Makalah Kelainan Letak Alat Alat Genital [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KELAINAN DALAM LETAK ALAT-ALAT GENITAL Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ginekologi Dosen Pengampu: Sofia Mawaddah, SST., M.Keb



Disusun Oleh: 1. 2. 3. 4. 5.



Agustin Fourensia Cahaya Asi Defi D Rizka rahmandita Karmila



6. Qotrun Nada 7. Sri F 8. Reitamara 9. Amara A 10. Sandra L



POLTEKKES KEMENKES PALANGKA RAYA JURUSAN D IV KEBIDANAN REGULER 4 2019 KATA PENGANTAR



i



Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah mengenai kelainan dalam letak alat-alat genital. Makalah ini sudah selesai kami susun dengan maksimal dengan bantuan pertolongan dari berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah ikut berkontribusi didalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sehingga kami bisa melakukan perbaikan makalah sehingga menjadi makalah yang baik dan benar. Dan kita semua berharap semoga makalah ini mampu menambah pengalaman serta ilmu bagi para pembaca. Sehingga untuk ke depannya sanggup memperbaiki bentuk maupun tingkatkan isikan makalah sehingga menjadi makalah yang memiliki wawasan yang luas dan lebih baik lagi. Akhir kata kami meminta semoga makalah tentang kelainan dalam letak alat-alat genital ini bisa memberi manfaat atau inspirasi pada pembaca. Palangka Raya, Mei 2019



Penyusun



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.................................................................................................i ii



KATA PENGANTAR...............................................................................................ii DAFTAR ISI...........................................................................................................iii BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang........................................................................................1 1.2. Rumusan Masalah...................................................................................2 1.3. Tujuan......................................................................................................2 1.4. Manfaat...................................................................................................3 BAB II : PEMBAHASAN 2.1. Retrofleksi Uteri........................................................................................ 2.2 Prolaps Uteri............................................................................................... 2.3 Inversio Uteri............................................................................................. BAB III : PENUTUP Kesimpulan dan Saran...................................................................................... DAFTAR PUSTAKA



iii



BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kelainan letak alat-alat genital sudah dikenal sejak dua ribu tahun sebelum masehi. Catatan-catatan pada papyrus di Mesir mengenai kelainan letak alat genital telah ditemukan. Cleopatra, ratu mesir yang terkenal itu, menyatakan prolapsus genitalis merupakan suatu hal yang aib pada wanita dan menganjurkan pengobatannya dengan penyiraman dengan larutan adstringensia. Dalam ilmu Kedokteran Hindu kuno, menurut Chakraberty, dijumpai keterangan-keterangan mengenai mengenai kelainan letak alat genital: dipakai istilah mahati untuk vagina yang lebar dengan sistokel, retrokel, dan laserasi perineum. Hippocrates adalah orang pertama yang menerangkan bahwa kemandulan disebabkan oleh kelainan letak alat genital, misalnya uterus dalam retrofleksi, dan prolapsus uteri. Juga di Indonesia sejak zaman dahulu telah lama dikenal istilah peranakan turun, dan peranakan terbalik.



1.2. RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksud dengan retrofleksi uteri dan bagaimana penanganan pertamanya? 2. Apa yang dimaksud dengan prolaps uteri dan bagaimana penanganan pertamanya? 3. Apa yang dimaksud dengan inversio uteri dan bagaimana penanganan pertamanya? 1.3. TUJUAN a. Agar pembaca dapat mengetahui beberapa kelainan letak alat genital b. Agar pembaca dapat mengetahui definisi dan penyebab dari kelainan alat genital c. Untuk menambah ilmu pengetahuan 1.4. MANFAAT Manfaat yang dapat diambil dari penulisan ini ialah penyusun dan pembaca dapat mengetahui definsi retrofleksi uteri, prolaps uteri, dan inverso uteri serta mengetahui penanganan pertama yang tepat bagi kelainan letak alat-alat genital tersebut.



1



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Retrofleksia Uteri



2.1.1 Definisi Rahim retrofleksi adalah letak rahim yang cenderung menekuk ke belakang, ke arah saluran pelepasan. Diperkirakan ada sekitar 30% wanita memiliki rahim retrofleksi. Mayoritas wanita memiliki rahim yang letaknya cenderung ke depan dan condong ke arah perut, yang dinamakan posisi rahim antefleksi. 2.1.2 Penyebab 



Bawaan sejak lahir, mayoritas kasus rahim retrofleksi merupakan kondisi yang sudah dibawa sejak lahir. Beberapa ahli menyatakan bahwa hal ini kemungkinan ada hubungannya dengan faktor genetik atau keturunan.







Pemijatan, apabila tidak dilakukan secara berhati-hati, pemijatan di sekitar daerah perut dapat berisiko mengubah posisi rahim.







Kehamilan. Semasa hamil, otot-otot di sekitar rahim mengendur mengikuti ukuran rahim yang kian membesar. Mengendurnya rahim ini mampu membuat posisi rahim berubah.







Gangguan kesehatan. Penyakit radang panggul dan endometriosis bisa menyebabkan posisi rahim retrofkelsi. Penyebabnya, bekas luka atau parut yang terjadi akibat 2







penyakit ini mengakibatkan perlekatan dan menarik rahim ke arah belakang sehingga mengubah posisinya.



2.1.3 Gejala Umumnya tidak timbul gejala apa pun. Kalaupun ada, gejala yang muncul biasanya berhubungan dengan gangguan kesehatan yang dialami oleh yang bersangkutan. Gejala tersebut antara lain adalah: 



Rasa sakit pada saat berhubungan seks (dyspareunia).







Sakit selama periode menstruasi (dysmenorrhea),







Nyeri pinggang bagian bawah dan sering terkena infeksi saluran kecing, sulit menahan keinginan untuk berkemih.







Rasa sakit pada saat memakai pembalut jenis tampon.







Keluhan kesuburan.



2.1.4 Diagnosis Karena posisinya jauh di dalam tubuh, kelainan pada rahim tidak dapat langsung diketahui tanpa dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Deteksi dini dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik ginekolog, seperti inspekulo atau perabaan. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah dengan teknik USG, baik secara abdominal maupun transvaginal, serta pemeriksaan histerosalpingo, memasukkan cairan khusus ke dalam uterus dan saluran-salurannya. Cairan ini memunculkan warna yang akan tampak pada hasil rontgen. 2.1.5 Penatalaksanaan Pasien retrofleksi uteri tidak memerlukan terapi pada umumnya, namun bila gejala muncul, pilihan terapi konservatif lebih banyak dipilih. 1. Dekompresi Bladder dan posisikan pasien Terapi yang layak dicoba untuk pasien retrofleksi uteri adalah kombinasi dari dekompresi bladder dan memposisikan pasien. Pasien biasanya sulit buang air kecil sehingga kita bantu dengan kateter selama 24-48 jam. Selama drainase kateter , kita minta pasien berlatih beberapa kali setiap harinya berdurasi 5-10 menit dengan posisi lutut ke dada. Yang diharapkan adalah reposisi uterus spontan. 2. Manipulasi Uterus



3



Jika terapi diatas gagal maka langkah selanjutnya adalah penggantian uterus manual. Setelah informed consent dan kepastian posisi uteri didapatkan maka bladder dari pasien harus dikosongkan terlebih dahulu. Setelah itu injeksikan terbutaline 0,250 mg secara subkutan 15-20 menit sebelum direposisi manual. Jika dibutuhkan, anestesi dapat diberikan. 2.2 Prolaps Uteri 2.2.1 Definsi Prolaps uteri adalah turunnya uterus kedalam introitus vagina yang diakibatkan oleh kegagalan atau kelemahan dari ligamentum dan jaringan penyokong (fasia). Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis. 2.2.2 Etiologi Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan penyulit, merupakan penyebab prolapsus uteri, dan memperburuk prolaps yang sudah ada. Faktorfaktor lain adalah tarikan pada janin pada pembukaan belum lengkap, prasat Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta, dan sebagainya. Jadi, tidaklah mengherankan bila prolapsus genitalia terjadi segera sesudah partus atau dalam masa nifas. Asites dan tumor-tumor di daerah pelvis mempermudah terjadinya prolapsus uteri. Bila prolapsus uteri dijumpai pada nulipara, faktor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus. Atau bisa juga disebabkan oleh beberapa faktor seperti dibawah ini: 



Dasar panggul yang lemah oleh kerusakan dasar panggul pada partus (rupture perinea atau regangan) atau karena usia lanjut.







Menopause, hormon estrogen telah berkurang sehingga otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah.







Tekanan abdominal yang meninggi karena ascites, tumor, batuk yang kronis atau mengejan (obstipasi atau strictur dari tractus urinalis). 3







Partus yang berulang dan terjadi terlampau sering.







Partus dengan penyulit.







Tarikan pada janin sedang pembukaan belum lengkap.







Ekspresi menurut creede yang berlebihan untuk mengeluarkan placenta.



2.2.3 Klasifikasi Untuk mengklasifikasikan prolaps organ panggul dikembangkan beberapa sistem.Untuk keperluan praktis klinis, sistem Baden-Walker dikembangkan secara luas, sementara sistem Pelvic Organ Prolapse Quantification (POP-Q) mulai banyak digunakan untuk praktik klinik dan penelitian.Pada sistem Baden-Walker, pemeriksaan dilakukan pada pasien dengan posisi litotomi. Kemudian pasien diminta meneran, setelah itu dinilai penurunan prolaps dan dinilai sesuai dengan derajat prolaps sebagai berikut: Stadium 0 : posisi normal untuk tiap lokasi Stadium 1 : penurunan sampai dengan setengah jarak menuju himen Stadium 2 : ujung prolaps turun sampai dengan himen Stadium 3 : ujung prolaps setengahnya sampai diluar vagina Stadium 4 : ujung prolaps lebih dari setengahnya ada diluar vagina 2.2.4 Faktor Resiko 1. Multiparitas Persalinan pervaginam adalah yang paling sering dikutip sebagai faktor risiko untuk prolaps uteri. Tidak ada kesepakatan apakah itu kehamilan atau kelahiran itu sendiri yang merupakan predisposisi disfungsi dasar panggul. Namun, banyak penelitian telah dijelaskan menunjukkan bahwa melahirkan tidak meningkatkan kecenderungan wanita untuk prolaps uteri. Misalnya, pada studi Organ Penyokong Panggul (POSST), peningkatan paritas dikaitkan dengan peningkatan kejadian prolaps (Swift, 2005). Selain itu, risiko prolaps organ pelvis meningkat 1,2 kali pada persalinan pervaginam. Studi kohort yang dilakukan di Oxford pada 17.000 wanita untuk membandingkan wanita nulipara dengan wanita yang telah mengalami dua kali melahirkan, mengalami peningkatan delapan kali lipat berkunjung ke rumah sakit untuk prolaps organ pelvis. 2. Usia Seperti dijelaskan sebelumnya, usia lanjut juga terlibat dalam pengembangan prolaps organ pelvis. Dalam studi POSST, ada 100-persen peningkatan risiko prolaps untuk setiap dekade kehidupan. Pada wanita berusia 20 sampai 59 tahun, kejadian prolaps 3



organ pelvis berlipat ganda dengan setiap dekade. Seperti risiko prolaps organ pelvis lainnya, penuaan adalah proses yang kompleks. Peningkatan insiden mungkin akibat dari penuaan fisiologis dan proses degeneratif serta hipoestrogenisme.9 3. Penyakit jaringan ikat Wanita dengan gangguan jaringan ikat lebih mungkin untuk mengembangkan prolaps organ pelvis. Dalam sebuah studi seri kasus kecil, sepertiga dari wanita dengan sindrom Marfan dan tiga perempat dari wanita dengan sindrom Ehlers-Danlos melaporkan riwayat prolaps organ pevis.9 4. Ras Prevalensi perbedaan ras, prolaps organ pelvis telah dibuktikan dalam beberapa penelitian. Perempuan kulit hitam dan Asia menunjukkan risiko terendah, sedangkan wanita Hispanik tampaknya memiliki risiko tertinggi. Meskipun perbedaan kandungan kolagen telah dibuktikan antara ras, perbedaan ras di tulang panggul juga mungkin memainkan peran. Misalnya, perempuan kulit hitam lebih sering memiliki lengkungan kemaluan sempit dan panggul android atau antropoid. Bentuk-bentuk ini adalah pelindung terhadap prolaps organ pelvis dibandingkan dengan panggul ginekoid khas wanita Kaukasia yang paling.9 5. Peninggian tekanan intraabdomen Peningkatan tekanan intra-abdomen yang kronis diyakini memainkan peran dalam patogenesis prolas organ pelvis. Kondisi ini dapat sebabkan oleh obesitas, sembelit kronis, batuk kronis, dan angkat berat berulang-ulang. Sejumlah penelitian mengidentifikasi obesitas sebagai faktor risiko independen untuk stres inkontinensia urin (Brown, 1996; Burgio, 1991; Dwyer, 1988). Namun, hubungan dengan perkembangan prolaps organ pelvis kurang jelas (Hendrix, 2002; Nygaard, 2004). Berkenaan dengan mengangkat, sebuah studi Denmark menunjukkan bahwa asisten perawat yang terlibat dengan angkat berat berulang berada pada peningkatan risiko untuk menjalani intervensi bedah untuk prolaps, dengan rasio odds 1,6 (Jorgensen, 1994). Selain itu, merokok dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) juga telah terlibat dalam pengembangan prolaps organ pelvis, meskipun sedikit data mendukung hubungan ini (Gilpin, 1989; Olsen, 1997). Demikian pula, meskipun batuk kronis menyebabkan kenaikan tekanan intraabdomen, tidak ada mekanisme yang jelas. Beberapa percaya bahwa senyawa kimia dalam tembakau yang dihirup dapat



3



menyebabkan perubahan yang menyebabkan POP daripada batuk kronis sendiri. (Wieslander, 2005).9 2.2.5 Manifestasi Klinis Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadangkala penderita yang satu dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan. Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai: 



Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genialia eksterna.







[2]



Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.







Prolaps uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut: ‒ Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri. - Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena infeksi serta luka pada portio uteri.



2.2.6 Diagnosis 1. Anamnesis Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan ginekologik umumnya dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalis. Pasien dengan prolaps uteri biasanya mengeluhkan adanya benjolan yang keluar dari alat kelaminnya.Pasien biasanya mengeluhkan: 



Rasa berat pada atau rasa tertekan pada pelvis.







Pada saat duduk pasien meraskan ada benjolan seperti ada bola atau kadang-kadang keluar dari vagina.







Nyeri pada pelvis, abdomen, atau pinggang.







Nyeri pada saat berhubungan.



2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan genikologi biasanya mudah dilakukan, Friedman dan Little menganjurkan sebagai berikut; Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari, apakah portio uteri pada posisi 3



normal atau portio telah sampai introitus vagina, atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina. Selanjutnya dengan penderita berbaring dalam posisi litotomi, ditentukan pula panjangnya serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari ukuran normal dinamakan elongasio kolli.Berikut adalah stadium untuk prolaps uteri: Tabel 01. Lima stadium untuk prolaps.     



Gambar



3.



Stadium 0: Tidak ada prolaps. Stadium I: Sebagian besar portio distal mengalami prolaps > 1 cm di atas himen. Stadium II: Sebagian besar portion distal mengalami prolaps ≤ 1 cm di proksimal atau distal himen. Stadium III: Sebagian besar portio distal mengalami prolasp > 1 cm dibawah himen tetapi benjolan tidak lebih 2 cm dari panjang vagina. Stadium IV: Prolaps komplet termasuk bagian dari vagina.



05. Prolaps uteri saat kehamilan karena peninggian tekanan intraabdominal dan prolaps uteri total setelah dilakukan seksio sesarea elektif.



Pemeriksaan Penunjang 



Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak begitu banyak membantu. Tes Papanicolaou (Pap smear sitologi) atau biopsi dapat diindikasikan pada kasus yang jarang terjadi yang dicurigai karsinoma, meskipun ini harus ditangguhkan ke dokter perawatan primer atau dokter kandungan.







Pemeriksaan USG



3



Pemeriksaan USG bisa digunakan untuk membendakan prolaps dari kelainan kelainan lain. 2.2.7 Penatalaksanaan 1. Observasi Derajat luasnya prolaps tidak berkaitan dengan gejala. Mempertahankan prolaps tetap dalam stadium I merupakan pilihan yang lebih tepat. Beberapa wanita mungkin lebih memilih untuk mengobservasi lanjutan dari prolaps. Mereka juga harus



memeriksakan



diri secara berkala



untuk mencari



perkembangan gejala baru atau gangguan (seperti buang air kecil atau buang air besar terhambat, erosi vagina). 2. Terapi Konservatif  Latihan otot dasar panggul Latihan ini sangat berguna pada prolaps ringan, terutama yang terjadi pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Namun dari penelitian yang dilakukan oleh Cochrane review of conservative management prolaps uterus yang diterbitkan pada tahun 2006 menyimpulkan bahwa latiahan otot dasar panggul tidak bukti ilmiah yang mendukung. Caranya ialah, penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah selesai berhajat atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba menghentikkanya.  Pemasangan pessarium Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif, yakni menahan uterus di tempatnya selama pessarium tersebut dipakai. Oleh karena jika pessarium diangkat, timbul prolaps lagi. Meskipun bukti yang mendukung penggunaan pessarieum tidak kuat, mereka digunakan oleh 86% dari ginekolog dan 98% dari urogynaecologists. Prisip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut membuat tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian dari vagina tersebut besereta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Pessarium yang paling baik untuk prolaps genitalia ialah pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunakan pessarium Napier. Tabel 02. Pedoman Pemasangan Pessarium. 3



 Sebagai pedoman untuk mencari ukuran yang cocok, diukur dengan jari jarak antara forniks vagina dengan pinggir atas introitus vagina, ukuran tersebut dikurang 1 cm untuk mendapat diameter dari pessarium yang akan dipakai.  Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan miring sedikit kedalam vagina. Setelah bagian atas masuk ke dalam vagina, bagian tersebut ditempatkan ke forniks vagina posterior. Kadang-kadang pemasangan pessarium dari plastik mengalami kesukaran.  Apabila pessarium tidak dapat dimasukkan, sebaiknya dipakai pessarium dari karet dengan per didalamnya.  Untuk mengetahui setelah pemasangan, apakah ukuran cocok, penderitadisuruh batuk atau mengejan. Jika pessarium tidak keluar, penderita disuruh jalan-jalan, apabila ia tidak merasa nyeri, pessarium dapat diteruskan.  Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja penderita diawasi secara teratur. Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2 – 3 bulan sekali, vagian diperiksa dengan inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan. Pessarium dibersihkan dan dicucihamakan dan kemudian di pasang kembali.  Indikasi penggunaan pessarium: ‒ Kehamilan. ‒ Bila penderita belum siap untuk dilakukan operasi. ‒ Sebagai terapi tes, menyatakan bahwa operasi harus dilakukan. ‒ Penderita menolak untuk dioperasi. ‒ Untuk menghilangkan gejala yang ada, sambil menunggu waktu operasi dapat dilakukan



Gambar 06. Jenis-jenis pessarium. A. Cube pessary. B. Gehrung pessary. C. Hodge with knob pessary. D. Regula pessary. E. Gellhorn pessary. F. Shaatz pessary. G. Incontinence dish pessary. H. Ring pessary. [9]



I. Donut pessary.



3



Gambar 07. Tempat pemasangan cicin pessarium



3



Gambar 08. Cara pemasangan pessarium (A,B dan C) dan cara melepaskannya (D). 3. Terapi Bedah Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan pembedahan untuk prolaps uteri, prolaps vagina perlu ditangani pula. Ada kemungkinan terdapat prolaps vagina yang membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada prolaps uteri atau prolaps uteri yang ada belum perlu dioperasi. Di Inggris dan Wales pada tahun 2005-2006, 22.274 operasi dilakukan untuk prolaps vagina. Beberapa literatur melaporkan bahwa dari operasi prolaps rahim, disertai dengan perbaikan prolaps vagina pada waktu yang sama. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolaps uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur



penderita,



keinginan



untuk



masih



mendapat



anak



atau



untuk



mempertahankan uterus, tingkat prolaps, dan adanya keluhan. Macam-macam operasi untuk prolaps uterus sebagai berikut:



 Ventrofiksasi Pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan anak, dilakukan operasi untuk uterus ventrofiksasi dengan cara memendekkan ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare.



[5]



 Operasi Manchester Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks dilakukan pula kolporafia anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang memanjang (elo ngasio kolli). Tindakan ini dapat 3



menyebabkan infertilitas, abortus, partus prematurus, dan distosia servikalis pada persalinan. Bagian yang penting dari operasi Manchester ialah penjahitan ligamentum kardinale di depan serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale



diperpendek,



sehingga



uterus



akan



anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat dicegah.



terletak



dalam



posisi



[5]



 Histerektomi vagina Operasi ini tepat untuk dilakukan untuk prolaps uterus dalam tingkat lanjut, dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus diangkat, puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri, atas pada ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps vagina di kemudian hari.  Kolpokleisis (operasi Neugebauer-Le Fort) Pada waktu obat-obatan serta pemberian anestesi dan perawatan pra/pasca operasi belum baik untuk wanita tua yang seksualnya tidak aktif lagi dapat dilakukan operasi sederhana dengan menjahit dinding vagina depan dengan dinding vagina belakang, sehingga lumen vagian tertutup dan uterus terletak di atas vagina. Akan tetapi, operasi ini tidak memperbaiki sistokel dan retrokel sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urinae. Obstipasi serta keluhan prolaps lainnya juga tidak hilang.



2.3 Inversio Uteri 2.3.1 Definisi Inversio uteri adalah suatu keadaan dimana fundus uteri terputar balik keluar dimana sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri, vagina atau keluar dari vulva. 2.3.2 Klasifkasi Ada beberapa macam klasifikasi dari inversio uteri. a.



Berdasarkan gradasi beratnya:



3







Inversio uteri ringan: jika fundus, uteri terputar balik menonjol ke dalam kavum uteri,tetapi belum keluar dari kavum uteri.







Inversio uteri sedang: jika fundus uteri terbalil masuk ke dalain vagina.







Inversio uteri berat: bila semua bagian fundus uteri bahkan terbalik dan, sebagian sudah menonjol keluar vagina atau vulva



b.



Berdasarkan derajat kelainannya: 



Derajat sate (inversio uteri subtotal/inkomplit): bila fundus uteri belum melewati kanalis servikalis.







Derajat dua (inversio uteri total/komplit): bila fimdus uteri sudah melewati kanalis servikalis.







Derajat tiga (inversio uteri prolaps): bila fundus uteri sudah menonjol keluar dari vulva.



Berdasarkan pada waktu kejadian:3-6,17-19



c.







Inversio uteri akut : suatu inversio uteri yang terjadi segera setelab kelahiran bayi atau plasenta, sebelum terjadi kontraksi cincin serviks uteri.







Inversio uteri subakut: yaitu inversio uteri yang terjadi hingga terjadi kontraksi cincin serviks uteri.







Inversio uteri kronis: yaitu inversio uteri yang terjadi selama lebih dari 4 minggu ataupun sudah didapatkan gangren.



d.



Berdasarkan etiologinya: 



Inversio uteri nonobstetri







Inveisio uteri puerpuratis



2.3.3 Etiologi Penyebab terjadinya inversio uteri belum dapat diketabui sepenuhnya dengan pasti dan dianggap ads kaitannya dengan abnormalitas dari miometrium. Inversio uteri sebagian dapat terjadi spontan dan lebih sering terjadi karna prosedur tindakan persalinan dan kondisi ini tidak selalu dapat dicegah berdasarkan etiologinya inversio uteri dibagi menjadi dua, yaitu inversio uteri nonobstetri dan inversio uteri puerperalis. Pada inversio uteri nonobstetri biasanya diakibatkan oleh mioma uteri submukosa yang terlahir, polip endometnum dan sarkoma uteri, yang akan menarik fundus uteri ke arah bawah serta berkombinasi dengan kontraksi miometrium secara terns menerus mencoba mengeluarkan mioma seperti benda asing. 3



Faktor-faktor predisposisi terjadinya inversio uteri pada tumor yang berasal dan kavum uteri antara lain; I. Keluarnya tumor dari kavum uteri yang mendadak, 2. Dinding uterus yang tipis, 3. Dilatasi dari serviks uteri, 4. Ukuran tumor, 5. Ketebalan tangkai dari tumor, dan. 6. Lokasi tempat perlekatan tumor. Pada inversio uteri puerpuralis dapat terjadi secara spontan, tetapi lebih sering disebabkan oleh pertolongan persalinan yang kurang baik. Bila terjadi spontan, lebih banyak didapatkan pada kasus-kasus primigravida terutama yang mendapat terapi MgSO4 intravena untuk terapi PEB dan cenderung untuk berulang pada kehamilan berikutnya. Hal ini mungkin berhubungan dengan abnormalitas dan uterus atau kelaman kongenital uterus lainnya- Keadaan lain yang dapat menyebabkan. inversio uteri yaitu pada grandemultipara, atau pada keadaan atonic uteri, kelemahan otot kandungan, atau karna tekanan intra abdomen yang meningkat, misalnya ada batuk, mengejan ataupun dapat pula terjadi karna tali pusat yang pendek. Pada kasus inversio uteri komplit hampir selalu akibat konsekuensi dari tarikan tali pusat yang kuat dari placenta yang berimplantasi di fundus uteri. Inversio uteri karena tindakan atau prosedur yang salah baik kala II ataupun kala III sangat dominan disebabkan oleh faktor penolong (4/5 kasus) Dibuktikan bahwa lebih banyak kasus inversio uteri didapatkan oleh tenaga tidak terlatih/dukun beranak dan hampir tidak pernah oleh ahli kebidanan selama prakteknya. Barer dan Sparkly mendapatkan 76% kasus disebabkan oleh teknik penanganan persalinan yang salah. Ada beberapa faktor penyebab yang mendukung untuk terjadinya suatu inversio uteri yaitu: a. Faktor predisposisi:  Abnormalitas uterus  Plasenta adhesiva  Tali pusat pendek  Anomah kongenital (uterus bilLornus)  Kelemahan Binding uterus  Implantasi plasenta pada fundus uteri (75% Bari inversio, spontan)  Riwayat inversio uteri sebelumnya b. Kondisi fungsional uterus  Relaksasi miometrium  Gangguan mekanisme, kontraksi uterus  Pemberian MgSO4 3



 Atonia uteri c. Faktor pencetus, antara 1. Pengeluran plasenta secara manual 2. Peningatanlekanan, intrabdominal, seperti batuk-batuk, bcniq mengejan Ban lainlain. 3. Kesalahan penanganan pada kala uri, yaitu:  penekanan ftmdus uteri yang kurang tepat  Perasat Crede  Penarikan tali pusat yang kuat  Penggunaan oksitosin yang kurang bijaksana 4. Partus presipitatus 5. Gemelli 2.3.4 Penatalaksanaan Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan timbulnya inversio uteri. Tarikan pada tali pusat sebelum plasenta benar-benar lepas, jangan dilakukan dan apabila melakukan prasat Crede harus diperhatikan syarat-syaratnya. Apabila terdapat inversio uteri dengan gejala-gejala syok, maka harus diatasi lebih dulu dengan infuse i.v cairan elektrolit dan transfusi darah, segera sesudah itu dilakukan reposisi.



Apabila reposisi pervaginam gagal, sebaiknya dilakukan pembedahan menurut Haultein (dikerjakan laparotomi, dinding belakang lingkaran konstriksi dibuka, sehingga memungkinkan penyelenggaraan reposisi uterus sedikit demi sedikit, kemudian luka di bawah uterus dijahit dan luka laparotomi ditutup). 3



a. Koreksi Manual 



Pasang sarung tangan DTT







Pegang uterus pada daerah insersi tali pusat dan masukkan kembali melalui serviks.Gunakan tangan lain untuk membantu menahan uterus dari dinding abdomen.Jika plasenta masih belum terlepas,lakukan plasenta manual setelah tindakan koreksi.masukkan bagian fundus uteri terlebih dahulu.







Jika koreksi manual tidak berhasil,lakukan koreksi hidrostatik.



b. Koreksi Hidrostatik  Pasien dalam posisi trendelenburg dengan kepala lebih rendah sekitar 50 cm dari perineum.Siapkan sistem bilas yang sudah desinfeksi,berupa selang 2 m berujung penyemprot berlubang lebar.Selang disambung dengan tabung berisi air hangat 25 l(atau NaCl atau infus lain) dan dipasang setinggi 2 m.  Identifikasi forniks posterior.  Pasang ujung selang douche pada forniks posterior sampai menutup labia sekitar ujung selang dengan tangan.  Guyur air dengan leluasa agar menekan uterus ke posisi semula.  Koreksi Manual Dengan Anestesia UmumJika koreksi hidrostatik gagal,upayakan reposisi dalam anastesia umum. Halotan merupakan pilihan untuk relaksasi uterus. c.Koreksi Kombinasi Abdominal – VaginalØ 3



 Kaji ulang indikasi  Kaji ulang prinsip dasar perawatan operatif  Lakukan insisi dinding abdomen sampai peritoneum,dan singkirkan usus dengan kasa.tampak uterus berupa lekukan.  Dengan jari tangan lakukan dilatasi cincin konstriksi serviks.  Pasang tenakulum melelui cincin serviks pada fundus.  Lakukan tarikan atau traksi ringan pada fundus sementara asisten melakukan koreksi manual melalui vagina.  Jika tindakan traksi gagal,lakukan insisi cincin kontriksi serviks di bagian belakang untuk menghindari resiko cedera kandung kemih,ulang tindakan dilatasi,pemasangan tenakulum dan fraksi fundus.  Jika koreksi berhasil,tutup dinding abdomen setelah melakukan penjahitan hemostasis dan dipastikan tidak ada perdarahan.  Jika ada infeksi ,pasang drain karet.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Beberapa kelainan letak alat genital pada perempuan, yaitu : 1. Retrofleksi Uteri 2. Prolaps Uteri 3. Inversio Uteri



B. Saran Dengan kita telah mempelajari makalah ini dengan judul Kelainan Letak Alat 3



Genital khusunya pada perempuan, kiranya kita dapat lebih menjaga kesehatan dan juga mensosialisasikan agar kita tidak mudah mengalami hal tersebut.



DAFTAR PUSTAKA 1. Faraj R, Broome J. Laparoscopic Sacrohysteropexy and Myomectomy for Uterine Prolapse: A Case Report and Review of the Literature. Journal of Medical Case Report 2009. [database on the NCBI]. [cited on September 23, 2013]; 02:1402. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pmc/articles/PMC2783099/pdf/1752-1947-3-99.pdf. 2. Barsoom RS, Dyne PL. Uterine Prolapse in Emergency Medicine. Medscape Article. [database on the medscape] 2011. [cite on September 28, 2013]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/797295-overview#showall. 3. Anhar K, Fauzi A. Kasus Prolapsus Uteri di Rumah Sakit DR. Mohammad Hoesin Palembang Selama Lima Tahun (1999 – 2003). Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSMH Palembang. [database on the internet]. [cited on September 23, 2013]. Available from: http://digilib.unsri.ac.id/download/ KASUS%20PROLAPSUS%20UTERI%20DI %20RUMAH%20SAKIT% 20DR_%20MOHMMAD%20HOESIN.pdf. 4. Detollenaere RJ, Boon J, Stekelenburg J, Alhafidh AH, Hakvoort RA, et al. Treatment of Uterine Prolapse Stage 2 or Higher: A Randomized Multicenter Trial Comparing 3



Sacrospinnosus Fixation with Vaginal Hysterectomy (SAVE U Trial). BMC Womens Health Journals 2011. [database on the NCBI]. [cited on September 23, 2013]; 02:1402. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3045971/ pdf/14726874-11-4.pdf. 5. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua, Cetakan Ketujuh. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. Hal: 911,432,433,436,437 6. Anatomy of Uterine [Image on the Gray’s Anatomy Student Consult] 2010. [cited on September 27, 2013]. Available from: http://www.studentconsult.com/bookshop/chome/default.cfm?shortcut=an atomy. 7. Standring S, Ellis H, Healy JC, Johnson D, Williams A, et al. Gray’s Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practice. 39th Edition. [textbook of Anatomy]. Elsevier Churchill Livingstone: 2008. 8. Doshani A, Teo R, Mayne CJ, Tincello DG. Uterine Prolapse. Clinical Review 2007. [database on the NCBI]. [cited on September 23, 2013]; 335:819-823. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/ PMC2034734/pdf/bmj-335-7624-cr00819.pdf. 9. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG. Williams Gynecology. The McGraw-Hill Companies. 2008. 10. Pelvic Organ Prolaps; A Guide for Women. International Urogynecological Association 2011. [article in the internet]. [cited on September 27, 2013]; 335:819-823. Available from: http://c.ymcdn.com/sites/www.iuga.org/resource/resmgr/brochures/eng_po p.pdf. 11. Vita DD, Giordano S. Two Succesful Natural Pregnancies in a Patient with Severe Uterine Prolapse: A Case Report. J Med Case Report 2011. [database on the NCBI]. [cite on September 28, 2013]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3180421/. 12. Pelvic Organ Prolaps; A Guide for Women. International Urogynecological Association 2011. [article in the internet]. [cited on September 27, 2013]; 335:819-823. Available from: http://c.ymcdn.com/sites/www.iuga.org/resource/resmgr/brochures/eng_po p.pdf.



3