Makalah KD 3.8 (Radiasi Benda Hitam ( [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

A. Kompetensi Inti KI 1



:



Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.



KI 2



:



Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.



KI 3



:



Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.



KI 4



:



Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.



B. Kompetensi Dasar 3.8 Menjelaskan secara kualitatif gejala kuantum yang mencakup sifat radiasi benda hitam, efek fotolistrik, efek Compton, dan sinar X dalam kehidupan seharihari 4.8 Menyajikan laporan tertulis dari berbagai sumber tentang penerapan efek fotolistirk, efek compton, dan sinar-X dalam kehidupan sehari-hari C. Materi Prasyarat 1.



Gelombang.



2.



Momentum dan Tumbukan.



3.



Energi



4.



Radiasi



E. Konsep Esensial 1.



Foton



2.



Radiasi Termal



3.



Benda Hitam



4.



Sinar-X



5.



Hipotesis De Broglie



6.



Hukum Stefan Boltzman



7.



Teori Kuantum Planck



8.



Efek Fotolistrik



9.



Efek Compton



F. Peta Konsep



G. Materi Ajar Dualisme Gelombang Partikel 1. Fenomena Fisika yang menunjukkan sifat partikel dari gelombang a) Radiasi Benda Hitam



b) Efek Fotolistrik c) Sinar X d) Efek Compton 2. Hipotesis de Broglie 1. Dualisme Cahaya. 2. Efek Compton. 3. Penerapan Efek Compton dalam kehidupan sehari-hari. 3. Ketidakpastian Heisenberg 4. Penggunaan Sinar-X dan Efek Compton a) Sinar-X dan Penggunaanya b) Penggunaan Efek Compton H. Bagan Materi



J. Uraian Materi 1. Fenomena Fisika yang menunjukkan sifat partikel di dalam gelombang Teori mengenai cahaya berkembang seiring dengan penemuan-penemuan dibidang fisika klasik. Teori korpuskuler yang digagas oleh Newton yang menyatakan bahwa cahaya merupakan partikel bermassa kecil yang memiliki kecepatan yang sangat tinggi. Teori ini dapat menjelaskan beberapa fenomena fisika seperti terpantulnya cahaya oleh cermin. Akan tetapi, teori kopuskuler ini tidak dapat menjelaskan fenomena fisika seperti interferensi, difraksi, dan pembiasan. Ketiga fenomena ini hanya bisa dijelaskan jika cahaya merupakan gelombang. James Clerk Maxwell berhasil membuktikan bahwa cahaya merupakan gelombang elektromagnetik. Pembuktian ini berhasil menjelaskan berbagai fenomena fisika seperti interferensi, difraksi, dan pembiasan cahaya. Akan tetapi, ada beberapa eksperimen



yang gagal dijelaskan oleh teori cahaya sebagai gelombang



elektromagnetik. Eksperimen-eksperimen ini berkaitan dengan radiasi benda hitam, efek fotolistrik, dan efek compton 1.1 Radiasi Benda Hitam Bila logam dipanaskan, maka pada suhu tertentu logam akan berpijar. Pijaran tersebut dapat dilihat oleh mata kita. Pada lampu, filament lampu berpijar sehingga dapat menerangi ruangan. Kedua peristiwa itu merupakan contoh dari peristiwa radiasi kalor. Bila kita memandang cahaya sebagai gelombang, yaitu gelombang elektromagnetik, benda-benda yang berpijar akan memancarkan radiasi gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang dalam daerah cahaya tampak sehingga benda tersebut tampak bercahaya. Warna cahaya yang dipancarkan oleh suatu benda yang berpijar akan berubah bila suhu benda itu berubah. Oleh karena itu, spektrum pancar dikenalkan. Spektrum pancar yaitu warna cahaya yang dipancarkan oleh benda yang sedang berpijar. Radiasi gelombang elektromagnetik tidak hanya terjadi pada benda yang sedang berpijar saja, melainkan dari benda yang memiliki suhu tertentu. Radiasi gelombang elektromagnetik dari suatu benda dapat disertai dengan terjadinya penyerapan energi



dalam bentuk lain. Pemancaran dan penyerapan energi ini terus terjadi selama suhu benda berbeda dengan suhu lingkungannya. Fenomena radiasi gelombang elektromagnetik dapat kita lihat dalam beberapa peristiwa dalam kehidupan, diantaranya : 1. Lilin yang berpijar, menunjukan lilin tersebut memancarkan radiasi. 2. Penggunaan



detector



inframerah



pada



spektrum



inframerah



untuk



menunjukkan adanya radiasi termal. 3. Logam yang dipanaskan pada suhu tertentu sehingga membuat logam berpijar dan memancarkan radiasi. Sehubungan dengan pemancaran dan penyerapan energi yang telah dibahas, dalam fisika dikenal pengertian benda hitam atau black body, yaitu benda yang dapat memancarkan radiasi energi dengan emsivitas (𝑒) sama dengan satu, artinya dapat memancarkan kembali seluruh energi yang diserapnya. Istilah benda hitam ini, pertama kali diperkenalkan oleh fisikawan Belanda, yang bernama Gustav Robert Kirchhoff pada tahun 1862. Sebagai contoh adalah bola logam berongga yang memiliki sebuah lubang yang mampu menyerap seluruh radiasi yang masuk Analogi benda hitam (bola logam berongga yang memiliki sebuah lubang di dalamnya. Sebaliknya, apabila bola dipanaskan maka radiasi akan keluar dari rongga melalui lubang yang selanjutnya disebut radiasi benda hitam (blackbody radiation), seperti pada Gambar 1.1.



Gambar 1.1 Analogi benda hitam (bola logam berongga yang memiliki sebuah lubang)



Istilah benda hitam (black body) tidaklah harus merupakan benda yang benarbenar hitam. Benda hitam (black body) memancarkan cahaya/gelombang yang warna cahayanya tergantung pada suhu/ temperatur benda tersebut dan berdasarkan hukum radiasi termal dari Kirchhoff, semakin tinggi suhu benda, hanya bergantung pada suhu dinding rongga, radiasi yang dipancarkannya akan mendekati radiasi cahaya tampak, mulai dari merah, jingga, kuning, hijau, dan seterusnya, dengan kecenderungan mengikuti kurva seperti ditunjukkan pada gambar berikut.



Gambar 1.1.1 Kurva Radiasi Benda Hitam



Dalam kurva tersebut juga ditunjukkan bahwa semakin rendah temperatur benda hitam, puncak kurva akan semakin rendah dan mendekat ke daerah panjang gelombang/wavelength yang lebih besar, dan sebaliknya apabila suhu/temperatur



benda hitam semakin tinggi, puncak kurva akan semakin tinggi, dan lebih mendekati daerah panjang gelombang/wavelength yang lebih kecil. Puncak kurva merupakan intensitas maksimum yang dapat dicapai oleh suatu radiasi, di mana intesitas ini bergantung pada temperatur/suhu benda hitam tersebut, dan tidak bergantung pada panjang gelombang radiasi. Dalam menganalisis radiasi spektrum yang dipancarkan benda hitam, terdapat dua pandangan yang berbeda antara teori klasik dan teori kuantum. Tabel 1.1 Perbedaan pandangan mengenai radiasi benda hitam



Menurut Josef Stefan (1835-1893), benda hitam yang bersuhu mutlak T dan emsivitasnya (e) akan memancarkan energi dengan daya radiasi per satu satuan luas atau intensitas radiasi sebesar 𝑅 = π‘’πœŽπ‘‡ 4 …(1) Dengan R adalah intensitas radiasi yaitu energi yang diradiasikan pada tiap satu satuan waktu dan satu satuan luas dinyatakan dengan satuan π‘€π‘Žπ‘‘π‘‘/π‘š2 , 𝑒 adalah emsivitas benda yang umumnya bernilai 0 < 𝑒 < 1 dan untuk benda hitam sempurna 𝑒 = 1, Οƒ adalah konstanta Stefan yang bernilai 𝜎 = 5,6693 Γ— 10βˆ’8 π‘€π‘Žπ‘‘π‘‘. π‘šβˆ’2 𝐾 βˆ’4, dan 𝑇 adalah suhu mutlak dalam 𝐾. Persamaan 1 dikenal dengan hukum stefan Apabila terdapat sebuah celah sempit pada sebuah kotak yang tertutup rapat pada bagian lainnya, maka dari luar kotak celah itu tampak gelap. Hal itu terjadi karena cahaya dari luar kotak yang jatuh ke celah sempit itu sebagian besar akan masuk diserap oleh celah sempit dan hanya sebagian kecil atau bahkan tidak ada yang keluar lagi lewat celah yang sama. Rayliegh-Jeans mempelajari sifat termal dari sistem seperti itu terutama untuk mengetahui hubungan antara distribusi energi radiasi untuk berbagai frekuensi dengan suhu mutlak. Berbagai percobaan dilakukan untuk mengamati distribusi intensitas radiasi pada berbagai frekuensi dan hasilnya seperti pada grafik berikut ini:



Gambar 1.1 Distribusi intensitas radiasi Grafik ini menunjukan bahwa intensitas radiasi ternyata sangat kecil pada frekuensi tinggi dan pada frekuensi rendah. Intensitas radiasi mencapai nilai maksimum pada daerah frekuensi inframerah. Menurut Wien, hubungan antara panjang gelombang pada intensitas pancaran maksimum dengan suhu mutlak adalah



πœ†π‘š 𝑇 = 𝐢𝑀 …(2) Dengan πœ†π‘š adalah panjang gelombang pada intensitas radiasi maksimum dalam meter, 𝑇 suhu mutlak dalam kelvin, dan 𝐢𝑀 = 2,898 Γ— 10-3 m.K adalah konstanta Wien. Sesuai dengan penemunya, persamaan 2 disebut dengan rumus pergeseran Wien. Menurut Planck teori itu tetap dapat digunakan tetapi cahaya harus dipandang sebagai paket-paket energy diskrit yang di sebut sebagai foton. Setiap paket energy diskrit cahaya atau foton membawa energy sebesar 𝐸 = β„Žπ‘“ Dengan E energy foton dalm joule. F frekuensi cahaya dalam hertz, dan h adalah konstanta Planck yang besarnya adalah β„Ž = 6,62 Γ— 10βˆ’34 𝐽𝑠.



1.2. Efek Fotolistrik Penemuan efek fotolistrik merupakan tonggak sejarah perkembangan fisika kuantum. Pada saat itu orang-orang dihadapkan klasik pada situasi yang mana paham yang telah mereka yakini sebelumnya terpaksa dirombak menjadi paham baru. Konsepsi yang ada pada paham sebelumnya yaitu menyatakan bahwa cahaya tersebut merupakan sebuah gelombang. Paham baru yang muncul menyatakan bahwa cahaya sebagai partikel. Konsepsi cahaya sebagai partikel ini merupakan cikal bakal yang nantinya mampu menjelaskan gejala efek fotolistrik tersebut. Paham baru ini menimbulkan polemik dimana paham sebelumnya yang memandang cahaya sebagai gelombang telah dibuktikan kehandalannya dalam menjelaskan fenomena/gejala difraksi, interferensi dan polarisasi cahaya namun gejala-gejala tersebut tidak mampu dijelaskan berdasarkan paham cahaya sebagai partikel. Oleh karena itu para ahli sepakat bahwa cahaya tersebut memiliki dualisme sifat yaitu cahaya sebagai gelombang dan partikel. Penemuan gejala efek foto listrik ini diawali oleh eksperimen Heinrich Hertz melalui percobaan tabung lucutan. Ia mengemukakan bahwa lucutan elektrik akan lebih mudah jika cahaya ultraviolet dijatuhkan pada electron tabung lucutan. Ini



membuktikan bahwa cahaya ultraviolet dapat melepaskan elektron dari permukaan logam. Pengamatan gejala efek fotolistrik ini kemudian dilanjutkan oleh P. Lenard dan secara teoritis dijelaskan oleh Einstein. Alat efek fotolistrik terdiri atas dua plat logam (plat anoda yang bermuatan negatif dan plat katoda yang bermuatan positif) yang ditempatkan dalam tabung kaca yang dihampakan dan terpisah pada jarak tertentu, yang berfungsi untuk meminimalkan tabrakan antara elektron-foton dengan molekul gas, tabung kaca yang dilengkapi dengan jendela, yang terbuat dari bahan kuarsa, dimana melalui jendela inilah berkas cahaya monokromatis ditembakkan ke plat katode sehingga plat tersebut melapaskan elektron. Dalam rangkaian alat ini juga terdapat galvanometer yang digunakan untuk mendeteksi arus listrik yang dihasilkan, dan potensiometer diperlukan untuk mengatur beda potensial antara plat anode dan plat katode. Secara skematik perangkat untuk mempelajari efek fotolistrik adalah seperti pada Gambar 1.2 berikut.



Foton



Anoda



Katoda



V a Potensiometer



Voltmeter



-



+ Elemen



G Galvanometer



Gambar 1.2 Sketsa eksperimen gejala fotolistrik Fenomena efek fotolistrik terjadi ketika cahaya monokromatis yang ditembakkan menuju tabung yang selanjutnya mengenai pelat anoda yang potensialnya dibuat lebih



besar dari potensial katoda. Untuk cahaya dengan frekuensi tertentu, ternyata galvanometer G mendeteksi adanya arus listrik. Hal ini menunjukkan bahwa elektron yang dipancarkan pelat anoda tersebut mampu mencapai pelat katoda, hal ini juga berarti bahwa ketika terlepas dari pelat anoda elektron sudah memiliki energi kinetik yang cukup besar untuk menembus potensial penghalang yang dipasang antara pelat anoda dan katoda, untuk menghentikan gerakan elektron ini diperlukan suatu potensial penghalang/ stopping potensial, VS. Besarnya stopping potensial (VS) ini dapat diatur dengan menggeser ke kiri atau ke kanan titik a pada potensiometer. Ketika kita menggeser titik a ke kiri berarti memperbesar hambatan potensiometer, sehingga akibatnya tegangan/potensial antara anoda dengan katoda mengecil, dan sebaliknya apabila titik a digeser ke kanan, hambatan potensiometer akan mengecil, akibatnya tegangan antara anoda dengan katoda membesar. Jika V diperbesar maka jumlah elektron yang mencapai pelat K akan berkurang sehingga arusnya menjadi semakin kecil. Hingga pada beda potensial (V) tertentu elektron-elektron ini tidak bergerak sehingga tidak ada arus yang mengalir. Potensial (V) ini disebut potensial pemberhenti yang dilambangkan dengan Vs . Jatuhnya elektron-elektron pada permukaan anoda menyebabkan terjadinya arus yang dapat dibaca pada amperemeter. Arus ini disebut fotoarus 𝐼𝑓 . Beda potensial antara anode A dan katode K diatur pada hambatan geser 𝑅𝑠 . Dengan mengatur 𝑅𝑠 , rangkaian dapat mengusahakan agar tidak ada elektron yang mampu mencapai anoda Berikut adalah gejala yang teramati pada gejala fotolistrik. 1. Arus 𝐼𝑓 mengalir hampir sesaat setelah cahaya yang memenuhi β€œsyarat” dijatuhkan pada permukaan anode A walaupun intensitas cahaya itu cukup rendah. 2. Untuk frekuensi cahaya 𝑓 dan potensial 𝑉 yang dipasang tetap pada suatu nilai, arus 𝐼𝑓 berbanding lurus dengan intensitas I. 3. Untuk frekuensi 𝑒 dan intensitas I yang dibuat tetap, arus 𝐼𝑓 berkurang dengan naiknya potensial 𝑉 dan akhirnya mencapai nol pada saat 𝑉 sama dengan 𝑉0 . Potensial 𝑉0 disebut potensial penghenti dan nilainya sama



untuk semua nilai intensitas 𝐼. Jadi, 𝑉0 tidak bergantung pada intensitas cahaya yang dipakai 4. Untuk bahan anode, potensial 𝑉0 bergantung pada frekuensi sinar yang dijatuhkan pada anode. Terdapat frekuensi batas (ambang), katakanlah 𝑓0 agar efek fotolistrik terjadi. Jika sinar yang dijatuhkan pada anode memiliki frekuensi yang nilainya dibawah frekuensi ini, efek fotolistrik tidak dapat terjadi. Sebaliknya, jika sinar yang diapakai diganti dengan yang frekuensi diatas frekuensi 𝑓0 , efek fotolistrik dapat berlangsung. Frekuensi 𝑓0 bergantung pada jenis zat (logam) yang diapakai untuk anode. 5. Untuk arus yang dipasang tetap dengan frekuensi yang berbeda, akan memiliki tenaga potensial yang berbeda sesuai dengan frekuensinya masing-masing. Fenomena arus fotolistrik yang ditunjukkan pada eksperimen efek fotolistrik terdapat beberapa fenomena yang tidak dapat dijelaskan dengan teori fisika klasik, sebagai berikut : β–ͺ tidak adanya waktu tunda antara penyinaran sampai terjadinya arus fotoelektrik β–ͺ energi kinetik fotoelektron tidak bergantung pada intensitas sinar/foton



sebagaimana menurut teori fisika klasik tetapi hanya bergantung pada frekuensi sinar/foton β–ͺ diperlukan frekuensi ambang untuk menghasilkan arus fotolistrik dan setiap jenis



bahan/logam memiliki fekuensi ambang yang berbeda-beda β–ͺ kuat arus fotoelektrik dipengaruhi oleh intensitas penyinaran.



Dari pembahasana yang sudah dijelaskan dapat didefinisikan Efek fotolistrik adalah peristiwa lepasnya elektron dari atom karena pengaruh cahaya. Penerapan efek fotolistrik dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya, adalah foto-diode. Foto-diode adalah sensor cahaya berkecepatan tinggi. Dalam komunikasi serat optik transmisi sebesar 40 Gb/s yang setara dengan pulsa cahaya sepanjang 10 pikodetik masih dapat dibaca oleh foto-diode.



1.2.1 Gejala kuantum pada efek fotolistrik (Teori Einstein) Dalam menjelaskan fenomena efek fotolistrik, Albert Einstein menggunakan teori kuantum sebagai landasan berpikir. Einstein mengemukakan bahwa energi yang dibawa oleh cahaya/sinar terdistribusi secara diskrit (terkuantisasi) tidak kontinyu seperti yang diungkapkan dalam teori gelombang, sama artinya dengan menganggap bahwa cahaya/sinar berperilaku sebagai partikel (foton). Pada gambar berikut, cahaya yang merupakan paket energy (foton) yang bersifat seperti partikel tetapi tidak bermassa yang memiliki energi hf dengan h = 6,634 x 10-34 J.s dan f frekuensi cahaya yang digunakan, sehingga fenomena efek fotolistrik dapat dijelaskan dengan konsep tumbukan, seperti pada gambar:



Berdasarkan gambaran di atas, dapat diinterpretasikan bahwa energy cahaya/sinar dating mengenai permukaan logam, diserap logam dalam bentuk paket-paket atau quarta yang disebut foton sebesar hf akan digunakan untuk: 1. Melepaskan elektron yang terikat dalam atom (nilai energi ambang, hf0 atau W) 2. Menggerakkan elektron menuju permukaan logam (Ed) 3. Melontarkan elektron dari permukaan logam (Ek)



Menurut hukum kekekalan energi, energi yang diterima elektron bersumber dari energi foton, E = hf, akan digunakan untuk hf = hf0 + (Ek + Ed)



dengan hf0 atau W = energi ambang/fungsi kerja logam dan Ek = energi kinetik elektron setelah lepas dari permukaan logam. Berdasarkan persamaan tersebut, terdapat beberapa kemungkinan, Pertama, jika elektron berada jauh dari permukaan, ada kemungkinan energi cahaya datang hanya digunakan untuk melepaskan elektron dari ikatan atom (hf0) dan hanya untuk menggerakkan elektron menuju permukaan logam (Ed), sehingga ketika elektron sampai permukaan sudah kehilangan energi dan tidak dapat lepas dari permukaan logam, sehingga energi kinetiknya sama dengan nol (Ek = 0) atau kecepatan elektron lepas dari permukaan logam nol (v = o), sehingga persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut hf = hf0 + Ed Kedua, jika elektron berada di permukaan logam, maka tidak diperlukan senergi elektron untuk menuju ke permukaan atau Ed = 0, seingga energi cahaya datang hanya digunakan untuk melepaskan elektron dari ikatan atom (hf0) dan hanya untuk menggerakkan elektron lepas dari permukaan logam (Ek), karena tetap maka energi kinetik elektron lepas dari permukaan logam akan maksimum (Ek max) dan kecepatan elektron lepas dari permukaan logam juga akan maksimum (vmax), sehingga Einsten merumuskan persamaan untuk efek fotolistrik sebeagai berikut: hf = hf0 +Ekmax hf = hf0 + eVs dengan f0 = frekuensi ambang cahaya/ sinar datang agar dapat melepaskan elektron dari ikatan atom. 1.2.2 Penerapan Efek Fotolistrik 1.



Tabung foto-pengganda (photomultiplier tube)



Dengan menggunakan tabung ini hampir semua aspektrum radiasi elektromagnetik dapat diamati. Tabung ini memiliki efisiensi yang sangat tinggi, bahkan ia sanggup mendeteksi foton tunggal sekalipun. Dengan menggunakan tabung ini, kelompok peneliti Superkamiokande di Jepang berhasil menyelidiki massa neutrino yang akhirnya dianugrahi hadiah Nobel pada tahun 2002. Di samping itu,



efek fotolistrik eksternal juga dapat dimantaatkan untuk tujuan spektroskopi melalui peralatan yang bernama photoelectron spectroscopy atau PES.



2.



Foto-diode atau foto-transistror



Foto-diode ini bermanfaat sebagai cahaya berkecapatan tinggi. Bahkan, dalam komunikasi serat optic transmisi sebesar 40 Gb/s setara dengan pulsa cahaya sepanjang 10 pikodetik (10-11 detik) masih dapat dibaca oleh sebuah foto-diode transistor yang sangat kita kenal manfaatnua dapat mengubah energi matahari menjadi energi listrik melalui fotolistrik internal. Sebuah semikonduktor yang disinari dengan cahaya tampak akan memisahkan elektron hole. Kelebihan elektron di satu sisi yang disertai dengan kelebihan hole di sisi lain akan menimbukan potensial yang jika dialirkan menuju beban akan menghasilkan arus listrik.



1.3 Sinar-X Dalam bagian ini yang akan dibahas adalah cara memproduksi sinar-X. Wilhem Konrad Rontgen (1845-1932), fisikawan asal Jerman yang awalnya menemukan sinar X. Awalnya beliau menemukan adanya sinar yang berasal dari tabung crokes (tabung kaca tempat terjadinya pelucutan muatan listrik). Ada beberapa zat yang berpedar karena ada fluoresens dalam sinar X. Sinar X juga mampu menembus zat padat seperti logam tipis, kayu, logam bahkan daging manusia. Sinar tersebut dinamakan sinar X karena ketika pertama kali ditemukan, jenis sinar tersebut belum diketahui. Sinar X adalah radiasi gelombang elekromagnetik yang panjang gelombangnya lebih kecil daripada panjang gelombang cahaya ultraviolet. Beda potensial listrik yang dipakai mempengaruhi panjang dari gelombang sinar X. Dimana semakin tinggi beda potensial yang digunakan, maka akan semakin kecil panjang gelombang yang dihasilkan.



Gambar 1.3 menunjukkan proses terbentuknya sinar X (Sumber: Buku Fisika Kelas XII) Diberikan tegangan tinggi di kutub anode dan kutub katode sehingga menyebabkan elektron memiliki energi yang cukup besar. Dengan diberikannya tegangan tinggi tersebut, menyebabkan elektron dikeluarkan dari katode. Sehingga, elektron akan menumbuk logam dengan kecepatan tinggi yang menghasilkan sinar X. Jika peristiwa sinar X dilihat secara mikroskopis, kejadiannya seperti berikut. Pada saat akan menumbuk logam, elektron yang berasal dari katode menumbuk



elektron A yang ada pada kulit K. Tumbukan tersebut menyebabkan elektron A terpental dari orbitnya. Elektron lain yang berasal dari kulit yang lebih tinggi langsung mengisi tempat elektron A. Elektron tersebut memiliki energi yang lebih tinggi daripada elektron A. Elektron baru dapat menempati kulit K jika sebagian energinya dilepas. Energi elektron tersebut dilepas dalam bentuk sinar X. Adapula kemungkinan lainnya, seperti berikut. Elektron yang datang menembus kulit atom dan menuju inti atom. Ketika mendekati inti atom, elektron akan ditarik mendekati atom yang bermuatan positif sehingga mengakibatkan kecepatan elektron menjadi diperlambat. Perlambatan tersebut mengakibatkan energi elektron menjadi berkurang. Energi yang hilang dipancarkan dalam bentuk sinar X. Proses pembentukan sinar X disebut bremsstrahlung (Jerman) yang artinya radiasi pengereman.Energi yang berasal dari sinar X sebanding dengan frekuensinya sehingga dirumuskan sebagai berikut: π‘Š = β„Žπ‘“ π‘Š=β„Ž



𝑐 πœ†



Keterangan: W



=



energi (Joule)



β„Ž



=



tetapan Planck (6,626 x 10-34 Js)



𝑓



=



frekuensi sinar X (Hz)



𝑐



=



kecepatan



sinar



X



(gelombang



elektromagnetik)3 x 108 m/s πœ†



=



panjang gelombang sinar X (m)



1.3.1 frekuensi Cutoff Sinar-sinar X yang dihasilkan dengan cara ini tidak semuanya memiliki frekuensi yang sama, ada suatu spektrum kontinu dari frekuensi-frekuensi sampai ke suatu harga maksimum, yang disebut frekuensi cutoff. Secara khas sebuah elektron memancarkan banyak foton sementara elektron diperlambat, masing-masing foton mengambil



bagian dari energi kinetik elektron. Frekuensi maksimum terjadi ketika susunan energi kinetik elektron dibawa menjauh oleh sebuah foton tunggal. β„Žπ‘“π‘šπ‘Žπ‘₯ = 𝐸𝐾 1.3.2. Sinar-X karakteristik Perhatikan Gambar 1.3.1 bahwa spektrum sianr-X juga mengandung beberapa puncak sangat runcing yang bertindihan pada spektrum kontinu sinar-X yang dihasilkan oleh bremsstrahlung. Puncak-puncak ini disebut sinar-X karakteristik karena frekuensi-frekuensi ini adalah karakteristik dari bahan-bahan yang digunakan sebagai anode target dalam lubang sinar-X. Mengubah tegangan yang diberikan pada sebuah tabung sinar-X mengubah frekuensi cotoff, tetapi tidak mengubah frekuensi puncak-puncak karakteristik.



1.4. Efek Compton 1.4.1



Peristiwa Efek Compton Menurut teori kuantum, cahaya adalah paket-paket energi yang disebut



foton. Meskipun pemikiran bahwa cahaya terdiri dari foton-foton dengan energi hf telah dikemukakan pada tahun 1905, namun pemikiran bahwa foton-foton itu Gambar 1.3.1 Sinar X Karakteristik juga membawa momentum belum bisa dibuktikan secara eksperimen. Momentum sebuah foton merupakan suatu besaran yang dapat diukur secara langsung dengan cara menumbukkan foton kesebuah partikel. Foton memiliki sifat-sifat partikel terkecuali karakteristiknya yang tidak memiliki massa diam. Hal tersebut kemudian berkembang menjadi sebuah anologi yang digunakan untuk menjelaskan fenomena radiasi hamburan yang terjadi ketika sinar-X monokromatik diarahkan ke unsur ringan karbon, sebuah eksperimen yang dilakukan oleh Arthur Holly Compton. Eksperimennya dengan menumbukkan sebuah foton (sinar-X) pada sebuah elektron. Ilustrasi pada gambar:



Sumber: S erwa y, R.A., 2009: 1198-1199



Pada peristiwa hamburan sinar X yang menumbuk elektron di mana elektron diasumsikan mula-mula diam (dalam koordinat laboratorium). Sinar X yang bertumbukan dengan elektron akan diserap energinya oleh elektron sehingga setelah tumbukan, energi dari sinar X akan berkurang (dalam hal ini frekuensi sinar X akan berkurang atau panjang gelombangnya akan bertambah). Teori fisika klasik tidak mampu menjelaskan fenomena ini karena fisika klasik menganggap sinar X berperilaku sebagai gelombang saja. Dari sudut pandang fisika klasik khususnya dalam mekanika, tumbukan hanya terjadi antar partikel bukan dengan



gelombang. Berbeda dengan teori kuantum, sinar X dianggap sebagai foton yang berperilaku seperti partikel yang tidak bermassa sehingga teori kuantum memandang fenomena efek Compton sebagai fenomena tumbukan seperti halnya pada fenomena efek fotolistrik. Dengan meninjau dari hukum kekekalan energi yang berlaku pada peristiwa tersebut, jumlah energi foton yang datang (𝐸) dan energi elektron mula-mula atau saat diam ( π‘šπ‘’ 𝑐 2 )



adalah sama dengan jumlah dari energi foton setelah



bertumbukan (𝐸 β€² ) dan energi elektron setelah bertumbukan (𝐸𝑒 ), sehingga dapat ditulis secara matematis sebagai berikut (dalam Buku Fisika Modern) 𝐸 + π‘šπ‘’ 𝑐 2 = 𝐸 β€² + 𝐸𝑒 Bila ditinjau dari hukum kekekalan momentum yang berlaku, momentum foton datang (𝑝) dan yang terhambur (𝑝′ ) serta momentum elektron yang terpental (𝑝𝑒 ) dengan hanya meninjau pada sumbu horizontal diperoleh 𝑝 = 𝑝′ π‘π‘œπ‘ πœƒ + 𝑝𝑒 π‘π‘œπ‘ πœ™ Namun bila hukum kekekalan momentum pada peristiwa tersebut ditinjau pada sumbu vertikal, maka diperoleh : 𝑝′ π‘ π‘–π‘›πœƒ = 𝑝𝑒 π‘ π‘–π‘›πœ™ Dengan πœƒ adalah sudut yang terbentuk dari hamburan foton, dan Ο• adalah sudut yang terbentuk dari elektron yang terpentall Dari tinjauan sumbu horizontal dan vertikal pada persamaan di atas, dan kemudian menggunakan aturan cosinus, maka diperoleh



πœƒ πœ™



πœ™



πœƒ A )



𝑝𝑒 2 = (𝑝′)2 + 𝑝2 βˆ’ 2π‘π‘β€²π‘π‘œπ‘ πœƒ



B )



Seperti yang telah dipelajari sebelumnya tentang Hukum Planck, energi foton 𝐸 = β„Žπ‘“ jika disubstitusikan ke dalam persamaan 𝐸 + π‘šπ‘’ 𝑐 2 = 𝐸 β€² + 𝐸𝑒 , maka diperoleh



𝐸𝑒 = β„Žπ‘“ βˆ’ β„Žπ‘“ β€² + π‘šπ‘’ 𝑐 2 Masih dengan Hukum Planck, yaitu momentum foton 𝑝 =



β„Žπ‘“ 𝑐



, dan jika



disubstitusikan ke dalam persamaan 𝑝𝑒 2 = (𝑝′)2 + 𝑝2 βˆ’ 2π‘π‘β€²π‘π‘œπ‘ πœƒ



maka



diperoleh 2



𝑝𝑒



2



β„Žπ‘“ β€² β„Žπ‘“ 2 2β„Ž2 𝑓𝑓 β€² =( ) +( ) βˆ’ π‘π‘œπ‘ πœƒ 𝑐 𝑐 𝑐2



Seperti yang diketahui juga, energi total elektron relativitas adalah 𝐸𝑒 2 = 𝑝𝑒 2 𝑐 2 + π‘šπ‘’ 2 𝑐 4 Dan jika persamaan 𝐸𝑒 = β„Žπ‘“ βˆ’ β„Žπ‘“ β€² + π‘šπ‘’ 𝑐 2 dan persamaan 𝑝𝑒 2 = (



β„Žπ‘“β€² 2 𝑐



β„Žπ‘“ 2



) +( ) βˆ’



2β„Ž2 𝑓𝑓 β€²



𝑐



𝑐2



π‘π‘œπ‘ πœƒ



disubtitusikan



kedalam



persamaan



𝐸𝑒 2 =



𝑝𝑒 2 𝑐 2 + π‘šπ‘’ 2 𝑐 4 , maka diperoleh βˆ†πœ† = πœ†β€² βˆ’ πœ†0 =



β„Ž π‘šπ‘’ 𝑐



(1 βˆ’ π‘π‘œπ‘ πœƒ)…(3)



Akhirnya, persamaan inilah yang kemudian yang disebut sebagai persamaan Efek Compton. Secara fisis, efek Compton sebenarnya telah membuktikan kebenaran teori kuantum.



Cahaya



tidak



semata-mata



hanya



merupakan



gelombang



elektromagnetik saja, tetapi dapat dipandang sebagai paket-paket energi yang terkuantisasi (foton-foton) yang berperilaku sebagai partikel atau memiliki karakteristik sebagai partikel, misalnya dapat mengalami tumbukan. Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari eksperimen efek Compton adalah sebagai berikut: 1) Panjang gelombang (λ’) radiasi yang dihamburkan pada setiap sudut ΞΈ selalu



lebih besar dari Ξ» radiasi sinar datang. 2) Selisih panjang gelombang (βˆ†Ξ») tidak bergantung Ξ» sinar-X datang dan pada



sudut tetap hamburan adalah sama untuk semua unsur yang mengandung elektron tidak terikat (bebas) pada keadaan lain. 3) Selisih panjang gelombang (βˆ†Ξ») meningkat terhadap sudut hamburan ΞΈ dan



mempunyai nilai maksimal pada ΞΈ = 1800.



2. Hipotesis De Broglie Telah terbukti bahwa teori cahaya merupakan gelombang elektromagnetik dapat menjelaskan secara sempurna gejala difraksi, interferensi, refleksi, polarisasi, dispersi, dan refreksi cahaya. Sementara bagi teori korspuskuler gejala-gejala alamiah seperti itu merupakan ganjalan yang sangat berarti, sulit bahkan gagal untu dijelaskan. Sebaliknya, untuk efek fotolistrik dan efek Compton, teori korpuskuler tampak cukup memuaskan dalam memberikan penjelasannya. Sintesis (gabungan) dua pandangan ini memunculkan pandangan baru yang dikenal dengan paham dualisme cahaya. Paham ini menyatakan bahwa cahya memiliki dua aspek, yaitu aspek gelombang dan aspek partikel. Aspek gelombang terlihat pada fenomena difraksi, interferensi, refleksi, polarisasi, dispersi, dan refraksi. Aspek partikel pada efek fotolistrik dan compton. Pada tahun 1924, L. de Broglie mencoba melihat kemungkinan berlakunya paham dualisme untuk partikel-partikel semisal elektron, proton, neutron, dan lain sebagainya. Dia mengemukakan hipotesis tersebut disertasi oleh dokternya. Jika suatu partikel mempunyai momentum 𝑝, partikel tersebut terkait dengan gelombang partikel yang memiliki panjang gelombang πœ†=



β„Ž 𝑝



Karena partikel dihipotesis memiliki aspek gelombang, kemungkinan partikel juga mengalami gejala-gejala difraksi, interferensi, refleksi, polarisasi, dispersi, dam refraksi. Hal ini dibuktikan, misalnya dengan eksperimen difraksi elektron yang dilakukan oleh Davisom dan Gamer, difraksi neutron, dan interferensi elektron. 3. Ketidakpastian Heisenberg Dalam hipotesis de Broglie yang telah dikemukakan terlebih dahulu, telah dijelaskan adanya sifat gelombang yang dimiliki partikel. Namun, tidak setiap partikel menunjukkan sifat gelombang sampai dapat diamati dengan jelas. Misalnya, bila massa dan atau laju partikel terlalu besar, maka panjang gelombangnya akan menjadi sangat kecil sehingga sifat gelombangnya juga menjadi tidak tegas. Karena itu sifat gelombang dari partikel lebih jelas terdapat atau teramati pada partikel-partikel atomik



yang bergetar lambat, misalnya netron lambat seperti yang telah dijelaskan ketika membicarakan hipotesis de Broglie.



Gambar 3.1 Seandainya kita dapat melakukan percobaan ini, pola interferensi yang terjadi diamati dengan sebuah detector electron yang dihubungkan ke sebuah alat pencacah. Bila terjadi pola interferensi, maka kita dapat menghitung panjang gelombang yang dihasilkan elektron dan berarti kita dapat menghitung momentumnya, berarti ketidakpastian momentumnya menjadi kecil. Tetapi pada keadaan ini, kita tidak tahu persis di bagian mana dari celah itu electron yang menghasilkan interferensi itu berasal, berarti ketidak pastian pengukuran posisinya menjadi besar. Sebaliknya, bila posisi electron dalam celah ditemukan, berarti ketidak pastian pengukuran posisinya menjadi kecil, misalnya dengan disinari, maka pola interferensi menjadi hilang, sehingga momentum electron tidak dapat ditentukan, berarti ketidak pastian pengukuran momentumnya



menjadi



besar.Singkatnya,



bila



ketidak



pastian



pengukuran



momentumnya (β–³ 𝑃) kecil, maka ketidak pastian pengukuran posisi (β–³ π‘₯) menjadi besar dan sebaliknya. Berdasarkan halite maka Werner Heisenberg (1927) mengemukakan prinsip ketidak pastian yang menyatakn bahwa tidak mungkin pengukuran momentum dan posisi suatu partikel dilakukan secara serentak dengan ketidak pastian tak terbatas. Prinsip ketidak pastian Heisenberg itu kemudian dinyatakan dengan persamaan (β–³ π‘₯)(β–³ 𝑃) β‰… β„Ž



Dengan β„Ž konstanta planck, β–³ π‘₯ adalah ketidak pastian pengukuran posisi, dan β–³ 𝑃 adalah ketidak pastian pengukuran momentum partikel itu, dan pengukuran keduanya itu dilakukan secara serentak.



4. Penggunaan Sinar-X dan Efek Compton 4.1 Sinar-X dan Penggunaanya Wilhem Konrad Rontgen (1845-1932), fisikawan asal Jerman yang awalnya menemukan sinar X. Awalnya beliau menemukan adanya sinar yang berasal dari tabung crokes (tabung kaca tempat terjadinya pelucutan muatan listrik). Ada beberapa zat yang berpedar karena ada fluoresens dalam sinar X. Sinar X juga mampu menembus zat padat seperti logam tipis, kayu, logam bahkan daging manusia. Sinar tersebut dinamakan sinar X karena ketika pertama kali ditemukan, jenis sinar tersebut belum diketahui. Sinar-X termasuk gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang 1016 𝐻𝑧 βˆ’ 1021 𝐻𝑧. Sinar-X dapat menembus benda-benda lunak seperti daging dan kulit, tetapi tidak dapat menembus benda-benda keras seperti tulang, gigi, dan logam. Sinar-X sering digunakan diberbagai bidang, misalnya kedokteran, fisika, kimia, mineralogi, metalurgi, dan biologi. Foto Rontgen merupakan salah satu penggunaan dari Sinar-X. Foto rongen merupakan cara agar bisa mengetahui kondisi dalam tubuh tanpa melakukan pembedahan. Hal seperti itu kita dengan bantuan Radiograf sehingga bisa membantu dalm mendiagnosa berbagai kemungkinan yang terjadi pada tubuh kita. Selain itu, berikut ini terdapat beberapa teknologi yang digunakan dalam penerapan sinar X pada kehidupan sehari-hari. 1.



X ray Generator



X ray Generator umum digunakan di bandara dengan tujuan mengantisipasi barang-barang yang membahayakan bagi keselamatan banyak pihak. Saat akan melakukan bepergian terlebih menggunakan pesawat, pasti akan menemukan X ray Generator yang digunakan untuk mendeteksi barang-barang serta kondisi calon penumpang agar tidak membahayakan maskapai sehingga selamat sampai tujuan. Adapun prinsip kerja X ray Generator yaitu : a. Barang yang akan diperiksa masuk ke dalam terowong (tunel) sistem pemeriksaan melalui ban berjalan (konveyor belt). b. Barang-barang yang akan diperiksa akan dideteksi oleh sejumlah light barrier pada saat barang masuk ke dalam tunel. c. Sensor akan mendeteksi adanya barang masuk dan sensor akan mengirim sinyal ke unit pengontrol guna mengaktifkan sinar X d. Sinar X akan menembus barang yang berada di konveyor belt sebagai bagian dari proses pemeriksaan. e. Barang yang akan diperiksa akan menyerap sinar yang dipancarkan oleh pembangkit (X ray Generator) f. Sinar-sinar yang dipancarkan akan mengenai dtektor-detektor yang ada pada dua sisi tunel. g. Sinar yang berbentuk kipas akan menembus objek yang berada di atas konveyor belt sepotong demi sepotong dan sinyal gambar yang diterima oleh detektor-detektor kemudian akan dikumpulkan bagian perbagian dan akan membentuk sebuah pixel pada layar monitor. 2.



CT Scan



sumber :http://google.co.id/search?q=ct_scan Sejatinya, sama halnya dengan X ray generator diatas, CT Scan digunakan untuk mendeteksi kondisi tubuh makhluk dalam mendiagnosis kemungkinan kelainan yang diderita oleh korban. Namun cara menggunakannya dengan mebaringkan korban pada tempat yang ada dan melaju melintas lubang CT Scan dan akan memindai tubuh sehingga dapat ditampilkan pada layar yang ada.



4.2 Penggunaan Efek Compton Efek Compton digunakan oleh teleskop. Teleskop Compton (Comptel) merupakan bentuk perkembangan dari teleskop pencar Compton. Umumnya teleskop pencar Compton memiliki dua tingkat instrumen dimana pada tingkatan teratas, sinar gamma Compton akan menyebarkan kosmik dari sebuah elektron dalam suatu sintilator. Foton akan tersebar kemudian bergerak ke tingkatan bawah bahan sintilator yang menyerap foton tersebar. Nuklir Compton Telescope (NCT) adalah eksperimen balloon-bome untuk mendeteksi sinar gamma dari sumber astrofisika seperti supernova, pulsar, AGN, dan lain-lain. Teleskop ini diluncurkan dengan balon ke ketinggian mengambang sekitar 40 Km. Teleskop Compton menggunakan sebuah array-12-3D kadar tinggi Germanium Detektor spektral resolusi untuk mendeteksi sinar gamma. Pada bagian bawahnya setengah detektor dikelilingi oleh Bismuth Germanate Sintilator untuk melindungi dari sinar gamma atmosfer. Teleskop ini memiliki medan padang dari 25% langit. Nct memiliki sebuah novel, desain ultra-kompak dioptimalkan untuk mempelajari garis emisi nuklir dalam kisaran 0,5-2 kritis mev,dan polarisasi dalam kisaran 0,2-0,5 mev.



Adapun prinsip kerja dari NTC yaitu foton dapat berinteraksi beberapa kali dalam pendeteksi yang aktif, runtunan interaksi tersebut dapat ditentukan



dari



informasi, seperti sudut hambur, kemungkinan penyerapan dan peluang hamburan yang dapat terjadi. Foton tersebut berasal dari semua titik yang saling tumpang-tindih, sehingga asalnya tidak dapat diketahui yang disebut dengan β€œevent lingkaran”.



Pada Germanium Detektor terdiri dari 8-10 papan analog, ketika foton menumbuk atom-atom yang ada pada Germanium Detektor, maka foton tersebut akan terhambur sepanjang r dan terjadi secara berulang menuju plat analog yang ada disebelahnya. NCT menggunakan pemrosesan sinyal elektronik yang terhubung ke papan analog yang memiliki ACTEL yang sudah ditanami sebuah prosesor untuk mengkompres data dari kumpulan β€œevent circle” dan terhubung dengan komputer utama. Sehingga pada komputer utama akan menunjukan hasil besarnya energi foton



dengan besar sudut hambur tertentu, yang akan menunjukan besar panjang gelombang foton tersebut setelah melakukan tumbukan.



Papan analog dalam Germanium Detektor



K. Daftar Pustaka Kanginan, Marthen. 2013. Fisika untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga. Kanginan, Marthen. 2014. Fisika 3. Jakarta: Erlangga. Sinaga, P. Fisika Modern. Bandung: Departemen Pendidikan Fisika UPI FPMIPA UPI. http://ramliyana-fisika.blogspot.co.id/2013/06/efek-compton-dan-penerapannyadalam.html. [Online: Diakses pada tanggal 14 September 2018]