MAKALAH Indonesia Dalam Panggung Dunia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH INDONESIA DALAM PANGGUNG DUNIA



DISUSUN OLEH : NAMA



: MULYATININGSIH



KELAS



: XII-IPS 3



ABSEN



: 20



SMA NEGERI 1 BANGSAL TAHUN AJARAN 2022



KATA PENGANTAR Puji Syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala rahmat yang diberikan-Nya, sehingga makalah yang berjudul “Indonesia Dalam Panggung Dunia” ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini kami



buat guna



memenuhi tugas Sejarah Indonesia. Dalam kesempatan kali ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran mereka demi terwujudnya makalah ini Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat bemanfaat bagi masyarakat luas, dan dapat menambah wawasan pembaca. Pada akhirnya kritik dan saran yang pembaca berikan untuk mewujudkan kesempurnaan makalah ini, kami sangat hargai.



Mojokerto, 3 Maret 2022



Penulis



ii



DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL................................................................................... i KATA PENGANTAR.................................................................................... ii DAFTAR ISI................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1 1.2 Tujuan...................................................................................................... 1 1.3 Dasar Teori.............................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3 2.1 Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Bebas Aktif..... 3 2.2 Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan Pelaksanaanya.............................. 3 2.3 Peran Indonesia Dalam Upaya Menciptakan Perdamaian Dunia............ 13 BAB III PENUTUP......................................................................................... 24 3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 24 3.2 Saran........................................................................................................ 24 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 25



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik luar negeri suatu negara lahir ketika negara itu sudah dinyatakan sebagai suatu negara yang berdaulat. Setiap identitas negara yang berdaulat memiliki kebijakan yang mengatur hubungannya dengan dunia internasional, baik berupa negara maupun komunitas internasional lainnya. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari politik luar negeri yang dijalankan negara dan merupakan pencerminan dari kepentingan nasionalnya. Indonesia menerapkan Sistem Politik Luar Negeri Bebas Aktif sejak awal kemerdekaan hingga sekarang. Pelaksanaan Politik Luar Negeri di Indonesia berbeda dari masa ke masa dan pelaksanaannya pun masih belum sepenuhnya sesuai dengan istilah “Bebas dan Aktif”. Dalam Dunia Internasional, Politik Luar Negeri sangat diperlukan. Hal ini disebabkan karena sebagai negara yang berdaulat kita harus menjalin hubungan kerjasama dengan negara lain agar tercipta dan terjalin terjalin perdamaian dunia. Dalam hal ini Indonesia memiliki banyak peranan penting dalam menciptakan dan menjaga stabilitas perdamaian dunia dan ikut serta membantu negara-negara yang membutuhkan bantuan. 1.2 Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah : 1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada pembaca mengenai Politik Luar Negeri Indonesia dan pelaksanaannya (1945—sekarang). 2. Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada pembaca mengenai Peran Indonesia dalam Organisasi dunia Internasional. 3. Pembaca dapat mengambil Hikmah dari penerapan politik luar negeri bebas aktif dan partisipasi aktif Indonesia di panggung dunia.



1



1.3 Dasar Teori Pada 2 September 1948, sebagai Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan Mohammad Hatta memberikan keterangan kepada Badan Pekerja KNIP tentang kedudukan politik Negara Indonesia saat itu RI menghadapi berbagai kesulitan yang tidak sedikit. Perundingan dengan Belanda yang dimediasi oleh Komisi Tiga Negara dari PBB terputus. Dari dalam negeri oposisi dari aksi Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang dipimpin oleh Muso menghebat. Untuk menangkis serangan-serangan yang ditujukan kepada pemerintah RI, diadakan sidang BP KNIP. Mengenai pertentangan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam perang dingin di masa itu, fraksi FDR PKI dalam Badan Pekerja mendesak supaya RI memilih pihak Uni Soviet. Terkait desakan tesebut, Hatta menyatakan bahwa politik RI tidak memilih pro ini atau pro itu, melainkan memilih jalan sendiri untuk mencapai kemerdekaan.



2



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Bebas Aktif Landasan Ideal dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dijadikan sebagai pedoman, pijakan dalam melaksanakan politik luar negeri Indonesia.Kelima sila yang termuat dalam Pancasila. berisi pedoman dasar bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal dan mencakup seluruh sendi kehidupan manusia. Hal ini karena Pancasila sebagai falsafah negara mengikat seluruh bangsa Indonesia, sehingga golongan atau partai politik manapun yang berkuasa di Indonesia tidak dapat menjalankan suatu politik negara yang menyimpang dari Pancasila. Landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 alinea pertama “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” dan alinea keempat “…. dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial….” 2.2 Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan Pelaksanaanya 2.2.1 Lahirnya Politik Luar Negeri Bebas Aktif Secara umum, Pengertian Politik Luar Negeri adalah suatu perangkat yang formula, nilai, sikap dan arah serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan dan memajukan kepentingan nasional dalam menjalin sebuah kerja sama dengan Negara lain. Secara sederhana, pengertian politik luar negeri adalah cara negara dalam berinteraksi dengan negara lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Politik luar negeri suatu negara lahir ketika negara itu sudah dinyatakan sebagai suatu negara yang berdaulat. Setiap entitas



negara



yang



berdaulat



memiliki 3



kebijakan



yang



mengatur



hubungannya dengan dunia internasional, baik berupa negara maupun komunitas internasional lainnya. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari politik luar negeri yang dijalankan negara dan merupakan pencerminan dari kepentingan nasionalnya. Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat juga menjalankan politik luar negeri yang senantiasa berkembang disesuaikan dengan kebutuhan dalam negeri dan perubahan situasi internasional. Politik luar negeri Indonesia disebut Politik bebas aktif karena politik luar negeri Indonesia ditegaskan di atas dua prinsip, yakni bebas dan aktif. Disebut dengan bebas karena politik luar negeri indonesia terbebas dari pengaruh negara negara atau kekuatan asing, atau bebas menentukan sikap apapun tetapi sikap yang didasarkan atas ideologi Pancasila dan UUD 1945. Meski demikian, Indonesia tidak tinggal diam dengan maslaah masalah dunia yang muncul. Bersama Perserikatan bangsa bangsa (PBB) dan organisasi organisasi dunia lainya, Indonesia turut aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia. Indilah yang dimaksud dengan Prinsip Aktif.  Tujuan politik luar negeri bebas aktif adalah untuk mengabdi kepada tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang menyatakan: “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan



umum,



mencerdaskan



kehidupan



bangsa,



dan



ikut



melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial” 2.2.2 Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Palementer 19501959 Prioritas utama politik luar negeri dan diplomasi Indonesia pasca kemerdekaan hingga tahun 1950an lebih ditujukan untuk menentang segala macam bentuk penjajahan di atas dunia, termasuk juga untuk memperoleh pengakuan internasional atas proses dekolonisasi yang belum selesai di Indonesia, dan menciptakan perdamaian dan ketertiban dunia melalui politik bebas aktifnya. Pada waktu itu Indonesia berusaha keras untuk mendapatkan pengakuan dunia internasional dengan cara



4



diplomasi. Keberhasilan Indonesia mendapatkan pengakuan dunia internasional melalui meja perundingan ini menjadi titik tolak dari perjuangan diplomasi Indonesia mencapai kepentingannya. Sejak pertengahan tahun 1950 an, Indonesia telah memprakarsai dan mengambil sejumlah kebijakan luar negeri yang sangat penting dan monumental, seperti, Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955. Konsep politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif merupakan gambaran dan usaha Indonesia untuk membantu terwujudnya perdamaian dunia. Salah satu implementasinya adalah keikutsertaan Indonesia dalam membentuk solidaritas bangsa-bangsa yang baru merdeka dalam forum Gerakan Non-Blok (GNB) atau (Non-Aligned Movement/NAM). Forum ini merupakan refleksi atas terbaginya dunia menjadi dua kekuatan besar, yakni Blok Barat (Amerika Serikat ) dan Blok Timur (Uni Soviet). Konsep politik luar negeri yang bebas aktif ini berusaha membantu bangsa-bangsa di dunia yang belum terlepas dari belenggu penjajahan. 2.2.3 Politik Luar Negeri Indonesia Masa Soekarno (Demokrasi Terpimpin) Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), politik luar negeri Indonesia bersifat high profile, flamboyan dan heroik, yang diwarnai sikap antiimperialisme dan kolonialisme serta bersifat konfrontatif. Politik luar negeri Indonesia pada era ini, diabadikan pada tujuan nasional Indonesia. Pada saat itu kepentingan nasional Indonesia adalah pengakuan kedaulatan politik dan pembentukan identitas bangsa. Kepentingan nasional itu diterjemahkan dalam suatu kebijakan luar negeri yang bertujuan untuk mencari dukungan dan pengakuan terhadap kedaulatan Indonesia, dan untuk menunjukan karakter yang dimiliki pada bangsa-bangsa lain di dunia internasional. Politik luar negeri Indonesia pada masa ini juga bersifat revolusioner.



5



Presiden Soekarno dalam era ini berusaha sekuat tenaga untuk mempromosikan Indonesia ke dunia internasional melalui slogan revolusi nasionalnya yakni Nasakom (nasionalis, agama dan komunis) dimana elemen-elemen ini diharapkan dapat beraliansi untuk mengalahkan Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imperialisme). Dari sini dapat dilihat adanya pergeseran arah politik luar negeri Indonesia yakni condong ke Blok komunis, baik secara domestic maupun internasional. Hal ini dilihat dengan adanya kolaborasi politik antara Indonesia dengan China dan bagaimana Presiden Soekarno mengijinkan berkembangnya Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia. Alasan Soekarno mengijinkan perluasan PKI itu sendiri adalah agar komunis mampu berasimilasi dengan revolusi Indonesia dan tidak merasa dianggap sebagai kelompok luar. Ketidaksukaan Presiden Soekarno terhadap imperialisme juga dapat dilihat dari responnya terhadap keberadaan Belanda di Irian Barat. Tindakan militer diambil untuk mengambil alih kembali Irian Barat ketika diplomasi dianggap gagal. Dukungan Amerika Serikat yang kemudian didapatkan Soekarno muncul sebagai akibat konfrontasi kedekatan Jakarta dengan Moskow. Taktik konfrontatif ini kemudian digunakan kembali oleh Soekarno ketika terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia akibat pembentukan Negara federasi Malaysia yang dianggap Indonesia pro terhadap imperialisme Barat. Puncak ketegangan terjadi ketika Malaysia ditetapkan sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB. Hal ini menyulut kemarahan Indonesia. Hingga akhirnya pada 15 September 1965 Indonesia keluar dari PBB karena Soekarno beranggapan bahwa PBB berpihak pada Blok Barat. Mundurnya Indonesia dari PBB berujung pada terhambatnya pembangunan dan modernisasi Indonesia



karena



menjauhnya



Internasional.



6



Indonesia



dari



pergaulan



Pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno ini Indonesia terkenal mendapat sorotan tajam oleh dunia internasional. Bukan hanya keaktifannya dan juga peranannya di kancah internasional tetapi ide-ide serta kebijakan luar negerinya yang menjadi panutan beberapa negara pada saat itu. Masa orde lama merupakan titik awal bagi Indonesia dalam menyusun strategi dan kebijakan luar negerinya. Dasar politik luar negeri Indonesia digagas oleh Hatta dan beliau juga yang mengemukakan tentang gagasan pokok non-Blok. Gerakan non-Blok merupakan ide untuk tidak memihak antara blok Barat yang diwakili oleh Amerika Serikat dan blok Timur yang diwakili oleh USSR. Perang ideologi anatara kedua negara tersebut merebah ke negara-negara lain termasuk ke negara di kawasan Asia Tenggara. Indonesia merupakan negara pencetus non-Blok dan menjadi negara yang paling aktif dalam menyuarakan anti memihak



antara



kedua



blok



tersebut.



Indonesia



juga



menegaskan bahwa politik luar negerinya independen (bebas) dan aktif yang hingga kini kita kenal dengan politik luar negeri bebas aktif. Indonesia merupakan salah satu negara yang berani keluar dari PBB dalam menyatakan keseriusan sikapnya.  Namun nyatanya pada masa orde lama Indonesia tidak menerapkan sepenuhnya politik bebas aktif yang dicetuskannya. Secara jelas terlihat Indonesia pada saat itu cenderung berporos ke Timur dan dekat dengan negara-negara komunis seperti Cina dan USSR dibandingkan dengan negara-negara Barat seperti Amerika Serikat. Presiden Soekarno juga menetapkan politik luar



marcusuar



dimaana



dibuat



poros



Jakarta-Peking-



Phyongyang. Hal ini menyulut kontrofersi dimata dunia internasional, karena Indonesia yang awalnya menyatakan sikap sebagai negara non-Blok menjadi berpindah haluan. Hal ini membuat tidak berjalan dengan efektifnya politik luar negeri bebas aktif saat itu.



7



2.2.4 Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Orde Baru Pada masa awal Orde Baru terjadi perubahan pada pola hubungan luar negeri Indonesia dalam segala bidang. Pada masa pemerintahan Soeharto, Indonesia lebih memfokuskan pada pembangunan sektor ekonomi. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilaksanakan secara baik, tanpa adanya stabilitas politik keamanan dalam negeri maupun di tingkat regional. Pemikiran inilah yang mendasari Presiden Soeharto mengambil beberapa langkah kebijakan politik luar negeri (polugri), yaitu membangun hubungan yang baik dengan pihakpihak Barat dan “good neighbourhood policy” melalui Association South East Asian nation (ASEAN). Titik berat pembangunan jangka panjang Indonesia saat itu adalah pembangunan ekonomi, untuk mencapai struktur ekonomi yang seimbang dan terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, pada dasawarsa abad yang akan datang. Tujuan utama politik luar negeri Soeharto pada awal penerapan New Order (tatanan baru) adalah untuk memobilisasi sumber dana internasional demi membantu rehabilitasi ekonomi negara dan pembangunan, serta untuk menjamin lingkungan regional yang aman yang memudahkan Indonesia untuk berkonsentrasi pada agenda domestiknya. Berikut pernyataan Presiden Soeharto mengenai politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dalam bidang politik luar negeri, kebijakan politik luar negeri Indonesia lebih menaruh perhatian khusus terhadap soal regionalisme. Para pemimpin Indonesia menyadari pentingnya stabilitas regional



akan



dapat



menjamin



keberhasilan



rencana



pembangunan Indonesia. Kebijakan luar negeri Indonesia juga mempertahankan



persahabatan



dengan



pihak



Barat,



memperkenalkan pintu terbuka bagi investor asing, serta bantuan pinjaman. Presiden Soeharto juga selalu menempatkan



8



posisi Indonesia sebagai pemeran utama dalam pelaksanaan kebijakan luar negerinya tersebut, seperti halnya pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.Beberapa sikap Indonesia dalam melaksanakan politik luar negerinya antara lain; menghentikan konfrontasi dengan Malaysia.Upaya mengakhiri konfrontasi terhadap Malaysia dilakukan agar Indonesia mendapatkan kembali kepercayaan dari Barat dan membangun kembali ekonomi Indonesia melalu iinvestasi dan bantuan dari pihak asing. Tindakan ini juga dilakukan untuk menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia meninggalkan kebijakan luar negerinya yang agresif. Konfrontasi berakhir setelah Adam Malik yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri menandatangani Perjanjian Bangkok pada tanggal 11 Agustus 1966 yang isinya mengakui



Malaysia



sebagai



suatu



negara.



Selanjutnya



Indonesia juga terlibat aktif membentuk organisasi ASEAN bersama dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Dalam pembentukan ASEAN Indonesia memainkan peranan utama dalam pembentukan organisasi ASEAN. ASEAN merupakan



wadah



bagi politik



luar



negeri



Indonesia.



Kerjasama ASEAN dipandang sebagai bagian terpenting dari kebijakan luar negeri Indonesia. Ada kesamaan kepentingan nasional



antara



negara-negara



anggota



ASEAN,



yaitu



pembangunan ekonomi dan sikap non komunis. Dengan demikian, stabilitas negara-negara anggota ASEAN bagi kepentingan nasional Indonesia sendiri sangatlah penting. ASEAN dijadikan barometer utama pelaksanaan kerangka politik luar negeri Indonesia. Berbagai kebutuhan masyarakat Indonesia coba difasilitasi dan dicarikan solusinya dalam forum regional



ini.



Pemerintahan



Soeharto



coba



membangun



Indonesia sebagai salah satu negara Industri baru di kawasan Asia Tenggara, sehingga pernah disejajarkan dengan Korea



9



Selatan, Taiwan, dan Thailand sebagai macan-macan Asia baru. Di samping itu, politik luar negeri Indonesia dalam forum ASEAN, juga untuk membentuk citra positif Indonesia sebagai salah satu negara yang paling demokratis dan sangat layak bagi investasi industri. Presiden Soeharto memakai Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) untuk memproyeksikan posisi kepemimpinan Indonesia. Pada awalnya Indonesia tidak setuju dengan APEC. Kekhawatiran itu didasarkan pada ketidakmampuan Indonesia menghadapi liberalisasi perdagangan. Kekhawatiran lainnya adalah kehadiran APEC dapat mengikis kerjasama antara negara-negara ASEAN. Setelah berakhirnya Perang Dingin, Indonesia mengubah pandangannya terhadap APEC. Faktor pendorongnya antara lain adalah karena Indonesia menjadi ketua pertemuan APEC selanjutnya. Keberhasilan Indonesia menjadi ketua pertemuan APEC dan juga keberhasilan menjadi Ketua Gerakan Non Blok X pada tahun 1992, setidaknya memberikan pengakuan bahwa Indonesia adalah salah satu pemimpin internasional. Pada masa Orde Baru pemerintah Indonesia menerapkan politik luar negeri bebas aktif secara efektif. Peranan Indonesia pada masa Orde Baru terlihat jelas dengan peran aktif dalam acara-acara tingkat dunia. Kerjasama diperluas dalam berbagai sektor terutama sektor perekonomian, Indonesia juga secara cepat memberikan tanggapan akan isu-isu yang muncul dalam dunia internasional. Politik Luar negeri Indonesia yang bebas aktif pada masa Orde Baru dapat membawa Indonesia baik di mata dunia. Namun beberapa pihak menilai bahwa pada masa presiden Soeharto yang jelas anti komunisme hubungan dengan negara-negara komunis tidak terlalu baik. Kecenderungan hubungan Indonesia pada masa Orde Baru adalah mengarah



10



kepada negara-negara Barat yang pada



masa presiden



Soekarno terabaikan. 2.2.5 Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi Orientasi politik luar negeri Indonesia di awal reformasi masih sangat dipengaruhi oleh kondisi domestik akibat krisis multidimensi akibat transisi pemerintahan. Perhatian utama politik luar negeri Indonesia diarahkan pada upaya pemulihan kembali kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia serta memulihkan perekonomian nasional. Politik luar negeri Indonesia saat itu lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan politik domestik daripada politik internasional. Pada masa awal reformasi yang dimulai oleh pemerintahan Presiden B.J.Habibie, pemerintah Habibie disibukkan dengan usaha memperbaiki citra Indonesia di kancah internasional yang sempat terpuruk sebagai dampak krisis ekonomi di akhir era Orde Baru dan kerusuhan pasca jajak pendapat di Timor-Timur. Lewat usaha kerasnya, Presiden Habibie berhasil menarik simpati dari Dana Moneter Internasional/International Monetary Funds (IMF) dan Bank Dunia untuk mencairkan program bantuan untuk mengatasi krisis ekonomi. Pada masa pemerintahan



Presiden Abdurahman Wahid,



hubungan RI dengan negara-negara Barat mengalami sedikit masalah setelah lepasnya TimorTimur dari NKRI. Presiden Wahid memiliki cita-cita mengembalikan citra Indonesia di mata internasional. Untuk itu beliau banyak melakukan kunjungan kenegaraan ke luar negeri. Dalam setiap kunjungan luar negeri yang ekstensif selama masa pemerintahan yang singkat Presiden Wahid secara konstan mengangkat isu-isu domestik dalam setiap pertemuannya dengan setiapkepalanegara yang dikunjunginya. Termasuk dalam hal ini, selain isu Timor-



11



Timur, adalah soal integritas tertorial Indonesia seperti kasus Aceh, Papua dan isu perbaikan ekonomi. Diplomasi di era pemerintahan Abdurrahman Wahid dalam konteks



kepentingan



nasional



selain



mencari



dukungan



pemulihan ekonomi, rangkaian kunjungan ke mancanegara diarahkan pula pada upaya-upaya menarik dukungan mengatasi konflik



domestik,



mempertahankan



integritas



teritorial



Indonesia, dan hal yang tak kalah penting adalah demokratisasi melalui proses peran militer agar kembali ke peran profesional. Ancaman integrasi nasional di era Presiden Wahid menjadi kepentingan nasional yang sangat mendesak dan diprioritaskan. Megawati dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia pada tanggal 23 Juli 2001. Pada awal pemerintahannya, suasana politik dan keamanan menjadi sejuk dan kondusif. Walaupun ekonomi Indonesia mengalami perbaikan, seperti nilai tukar rupiah



yang



agak



stabil,



tetapi



Indonesia



pada



masa



pemerintahannya tetap saja tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam bidang-bidang lainnya. Belajar dari pemerintahan presiden yang sebelumnya, Presiden Megawati lebih memerhatikan dan memertimbangkan peran DPR dalam penentuan kebijakan luar negeri dan diplomasi



seperti



diamanatkan



dalam



UUD



1945.



Presiden Megawati juga lebih memprioritaskan diri untuk mengunjungi wilayah-wilayah konflik di Tanah Air seperti Aceh, Maluku, Irian Jaya, Kalimantan Selatan atau Timor Barat. Pada era pemerintahan Megawati, disintegrasi nasional masih menjadi ancaman bagi keutuhan teritorial. Selain itu, pada masa pemerintahan Megawati juga terjadi serangkaian ledakan bom di tanah air. Sehingga dapat dipahami, jika isu terorisme menjadi perhatian serius bagi pemerintahan Megawati. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dilantik menjadi Presiden ke-6 Republik Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2004. SBY



12



merupakan Presiden Indonesia pertama yang dipilih melalui mekanisme pemilihan umum secara langsung. SBY berhasil mengubah citra Indonesia dan menarik investasi asing dengan menjalin berbagai kerjasama dengan banyak negara pada masa pemerintahannya, antara lain dengan Jepang. Perubahanperubahan global pun dijadikannya sebagai peluang. Politik luar negeri Indonesia di masa pemerintahan SBY diumpamakan dengan istilah ‘mengarungi lautan bergelombang’, bahkan ‘menjembatani dua karang’. Hal tersebut dapat dilihat dengan berbagai insiatif Indonesia untuk menjembatani pihak-pihak yang sedang bermasalah. Indonesia tidak pandang bulu bergaul dengan negara manapun sejauh memberikan manfaat bagi Indonesia. 2.3 Peran Indonesia Dalam Upaya Menciptakan Perdamaian Dunia 2.3.1 Pelaksanaan Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955 Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika adalah sebuah konferensi antara negara-negara Asia dan Afrika yang kebanyakan beru saja memperoleh kemerdekkaan. KAA diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar (dahulu Burma), Sri Lanka (dahulu Ceylon), India, dan Pakistan dan dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario. Pertemuan ini berlangsung antara 18-24 April 1955 di Gedung Merdeka, Dandung, Indonesia. Tujuannya mempromosikan kerjasama ekonomi



dan



kebudayaan



Asia-Afrika



dan



melawan



kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperalis lainya. 1. Latar Belakang Diselenggarakannya Konferensi AsiaAfrika 



Bangsa-bangsa Asia-Afrika memiliki persamaan nasib dan sejarah yakni sama-sama menjadi sasaran penjajahan bangsa-bangsa Eropa.



13







Semakin meningkatnya kesadaran bangsa-bangsa Asia-Afrika



yang



masih



terjajah



untuk



memperoleh kemerdekaan. 



Perubahan politik yang terjadi setelah Perang Dunia II berakhir yakni situasi internasional diliputi kecemasan akibat adanya perlombaan senjata antara Blok Barat dan Blok Timur.







Diantara bangsa-bangsa Asia yang telah merdeka masih belum terdapat kesadaran untuk bersatu, yang kemudian Rusia dan Amerika Serikat ikut melibatkan diri dalam masalah tersebut.



2. Tujuan Konferensi Asia-Afrika 



Mengembangkan saling pengertian dan kerja sama antar bangsa-bangsa Asia-Afrika, serta untuk menjajagi dan melanjutkan kepentingan timbal balik maupun kepentingan bersama.







Meninjau



masalah-masalah



hubungan



social,



ekonomi, dan kebudayaan dalam hubungannya dengan negara-negara peserta. 



Mempertimbangkan masalah-masalah mengenai kepentingan khusus dari bangsa-bangsa AsiaAfrika



seperti



yang



menyangkut



kedaulatan



nasional, rasionalisme, dan kolonialisme. 



Meninjau kedudukan Asia-Afrika serta rakyatnya, serta memberikan sumbangan untuk meningkatkan perdamaian dan kerja sama internasional.



3. Peranan Indonesia dalam KAA 



Indonesia ikut memprakarsai dan sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi Pancanegara II yang berlangsung tanggal 28-29 Desember 1954 di Bogor (Jawa Barat). Konferensi ini sebagai pendahuluan dari KAA. 14







Indonesia ikut memprakarsai dan sebagai tempat penyelenggaraan KAA yang berlangsung pada tanggal 18-24 April 1955 di Gedung Merdeka Bandung (Jawa Barat). Dalam konferensi ini beberapa tokoh Indonesia menduduki peranan penting, diantaranya adalah 1. Ketua Konferensi Mr. Ali Sastroamidjoyo 2. Sekretaris Jenderal Konferensi  Ruslan Abdulgani 3. Ketua Komite Kebudayaan            Mr. Muh. Yamin 4. Ketua Komite Ekonomi                 Prof. Ir. Roseno



2.3.2 Gerakan Non-Blok Gerakan Non Blok (non-aligned) merupakan organisasi negara-negara yang tidak memihak Blok Barat maupun Blok Timur. Berdirinya Gerakan Non Blok di latar belakangi oleh hal-hal sebagai berikut : a) Diilhami Konferensi Asia-Afrikadi Bandung (1955) di mana negara-negara yang pernah dijajah perlu menggalang solidaritas untuk melenyapkan segala bentuk kolonialisme. b) Adanya krisis Kuba pada tahun 1961di mana Uni Soviet membangun pangkalan peluru kendali secara besar-besaran di Kuba, hal ini mangakibatkan Amerika Serikat merasa terancam sehingga suasana menjadi tegang. Ketegangan antara Blok Barat dan Blok Timur ini mendorong terbentuknya GNB. Adapun berdirinya Gerakan Non Blok diprakarsai oleh: a) Presiden Soekarno dari Indonesia,



15



b) Presiden Gamal Abdul Nasser dari Republik Persatuan Arab-Mesir, c) Perdana Menteri Pandith Jawaharlal Nehru dari India, d) Presiden Josep Broz Tito dari Yugoslavia, dan e) Presiden Kwame Nkrumah dari Ghana. 1. Tujuan Gerakan Non Blok                                                        Gerakan Non Blok bertujuan meredakan ketegangan dunia sebagai akibat pertentangan antara Blok Barat dan Blok Timur. 2.



Peranan Indonesia dalam Gerakan Non Blok a) Presiden Soekarno adalah satu dari lima pemimpin dunia yang mendirikan GNB. b) Iku memprakarsai berdirinya Gerakan Non Blok dengan menandatangani



Deklarasi



Beograd



sebagai



hasil



Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok I pada tanggal 1-6 September 1961. c) Indonesia menjadi pemimpin GNB pada tahun 1991. Saat itu Presiden Soeharto terpilih menjadi ketua GNB. Sebagai pemimpin GNB, Indonesia sukses menggelar KTT X GNB di Jakarta. d) Indonesia juga berperan penting dalam meredakan ketegangan di kawasan bekas Yogoslavia pada tahun 1991. e) Indonesia sebagai tempat penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok X yang berlangsung pada tanggal 1-6 September 1992 di Jakarta. f) Ekspor dan impor perdagangan Indonesia dengan negara anggota GNB. 2.3.3 Misi Pemeliharaan Perdamaian Garuda Dalam



rangka



membantu



mewujudkan



pemeliharaan



perdamaian dan keamanan internasional, Indonesia mempunyai



16



peran yang cukup menonjol yaitu mengirimkan Kontingen Garuda (KONGA) ke luar negeri. Pengiriman Misi Garuda pertama kali dilakukan pada bulan Januari 1957. Misi ini dilatarbelakangi oleh adanya konflik di Timur Tengah pada tanggal 26 Juli 1956 tentang nasionalisasi Terusan Suez yang dilakukan oleh Ghamal Abdul Nasser. Kondisi ini mengakibatkan meluasnya pertikaian. Pada bulan Oktober 1956 beberapa negara seperti Inggris, Perancis, dan Israel melancarkan serangan gabungan terhadap Mesir sehingga mengancam perdamaian dunia. Dewan Keamanan PBB pun turun tangan dan meminta pihak yang bersengketa untuk berunding. Hasil rundingan tersebut pada tanggal 5 November 1956 berupa dibentuknya sebuah komando PBB yaitu United Nations



Emergency



Forces(UNEF).



Setelah



dibentuknya



komando tersebut, Indonesia menyatakan bersedia turut serta menyumbangkan pasukan dalam UNEF. Pada 28 Desember, sebagai pelaksanaannya Indonesia membentuk sebuah pasukan yang berkekuatan satu detasemen (550 orang). Kontingen ini diberi nama Pasukan Garuda yang kemudian diberangkatkan ke Timur Tengah pada bulan Januari 1957. Terkait



munculnya



konflik



di



Kongo(Zaire)



yang



berhubungan dengan kemerdekaan Zaire pada bulan Juni 1960 dan Belgia yang memicu pecahnya perang saudara. PBB kemudian membentuk Pasukan Perdamaian untuk Kongo yaitu United Nations for the Congo(UNOC) untuk mencegah pertumpahan darah yang lebih banyak. Dengan dibentuknya pasukan tersebut, Indonesia kembali mengirimkan pasukan sebanyak satu batalyon untuk membantu UNOC. Pasukan ini disebut “Garuda II” yang berangkat dari Jakarta pada tanggal 10 September 1960. Pasukan Garuda II menyelesaikan tugasnya pada bulan Mei 1961 dan kemudian digantikan oleh pasukan



17



Garuda III yang mulai bertugas pada bulan Desember 1962 sampai bulan Agustus 1964. Indonesia kembali diberikan kepercayaan oleh PBB untuk mengirim pasukannya yaitu Pasukan Garuda IV sebagai pasukan pemeliharaan perdamaian PBB ketika meletusnya perang saudara antara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Sebagai hasil dari persetujuan internasional di Paris pada tahun 1973, PBB membentuk International Commission of Control and Supervission(ICCS) untuk menjaga stabilitas politik di kawasan Indocina yang terus berlanjut akibat dari perang saudara tersebut. Terdiri dari beberapa negara yaitu Hongaria, Indonesia, Kanada, dan Polandia yang mempunyai tugas mengawasi pelanggaran yang dilakukan kedua belah pihak yang bertikai. Pasukan Garuda IV yang berkekuatan 290 pasukan bertugas dari bulan Januari 1973 untuk digantikan Pasukan Garuda V dan kemudian Pasukan Garuda VII. Karena seluruh Vietnam jatuh ke tangan Vietcong (Vietnam Utara yang komunis) maka seluruh Pasukan Garuda VII ditarik dari Vietnam. Pada tahun 1973, Pasukan Garuda VI bertugas ketika pecah perang Arab-Israel ke 4. Kontingen Indonesia yang semula bertugas sebagai pasukan pengamanan dalam perudingan antara Mesir dan Israel. UNEF kembali diaktifkan lagi yang beranggotakan kurang lebih 7000 anggota, terdiri atas kesatuankesatuan Australia, Finlandia, Swedia, Irlandia, Peru, Panam, Senegal, Ghana dan Indonesia. Pasukan Garuda menyelesaikan tugasnya pada 23 September 1974 dan digantikan dengan Pasukan Garuda VIII yang bertugas sampai pada tanggal 17 Februari 1975. Keikutsertaan Indonesia sejak tahun 1975 dalam membantu pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional dengan mengirim pasukan-pasukannya ke negeri lain. Peran aktif Indonesia



tersebut



pada



18



tahun



2012



ditandai



dengan



didirikannya Indonesian Peace Security Centre(IPSC/Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia). Terdapat beberapa unit yang mengelola kesiapan pasukan yang akan dikirimkan untuk menjaga perdamaian dunia(Standby Force). 2.3.4 Pembentukan ASEAN Sejarah ASEAN(Association of Southeast Asian Nations) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967. Pembentukan ASEAN merupakan hasil Deklarasi Bangkok yang dihadiri oleh 5 negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Kelima negara inilah yang menjadi



5 negara



pendiri ASEAN yang menandatangani Deklarasi Bangkok di Kota Bangkok, Thailand. Tiap negara diwakili oleh masingmasing delegasi yaitu menteri luar negeri . Lima tokoh pendiri ASEAN



yang



mewakili



tiap



negara



adalah



Adam



Malik(Indonesia), Narsisco Ramos(Filipina),



Tun Abdul



Razak(Malaysia),



dan



S.



Rajaratnam(Singapura),



Thanat



Khoman(Thailand). Awal dibentuk tahun 1967 memang hanya ada 5 negara ASEAN saja. Brunei Darussalam menjadi anggota pertama ASEAN di luar lima negara pemrakarsa yang bergabung, yaitu di tahun 1984. Kemudian negara-negara Asia Tenggara lain juga bergabung dalam ASEAN yakni Vietnam(1995), Laos(1997), Myanmar(1997) dan Kamboja(1998). Hingga kini terdapat 10 negara anggota ASEAN. Hanya 1 negara di kawasan Asia Tenggara yang masih belum begabung secara resmi dengan ASEAN, yakni Timor Leste. Status Timor Leste masih menjadi negara pengamat saja. 



Latar Belakang Berdirinya ASEAN Latar



belakang



terbentuknya



ASEAN



adalah



persamaan geografis. Negara-negara ASEAN sama-sama berada di kawasan Asia Tenggara, yang berada di sebelah selatan negara China dan berada di sebelah utara



19



Samudera Hindia dan Benua Australia. Selain itu juga terdapat persamaan suku bangsa, dimana masyarakat ASEAN memiliki budaya dasar Melayu-Austronesia. Semua negara ASEAN kecuali Thailland juga pernah dijajah oleh bangsa Eropa, sehingga ada persamaan nasib. Hal lain yang mendasari pembentukan ASEAN sesuai dengan poin yang ada pada tujuan dibentuknya ASEAN diantaranya untuk mempererat kerjasama antar negara-negaradi kawasan Asia Tenggara dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya. Tujuan ASEAN adalah untuk memajukan negara dan meningkatkan perdamaian di tingkat regional. 



Daftar Negara ASEAN 1. Indonesia (negara pendiri) 2. Malaysia(negara pendiri) 3. Thailand(negara pendiri) 4. Filipina(negara pendiri) 5. Singapura(negara pendiri) 6. Brunei Darussalam(bergabung pada tahun 1984) 7. Vietnam(tahun 1995) 8. Laos(tahun1997) 9. Myanmar(tahun1997) 10. Kamboja(tahun1999)







Tujuan ASEAN Tujuan ASEAN yang tertera pada isi Deklarasi Bangkok: 1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara 2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional 3. Meningkatkan kerja sama dan saling membantu untuk



kepentingan



20



bersama



dalam



bidang



ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan dan administrasi 4. Memelihara kerja sama yang erat di tengahtengah organisasi regional dan internasional yang ada 5. Meningkatkan kerja sama untuk memajukan pendidikan, latihan dan penelitian di kawasan Asia Tenggara 6. Kerjasama yang lebih besar dalam bidang pertanian,industri, perdagangan, pengangkutan, komunikasi serta usaha peningkatan standar kehidupan rakyatnya 7. Memajukan studi-studi masalah Asia Tenggara Pada masa-masa awal berdirinya ASEAN telah mendapat berbagai tantangan yang muncul dari masalah-masalah negara anggotanya sendiri. Seperti masalah antara Malaysia dan Filipina



menyangkut



Sabah,



sebuah



wilayah



di



Borneo/Kalimantan Utara. Kemudian persoalan hukuman mati dua orang anggota marinir Indonesia di Singapura, kerusuhan realis di Malaysia, dan permasalahan minoritas muslim di Thailand Selatan. Akan tetapi, semua pihak yang terlibat dalam permasalahan-permasalahan tersebut dapat meredam potensi konflik yang muncul sehingga stabilitas kawasan dapat dipertahankan. Aktivitas ASEAN dalam bidang politik yang menonjol adalah dengan dikeluarkannya Kuala Lumpur Declaration pada 27 November 1971. Deklarasi tersebut merupakan pernyataan kelima menteri Luar Negeri ASEAN yang menyatakan bahwa Asia Teggara merupakan zone of peace, freedom and neutrality (ZOPFAN)/Zona Bebas Netral, bebas dari segala campur tangan pihak luar. Selain menghadapi permasalahan-permasalahan yang muncul dari negara-negara anggotanya sendiri juga terdapat



21



permasalahan lain seperti keraguan dari beberapa negara-negara anggotanya. Seperti Singapura yang menampakkan sikap kurang antusias terhadap ASEAN, Filipina dan Thailand meragukan efektivitas ASEAN dalam melakukan kerja sama kawasan. Hanya Indonesia dan Malaysia yang menunjukkan sikap serius dan optimis terhadap keberhasilan ASEAN sejak organisasi tersebut didirikan. Selain sikap meragukan tersebut, tantangan lainnya adalah munculnya citra kurang menguntungkan bagi ASEAN dari beberapa negara luar. RRC menuduh bahwa ASEAN merupakan suatu proyek “pemerintah fasis Indonesia” yang berupaya menggalang suatu kelompok kekuatan di kawasan Asia Tenggara yang menentang Cina dan komunisme. RRC juga menuduh bahwa dalang dari kegiatan yang diprakarsai oleh “pemerintah fasis Indonesia” tersebut adalah Amerika Serikat. Citra kurang menguntungkan juga muncul dari Jepang yaitu meramalkan ASEAN akan bubar dalam waktu yang singkat. Sikap dan penilaian berbeda dari negara luar ASEAN muncul dari negara-negara barat, terutama Ameika Serikat. Mereka menyambut positif berdirinya ASEAN. Hal itu dapat



dipahami



karena



negara-negara



Barat



sangat



menginginkan suatu kawasan damai dan pekembangan ekonomi di kawasan tersebut untuk meredam bahaya komunisme di Asia Tenggara. Keraguan beberapa negara anggota ASEAN dapat dimaklumi karena pada masa 1969-1974 dapat dikatakan sebagai tahap konsolidasi ASEAN. Pada tahap tersebut secara perlahan rasa solidaritas ASEAN terus menebal dan hal itu menumbuhkan keyakinan bahwa lemah dan kuatnya ASEAN tergantung



partisipasi



negara-negara



anggotanya.



Pada



perjalanan selanjutnya ASEAN mulai menunjukkan sebagai kekuatan ekonomi yang mendapat tempat di wilayah Asia Pasifik dan kelompok ekonomi lainnya di dunia seperti



22



Masyarakat Ekonomi Eropa dan Jepang. Bidang sosial dan budaya pun menjadi perhatian ASEAN, melalui berbagai aktivitas budaya diupayakan untuk memasyarakatkan ASEAN. Perkembangan ASEAN semakin menunjukkan perkembangan yang positif setelah dalam KTT pertama di Bali pada 1976 dibentuk Sekretariat Tetap ASEAN yang berkedudukan di Jakarta.



23



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia adalah bebas aktif. Bebas maksudnya tidak terikat pada Blok tertentu, sedangkan aktif berarti selalu ikut serta dalam upaya perdamaian dunia. Konsep bebas aktif lahir ketika dunia tengah berada dalam pengaruh dua Blok utama setelah selesainya Perang Dunia ke II, yaitu Blok Amerika Serikat dan Blok Uni Soviet. Keikutsertaan Indonesia dalam upaya perdamaian dunia antara lain tercermin dari pengiriman Pasukan Misi Perdamaian Garuda ke wilayah-wilayah konflik di dunia. Indonesia juga menjadi pelopor atau pendiri organisasiorganisasi antar bangsa seperti Gerakan Non Blok, ASEAN dan Konferensi Asia Afrika. 3.2 Saran



Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.



24



DAFTAR PUSTAKA Buku Paket Sejarah Indonesia / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2015. http://puji17anisa.blogspot.com/2016/02/contoh-makalah-sejarah-indonesiadalam.html https://readyygo.blogspot.com/2016/10/indonesia-dalam-panggung http://www.artikelsiana.com/2015/03/pengertian-politik-luar-negeri-tujuan.html



25