MAKALAH Integrasi Keilmuan Dalam Perspektif Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KELOMPOK 8 INTEGRASI KEILMUAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam Dosen Pengampu: Muhammad Zuhdi, M. Ed., Ph. D.



Disusun Oleh: Dewi Wahyuni Sari



(11180161000008)



Mafatihurrohmah



(11180161000015)



Shil Vina Rohmania



(11180161000027)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wataala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah dengan judul “Integrasi Keilmuan dalam Perspekrif Islam” ini dapat diselesaikan dengan baik. Selawat dan salam kepada nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam beserta keluarga dan sahabatnya, semoga kita senantiasa berada dalam jalan-Nya yang lurus di atas jalan sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan jalan Shalafush-shaleh. Aamiin Yaa Rabbal Aalamiin. Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam pada semester empat di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Semoga makalah ini dapat memberi informasi lebih dalam kepada mahasiswa Integrasi Keilmuan dalam Perspekrif Islam. Penulis ucapan terimakasih penyusun sampaikan kepada Muhammad Zuhdi, M.Ed.,Ph.D., selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam dan kepada semua pihak yang telah membantu selama proses penyusunan makalah ini. Adapun makalah ini masih terdapat kekurangan baik dari referensi, penjelasan, atau yang lainnya. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terimakasih atas kritik dan saran yang diberikan sehingga dapat meningkatkan kualitas atau kuantitas pengetahuan mengenai pandangan Islam terhadap peserta didik ini. Segala kekurangan dalam makalah ini adalah datang dari penyusun, dan segala kelebihan hanya pada Allah Subhanahu Wataala. Semoga hati kita senantiasa berada di bawah naungan kaidah Allah dan berpegang teguh pada alQuran dan as-Sunnah. Aamiin. Tangerang Selatan, 7 Juni 2020



Penyusun



2



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.............................................................................................2 BAB I.......................................................................................................................4 PENDAHULUAN...................................................................................................4 A. Latar Belakang Masalah................................................................................4 B.



Rumusan Masalah.........................................................................................5



C.



Tujuan Masalah.............................................................................................5



BAB I.......................................................................................................................6 PEMBAHASAN......................................................................................................6 A. Pengertian Integrasi Ilmu..............................................................................6 B.



Urgensi Integrasi Ilmu dalam Perspektif islam.............................................7



C.



Konsep integrasi ilmu dalam Al-Quran......................................................10



D. Teknik integrasi ilmu dalam islam..............................................................19 BAB III..................................................................................................................20 PENUTUP..............................................................................................................20 A. Simpulan.....................................................................................................20 B.



Saran............................................................................................................20



DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21



3



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini,



pendidikan adalah salah satu hal utama yang



diperlukan suatu bangsa untuk tetap membentuk sebuah peradaban. Dimana seluruh elemen masyarakat diharapkan memiliki kemajuan dalam bidang fisik maupun non-fisik. Menurut Ibnu Khaldun tanda terwujudnya peradaban dalam suatu bangsa adalah berkembangnya ilmu pengetahuan seperti fisika, biologi, astronomi, dan lain sebagainya.



Tentu saja



kemajuan ini juga dibarengi dengan tegaknya agama sebagai asas dasar peradaban. Manusia modern bisa cukup berbangga hidup pada era dimana teknologi sedang mengalami kemajuan yang luar biasa. Akses informasi dan transportasi bisa didapat dengan begitu mudah dan cepat. Setiap waktu, teknologi paling mutakhir diluncurkan dari berbagai aspek, yang semuanya bertujuan demi memudahkan kehidupan umat manusia. Sayangnya, perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan ini tidak dibarengi dengan kokohnya agama. Agama sudah dianggap seperti B-side dalam urutan tangga peradaban dunia modern. Agama bukan lagi pusat masyarakat dalam berkebudayaan. Dampak yang paling terlihat dari adanya perubahan posisi agama dalam suatu peradaban adalah munculnya dikotomi ilmu pengetahuan, antara ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum. Dikotomi ini menyebabkan kesenjangan pemikiran dalam masyarakat modern. Menimbulkan persepsi umum yang berbeda yang mana pendidikan agama sudah dianggap kuno dan tidak penting. Masyarakat urban pasti lebih memilih belajar teknologi dan sains dibandingkan dengan belajar moral dan norma dari agama, karena pintar dalam bidang teknologi dan sains lebih menjamin prospek masa depan dari pada belajar akidah, syariah, dan akhlak. Sehingga pelajaran agama sering dipandang sebelah mata dan



4



kurang diminati. Hal inilah yang menyebabkan perlunya integrasi antara ilmu pengetahuan umum dan juga ilmu pengetahuan agama. Dengan adanya integrase opini masyarakat tentang pendidikan keagamaan dapat diluruskan, bahwa antara pendidikan umum dan pendidikan agama merupakan



satu



kesatuan.



Penyatuan



ilmu



ini



mewujudkan manusia modern yang beradab. B. Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian integrasi ilmu? 2. Mengapa integrasi ilmu dalam islam sangat penting? 3. Bagaimana konsep integrasi ilmu dalam Al-Quran? 4. Bagaimana teknik integrasi ilmu dalam islam? 5. Bagaimana contoh integrasi ilmu dalam islam? C. Tujuan Masalah 1. Mengetahui pengertian integrasi ilmu 2. Mengetahui urgensi integrasi ilmu dalam islam 3. Mengetahui konsep integrasi ilmu dalam Al-Quran 4. Mengetahui teknik integrasi ilmu dalam islam 5. Mengetahui contoh integrasi ilmu dalam islam



5



bertujuan



untuk



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Integrasi Ilmu Integrasi yang akan dibahas pada makalah ini adalah integrasi ilmu. Sebelum membahas tentang pengertian integrase ilmu, perlu sekiranya untuk mengetahui hakikat ilmu umum dan hakikat ilmu agama. 1. Hakikat Ilmu Umum Ilmu umum adalah ilmu yang lahir dari daya pikir dan rasionalitas manusia. Al-Ghazali membagi ilmu dalam beberapa kategori yaitu ilmu matematika, ilmu logika, ilmu alam, dan ilmu tentang wujud diluar alam atau metafisika. Dari uraian tersebut memperlihatkan bahwa ilmu umum identic dengan ilmu filososfis. Ilmu umum diperoleh dari tahapan – tahapan ilmiah atau yang biasa disebut dengan metode ilmiah. Ilmu umum memilki prinsip netralitas, juga mendukung tidak adanya bias dalam sains.1 2. Hakikat Ilmu Agama Ilmu agama sebagai Islamic science memiliki dua perspektif yaitu perspektif tradisi atau kesejarahan dan persepktif filosofis. Dalam perspektif tradisi maka ilmu agama islam merupakan ilmu pengetahuan yang berkembang dalam tradisi islam. Seperti menganggap bahwa kata ‘ilm dalam bahasa arab mempunyai arti ilmu agama saja tidak mencakup ilmu yang lainnya. Perspektif filosofis menyatakan bahwa tidak ada dikotomi antaara ilmu sains agama dan ilmu sains dunia, sehingga ilmu agama tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu agama atau religious science.2 Dari uraian tentang hakikat ilmu agama dan ilmu umum dapat dipahami pentingnya melakukan penggabungan atau integrasi kedua ilmu pengetahuan tersebut. Pengertian Integrasi menurut KBBI adalah penggabungan aktivitas, program, atau komponen perangkat keras yang 1 2



Dr. H. Akbarizan .Ag., .Pd. Integrasi Ilmu. 2014: Riau. Suska Press. hlm. 23-27 Ibid., hlm 28-35



6



berbeda ke dalam satu unit fungsional.3 Integrase ilmu pengetahuan adalah proses mengaitkan dirinya pada prinsip tauhid. Sasaran integrasi ilmu adalah para pencari ilmu bukan ilmu pengetahuannya sendiri. Upaya integrase ilmu berarti pembebasan ilmu dari penafsiran – penafsiran yang didasarkan pada ideologi sekular. Maksudnya adalah menggeser dan mengganti pemahaman tersebut dengan pengertian



yang



berorientasi



pada



islam



ketika



menelaah



dan



mengembangkan ilmu pengetahuan.4 Integrasi ilmu adalah penggabungan struktur ilmu yang dikotomik dan sudah seharusnya diubah. Struktur bangun keilmuwan yang integatif adalah kajian Al-Quran, Hadits, dan ayat – ayat kauniyah dengan hasil observasi, analisis, dan penalaran logis.5 Pengertian



integrase



ilmu



dapat



diartikan



sebagai



sikap



profesionalisme atau kompetensi dalam satu keilmuwan yang bersifat duniawi dibidang tertentu, dibarengi dengan pondasi kesadaran ketuhanan yang dibangun memlalui pengetahuan tentang ilmu – ilmu agama.6 B. Urgensi Integrasi Ilmu dalam Perspektif islam 1. Problematika Dikotomi Ilmu Pengetahuan Berkenaan dengan timbunya kesenjangan tentang sumber ilmu, yakni ilmu agama-agam dengan ilmu umum. Para pendukung ilmu agama hanya menganggap valid atau shahih sumber-sumber illahi dalam bentuk kitab suci dan tradisi kenabian, menolak sumber sumber nonskriptual sebagai sumber otoritatif untuk menjelaskan kebenaran yang sejati. Sementara itu ilmuan barat asyik dengan dirinya sendiri mengembangkan ilmu pengetahuan dengan paradigmanya yang sekuler, lepas dari agama, lepas dari kepercayaan kepada tuhan, dan menganggap apa yang dibawa oleh agama sebagai khayalan, tidak masuk akal, dan tidak ada gunanya. Dipihak lain, kamu agama asyik Aplikasi KBBI diakses pada tanggal 13 Juni 2020 pukul 22:00 Op.Cit., hlm 39 5 Ibid., hlm. 40 6 Ibid., hlm. 43 3 4



7



dengan dirinya sendiri, menganggap bahwa apa yang mereka kaji sudah mendapat jaminan dari tuhan sebagai kebenaran yang mutlak yang mejamin kebahagiaan hidup diakhirat nanti. Dua kubu ini masing-masing saling tersekat dalam ruangan masing-masing, tidak saling mengenal, dan masing-masing menganggap maju dengan ukurannya masing-masing. Mereka tidak ingin bertegur sapa, karena masing-masing memiliki persepsi yang berbeda dan masing-masing merasa unggul. Idealnya, antara sumber-sumber ilmu itu saling bersinergi. Sumber ilmu yang berasal dari fenomena alam dan fenomena sosial, pada dasarnya ciptaan dan ayat tuhan, dan semua orang diperintahkan mendalami dan mengkajinya. Demikian pula ilmu yang berasal dari wahyu tuhan, kitab suci atau yang berasal dari batin manusia, pada dasarnya juga ayat-ayat allah. Oleh karena itu seharusnya antara ilmu yang dikembangkan kaum sekuler dan ilmu yang dikembangkan kaum agama hendaknya disandingkan, sehingga antara keduanya tidak ada kesenjangan. 7 2. Dampak Dikotomi Keilmuan bagi Dunia Islam dan Dunia Barat Dikotomi ilmu memiliki dampak yang luas sebagai berikut. Pertama masing-masing ilmu menjadi sempit, sudut pandang masingmasing ilmu sangat terbatas sehingga antara satu dan ilmu lainnya tidak bertegur sapa. Akibat dari keadaan ini, fungsi dan tanggung jawab ilmu sebagai cahaya kebenaran, petunjuk dan pegangan bagi manusia dalam menyelesaikan masalah menjadi tidak efektif. Kedua, masing-masing ilmu memberikan panduan yang sempit bagi para penganutnya, sehingga kehidupan mereka timpang. Akibat dari keadaan demikian, masyarakat tidak dapat merasakan kehadirannya sebagai rahmat bagi kehidupan. Ketiga masing-masing ilmu menjadi lemah. Ilmu umum tanpa agama secara etika dan moral menjadi lemah, sehingga ilmu tersebut bisa disalah gunakan. Ilmu agama tanpa ilmu umum secara praktis dan teknis menjadi sulit dilaksanakan. 7



Abuddin Nata. Islam dan Ilmu Pengetahuan. (Jakarta: PrenadaMedia Grup, 2018). Hlm, 9



8



Seharusnya ilmu pengetahuan memberikan pencerahan, panduan, arahan dan pegangan bagi masyarakat dalam memcahkan masalah yang dihadapi. Setiap ilmu hendaknya tidak hanya memberikan pendampingan yang bersifat moral tetapi juga yang bersifat teknis operasional. 8 3. Integrasi Ilmu yang Ideal Menurut Perspektif Islam Semua ilmu, yaitu ilmu agama (ulum al-din), ilmu pengetahuan (sains), atau ilmu pengetahuan alam, ilmu sosial, ilmu filsafat, dan tasawuf saling bergandengan tangan dalam memberikan kontribusi bagi kehidupan umat manusia. Ilmu agama yang berdasarkan kajian terhadap wahyu allah dalam al-quran seharusnya berperan menjadi pengarah dan landasan spiritual, moral, dan akhlak mulia. Ilmu alam yang berdasarkan kajian terhadap fenomena alam jagat raya berperan menjadi pemberi petunjuk yang lengkap dan komperhensif tentang bagaimana cara memanfaatkan berbagai sumber daya alam, mulai dari energi: api, air, udara, tanah, tumbuh-tumbuhan, binatang ternak, benda-benda yang ada dilaut, gunung, dan ruang angkasa untuk kehidupan manusia. Selanjutnya, ilmu sosial yang berdasarkan kajian terhadao fenomena sosial berperan menjadi pemberi petunjuk yang lengkap tentang bagaimana cara membangun sineritas yang harmoni, aman, damai dan saling menguntungkan diantara manusia. Peran ilmuilmu sosial ini misalnya dalam hal meramal masa depan kehidupan, serta menyapkan berbagai perencanaan yang matang guna menghadapi masalah tersebut. Selanjutnya, filsafat yang berdasarkan kajan terhadap hakikat segala sesuatu dengan menggunakan akal pikiran yang didukung oleh berfikir induktif dan deduktif secara sistematik, radikal, universal, mendalam dan menerawang sampai batas-batas yang bisa dijangkau manusia, berperan dalam memberikan pencerahan dalam menentukan arah yang benar dalam setiap tindakan. Melalui filsafat, setiap orang akan mengetahui tentang hakikat segala sesuatu, seperti 8



Ibid., Hlm 17



9



hakikat iman, hakikat manusia, hakikat alam jagat raya, hakikat masyarakat, hakikat ilmu, hakikat kebaikan, hakikat keindahan, dan lainnya. Wawasan yang luas, mendalam, sistematik, dan radikal tentang hakikat segala sesuatu itu digunakan untuk menjadi dasar bagi tumbuh dan berkembangnya berbagai macam ilmu. Itulah sebabnya filsafat menjadi menjadi induk setiap ilmu. Seluruh cabang ilmu harus membangun sinergitas yang kuat dan memandang bahwa ilmu tersebut berada dalam posisi sejajar dan sederajat, yakni sebagai hasil kajian manusia yang menggunakan fasilitas tuhan.



9



C. Konsep integrasi ilmu dalam Al-Quran Albert Einstein, seorang ilmuwan terbesar pada abad ke 20 mengatakan bahwa “Science without religion is lame, religion without science is blind”. Ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah lumpuh. Kalimat ini mengandung makna bahwa betapa pentingnya agama bagi setiap individu. Posisi ilmu dalam pandangan islam menempati tingkat yang sangat tinggi, karena itu maka tidaklah heran jika banyak nash baik Al-Quran dan Al-Hadis yang memerintahkan kepada ummat manusia untuk menuntut ilmu. Sesugguhnya Al-Quran dan hadis tidak membedakan antara ilmuilmu agama islam dan ilmu-ilmu umum, yang ada dalam Al-Quran dan ilmu berasal dari Allah SWT. Dengan kata lain, bahwa antara agama dan ilmu



pengetahuan



saling



membutuhkan.



Islam



tidak



pernah



mendiskriminasikan ilmu satu dengan yang lain. Karena, dalam pandangan islam, ilmu agama dan ilmu umum sama-sama bersumber pada Allah SWT.10 Agama dan ilmu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan atau berjalan sendiri-sendiri, karena ketika membiarkannya berjalan secara terpisah, maka hal tersebut merupakan malapetaka bagi 9



Ibid., Hlm 18



Lalu Muhammad Nurul Wathoni, Integrasi Pendidikan Islam dan Sains, (Ponogoro: CV Uwais Inspirasi Indonesia, 2018), h.174. 10



10



manusia itu sendiri. Tentunya kita bisa membayangkan bagaimana jika ilmu lepas dari agama, bagaimana jika kloning diterapkan pada manusia, bagaimana jika peledakan nuklir dibenarkan dengan alasan uji coba, walaupun hal tersebut akan semakin memajukan ilmu pengetahuan, padahal kita tahu bahwa hal itu jelas melanggar nilai-nilai kemanusiaan yang tentu selalu dijaga oleh agama manapun. Sejarah membuktikan bahwa pemisahan ilmu pengetahuan (sains) dari agama (keimanan) telah menyebabkan kerusakan.11 Objek dan Tujuan Ilmu Pengetahuan Apresiasi Al-Quran terhadap ilmu tidak hanya tergambar dari penyebutan kata al-‘ilm dan derivasinya yang mencapai 854 kali, akan tetapi terdapat sekian ungkapan yang bermuara pada kesamaan makna seperti al-‘aql, al-fikr, an-nazr, al-basar, at-tadabbur, al-i’tibar, dan az-zikr. Al-Quran bukanlah buku ilmiah, akan tetapi tidak ada satu pun ayat di dalamnya yang menghambat perkembangan ilmu pengetahuan. Bahkan terdapat hampir 750 ayat yang bersinggungan secara langsung maupun tidak langsung dengan berbagai bidang keilmuan seperti kosmologi, kedokteran, geologi, dan sebagainya.12 Kata al-‘ilm dan derivasinya, bermakna pengetahuan akan hakikat sesuatu. Pengetahuan, apapun bentuknya diperoleh melalui sebuah proses mencermati, membaca dan menganalisa. Melalui dua unit wahyu yang pertama; lima ayat pertama surah Al-‘Alaq dan awal surah al-Qalam, AlQuran telah mengajak kepada manusia untuk bergegas menghasilkan ilmu pengetahuan. Karena, dengan ilmu pengetahuanlah manusia dapat menjalankan fungsinya dengan baik sebagai khalifah di bumi. Karena itu, yang diajarkan pertama kali kepada Adam AS ketika turun ke bumi adalah pengetahuan tentang nama-nama benda (Q.S. al-Baqarah/2: 31).13 Kedua unit wahyu pertama menekankan pentingnya membaca Ibid., h. 174. Muchlis M. Hanafi, “Integrasi Ilmu dalam Perspektif Al-Quran”, Jurnal Suhuf Vol 3, No. 2 , 2010, h.177. 13 Ibid., h. 177. 11 12



11



yang disimbolkan dengan kata iqra’ dan menulis yang disimbolkan dengan al-qalam (pena atau alat tulis lainnya). Keduanya menjadi simbol kemajuan peradaban manusia. Dengan membaca akan tercipta ilmu dan dengan menulis proses transformasi ilmu dapat berjalan secara berkesinambungan.



Kata



iqra’



mengandung



arti



membaca,



mengumpulkan, menganalisa sehingga menjadi satu himpunan yang padu, tidak disebutkan objeknya. Sesuai dengan kaidah ilmu tafsir, redaksi seperti ini menunjukkan bahwa objeknya bersifat umum. Dari sini, AlQuran tidak mengenal dikotomi ilmu pengetahuan; ilmu agama dan ilmu umum, ilmu dunia dan ilmu akhirat. Dalam pandangannya ilmu mencakup segala macam pengetahuan yang berguna bagi manusia dalam menunjang kelangsungan hidupnya, baik masa kini maupun masa depan; fisika atau metafisika. Kesan ini diperkuat dengan dikaitkannya perintah iqra’ dengan sifat rububiyah Tuhan Yang Maha Mencipta.14 Hal-hal yang berkaitan dengan visi dan misi pendidikan dapat dipahami dari ayat yang berkaitan dengan prinsip keadilan, egaliter, demokratis, seimbang toleransi, kemanusiaan yang dikaitkan dengan kerasulan Nabi Muhammad SAW. Berkaitan dengan istilah pendidikan dapat dipahami dari kosakata tarbiyah, tazkiyah, tafaqquh, tadris, ta’lim, tadabbur, dan mau’idzah. Selanjutnya yang berkaitan dengan guru dapat dipahami dari ayat-ayat yang berkaitan dengan istilah murabbi, al-rasikhun fi al-ilm, ulu al-bab, ulul al-nuham ahl al-dzikr, ulama, dan sebagainya. Hal-hal yang berkaitan dengan tujuan pendidikan dapat dipahami dari ayat yang berkaitan dengan konsep khalifah, ibadah, hamba Allah, takwa, hidup yang seimbang dan sebagainya. Selanjutnya hal yang berkaitan dengan proses dan metode pembelajaran dapat dipahami dari ayat-ayat yang berkaitan dengan ceramah, diskusi, tanya jawab, bimbingan, kisah, keteladanan dan sebagainya. Selanjutnya hal-hal yang bekaitan dengan kurikulum dapat dipahami dari ayat-ayat yang berkaitan dengan konsep ilmu dalam Al-Quran, pembagian ilmu yang dipahami dari ayat-ayat 14



Ibid., 178.



12



qauliyah dan ayat-ayat kauniyah yang selanjutnya mengarah kepada konsep integrasi ilmu dalam Al-Quran.15 Hal-hal yang berkenaan dengan materi pendidikan sosial dapat dipahami dari ayat-ayat yang berkaitan dengan konsep ummah, qaum, Bani Adam, dan sebagaianya. Adapun materi pendidikan kecerdasan dapat dipahami



dari



ayat-ayat



berkaitan



dengan



ta’qilum,



tafakkarun,



tadabbarun, dan sebagainya. Kemudian materi pendidikan yang berkaitan dengan pendidikan keterampilan dapat dipahami dari ayat-ayat yang berkaitan dengan keahlian para nabi dan sebagainya. Selanjutnya hal-hal yang berkaitan dengan dasar-dasar pendidikan dapat dipahami dari ayatayat yang berkaitan dengan perintah menaati Allah, menaati Rasul, dan menaati ulil amri. Dalam hal ini, hal-hal yang berkaitan dengan pendanaan pendidikan dapat dipahami dari konsep tentang zakat, infak, sedekah, wakaf, hadiah, dan sebagainya. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan evaluasi pendidikan dapat dipahami dari konsep tentang muhasabah, muhafadzah, tazkirah, fitnah, dan bala’. Dan hal-hal yang berkaitan dengan manajemen pendidikan dapat dipahami dari ayat-ayat yang berkaitan dengan konsep ketertiban, kerapian, dan keharmonisan.16 Integralitas objek-objek ilmu dapat dipahami mengingat dalam pandangan islam semua aktivitas manusia, termasuk pencarian ilmu pengetahuan, harus berakhir pada satu tujuan yaitu Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Quran:



‫َواِ َّن اِلى َربِّكَ ْال ُم ْنتَهَى‬ “dan bahwasannya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu)”. (Q.S an-Najm/53: 42). Di dalam islam, tidak dikenal semboyan “ilmu untuk ilmu”, atau ilmu yang bebas nilai, tetapi ilmu harus dapat menyingkap rahasia Abuddin Nata, Pendidiakan dalam Perspektif Al-Quran, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), h. 9. 16 Ibid., h. 9-10. 15



13



kebenaran Pencipta melalui observasi terhadap alam nyata, yang kemudian mengantarkan kepada keimanan yang berkualitas dan ketundukan totalitas17. Perhatikan firman Allah SWT berikut:



ُّ _‫_اق َوفِ ْي اَ ْنفُ ِس_ ِه ْم َحتّى يَتَبَيَّنَ لَهُ ْم اَنَّهُ ْال َح‬ ‫_ف‬ ِ _‫ اَ َولَ ْم يَ ْك‬، ‫ق‬ ِ _َ‫َسنُ ِر ْي ِه ْم ايتِنَا فِى ااْل ف‬ ‫بِ َربِّكَ اَنَّهُ عَلى ُك ِّل َش ْي ٍء َش ِه ْي ٌد‬ “Kami



akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan)



Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar. Tidakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?” (Q.S Fussilat/41: 53). Sumber Ilmu Pengetahuan Perbedaan



objek



masing-masing



ilmu



membawah



kepada



perbedaan cara manusia memperoleh informasi tentang objek-objek ilmu. Sains modern yang membatasi objeknya pada yang bersifat fisik menjadikan indra sebagai alat atau sumber untuk memperoleh ilmu pengetahuan, karena dengan indra objek ilmu dapat diuji secara empiris. Karenanya yang dapat diterima hanya realita yang telah teruji di alam nyata, lainnya tidak. Sikap yang tidak menerima keberadaan alam selain yang berwujud materi ini digambarkan Al-Quran dalam bentuk kecaman dengan ungkapan:



ُ ْ‫َوقَالُوْ ا َما ِه َي اِاَّل َحيَاتُنَا ال ُّد ْنيَا نَ ُمو‬ ‫ َو َم__الَهُ ْم‬، ‫ت َونَحْ يَا َو َم__ا يُ ْهلِ ُكنَ__ا اِاَّل ال _ َّد ْه ُر‬ َ‫ اِ ْن هُ ْم اِاَّل يَظُنُّوْ ن‬، ‫بِذلِكَ ِم ْن ِع ْل ٍم‬ “dan



mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di



dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selian masa depan”, dan mereka sekali-kali tidak 17



Muchlis M. Hanafi. Op.cit. h. 180-181.



14



mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah mendugaduga saja”. (Q.S al-Jasiyah/45: 24). Indra sebagai sumber ilmu pengetahuan diterima oleh semua ilmuwan, baik ilmuwan Barat maupun ilmuwan Muslim. Tetapi karena dalam epistemology islam objek ilmu tidak terbatas pada yang bersifat fisik, tetapi juga nonfisik, maka perlu ada sumber lain untuk menggali ilmu pengetahuan. Para ilmuwan muslim, berdasarkan Al-Quran, memperkenalkan antara lain indra, akal, hati (intuisi), dan wahyu. Al-Quran



mengajak



manusia



untuk



mencermati



hakekat



keberadaan mereka dan hubungannya dengan alam melalui pendekatan empirik/inderawi. Setiap bentuk penginderaan yang dilakukan manusia akan dimintai pertanggungjawabannya. Terdapat empat sarana dalam memperoleh ilmu pengetahuan, yaitu pendengaran, mata (penglihatan), dan akal serta hati. Dengan empat sarana ini manusia dapat berusaha untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Cukup banyak ayat yang menganjurkan untuk



melakukan



pengamatan,



observasi



dan



percobaan



dengan



menggunakan mata, telinga dan membantunya serta akal, seperti dalam ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berfikir tentang alam raya, melakukan perjalanan dan sebagainya.



‫ض‬ ِ ‫قُ ِل ا ْنظُرُوْ ا َمافِى السَّمو‬ ِ ْ‫ت َوااْل َر‬ “katakanlah: “perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi”. (Q.S Yunus/10: 101). Dalam pandangan islam, keimanan yang benar harus dilandasi dengan bukti yang dicapai melalui proses pemikiran dan penghayatan, bukan sekedar ikut-ikutan atau sangkaan dan dugaan. Asas pembuktian dan eksperimen menjadi dasar untuk membangun keimanan yang benar dan teguh. Dari asas ini lahir ragam metode ilmiah yang berperan dalam pengembangan ilmu-ilmu, tidak hanya ‘agama’ tetapi juga ‘umum’. AlQuran tidak perlu khawatir seruannya untuk menggunakan akal dan ilmu 15



pengetahuan akan memprokporandakan bangunan keimanan. Karena dalam pandangan islam, hakekat keagamaan tidak akan bertentangan dengan hakekat yang dicapai ilmu pengetahuan. Dalam tradisi keilmuan islam dikenal sebuah kaidah, “teks-teks keagamaan yang sahih tidak mungkin bertentangan dengan nalar yang jernih dan benar”. Jika secara lahiriah keduanya terkesan bertentangan pasti salah satunya ada yang keliru atau lemah. Dengan demikian, mengandalkan indra dan akal saja untuk meraih pengetahuan tidak lah cukup, akibat keterbatasanketerbatasan kedua alat pengetahuan itu. Oleh larena itu para filosof Muslim seperti Ibnu Sina dan Mulla Sadra yang menjadikan akal sebagai alat utamanya dalam penelitian-penelitian ilmiah filosofis mereka, mengakui adanya saya lain yang dimiliki manusia selain indra dan akal, yaitu hati (intuisi) dan wahyu. Hati buka hanya wadah pengetahuan tetapi juga alat untuk mengetahui, apalagi jika didukung dengan kedalaman dan kejernihan. Pada tingkat manusia tertentu yang siap dan suci jiwanya, Allah SWT memberikan ilmu yang “tanpa usaha”, itulah wahyu yang berfungsi membimbing indra, akal, dan hati. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa metode ilmiah yang dikembangkan dalam sains modern dalam bentuk eksperimen dan induksi sebagai sarana memperoleh ilmu pengetahuan adalah juga metode yang diakui kebenarannya dalam Al-Quran, bahkan menjadi dasar bagi keimanan yang berkualitas. Hanya saja karena objek ilmu mencakup fisik dan nonfisik maka dituntut kerendahan hati para ilmuwan dan saintis modern untuk mengakui keberadaan sumber-sumber ilmu pengetahuan lain yang tidak kalah validitasnya sebagai sebuah bagian integral yang tidak bisa dipisah-pisah satu sama lainnya dari sistem keilmuan yang holistik. Dengan memahami dan menyedari proses integrasi ilmu dapat lebih maju selangkah ke depan.18 Prinsip Nilai dalam Proses Integrasi Ada beberapa prinsip dasar yang mengaharuskan umat islam 18



Ibid., h. 181-185.



16



mendayahgunakan metode-metode ilmiah terkait dengan cara mengungkap rahasia alam dan terapannya, yaitu: 1. Prinsip Istikhlaf Dalam banyak ayat Al-Quran telah dijelaskan fungsi manusia sebagai khalifah (wakil) Tuhan yang akan mengembangkan dan membangun bumi dengan segala tantangannya agar dapat dihuni dengan baik dalam rangka mengantarkan manusia mengenal Tuhannya. Fungsi kekhalifaan ini terkait dengan dua hal yaitu, pertama: kerja, inovasi, kreativitas, dan mencegah kerusakan di bumi, dan kedua: komitemen dengan nilai-nilai yang digariskan Tuhan dalam segala usaha di alam ini. Hubungan keduanya sangat erat, ketimpangan salah satunya akan membawah kehancuran di dunia dan akhirat. Dengan demikian, pelaksanaan fungsi dan jaminan serta sarana yang mendukungnya hanya dapat diperoleh melalui penguasaan metode ilmiah yang dapat mengungkap rahasia alam raya dan menciptakan keharmonisan antara manusia dan lingkungannya. 2. Prinspi tawazun (keseimbangan) Salah satu prinsip dasar pemikiran Islam adalah menjaga keseimbangan antara kebutuhan ruhani dan materil. Adalah sangat kontradiktif jika Allah menundukkan alam ini untuk kemaslahatan manusia, kemudian datang agama untuk meletakkan aturan yang mengahalangi tercapainya kebutuhan materil yang dihidangkan alam ini. Pandagan integral ini tidak akan terwujud tanpa keseimbangan dan unsur pokok dalam diri manusia: jasmani dan ruhani. Itu dapat diwujudkan melalui metode ilmiah dan terapannya. 3. Prinsip Taskhir (penaklukan) Dalam pandangan islam, alam dengan segala hukum-hukumnya telah ditundukkan untuk manusia agar dapat menjalankan fungsi khalifah dengan baik. Taskhir adalah prinsip yang menengahi antara pengkultusan dan ‘penjajahan’. Dalam prinsip taskhir tersimpan hubungan cinta kasih dan saling memahami, etika dan estetika.



17



Sumpah-sumpah Tuhan dalam Al-Quran yang menggunakan bendabenda dan fenomena alam seperti langit, bintang, matahari, bulan, siang, malam, fajar merupakan pengakuan akan eksistensinya sekaligus gambaran hubungan yang bersahabat. Sikap serupa juga ditunjukkan Rasulullah SAW yang begitu mencintai benda-benda alam di sekelilingnya. Pengkultusan terhadap alam tidak akan membawah kepada kemajuan dan peradaban, demikain juga ‘penjajahan’, kendati dapat membawa kemajuan, tetapi tidak akan menciptakan peradaban dengan pengertian luas. Islam memberikan tawaran solutif. Dengan prinsip taskhir alam ditundukkan untuk tujuan-tujuan kemanusiaan, namun pada saat yang sama memberikan prinsip nilai dan ramburambu yang dapat meningkatkan kreativitas dan membuat manusia lebih berperadaban dalam pola hubungannya dengan alam dan lingkungan. Prinsip taskhir tidak dapat terlaksana tanpa penguasaan metode ilmiah yang lebih komprehensif. 4. Prinsip Keterkaitan antara Pencipta dan Ciptaan-Nya Dalam pandangan islam, ilmu bertujuan membuktikan keterkaitan yang erat antara pencipta dan ciptaan-Nya. Melalui penemuan ilmiah, banyak ilmuwan membuktikan bahwa keserasian dan keberaturan alam ini berada di bawah kendali sang Pencipta. Frank Allen, seorang ilmuwan ahli biologi asal Kanada, misalnya mengemukakan, “alam ini pasti berasal dari Pencipta yang tidak berawal, Mahatahu atas segala sesuatu dan memiliki kekuatan yang tidak terbatas. Kelayakan bumi ini sebagai sebuah tempat kehidupan yang serasi tidak mungkin terjadi karena ‘kebetulan’. Ibnu Rusyd, telah memperkenalkan dalil al-inayah (perhatian) dan dalil al-ikhtira (penciptaan) untuk membuktikan adanya perhatian, kesesuaian, dan keserasian seluruh benda yang di langit dan di bumi untuk kehidupan manusia dan makhluk-makhluk lain, seperti malam, siang, hujan, matahari, bulan dan lain-lain, adanya itu semua tidak mungkin karena faktor kebetulan. Demikian juga keberadaan benda-benda tidaklah mungkin terjadi dengan sendirinya



18



secara kebetulan. Ketika meliahat sebuah batu yang berbentuk layaknya sebuah kursi yang siap diduduki kita akan berkata, pasti ada yang membentuknya seperti itu. Demikian jugalah alam ini. Allah SWT berfirman dalam Q,S Fatir/35: 28 berikut:



‫انَّ َما يَ ْخ َشى هّللا َ ِم ْن ِعبَا ِد ِه ْال ُعلَم ُؤا‬ “Sesungguhnya



yang takut kepada Allah di antara hanba-hamba-Nya,



hanyalah ulama/ilmuwan” Kata al-ulama pada ayat ini, tidak dapat dibatasi hanya sebatas komunitas yang menguasai ilmu-ilmu syar’iy yang berkenaan dengan wahyu yang tanziliyy (Al-Quran dan hadts). Akan tetapi melihat konteks penyebutan ayat ini yang didahului dengan tanda-tanda kekuasaan Tuhan seperti turunnya hujan dari langit yang menghasilkan raga buah-buahan, gunung yang memancarkan warna-warni serta ragam perbedaan manusia dan binatang, melihat itu semua ayat ini lebih tepat, tanpa menafikan pengertian di atas, dipahami sebagai komunitas yang mempu membaca tanda-tanda alam dan zaman. Mereka itulah para ilmuwan yang dengan kreativitas ilmiahnya sampai pada kesimpulan bahwa keserasian alam ini adalah berkat adanya sang Pencipta.19 D. Teknik integrasi ilmu dalam islam



19



Ibid., h. 186-190.



19



BAB III PENUTUP A. Simpulan Integrase ilmu pengetahuan adalah proses mengaitkan dirinya pada prinsip tauhid. Sasaran integrasi ilmu adalah para pencari ilmu bukan ilmu pengetahuannya sendiri. Integrasi ilmu adalah penggabungan struktur ilmu yang dikotomik dan sudah seharusnya diubah. Dikotomi ilmu memiliki dampak yang luas yaitu, masing-masing ilmu menjadi sempit, masingmasing ilmu memberikan panduan yang sempit bagi para penganutnya, dan masing-masing ilmu menjadi lemah. seharusnya antara ilmu Umum dikembangkan kaum sekuler dan ilmu yang dikembangkan kaum agama hendaknya disandingkan, sehingga antara keduanya tidak ada kesenjangan. Posisi ilmu dalam pandangan islam menempati tingkat yang sangat tinggi, karena itu banyak nash baik Al-Quran dan Al-Hadis yang memerintahkan kepada ummat manusia untuk menuntut ilmu. Prinsip Nilai dalam Proses Integrasi adalah Prinsip Istikhlaf, Prinspi tawazun (keseimbangan), Prinsip Taskhir (penaklukan), dan Prinsip Keterkaitan antara Pencipta dan Ciptaan-Nya. B. Saran



20



DAFTAR PUSTAKA Akbarizan. 2014. Integrasi Ilmu. Pekanbaru: Suka Press Nata, Abuddin. 2018. Islam dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PrenadaMedia Grup



21