalkan kalimat-kalimat Al-Quran dan perbedaannya dengan membangsakannya kepada penukilnya.9



-



Al-Zarkasyi Qira’at yaitu perbedaan lapal-lapal Al-Quran, baik menyangkut hurufhuruf maupun cara pengucapan huruf-huruf tersebut seperti takhfif, tasydid, dan lain-lain.



Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Jakarta : Dana Bhakti Prima Yasa, 1998, hlm. 85. 8 Ahmad Syadali, Ahmad Rofi’I,ulumul Quran 1,Pustaka setia Bandung,1997,hlm 224 7



9



Ibid,hlm 226



3



Pengertian Qira’at yang di kemukakan oleh Al-Zarkasyi di atas hanya terbatas pada lapal-lapal Al-Quran yang memiliki perbedaan dalam lingkup yang lebih luas yang mencakup pula lapal-lapal Al-Quran yang tidak memiliki perbedaan Qira’at artinya lapal-lapal Al-quran tanda sukun), fashl, (memisahkanhuruf), washl(menyambungkan huruf), ibdal (menggantikan huruf-huruf atau lafal tertentu) ,dan lain-lain yang diperoleh melalui indra pendengaran. -



Shihabuddin al-Qusthalani Qira’at yaitu suatu ilmu untuk mengetahui kesepakatan serta perbedaan para ahli Qira’at (tentang cara mengucapkan lapal-lapal Al-Quran) seperti yang menyangkut aspek kebahasaan, I’rob, hazf, isbat, fashl, washl, yang di peroleh dengan cara periwayatan. Jadi dari defenisi yang di kemukakan oleh Al-Dimiyathi dan AlQusthalani di atas tanpak bahwa Qira’at Al-Quran itu di peroleh melalui mendengar langsungdari bacaan Nabi SAW, atau sebagai mana di ucapakan oleh para sahabat di hadapan Nabi SAW, lalui beliau men taqrir kannya.10 Qira’at adalah suatu mashab cara pelapalan Al-Quran yang di anut salah seorang imam berdasarkan sanad-sanad yang bersambung kepada Rasulullah SAW.11



-



Mana’Khalil Al-Qattan Qira’at adalah jamak dari Qira’ah yang berarti bacaan, dan ia adalah masdar dari qara’a menurut istilah ilmiyah Qira’at adalah salah satu mashab atau (alirannya) pengucapan Quran yang di pilih oleh salah seorang imam qara’a sebagai suatu mashab yang berbeda dengan mashab lainnya.12 Secara



terminologi,



qira’at



adalah



salah



satu



aliran



dalam



pelafalan/pengucapan al-Qur’an oleh salah seorang imam Qurra’ yang berbeda dengan yang lainnya dalam hal ucapan al-Qur’an serta disepakati riwayat dan jalurjalurnya, baik perbedaan itu dalam pengucapan huruf maupun dalam pengucapan



10



Ibid



11



Rosihon Anwar, Ulum Quran, Pustaka Setia, Bandung, 2008, hlm 141



12



Mana’Khalil-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran, Bogor, 2007,hlm 247



4



lafadznya.13 Secara praktis, qira’at disandarkan kepada salah satu imam Qurra’ yang tujuh, sepuluh dan empat belas.14 Qira’at sebagai satu sistem bacaan menjadi sangat vital bagi para pembacanya, terlebih lagi al-Qur’an merupakan sumber pokok rujukan dalam segala hal bagi pemeluk agama Islam. Teks wahyu yang diturunkan dalam bentuk lisan, diajarkan oleh Nabi SAW dalam cara yang sama, meski tetap ada usaha dalam bentuk penulisan teks al-Qur’an tersebut. Tetapi, dalam praktek dominan, metode ajar secara lisan tetap menjadi metode utama hingga saat ini. Itulah mengapa dalam sejarahnya, al-Qur’an banyak mengalami ragam cara baca, sesuai dengan dialek Arab yang ada saat itu. Jika al-Qur’an merupakan inti ajaran Islam, maka ilmu Qira’at menjadi sebuah sunnah yang harus dipegang, sebagaimana Nabi SAW selalu menjaga orisinalitas al-Qur’an dengan cara memanggil para sahabat penghafal al-Qur’an untuk kemudian mengulang dan mengingat kembali bacaannya.15 Zaid bin Thabit, orang yang begitu penting dalam pengumpulan Al-Qur'an, menyatakan bahwa “alQira’ah sunnatun muttaba’ah” (Seni bacaan (qira'at) Al-Qur'an merupakan sunnah yang mesti dipatuhi dengan sungguh-sungguh).16 Dalam satu riwayat, Nabi SAW bersabda : “Ambillah (belajarlah) alQur’an dari empat orang : Abdullah bin Mas’ud, Salim, Muadz dan Ubay bin Ka’b”17 Sepeninggal Nabi SAW, ragam bacaan al-Qur’an mendapat tempat tersendiri di kalangan sahabat sesuai dengan dialek kabilah yang ada. Jadi dalam penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa pengertian ilmu qiro’atul quran yaitu suatu ilmu pengetahuan yang membahas atau mempelajari cara bacaan alquran yang berbeda-beda penyebutan lafal-lafal Alquran, tetapi



13



Ibid.



14



Abduh Zulfikar Akaha, Al-Qur’an dan Qira’ah, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 1996, hlm.



194. MH. Thabathaba’i, Mengungkap Rahasia Al-Qur’an, terj. A. Malik Madani dan Hamim Ilyas, Bandung : Mizan, 1990, hlm. 138. 15



16 M. M. Al A’zami, Sejarah Teks Al-Qur’an, Dari Wahyu Sampai Kompilasi, terj. Sohirin Solihin dkk, Jakarta : Gema Insani Press, 2005, hlm. 73. 17



HR. Bukhari.



5



disertai sepakat riwayat-riwayat dan jalurnya. namun walaupun berbeda penyampaiannya atau penyebutannya karena banyaknya cara melafalkannya Alquran tetapi tetap berasal dari satu sumber yaitu Muhammad SAW. Dalam hal ini bahwa kami ingin menerangkan tentang pembahasan ini qiro’at memang menampilkan perbedaan yang sangat mencolok tetapi mempunyai makna yang sama terhadap apa yang disampaikan baginda kita nabi besar Muhammad SAW sebagai mana yang beliau terima dari-Nya. Sebagaimana di jelaskan qiro’at adalah tilawah dan bacaan Al-quran yang secara etimologi biasa disebut dengan tilawah Al-quran yang memiliki cirri khusus. Dengan kata lain, setiap kali tilawah Al-quran itu diujarkan dari nas wahyu IIahi dan sesuai dngan ijthihat salah satu qori terkenal, serta sesuai dengan kaidah ilmu qiro’at ,maka qiro’at Al-quran itu telah terlaksana.Tentunya Al-quran memiliki satu nas dan perbedaan yang ada di para kalangan qori berkisar antara masalah cara memperoleh hingga



menemukan



satu nas.



namun imam



Ja’far



Shadiq



berkata,



“Sesungguhnya alquran itu satu, diturunkan dari Yang Maha Esa. Namun perbedaan itu datang dari sisi para perawi.18 B. Latar Belakang dan Tujuan Qira’at Cara baca al-Qur’an yang beragam, disebabkan beberapa hal utama :19 1. Perbedaan karena tidak ada kerangka tanda titik. 2. Perbedaan karena tidak adanya tanda diakritikal. Ketika pemerintahan Islam meluas dimasa khalifah Utsman bin Affan, terjadi beberapa perselisihan di kalangan sahabat tentang car abaca al-Qur’an, yang mana masing-masing pihak menyatakan bacaannya adalah yang paling sahih dan benar. Kondisi ini mengancam keharmonisan umat Islam, hingga khalifah Utsman bin Affan memerintahkan para sahabat untuk menyusun dan membuat mushaf alQur’an. Hal ini dikenal dengan Mushaf Utsmani, yang sampai saat ini mushaf ini kita temukan, baca dan amalkan. Perlu kita ingat bahwa saat itu muncul beberapa mushaf yang berasal dari sahabat, seperti Mushaf Ali bin Abi Thalib, Mushaf Ubay



18



M. Hadi Ma’rifat, Sejarah Alquran, Jakarta ,2007.hlm212



M. M. Al A’zami, Sejarah Teks Al-Qur’an, Dari Wahyu Sampai Kompilasi, terj. Sohirin Solihin dkk, Jakarta : Gema Insani Press, 2005, hlm. 74. 19



6



bin Ka’b, Mushaf Abdullah bin Mas’ud, Mushaf Ibnu Abbas, Mushaf Zaid bin Tsabit, Mushaf Abu Musa al-‘Asy’ari dan mushaf beberapa sahabat lain yang sangat mungkin tidak kita kenal. Qira’ah, disebutkan oleh para ahli sejarah, menjadi sebuah disiplin ilmu bermula ketika Imam Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam (w. 224 H) menulis sebuah buku Al-Qira’at, yang termuat di dalamnya qira’at dari 25 orang rawi. 20 Di masa inilah mulai timbul kebohongan dan usaha-usaha penggantian kata atau kalimat dalam al-Qur’an, sehingga para ulama qurra’ memulai penyusunan qira’at alQur’an menuju kepada disiplin ilmu. Meski sebelumnya telah ada beberapa ulama qira’ah yang terbagi kedalam beberapa kelompok yaitu : 1.



Kelompok sahabat : Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin Ka’b, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas’ud dan Abu Musa al-Asy’ari.



2.



Kelompok Tabi’in : a.



Madinah : Ibnu Musayyib, Urwah, Salim, dan Umar bin Abdul Aziz



b.



Mekah



: Ubaid bin Umair, Atho' bin Abi Robah, Thowus, Mujahid, : Ikrimah



3.



c.



Kufah



: ilqimah, al-aswad, masruq, ubaidah, dll



d.



Bashroh



: abu aliyah, abu roja', qotadah, ibnu siirin



e.



Syam



: al-mughiroh, shohib utsman, dll



Kelompok Ulama Qurra’ yang hidup pada pertengahan abad dua hijriyah, seperti Ibnu Katsir, Abu Ja’fah, Nafi bin Nua’im, dll.



4.



Kelompok yang meriwayatkan qira’ah dari ulama kelompok ketiga, seperti Ibnu Iyasy, Hafsh dan Khalaf.



5.



Kelompok pengkaji dan penyusun ilmu qira’ah, yaitu Abu Ubaid al-Qasim bin Salam, Ahmad bin Jubair al-Kufi, Ismail bin Ishak al-Maliki, Abu Ja’far bin Jarir at-Tabari, Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Umar al-Dajuni dan Abu Bakar bin Mujahid. Abu Bakar bin Mujahid, terlahir di Baghdad tahun 245 H, memberikan



penjelasan yang cukup rinci tentang ilmu qira’ah, sebagai berikut :



Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Jakarta : Dana Bhakti Prima Yasa, 1998, hlm. 88. 20



7



Pertama, macam-macam Qira’at dari segi kuantitas atau jumlahnya. Adapun sebutan qira`at dari segi jumlah qira’at ada bernacam-macam. Ada yang bernama qira`at tujuh, qira`at delapan, qira`at sepuluh, qira`at sebelas, qira`at tiga belas, dan qira`at empat belas. Tetapi dari sekian macam jumlah qira`at yang dibukukan, hanya tiga macam qira’at yang terkenal yaitu: 1.



Qira`at al-Sab’ah: ialah qira`at yang dinisbatkan kepada para imam qurra’ yang tujuh yang masyhur. 21



2.



3.



No.



Tempat



Imam Qurra’



1



2



3



1



Madinah



Nafi' (169/785)



2



Mekah



Ibn Katsir (120/737)



3



Damaskus



Ibn 'Amir (118/736)



4



Basrah



Abu 'Amru (148/770)



5



Kufah



'Asim (127/744)



6



Kufah



Hamza (156/772)



7



Kufah



Al-Kisa'i (189/804)



Qira`at ‘asyroh: ialah qira`at sab’ah diatas ditambah dengan tiga qira`at lagi. No.



Tempat



Imam Qurra’



1



2



3



8



Madinah



Abu Ja'far (130/747)



9



Basrah



Ya'qub (205/820)



10



Kufah



Khalaf al-Asyir (229/843)



Qira`at arba’ah asyrah: ialah qira`at ‘asyrah yang lalu ditambah dengan empat qira’ah lagi. No.



Tempat



Imam Qurra’



1



2



3



11



Basrah



Hasan al Basri (110/728)



12



Mekah



Ibn Muhaisin (123/740)



13



Basrah



Fahya al-Yazidi (202/817)



14



Kufah



al-A’masy (148/765)



21



Ahmad Von Denffer, 'Ulum al-Qur'an An Introduction to Sciences of the Qur'an, Liecester: The Islamic Foundation, 1989. hlm. 83.



8



Kedua, dari segi kualitas, qira`at berdasarkan kualitas dapat dikelompokkan dalam lima bagian: 1.



Qira`at Mutawatir, yaitu qira`at yang diriwayatkan oleh orang banyak dari orang banyak yang tidak mungkin terjadi kesepakatan di antara mereka untuk berbohong.



2.



Qira`at Masyhur, yakni qira’at yang memilki sanad sahih, tetapi tidak sampai kepada kualitas mutawatir. Qira`at ini sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan tulisan



3.



Qira`at Ahad, yakni yang memiliki sanad sahih, tetapi menyalahi tulisan Mushaf ‘Utsmani dan kaidah bahasa Arab, tidak memilki kemasyhuran, dan tidak dibaca. (Qira’at Aisyah dan Hafsah, Ibn Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Sa’ad bin Abi Waqqash, Ibn Abbas)



4.



Qira’at Syadz (menyimpang), yakni qira’at yang sanadnya tidak sahih.



5.



Qira’at Maudhu’(palsu), yaitu qira’at yang dibuat-buat dan disandarkan kepada seorang tanpadasar. Seperti qira’at yang disusun oleh Abu Al-Fadhl Muhammad bin Ja’far dan mensbtkannya kepada Imam Abu Hanifah.



6.



Qira’at Syabih bi al-mudroj, yaitu qira’at yang mirip dengan mudroj dari macam-macam hadis. Dia adalah qira’at yang didalamnya ditambah kalimat sebagai tafsir dari ayat tersebut. Tolak ukur yang dijadikan pegangan para ulama’ dalam menetapkan qira’at



yang sahih adalah sebagai berikut :22 a.



Bersesuaian dengan kaidah bahasa Arab, baik yang fasih atau paling fasih. Sebab, qora`at adalah sunnah yang harus diikuti, diterima apa adanya dan menjadi rujukan dengan berdasarkan pada isnad, bukan pada rasio.



b.



Bersesuai dengan salah satu kaidah penulisan Mushaf ‘Ustmani walaupun hanya kemungkinan (ihtimal) atau mendekati.



c.



Memiliki sanad yang sahih atau jalan periwayatannya benar, sebab qira`at merupakan sunnah yang diikuti yang didasarkan pada penukilan dan kesahihan riwayat.



22



Ahmad Von Denffer, 'Ulum al-Qur'an An Introduction to Sciences of the Qur'an, Liecester: The Islamic Foundation, 1989. hlm. 84.



9



C.



Faedah Keragaman Qira’at Al-Qur’an Dalam keragaman cara baca al-Qur’an, dapat diambil beberapa manfaat yang



berguna sebagai tanda keotentikan al-Qur’an :23 1.



Bukti yang jelas tentang keterjagaan Al-Quran dari perubahan dan penyimpangan, meskipun mempunyai banyak qiroat tetapi tetap terpelihara.



2.



Keringanan bagi umat serta kemudahan dalam membacanya, khususnya mempermudah suku-suku yang berbed logat/dialek di Arab.



3.



Membuktikan kemukjizatan Al-Quran, karena dalam qiroat yang berbeda ternyata bisa memunculkan istinbat jenis hukum yang berbeda pula. Contoh dalam masalah ini adalah lafadhz : " wa arjulakum" dalam Al-Maidah ayat 6, yang juga bisa dibaca dalam qiroah lain dengan "wa arjulikum ". Maka yang pertama menunjukkan hukum mencuci kedua kaki dalam wudhu. Sementara yang kedua menunjukkan hukum mengusap ( al-mash) kedua kaki dalam khuf atau sejenis sepatu.



4.



Qiroat yang satu bisa ikut menjelaskan / menafsirkan qiroat lain yang masih belum jelas maknanya. Contoh masalah ini : dalam surat Jumat ayat 9, lafal " Fas'au ", asli katanya berarti berjalanlah dengan cepat, tetapi ini kemudian diterangkan dengan qiroat lain : " famdhou" yang berarti pergilah , bukan larilah.



D. Sebab-Sebab Perbedaan Qira’at Diantaranya yang meyebabkan munculnya qira’at yang berbeda adalah sebagai berikut 1. Perbedaan qira’at Nabi. Artinya, dalam mengajarkan Al-Quran kepada para sahabatnya, Nabi memakai beberapa versi qira’at. 2. Pengakuan daari Nabi terhadap sebagai qira’at yang berlaku di kalangan kaum muslimin waktu itu. 3. Adanya riwayat dari para sahabat Nabi yang meyangkut berbagai versi qira’at yang ada.



Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Jakarta : Dana Bhakti Prima Yasa, 1998, hlm. 92. 23



10



4. Adanya lahjah atau dialek kebahsaan di kalangan bahsa arab pada masa turunya Al-Quran.24 E. PENGARUH QIRA’AT TERHADAP ISTINBATH HUKUM Perbedaan antara satu qiraat dan qiraat lainnya bisa terjadi pada perbedaan huruf, bentuk katam susunan kalimat, I’rab, penambahan dan pengurangan kata. Perbedaan-perbedaan ini sudah tentu memiliki sedikit atau banyak perbedaan makna yang selanjutnya berpengaruh terhadap hukum yang diistinbathkannya. Dalam hal ini, qira’at dapat membantu menetapkan hukum secara lebih jelih dan cermat, perbedaan qira’at Al-Qur’an yang berkaitan dengan subtansi lafadz atau kalimat, adakalnya mempengaruhi makna dari lafadz tersebut adakalnya tidak, dengan demikian.maka



perbedaan Qira’at Al-Quran adakanya berpengaruh



terhadap istimbat hukum, dan adakalnya tidak. Qira’at shahih (mutawatir dan masyhur) bisa dijadikan sebagai tafsir dan penjelaas serta dasar penetapan hukum.25



F.



Tanda-tanda Baca Al-Qur’an Pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakr ra, Al-Quran ditulis dengan



memakai khat kufi. Yaitu sebuah model khat yang sedang masyhur saat itu. Tulisan pertama Al – Quran masih polos tanpa ada tanda harakat ataupun titik. Ketika Islam mulai tersebar ke segenap penjuru Arab, timbullah beberapa kekeliruan dalam membaca Al – Quran. Hal ini karena beragamnya dialek yang dimiliki oleh masing-masing qabilah. Akhirnya pada masa Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan (40-60 H), Abu Aswad Ad-Duali memprakarsai pemberian tanda-tanda harakat untuk Al-Quran. Akan tetapi tanda – tanda harakat tersebut tidak sama dengan harakat yang kita kenal saat ini. Pada masa itu harakat “Fathah” ditandai dengan titik berwarna merah yang diletakkan di atas hurufnya. “Dhammah” ditulis dengan titik yang ada di depan hurufnya, “Kasrah” ditulis dengan titik yang terletak di bawah dan “Tasydid” dilambangkan dengan titik dua di atas huruf.



24



Dr. Rosihon Anwar, M.Ag. Ulum Al-Quran.hlm 142-149



25



Ibid.hlm 155



11



Sekitar tahun 65 – 86 H, Khalifah Abdul Malik bin Marwan atas saran Hajjaj bin Yusuf mulai memberi tanda titik pada huruf-huruf Al – Quran. Ia menugaskan Yahya bin Ya’mar dan Nashar bin Ashim yang merupakan murid Dari Abu Aswad Ad_Duali. Tanda-tanda yang sudah ada pun dirasa masih kurang cukup. Dimana dengan tanda – tanda tersebut seringkali masih diketemukan terjadi kekeliruan dalam membaca al-Quran, terutama panjang – pendeknya bacaan. Maka pada tahun 162 H, Imam Khalil bin Ahmad yang tinggal di Bashrah memberi tanda yang lebih jelas. Ia memperbaharui tanda-tanda yang telah ditulis oleh Abul Aswad Ad_Duali. Dan hasilnya adalah seperti tanda-tanda Al-Quran yang kita ketahui saat ini. Adapun perubahan khat Al Quran terjadi pada masa Al-Wasil ibnu Muqlah (272 H), seorang menteri pada Dinasti Abbasiyah. Dialah orang yang dikenal pertama kali menulis Al Quran dengan berbagai macam khat, termasuk diantaranya khat Al Quran yang kita pakai sekarang ini. Sedangkan yang membagi Al Quran menjadi 30 juz adalah Hajjaj bin Yusuf. Ia juga memberikan tanda “Nishf” (separuh) dan “Rubu’_” (seperempat) dalam mushaf Al Quran.



12



BAB Ш PENUTUP



A. Kesimpulan Dari pembahasan makalah ini, maka dapat di simpulkan sebagai berikut: 1. Qira’at adalah perbedaan cara mengucapkan lafazh-lafazh Al-Quran yang baik menyankut hurufnya atau cara pengucapan huruf-huruf. 2. Qira’at memiliki bermacam-macam, yakni Qira’at sab’ah, qira’at asyrah dan Qira’at arbaah asyrah. 3. Qira’at memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap penetapan suatu hukum akibat perbedan kata, huruf dan cara baca.



B. Saran Penulis meyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, itu semua hayalah keterbatasan ilmu pengetahuan yang penulis miliki dan hanya mengandalka buku referensi. maka dari itu penulis meyarankan agar para pembaca yang ini mendalami Qira’at agar setelah membaca makalah ini, membaca sumbersumber lain yang lebih komplit. tidak haya membaca makalah ini saja. Akhirnya penulis ucapkan, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.



13



DAFTAR PUSTAKA



Ahmad Syadali, Ahmad Rofi’I, Ulumul Quran 1, Pustaka Setia, Bandung, 1997 Akaha, Abduh Zulfikar, Al-Qur’an dan Qira’ah, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 1996. Al A’zami, M. M., Sejarah Teks Al-Qur’an, Dari Wahyu Sampai Kompilasi, terj. Sohirin Solihin dkk, Jakarta : Gema Insani Press, 2005. Al-Munawar, Said Agil Husin, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta : Ciputat Press, 2003. An-Nawawi, Abu Zakariya Yahya Muhyiddin bin Syaraf bin Hizam, At-Tibyaan fii Aadaabi Hamalatil Quran, tk.. Anwar, Abu, Drs, M.Ag, Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar, Jakarta : Amzah, 2002. Ash Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an / Tafsir, Jakarta : Bulan Bintang, 1992. Az-Zanjani, Abu Abdullah, Tarikh Al-Qur’an, terj. Kamaluddin Marzuki Anwar, Bandung : Mizan, 1993. Chirzin, Muhammad, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Jakarta : Dana Bhakti Prima Yasa, 1998. Denffer, Ahmad Von, 'Ulum al-Qur'an An Introduction to Sciences of the Qur'an, Liecester: The Islamic Foundation, 1989. DRS.KH. Amien, Siddikq,M.BA. Buku Pintar Al-Quran, Bandung, Esack, Farid, The Qur’an : A User’s Guide, Oxford : Oneworld Publication, 2007. Halimatusa’diyah, Ulumul Qur’an, Palembang, 2006 Khon, Abdul Majid, Praktikum Qira’at; Keanehan Bacaan Al-Qur’an Qira’at Ashim dari Hafash, Jakarta : Amzah, 2008. M.hadi ma’rifat, Sejarah Al-Quran, Jakarta, 2007. Mana’Khalil-Qattan, Studi ilmu-ilmu Quran, Bogor, 2007 Rosihon Anwar, Ulum Quran, Pustaka Setia, Bandung, 2008 Shihab, Quraish M. dan tim, Sejarah dan 'Ulum al-Qur'an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.



14



Syamsuddin, Hatta, Ringkasan Praktis Sistematis dari Terjemahan Kitab " Mabahits Fi Ulumil Qur'an" karya Syeikh Manna'ul Qathan, dengan beberapa tambahan, catatan dan penyesuaian, PESANTREN MAHASISWA ARROYAN SURAKARTA, 2008 M / 1430 H. Thabathaba’i, MH., Mengungkap Rahasia Al-Qur’an, terj. A. Malik Madani dan Hamim Ilyas, Bandung : Mizan, 1990. Watt, W. Montgomery, Bell, Richard, Pengantar al-Qur'an, Terj. Lilian D. Tedjasudhana, Jakarta: INIS, 1998.



15