Makalah Kelapa Sawit [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KATA PENGANTAR Makalah ini mencoba untuk memberikan pengenalan praktis mengenai pengolahan kelapa sawit skala kecil dan menengah kepada berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam hal ini. Dalam tulisan ini terdapat kerangka kerja secara umum mengenai topik yang dibahas dengan ringkasan komponen-komponen yang umumnya terdapat pada proses pengolahan kelapa sawit. Dalam lampiran terdapat referensi-referensi yang dapat dijadikan sumber acuan bagi individu-individu maupun organisasi. Referensi dalam tulisan ini memberikan tambahan pengetahuan sebagai dukungan bagi mereka yang sedang mendesain atau mendirikan pabrik pengolahan kelapa sawit. Referensi dalam tulisan ini bisa sangat membantu dalam berbagai macam area, termasuk: Bantuan Teknis dalam hal desain dan pembangunan. Proses seleksi dan pencaraian alat-alat yang sesuai dan bahan-bahan untuk pembangunan. Pembuatan dan instalasi peralatan, dan sumber-sumber potential untuk pembiayaan. Tulisan ini juga berusaha mengidentifikasi lokasi-lokasi potensial untuk pabrik pengolahan kelapa sawit skala kecil, pabrik-pabrik pengolahan bahan bakar nabati dan percontohan pembangkit listrik. Sebagai penutup, penulis berharap bahwa “Makalah Proses Pengolahan Kelapa Sawit Skala Kecil untuk Produksi Bahan Baku Bahan Bakar Nabati” ini akan bermanfaat bagi pihak-pihak yang tertarik untuk menggeluti industri kelapa sawit. Kami yakin sektor ini memiliki banyak potensi untuk menciptakan keuntungan-keuntungan baik secara ekonomi, lingkungan dan sosial. Dengan demikian akan mendorong perkembangan ke arah yang lebih baik disegala bidang. Namun demikian, pandangan-pandangan dan informasi yang dipaparkan dalam tulisan ini hanyalah semata pendapat pribadi penulis.



BAB I PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang Di Indonesia tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang banyak dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan besar, pemerintah, dan swasta. Bahkan masyarakat juga banyak bertanam kelapa sawit secara kecil-kecilan. Minyak sawit berasal dari buah pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis), suatu spesies tropis yang berasal dari Afrika Barat, namun kini tumbuh sebagai hibrida di banyak belahan dunia, termasuk Asia Tenggara dan Amerika Tengah. Minyak sawit menjadi minyak pangan yang paling banyak diperdagangkan secara internasional pada tahun 2007. Permintaan dunia akan minyak sawit telah melonjak dalam dua dasawarsa terakhir, pertama karena penggunaannya dalam bahan makanan, sabun, dan belakangan ini sebagai bahan baku mentah bahan bakar nabati. Buah sawit adalah sumber bahan baku CPO (Crude Palm Oil) dan PKO (Palm Kernel Oil). CPO dihasilkan dari daging buah sawit, sedangkan PKO dihasilkan dari inti buahnya. Sebuah alternatif sumber bahan baku potensial yang cukup banyak tersedia telah muncul, yaitu produk samping biomassa non-kelas pangan buah kelapa sawit dan produksi minyak sawit. Ini bukanlah sekedar menggunakan minyak dari buah kelapa sawit, melainkan mengkonversi seluruh biomassa yang diambil dari perkebunan kelapa sawit menjadi sumber energi terbarukan. Dengan menggunakan biomassa dari perkebunan maupun sisa pengolahan dari produksi minyak sawit (serat, kulit, efluen pabrik minyak sawit, minyak sisa), bioenergi dari perkebunan kelapa sawit dapat memberikan efek mengurangi emisi gas rumah kaca. Tandan buah segar kelapa sawit harus diolah dalam waktu 24-48 jam sejak dipanen agar tidak mengalami penurunan kualiatas. Jika pengolahan tidak berjalan secara tepat waktu, maka produknya tidak lagi mememuhi persyaratan kelas pangan yaitu kandungan Asam Lemak Bebas (FFA) sekitar 5-6%. Bila dibandingkan dengan



Malaysia, mengingat cepatnya perluasan lahan kelapa sawit di Indonesia dalam dua dasawarsa terakhir, investasi dalam infrastruktur industri khususnya pabrik minyak telah mengalami kesulitan mengimbangi produksi tandan buah segar. Hal ini terutama terjadi sementara penanaman diperluas jauh ke arah timur dari Sumatera ke wilayahwilayah berlogistik kurang seperti Kalimatan, Sulawesi dan Papua. Jaringan jalannya buruk dan di beberapa daerah terpencil sarana angkutan untuk pengiriman tandan buah bersifat terbatas atau melalui sungai. Sebagai akibat langsungnya, tingkat insiden tinggi, terutama yang tidak dilaporkan secara resmi, atau tandan buah segar yang tidak terpanen tepat waktu dan dikirim ke pabrik dalam waktu 24-48 jam agar kadar FFA-nya tidak naik. Di samping itu, kapasitas pabrik kadang-kadang tidak cukup untuk melayani produksi petani kecil, karena prioritas diberikan kepada produksi dari perkebunan yang umumnya merupakan pemilik pabrik tersebut. Dengan perkebunan-perkebunan ini, selama musim puncak tertentu yang ditandai dengan hujan yang sangat lebat, evakuasi seluruh kelebihan produksi tandan buah segar menjadi tidak mungkin dan tandan buah segar tersebut praktis dibuang dan dikubur. Masalah ini telah mengakibatkan munculnya pabrik skala kecil yang kadang-kadang beroperasi di kapal tunda, yang memproses tandan buah sawit yang umurnya kurang dari sehari, sehingga mengakibatkan kadar Minyak Sawit Mentah Asam Lemak Bebas yang tinggi. Batas waktu praktis untuk menghancurkan tandan buah adalah sekitar dua minggu sebelum mulai membusuk karena terkena jamur dan terurai menjadi massa basah yang tidak layak diambil minyaknya. Oleh karena itu, tandan buah segar dianggap sebagai hasil limbah dari perkebunan kelapa sawit yang tidak sampai masuk dalam rantai pengolahan makanan. Di samping itu, buah brondol yang terkumpul di titik pengumpulan rantai pasokan seringkali dibuang atau tidak terbeli. Selain HFCPO (High Free Faty Acid Crude Palm Oil)/ CPO asam tinggi, masih ada sumbersumber minyak limbah lain dari proses produksi minyak sawit pada fasa pabrikasi. Proses ini menghasilkan bubur dan minyak efluen serta minyak limbah tangki penyimpanan. Produk-produk ini sudah mulai dikumpulkan dan kadang-kadang



dijual di pasar dalam negeri dan internasional kepada pembeli bahan baku bahan bakar nabati berupa sabun, steric acid, deterjen dan kadang-kadang bahan baku nabati. Minyak limbah ini biasanya disimpan dalam drum bekas dan telah memiliki kadar FAA yang sangat tinggi serta tingkat FFA dan kelembaban yang variatif serta kadar racun. Beberapa tahun terakhir ini, amanat untuk mengembangkan bahan bakar nabati telah meningkat di seluruh dunia dan di Indonesia. Produksi minyak sawit dan jarak di Indonesia untuk biodiesel dan singkong dan tebu untuk bioethanol mengalami kemajuan yang tidak stabil, dan menghadapi kritik karena menggunakan bahan pangan sebagai bahan bakar. Sebuah alternative sumber bahan baku yang memiliki ketersediaan yang signifikan telah muncul, yaitu produk samping buah kelapa sawit dan produksi minyak sawit yang bukan kelas pangan. Produk samping ini relatif berlimpah, dan berpotensi memberikan sumbangan bagi produksi bahan bakar nabati yang berkelanjutan untuk kebutuhan energi rumah tangga, bahan bakar industri pedesaan, dan pembangkit tenaga listrik. Pembangkit ini merupakan penggerak bagi perluasan industri minyak sawit. Dalam setiap proses industri, baik secara langsung maupun tidak langsung tentu akan menghasilkan limbah sebagai hasil samping. Oleh karena itu faktor ini tentunya juga tidak boleh diabaikan, semaksimal mungkin limbah yang dihasilkan dapat dioleh dan dimanfaatkan baik bagi industri itu sendiri maupun bagi lingkungan sekitar.



1.2 Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut. 1. Sebagai bahan kajian mahasiswa mengenai panen dan penanganan pasca panen pada tanaman kelapa sawit. 2. Sebagai cara untuk mempelajari berbagai cara panen dan penanganan pasca panen pada tanaman kelapa sawit. 3. Sebagai syarat untuk melaksanakan tugas individu dari dosen.



1.2 Perumusan Masalah Secara umum situasi di Indonesia saat ini adalah masih kurangnya sarana pengolahan buah sawit sehingga bila panen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit tiba, para petani kerap kesulitan. Banyak tandan yang membusuk sehingga harganya turun drastis sampai separuh dari harga tandan segar. Pabrik lebih mementingkan TBS dari perkebunan inti, daripada perkebunan rakyat. Dengan situasi tersebut di atas, terdapat satu potensi besar yang sangat layak untuk dikembangkan sebagai bahan bakar nabati atupun bahan baku untuk bahan bakar nabati. Karena khususnya buah brondolan dan buah restan yang memiliki kadar minyak tinggi tidak layak diolah sebagi bahan makanan atau disebut juga Non-food grade. Berangkat dari peluang itulah, penulis membuat satu pilot projek yang nantinya dapat direplikasi oleh yang lainnya, sehinga akan terbentuk unit-unit lainnya sebagai produsen bahan bakar nabati yang dapat memasok pangsa pasar domestik maupun internasional, yang berujung pada peningkatan ekonomi masyarakat dengan membuka peluang usaha dan lapangan tenaga kerja.



BAB II LANDASAN TEORI



2.1 Sejarah Tanaman Kelapa Sawit Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12 m, dan merupakan kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat itu permintaan minyak



nabati akibat Revolusi



Industri



semakin



meningkat



di



pertengahan abad ke-19. Hal itu kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenal jenis sawit "Deli Dura". Pada awalnya bangsa Portugis mengenal tanaman kelapa sawit saat melakukan perjalanan ke Pantai Gading (Ghana). Mereka heran ketika menyaksikan penduduk setempat menggunakannya untuk memasak dan sebagai bahan kecantikan. Tanaman kelapa sawit masuk ke Indonesia dan daerah-daerah lain di Asia sekitar tahun 1848. Daerah pertama di Indonesia yang diketahui sangat cocok untuk membudidayakan tanaman kelapa sawit ini adalah Sumatera Utara. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dilakukan oleh beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit. Di pulau Sumatera saja hingga tahun 1920 sudah puluhan perusahaan perkebunan yang menanam kelapa sawit. Masa suram bagi tanaman kelapa sawit sempat terjadi pada waktu penjajahan Jepang, yang mengakibatkan kebun kelapa sawit diganti dengan tanaman pangan. Hal itu menyebabkan pabrik-pabrik pengolahan tidak lagi berproduksi. Potensi areal perkebunan Indonesia masih terbuka luas untuk tanaman kelapa sawit. Upaya perluasan perkebunan komoditas kelapa sawit dilaksanakan dengan dengan membangun perkebunan-perkebunan baru di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.



2.2 Perdagangan Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan minyak nabati yang penting selain kelapa, kacangkacangan, jagung, dan bunga matahari. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas



perdagangan



yang



menjanjikan.



Minyak



kelapa



sawit



mampu



menghasilkan berbagai hasil industri hilir yang dibutuhkan manusia, seperti minyak goreng, mentega, sabun, dan kosmetik. Minyak kelapa sawit yang mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh dalam proses selanjutnya akan menghasilkan fraksi olein, stearin, dan fatty acid. Olein dipergunakan untuk pembuatan minyak goreng, stearin digunakan untuk pembuatan mentega, sedangkan fatty acid dalam pengembangannya dapat digunakan sebagai bahan dasar oleokimia.



Tanaman kelapa sawit merupakan komoditi yang sangat menguntungkan, sehingga perluasan areal sangat maju pesat. Industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan. Sejumlah pabrik dengan kapasitas produksi minyak sawit CPO (Crude Palm Oil) tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Pemasaran produk kelapa sawit pada perkebunan besar negara dilakukan secara bersama melalui kantor pemasaran yang sudah ditunjuk bersama, sedangkan untuk perkebunan besar swasta, pemasaran dilakukan oleh masing-masing perusahaan. Pada umumnya perusahaan besar, baik negara maupun swasta menjual produk kelapa sawit dalam bentuk olahan, yaitu minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Penjualan langsung kepada eksportir ataupun ke pedagang atau industri dalam negeri. Perkebunan kelapa sawit yang dikelola oleh rakyat yang hasil produksinya terbatas, penjualan sulit dilakukan apabila ingin menjualnya langsung ke industri pengolah. Oleh karena itu, petani harus menjualnya melalui pedagang tingkat desa atau melalui KUD, kemudian berlanjut ke pedagang besar hingga ke industri pengolah. Penjangnya rantai pemasaran hasil perkebunan rakyat ini menyebabkan tingkat keuntungan yang diperoleh para petani relatif kecil.



2.3 Prospek Budidaya Kelapa Sawit Permintaan pasar yang cenderung terus meningkat menyebabkan harga minyak sawit dalam negeri pun terus menunjukkan peningkatan, walaupun perlu diperhatikan bahwa harga minyak sawit dalam negeri sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama harga minyak goreng dari bahan lain di dunia. Produksi minyak kelapa sawit (CPO) di dalam negeri diserap oleh industri pangan, terutama industri minyak goreng dan industri nonpangan seperti industri kosmetik dan farmasi. Potensi pasar yang lebih besar dipegang oleh industri minyak goreng. Potensi tersebut terlihat dari semakin bertambahnya jumlah penduduk yang membutuhkan minyak goreng dalam proses memasak bahan pangannya. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat menjanjikan. Pada masa depan, minyak sawit diyakini tidak hanya mampu menghasilkan berbagai hasil



industri hilir yang dibutuhkan manusia seperti minyak goreng, mentega, sabun, kosmetik, tetapi juga menjadi subtitusi bahan bakar minyak yang saat ini sebagian besar dipenuhi dengan minyak bumi.



2.1 Produk Kelapa Sawit dan Pemanfaatannya Hasil utama tanaman kelapa sawit adalah minyak sawit atau yang sering dikenal dengan nama CPO (Crude Palm Oil) dan inti sawit. Minyak sawit dapat dimanfaatkan di berbagai industri karena memiliki susunan dan kandungan gizi yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku adalah industri pangan, industri kosmetik, dan farmasi. Bahkan minyak sawit telah dikembangkan sebagai sakah satu bahan bakar. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa minyak sawit memiliki keuntungan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Keunggulan tersebut antara lain: 1. Menjadi sumber minyak nabati termurah karena efisiensi minyak kelapa sawit ini tinggi; 2. Dibanding minyak lainnya, minyak kelapa sawit mempunyai produktivitas yang tinggi; 3. Dibanding minyak nabati lainnya, minyak kelapa sawit mempunyai manfaat yang lebih luas, baik pada industri pangan, maupun pada industri non pangan; 4. Kandungan gizi minyak kelapa sawit lebih unggul daripada minyak nabati lainnya.



2.2 Teknik Budidaya Tanaman Kelapa Sawit Syarat Tumbuh Sebagai tanaman yang dibudidayakan, tanaman kelapa sawit memerlukan kondisi lingkungan yang baik atau cocok, agar mampu tumbuh subur dan dapat berproduksi secara maksimal. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit antara lain keadaan iklim dan tanah. Selain itu, faktor yang juga dapat



mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit adalah faktor genetis, perlakuan budidaya, dan penerapan teknologi.



a. Iklim Curah hujan dan kelembaban Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan di daerah tropik, dataran rendah yang panas, dan lembab. Curah hujan yang baik adalah 2.500-3.000 mm per tahun yang turun merata sepanjang tahun. Daerah pertanaman yang ideal untuk bertanam kelapa sawit adalah dataran rendah yakni antara 200-400 meter di atas permukaan laut. Pada ketinggian tempat lebih 500 meter di atas permukaan laut, pertumbuhan kelapa sawit ini akan terhambat dan produksinya pun akan rendah.



Penyinaran matahari Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit adalah 7-5 jam per hari.pertumbuhan kelapa sawit di Sumatera Utara terkanal baik karena berkat iklim yang sesuai yaitu lama penyinaran matahari yang tinggi dan curah hujan yang cukup. Umumnya turun pada sore atau malam hari.



Suhu Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan hasil kelapa sawit. Suhu rata-rata tahunan daerah-daerah pertanaman kelapa sawit berada antara 2527 0C, yang menghasilkan banyak tandan. Variasi suhu yang baik jangan terlalu tinggi. Semakin besar variasi suhu semakin rendah hasil yang diperoleh. Suhu, dingin dapat membuat tandan bunga mengalami merata sepanjang tahun.



b. Tanah Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dalam banyak hal bergantung pada karakter lingkungan fisik tempat pertanaman kelapa sawit itu dibudidayakan. Jenis tanah yang baik untuk bertanam kelapa sawit adalah tanah latosol, podsolik merah kuning, hidromorf kelabu, aluvial, dan organosol/gambut tipis. Kesesuaian tanah untuk bercocok tanam kelapa sawit ditentukan oleh dua hal, yaitu sifat-sifat fisis dan kimia tanah.



Sifat fisis tanah Pertumbuhan kelapa sawit akan baik pada tanah yang datar atau sedikit miring, solum dalam dan mempunyai drainase yang baik, tanah gembur, subur, permeabilitas sedang, dan lapisan padas tidak terlalu dekat dengan permukaan tanah. Tanah yang baik bagi pertumbuhan juga harus mampu menahan air yang cukup dan hara yang tinggi secara alamiah maupun hara tambahan. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut tebal. Dalam menentukan batas-batas yang tajam mengenai kesesuaian sifat fisis tanah di antara tipe-tipe tanah memang relatif sulit.



Sifat kimia tanah Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada tanah pH 4,0-6,5 dan pH optimumnya antara 5,0-5,5. Tanah yang memiliki pH rendah biasanya dijumpai pada daerah pasang surut, terutama tanah gambut. Tanah organosol atau gambut mengandung lapisan yang terdiri atas lapisan mineral dengan lapisan bahan organik yang belum terhumifikasi lebih lanjut memiliki pH rendah.



c. Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman merupakan hal yang sangat penting dalam usaha budidaya tanaman karena menentukan masa perkembangan dan pertumbuhan tanaman. Perawatan tidak hanya ditujukan pada tanamannya, tetapi juga pada media



tanah pada lahan pertanaman tersebut. Perawatan tanaman kelapa sawit meliputi penyulaman, pembuatan piringan, penanaman tanaman sela, pengendalian gulma, pemangkasan, pemupukan, dan penyerbukan buatan. Secara umum hasil pengolahan kelapa sawit dibedakan kedalam 3 kategori, yang masing-masing ialah :



BAB III METODE PENGOLAHAN



3.1 Bahan Baku Buah sawit merupakan buah yang paling produktif dalam produksi minyak sayur di dunia. Produksi minyak per satuan luas lahan dari kelapa sawit yang dipelihara dengan baik jauh lebih besar dari produksi minyak dari rapeseed dan kedelai yang ditanam secara komersial. Kondisi ini menguntungkan bagi minyak sawit sebagai alternatif energi bahan bakar nabati terbarukan utama dalam waktu dekat, sampai teknologi selulosa telah mengalami kemajuan hingga tingkat yang dapat dioperasikan. Buah sawit yang dikenal dengan bermacam jenis, mempunyai pola panen yang kita kenal sebagai tingkat kematangan. Kematangan buah sangat menentukan hasil rendemen minyak yang dihasilkan. Berbagai standar baku mutu buah tentunya akan menjadi tolak ukur dalam proses pengolahan minyak kelapa sawit. Buah yang telah dipanen secepatnya diidstribusikan ke pabrik pengolahan agar tidak teroksidasi oleh enzim dan udara yang meningkatkan nilai keasaman (salah satu parameter produk). Sistem distribusi, pola panen dan tidak tersedianya kapasitas pabrik pengolahan yang memadai mengakibatkan terjadinya buah restant (waste fruit) dan buah gugur (berondolan). Pengembangan kelapa sawit untuk produksi bahan baku bahan bakar nabati ini lebih ditekankan dalam hal pemanfaatan buah restan dan buah berondolan yang kualitasnya tidak memenuhi standar bahan baku CPO standar bahan pangan. Buah sawit restan dan berondolan memiliki kandungan Asam lemak bebas lebih dari 6%.



Hal ini akibat dari berlangsungnya proses oksidasi secara alami akibat lamanya buah diolah di pabrik ataupun logistik dan transportasi yang tidak memadai di lapangan. Sebagaimana standar pengolahan buah adalah 24-48 jam pasca panen. Dengan kondisi asam lemak bebas yang tinggi ini tentu tidak memenuhi standar kualitas pangan yang disyaratkan. Selain faktor asam lemak bebas yang tinggi, secara kualitas kadar minyak yang ada pada buah restan dan berondolan tidak jauh berbeda dibanding buah segar yang diolah untuk bahan pangan, hal ini berbeda jika buah restan dan berondolan yang ada merupakan buah mentah atau belum memenuhi syarat fisiologis untuk panen. Tandan Buah Segar (TBS) dengan mutu yang baik akan menghasilkan : 1. Minyak sebanyak 20-25% 2. Inti (kernel) sebanyak 4-6% 3. Cangkang 5-9% 4. Tandan kosong (empty fruit bunch) 20-22% 5. Serat (fiber) 12-14%



Sedangkan Buah Berondolan akan menghasilkan: 1. Minyak sebanyak 30-34% 2. Nut (biji) 15-17% 3. Serat (fiber) 14-30% 4. Sampah 2-10%



Secara matematis, dengan mengolah buah berondolan akan menghasilkan rendemen minyak yang lebih tinggi. Rendemen yang dihasilkan sangat signifikan, yakni bisa mencapai 10% lebih tinggi dibanding jika kita mengolah tandan buah segar (TBS). Hal ini tentu memberikan produksi yang lebih tinggi. Biasanya untuk harga buah berondolan dilapangan berada dalam kisaran Rp.100,- lebih tinggi dari harga TBS dan harga CPO Asam Tinggi pada kisaran 75% dari harga CPO standar. Akan tetapi dengan rendemen 10% lebih tinggi, secara matematis akan menghasilkan



minyak 1,5 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan memproduksi TBS. Dari aspek penjualan juga akan lebih tinggi sekitar 10-13% dibanding penjualan CPO standar. Dengan kondisi perkebunan di Indonesia saat ini, dimana banyak buah yang tidak diproduksi secara tepat waktu akibat dari kurangnya sarana pengolahan serta proses distribusi yang lama, menjadikan satu potensi pengembangan pabrik yang berbahan baku berondolan dan buah restan. Dengan demikian akan dapat menampung buah restan dan berondolan milik masyarakat dengan harga yang lebih pantas serta peruntukkan produksi yang lebih terarah. Meningkatkan peluang sumber lowongan pekerjaan, meningkatkan keterampilan masyarakat dari segi pengetahuan, dan membuka peluang investasi yang dapat menggerakkan roda ekonomi masyarakat.



3.2 Teknologi Pengolahan Selama ini pengolahan CPO kebanyakkan dikuasai oleh para pemodal besar, karena investasi yang diperlukan untuk mengolah kelapa sawit membutuhkan modal yang tidak sedikit. Pengolahan kelapa sawit ini dimaksudkan untuk mempopulerkan prinsip prinsip teknologi tepat guna kepada pemodal kecil – menengah, atau koperasikoperasi petani sawit yang memiliki modal sakit.



1. CPO (Crude Palm Oil) CPO setelah melalui proses pemurnian akan menghasilkan minyak kelapa sawit dan berbagai produk sampingan yang antara lain: margarine, shortening, Vanaspati (Vegetable ghee), Ice creams, Bakery Fats, Instans Noodle, Sabun dan Detergent, Cocoa Butter Extender, Chocolate dan Coatings, Specialty Fats, Dry Soap Mixes, Sugar Confectionary, Biskuit Cream Fats, Filled Milk, Lubrication, Textiles Oils dan Bio Diesel. Khusus untuk biodiesel, permintaan akan produk ini pada beberapa tahun mendatang akan semakin meningkat, terutama dengan diterapkannya



kebijaksanaan di beberapa negara Eropa dan Jepang untuk menggunakan renewable energy.



PROSES PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI CPO



Pengolahan buah Kelapa Sawit di awali dengan proses pemanenan Buah Kelapa Sawit. Untuk memperoleh Hasil produksi (CPO) dengan kualitas yang baik serta dengan Rendemen minyak yang tinggi, Pemanenan dilakukan berdasarkan Kriteria Panen (tandan matang panen ) yaitu dapat dilihat dari jumlah berondolan yang telah jatuh ditanah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh (brondolan) dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan.



Cara Pemanenan Kelapa Sawit harus dilakukan dengan baik sesuai dengan standar yang telah ditentukan hal ini bertujuan agar pohon yang telah dipanen tidak terganggu produktifitasnya atau bahkan lebih meningkat dibandingkan sebelumnya. Proses pemanenan diawali dengan pemotongan pelepah daun yang menyangga buah, hal ini bertujuan agar memudahkan dalam proses penurunan buah. Selanjutnya pelepah tersebut disusun rapi ditengah gawangan dan dipotong menjadi dua bagian, perlakuan ini dapat meningkatkan unsur hara yang dibutuhkan Tanaman sehingga diharapkan dapat meningkatkan produksi buah. Kemudian buah yang telah dipanen dilakukan pemotongan tandan buah dekat pangkal, hal ini dilakukan untuk mengurangi beban timbangan Kelapa Sawit. Berondolan yang jatuh dikumpulkan dalam karung dan tandan buah segaar (TBS) selanjutnya di angkut menuju tempat pengumpulan hasil (TPH) untuk selanjutnya ditimbang dan diangkut menuju pabrik pengolahan Kelapa Sawit.



Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) menuju pabrik pengolahan kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan alat transportasi berupa Truk atau Traktor.



Sebelum masuk kedalam Loading Ramp, TBS ditimbang terlebih dahulu. Penimbangan bertujuan untuk mengetahui berat muatan (TBS) yang diangkut sehingga memudahkan dalam perhitungan atau pembayaran hasil panen serta memudahkan untuk proses pengolahan selanjutnya. TBS yang telah ditimbang kemudian di periksa atau disortir terlebih dahulu tingkat kematangan buah menurut fraksi fraksinya. Fraksi dengan kualitas yang diinginkan adalah fraksi 2 dan 3 karena pada fraksi tersebut tingkat rendemen minyak yang dihasilkan maksimum sedangkan kandungan Asam Lemak Bebas (free fatty acid) minimum.



Proses selanjutnya tandan buah segar yang telah disortasi kemudian diangkut menggunakan lori menuju tempat perebusan (Sterilizer). Dalam tahap ini terdapat tiga cara perebusan TBS yaitu Sistem satu puncak (Single Peak), Sistem dua puncak (double Peak) dan Sistem tiga puncak (Triple Peak). Sistem satu puncak (Single Peak) adalah sistem perebusan yang mempunyai satu puncak akibat tindakan pembuangan dan pemasukan uap yang tidak merubah bentuk pola perebusan selama proses peerebusan satu siklus. Sistem dua puncak adalah jumlah puncak yang terbentuk selama proses perebusan berjumlah dua puncak akibat tindakan pembuangan uap dan pemasukan uap kemudian dilanjutkan dengan pemasukan, penahanan dan pembuangan uap selama perebusan satu siklus. Sedangkan sistem tiga puncak adalah jumlah puncak yang terbentuk selama perebusan berjumlah tiga sebagai akibat dari tindakan pemasukan uap, pembuangan uap, dilanjutkan dengan pemasukan uap, penahanan dan pembuangan uap selama proses perebusan satu siklus. Perebusan dengan sistem 3 peak ( tiga puncak tekanan). Puncak pertama tekanan sampai 1,5 Kg/cm2, puncak kedua tekanan sampai 2,0 Kg/cm2 dan puncak ketiga tekanan sampai 2,8 – 3,0 Kg/cm2.(Polnep,2003)



Adapun tujuan dari proses perebusan adalah menonaktifkan enzim lipase yang dapat menstimulir pembekuan freefatty acid dan mempermudah perontokan buah pada tresher. selain itu proses perebusan juga bertujuan untuk memudahkan



ekstraksi minyak pada proses pengempaan. Perebusan juga dapat mengurangi kadar air dari inti sehingga mempermudah pelepasan inti dari cangkang.



Tahapan selanjutnya adalah proses pemipilan atau pelepasan buah dari tandan. Pada proses ini, buah yang telah direbus di angkut dengan dua cara yaitu pertama, dengan menggunakan Hoisting crane dan di tuang ke dalam thresher melalui hooper yang berfungsi untuk menampung buah rebus. Cara yang kedua adalah dengan menggunakan Happering yang kemudian diangkut dengan elevator (Auto Fedder). Pada proses ini tandan buah segar yang telah direbus kemudian dirontokkan atau dipisahkan dari janjangnya. Pemipilan dilakukan dengan membanting buah dalam drum putar dengan kecepatan putaran 23-25 rpm. Buah yang terpisah akan jatuhmelalui kisi-kisi dan ditampung oleh Fruit elevator dan dibawa dengan Distributing Conveyor untuk didistribusikan keunit-unit Digester.



Di dalam digester buah diaduk dan dilumat untuk memudahkan daging buah terpisah dari biji. Digester terdiri dari tabung silinder yang berdiri tegak yang di dalamnya dipasang pisau-pisau pengaduk sebanyak 6 tingkat yang diikatkan pada pros dan digerakkan oleh motor listrik. Untuk memudahkan proses pelumatan diperlukan panas 90-95 C yang diberikan dengan cara menginjeksikan uap 3 kg/cm2 langsung atau melalui mantel. Proses pengadukan/ pelumatan berlangsung selama 30 menit. Setelah massa buah dari proses pengadukan selesai kemudian dimasukan ke dalam alat pengepresan (screw press).



Pengepresan berfungsi untuk memisahkan minyak kasar (crude oil) dari daging buah (pericarp). Massa yang keluar dari digester diperas dalam screw press pada tekanan 50-60 bar dengan menggunakan air pembilas screw press suhu 90-95 C sebanyak 7 % TBS (maks) dengan hasil minyak kasar (crude oil) yang viscositasnya tinggi. Dari pengepresan tersebut akan diperoleh minyak kasar dan ampas serta biji.



Minyak kasar (crude oil) yang dihasilkan kemudian disaring menggunakan Vibrating screen. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan beberapa bahan asing seperti pasir, serabut dan bahan-bahan lain yang masih mengandung minyak dan dapat dikembalikan ke digester. Vibrating screen terdiri dari 2 tingkat saringan dengan luas permukaan 2 m2 . Tingkat atas memakai saringan ukuran 20 mesh, sedangkan tingkat bawah memakai saringan 40 mesh.



Minyak yang telah disaring kemudian ditampung kedalam Crude Oil Tank (COT). Di dalam COT suhu dipertahankan 90-95°C agar kualitas minyak yang terbentuk tetap baik. Tahap selanjutnya minyak dimasukkan kedalam Tanki Klarifikasi (Clarifier Tank). prinsip dari proses pemurnian minyak di dalam tangki pemisah adalah melakukan pemisahan bahan berdasarkan berat jenis bahan sehingga campuran minyak kasar dapat terpisah dari air. Pada tahapan ini dihasilkan dua jenis bahan yaitu Crude oil dan Slude . Minyak kasar yang dihasilkan kemudian ditampung sementara kedalam Oil Tank. Di dalam oil tank juga terjadi pemanasan (75-80°C) dengan tujuan untuk mengurangi kadar air.



Minyak kemudian dimurnikan dalam Purifier, Di dalam purifier dilakukan pemurnian untuk mengurangi kadar kotoran dan kadar air yang terdapat pada minyak berdasarkan atas perbedaan densitas dengan menggunakan gaya sentrifugal, dengan kecepatan perputarannya 7500 rpm. Kotoran dan air yang memiliki densitas yang besar akan berada pada bagian yang luar (dinding bowl), sedangkan minyak yang mempunyai densitas lebih kecil bergerak ke arah poros dan keluar melalui sudu-sudu untuk dialirkan ke vacuum drier. Kotoran dan air yang melekat pada dinding diblowdown ke saluran pembuangan untuk dibawa ke Fat Pit.



Slude yang dihasilkan dari Clarifier tank kemudian di alirkan ke dalam Decanter. Di dalam alat ini terjadi pemisahan antara Light phase, Heavy phase dan



Solid. Light phase yang dihasilkan kemudian akan di alirkan kembali ke dalam crude oil tank sedangkan Heavy phase akan di tampung dalam bak penampungan (Fat Pit). Solid atau padatan yang dihasilkan akan diolah menjadi pupuk atau bahan penimbun.



Minyak yang keluar dari purifier masih mengandung air, maka untuk mengurangi kadar air tersebut, minyak dipompakan ke vacuum drier. Di sini minyak disemprot dengan menggunakan nozzle sehingga campuran minyak dan air tersebut akan pecah. Hal ini akan mempermudah pemisahan air dalam minyak, dimana minyak yang memiliki tekanan uap lebih rendah dari air akan turun ke bawah dan kemudian dialirkan ke storage tank.



Crude Palm Oil yang dihasilkan kemudian dialirkan ke dalam Storage tank (tangki timbun). Suhu simpan dalam Storage Tank dipertahankan sntara 45-55°C. hal ini bertujuan agar kualitas CPO yang dihasilkan tetap terjamin sampai tiba waktunya pengiriman.



Pemanfaatan CPO oleh industri dalam negeri digunakan sebagai bahan baku industri turunan CPO, yaitu industri pangan(antara lain minyak goreng, margarin, shortening, Cocoa Butter Substitutes, Vegetable Ghee)dan industri non pangan antara lain oleokimia (fatty acids, fatty alcohol, dan glycerin)dan biodiesel. Peran ekonomi perkebunan kelapa sawit cukup strategis,seperti: peningkatan ekspor, penyerapan kesempatan kerja, menekan jumlah penduduk miskin, mendorong pusat pertumbuhan wilayah, tercukupinya kebutuhan konsumsi dalam negeri,dll.



Menguatnya permintaan CPO sbg bahan baku industri pangan dan oleochemical, ditambah permintaan sbg bahan baku bahan bakar nabati (biodisel), semakin menambah kuatnya permintaan terhadap hasil produksi perkebunan kelapa sawit. Minyak kelapa sawit tersusun atas asam lemak tak jenuh dan asam lemak jenuh. Minyak kelapa sawit juga mengandung beta karoten atau pro-vitamin A,



antioksidan, dan pro-vitamin E (tokoferol dan tokotrienol) yang sangat diperlukan dalam proses metabolisme dan untuk kesehatan tubuh manusia. Produk kelapa sawit dapat dikelompokkan menjadi jenis bahan makanan (oleofood), bahan non makanan (oleochemical), serta bahan kosmetika dan farmasi. Minyak kelapa sawit dan inti kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan pangan diperoleh melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenisasi. Umumnya CPO sebagian besar difraksinasi sehingga menghasilkan fraksi olein (cair) dan fraksi sterain (padat). Fraksi olein digunakan untuk bahan pangan, sedangkan fraksi sterain untuk keperluan non pangan. Bahan pangan dengan bahan baku olein antara lain minyak goreng, mentega (margarine), lemak untuk masak (shortening) bahan pengisi (adatif), industri makanan ringan, dan sebagainya. Minyak kelapa sawit sebagai bahan bukan pangan dapat dipakai untuk bahan industri berat maupun ringan. Pada industri berat antara lain untuk industri penyamakan kulit agar menjadi lembut dan fleksibel, industri tekstil sebagai minyak pelumas yang tahan terhadap tekanan dan suhu tinggi, industri perak sebagai bahan flotasi pada pemisahan bijih tembaga dan cobalt. Sedangkan pada industri ringan yaitu bahan baku sabun, deterjen, semir sepatu, lilin, tinta cetak, dan sebagainya. Dalam industri farmasi dan kosmetik, minyak kelapa sawit dipakai untuk pembuatan shampo, krim, minyak rambut, sabun cair, lipstik, dan sebagainya. Penggunaan tersebut disebabkan sifat minyak kelapa sawit yang mudah diabsorbsi kulit.



2.



PKO (Palm Kernel Oil).



PKO juga merupakan bahan baku minyak kelapa sawit yang disebut dengan istilah minyak Inti Sawit. Selain menghasilkan minyak inti sawit PKO juga mempunyai produk sampingan yang antara lain:



Shortening, Cocoa Butter



Substitute, Specialty Fats, Ice Cream, Coffee Whitener/Cream, Sugar Confectionary,



Biscuit Cream Fats, Filled Mild, Imitation Cream, Sabun dan Detergent, Shampoo dan Kosmetik.



Palm kernel Oil (PKO) adalah minyak yang dihasilkan dari inti sawit. Proses awalnya sama seperti pengolahan kelapa sawit menjadi CPO. Pada pengolahan kelapa sawit menjadi PKO setelah proses pengepresan maka terjadi pemisahan antara minyak sawit dengan kernel, sabut dan ampasnya.



PROSES PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI PKO



Biji yang masih bercampur dengan Ampas dan serabut kemudian diangkut menggunakan Cake breaker conveyor yang dipanaskan dengan uap air agar sebagian kandungan air dapat diperkecil, sehingga Press Cake terurai dan memudahkan proses pemisahan menuju depericarper. Pada Depericaper terjadi proses pemisahan fibre dan biji. Pemisahan terjadi akibat perbedaaan berat dan gaya isap blower. Biji tertampung pada Nut Silo yang dialiri dengan udara panas antara 60 – 80°C selama 18- 24 jam agar kadar air turun sekitar 21% menjadi4%.



Sebelum biji masuk ke dalam Nut Craker terlebih dahulu diproses di dalam Nut Grading Drum untuk dapat dipisahkan ukuran besar kecilnya biji yang disesuaikan dengan fraksi yang telah ditentukan. Nut kemudian dialirkan ke Nut Craker sebagai alat pemecah. Masa biji pecah dimasukkan dalam Dry Seperator (Proses pemisahan debu dan cangkang halus) untuk memisahkan cangkang halus, biji utuh dengan cangkang/inti. Masa cangkang bercampur inti dialirkan masuk ke dalam Hydro Cyclone untuk memisahkan antara inti dengan cangkang dengan menggunakan prinsip perbedaan massa. Cara lain untuk memisahkan inti dengan cangkang adalah dengan menggunakan Hydro clay bath yaitu pemisahan dengan memanfaatkan



lumpur atau tanah liat. Cangkang yang terpisah kemudian digunakan sebagai bahan bakar boiler.



Inti kemudian dialirkan masuk ke dalam Kernel Drier untuk proses pengeringan sampai kadar airnya mencapai 7 % dengan tingkat pengeringan 50°C, 60°C dan 70°C dalam waktu 14-16jam. Selanjutnya guna memisahkan kotoran, maka dialirkan melalui Winnowing Kernel (Kernel Storage), sebelum diangkut dengan truk ke pabrik pemproses berikutnya.



3.



Oleochemicals kelapa sawit. Dari produk turunan minyak kelapa sawit dalam bentuk oleochemical dapat



dihasilkan Methyl Esters, Plastic, Textile Processing, Metal Processing, Lubricants, Emulsifiers, Detergent, Glicerine, Cosmetic, Explosives, Pharmaceutical Products dan Food Protective Coatings.



2.3. Manajemen Panen Kelapa Sawit



Tujuan manajemen budidaya kelapa sawit adalah untuk menghasilkan produksi kelapa sawit yang maksimal per hektar areal dengan biaya produksi serendah



mungkin,



menjaga



perkebunan



beserta



infrastrukturnya



dengan



menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dan secara sosial dapat dipertangung-jawabkan,



mempertahankan



produktivitas



tinggi



secara



berkesinambungan dalam beberapa generasi pertanaman serta mempertahankan kesuburan tanah dalam jangka panjang. Tahapan akhir dari kegiatan budidaya kelapa sawit adalah panen tandan buah segar (TBS) yang menjadi salah satu kunci penentu produktivitas kelapa sawit. Produktivitas kelapa sawit ditentukan oleh seberapa banyak kandungan minyak yang diperoleh dan seberapa baik mutu minyak yang dihasilkan. Hasil minyak yang



diperoleh dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satu diantaranya adalah tata cara panen kelapa sawit. Pada makalah ini akan dibahas tentang bagaimana manajemen panen kelapa sawit agar diperoleh tingkat produktivitas yang tinggi.



2.4. Identifikasi Tanaman Siap Panen



Dalam budidaya kelapa sawit panen merupakan salah satu kegiatan penting dan merupakan saat-saat yang ditunggu oleh pemilik kebun, karena saat panen adalah indikator akan dimulainya pengembalian inventasi yang telah ditanamkan dalam budidaya. Melalui pemanenan yang dikelola dengan baik akan diperoleh produksi yang tinggi dengan mutu yang baik dan tanaman mampu bertahan dalam umur yang panjang. Berbeda dengan tanaman semusim, pemanenan kelapa sawit hanya akan mengambil bagian yang paling bernilai ekonomi tinggi yaitu tandan buah yang menghasilkan minyak kelapa sawit dan inti kelapa sawit dan tetap membiarkan tanaman berproduksi secara terus menerus sampai batas usia ekonomisnya habis. Secara umum batas usia ekonomis kelapa sawit berkisar 25 tahun, dan dapat berkurang bergantung dari tingkat pemeliharaan yang dilakukan termasuk cara pemananen. Pemanen kelapa sawit yang salah akan mengakibatkan rendahnya produksi dan pendeknya usia ekonomis. Oleh karena itu, pemanenan harus dilakukan dengan tepat agar tanaman tetap berproduksi baik dan diperoleh mutu yang baik. Selain itu setelah panen harus segera dilakukan penanganan pasca panen menginggat tandan buah kelapa sawit akan cepat mengalami penurunan mutu dalam waktu 24 jam setelah panen. Pertanyaan yang pertama kali muncul dalam benak pemilik kebun kepala sawit adalah kapan panen pertama/perdana dilakukan agar segera diperoleh hasil (baca uang) dan tidak merusak tanaman kelapa sawit. Penentuan panen pertama secara umum dilakukan berdasarkan umur tanaman dan dikoreksi melalui performa tanaman. Hal ini bermakna meskipun tanaman telah memiliki umur yang cukup untuk



menghasilkan tandan buah sawit, tetapi bilamana performa tanaman, khususnya bonggol dan ukuran tandan buah terlaku kecil (kurang ari 3 kg) maka umur pertama panen di tunda dengan membuang bunga dan bakal buah yang ada. Kelapa Sawit sudah mulai berbunga, tetapi tandan buah segar yang dihasilkan belum mencapai 3 kg sehingga tanaman belum dapat dikategorikan sebagai tanaman menghasilkan. Bilamana performa/penampilan bonggol batang belum cukup kekar tetapi sudah berbunga, maka pada tanaman tersebut harus diablasi yaitu pembuangan bunga untuk membuang tandan kecil (kurang dari 3 kg) pada tanaman baru berbuah dan untuk mendorong pertumbuhan tanaman agar diperoleh pertumbuhan tanaman yang seragam. Secara normal kelapa sawit yang tumbuh subur sudah dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pertama pada umur sekitar 3,5 tahun jika dihitung mulai dari penanaman biji kecambah di pembibitan. Namun jika dihitung mulai penanaman di lapangan maka tanaman berbuah dan siap panen pada umur 2,5 tahun.



2.4. Identifikasi Tandan Buah Masak



Jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan kelapa sawit bergantung dari berbagai faktor, dan salah satu faktor terpenting adalah kematangan buah pada saat dipanen dan penangananya sampai di PKS. Panen harus menghasilkan tandan buah segar pada kematangan optimal, pemanenan pada tandah buah mentah (belum optimal) cenderung akan mengakibatkan berkurangnya jumlah minyak yang dihasilkan, dan sebaliknya pemanenan yang terlalu matang dan penanganan yang lambat atau busuk akan menghasilkan minyak dengan kandungan Free Fatty Acid (asam lemak bebas) yang tinggi.Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah 20-22 tandan/tahun. Pada tanaman yang semakin tua produktivitasnya semakin menurun menjadi 12 14 tandan/tahun. Banyaknya buah yang terdapat dalam satu tandan tergantung pada faktor genetik, umur, lingkungan dan teknik budidaya. Jumlah buah pertandan pada tanaman yang cukup tua mencapai 1600 buah. Matang panen kelapa sawit dapat dilihat secara visual dan secara fisiologi. Secara visual dapat



dilihat dari perubahan warna kulit buah menjadi merah jingga, sedangkan secara fisiologi dapat dilihat dari kandungan minyak yang maksimal dan kandungan asam lemak bebas yang minimal. Pada saat matang tersebut dicirikan pula oleh membrondolnya buah. Kriteria tandan buah yang masak pada tanaman muda dan tanaman menghasilkan sedikit berbeda. Pada tanaman muda yang baru pertama kali dipanen, kriteria matang tandan matang panen berupa 1-2 brondolan per tandan perlu digunakan mengingat tandan masih kecil dan cepat masak. Standar ini harus disesuaikan berdasarkan kondisi iklim setempat dan pengalaman pekerja. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih. Ciri-ciri lain yang digunakan adalah apabila sebagian buah sudah membrondol (jatuh di piringan). Secara alamiah dan bobot rata-rata tandan sudah mencapai 3 kg. Jumlah brondolan buah inilah yang dijadikan dasar untuk memanen tandan buah, yaitu tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan kurang lebih 10 butir dan tanaman dengan umur lebih 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15-20 butir. Namun secara praktis digunakan kriteria umum yaitu pada setiap 1 kg tandan buah segar (TBS) terdapat 2 brondolan. Kriteria panen yang diharapkan adalah bila tingkat kematangan buah sudah mencapai fraksi kematangan 1–3 dimana persentase buah luar yang jatuh sekitar 12,5 %-75 %. Ada dua jenis sistem panen, yaitu sistem giring dan sistem tetap.



2.5. Persiapan Panen



Teknik panen yang baik bertujuan untuk memperoleh jumlah minyak maksimum dengan kualitas yang paling baik. Untuk mencapai maksud ini perlu kematangan buah yang optimum, selang panen yang tepat, metode pengumpulan buah, dan pengangkutan hasil yang baik ke pabrik pengolahan buah sawit. Aspek yang paling penting diperhatikan dalam panen dan pengangkutan buah adalah hal-hal



yang mempengaruhi kualitas akhir dari minyak sawit, khususnya menyangkut kadar asam lemak bebas. Jadi, untuk mendapatkan hasil panen yang berkualitas tinggi sebaiknya dibuat persiapan panen yang baik. Tanaman kelapa sawit mulai berbunga dan membentuk buah setelah umur 2-3 tahun. Buah akan menjadi masak sekitar 5-6 bulan setelah penerbukan. Agar panenan berjalan lancar, tempat pengumpulan hasil (TPH) harus dipersiapkan dan jalan pengangkutan hasil (pasar pikul) diperbaiki untuk memudahkan pengangkutan hasil panen dari kebun ke pabrik. Para pemanen juga harus mempersiapkan peralatan yang akan digunakan. Pemanenan kelapa sawit perlu memperhatikan beberapa ketentuan umum agar tandan buah segar (TBS) yang dipanen sudah matang, sehingga minyak kelapa sawit yang dihasilkan bermutu baik.



2.6. Kriteria Tanaman Menghasilkan



Agar tanaman belum menghasilkan (TBM) dapat digolongkan menjadi tanaman menghasilkan (TM), maka perlu diperhatikan kriteria berikut. a)



Kerapatan panen telah mencapai 60% atau lebih



b)



Bobot tandan rata-rata lebih berat daripada 3 kg.



c)



Angka sebaran panen lebih banyak daripada 5.



2.6.1



Kerapatan



Kerapatan panen adalah angka persentase jumlah pohon yang memiliki tanda buah yang sudah matang panen dalam suatu areal pertanaman belum menghasilkan (TBM). Untuk mengetahui kerapatan panen tersebut, maka dilakukan pemeriksaan dan pencatatan jumlah pohon yang sudah memiliki tandan buah matang panen dari setiap petak tanaman yang terdapat dalam areal TBM tersebut. Bila terdapat lebih dari 60% atau lebih pohon yang mempunyai tandan matang panen, maka petak tersebut dinyatakan menjadi tanaman menghasilkan (TM).



2.6.2



Bobot rata-rata tandan



Setiap tandan yang sudah matang panen diambil secara acak dari setiap hektar tanaman kemudian ditimbang. Jika rata-rata bobot telah lebih dari 3 kg maka panenan dapat dilakukan dan diteruskan dengan pemeriksaan penyebaran panen. Bila bobot rata-rata tandan masih di bawah 3 kg, panen harus ditangguhkan, karena tandan kecil secara teknik tidak dapat diolah pabrik sehingga tidak mempunyai nilai ekonomis. Kriteria matang panen yang dijadikan patokan di perkebunan kelapa sawit adalah bila sudah ada 2 brondolan (buah yang lepas dari tandannya) untuk tiap kilogram tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau satu brondolan untuk tiap kilogram tandan beratnya lebih dari 10 kg. Melihat adanya brondolan yang jatuh ke piringan, maka panenan dapat dilakukan.



2.6.3



Kerapatan sebaran panen



Kerapatan sebaran panen adalah angka yang menyatakan jumlah pohon yang telah memiliki tandan matang panen dalam baris tanaman pada satu petak (blok) tanaman sawit. Angka ini penting diketahui untuk efisiensi pemanenan, karena menyangkut jarak (ruang) dan waktu yang dibutuhkan untuk memanen.



Tabel. Tingkatan TBS yang dipanen Tingkat



Jumlah Brondolan



Kematangan



0.



1-12,5% buah luar membrondol



Mentah



1.



12,5-25% buah luar membrondol



Kurang matang



2.



25-50% buah luar membrondol



Matang I



3.



50-75% buah luar membrondol



Matang II



4.



75-100% buah luar membrondol



Lewat matang I



5.



Buah dalam juga membrondol, dan



Lewat matang II



ada buah yang busuk Sumber: Pusat Penelitan Marihat, 1983



Jadi, berdasarkan tingkat TBS yang dipanen tersebut di atas, maka derajat kematangan yang baik adalah jika tandan-tandan yang dipanen berada tingkat 1,2, dan 3. Secara ideal dengan mengikuti ketentuan dan kriteria matang panen dan terkumpulnya brondolan serta pengangkutan yang lancar, maka dalam suatu panenan akan diperoleh komposisi tingkat tandan segar sebagai berikut. 1) Jumlah brondolan di pabrik sekitar 25% dari berat tandan seluruhnya. 2) Tandan yang terdiri atas tingkat kematangan 2 dan 3 minimal 65% dari jumlah tandan. 3) Tandan yang terdiri atas tingkat kematangan 1 maksimal 20% dari jumlah tandan. 4) Tandan yang terdiri atas tingkat kematangan 4 dan 5 maksimal 15% dari jumlah tandan. Untuk memperoleh tingkat kematangan tandan perlu diatur frekuensi panen atau putaran panen di suatu kebun. Dalam keadaan yang tidak terhindarkan, dapat saja hasil panenan dari tingkat kematangan tandan yang lebih tinggi, sehingga komposisi tandan buah segar (TBS) dengan tingkat kematangan (3 dan 4) : 65%, mulai matang (2) : 20%, dan lewat matang (5) : 15%. Dengan komposisi demikian akan diperoleh produksi minyak maksimum dengan biaya minimum dan asam lemak bebas (ALB) masih berada di bawah 5%



2.6.4



Frekuensi panen



Untuk memperoleh keseragaman kematangan pada standar yang dikehendaki, maka suatu areal pertanaman harus dipanen setiap hari. Karena hal seperti ini tidak ekonomis, maka perlu diadakan putaran atau rotasi panen.



Untuk menentukan selang atau interval panen yang tepat perlu dievaluasi kekurangan setiap panen serta kualitas dan kuantitas maksimum. Sebaiknya memanen tidak perlu terlalu singkat dan terlalu lama untuk memperoleh kuantitas dan kualitas hasil serta biaya panen yang optimal. Umumnya putaran panen yang dianjurkan adalah 7-10 hari. Jika selang waktu kurang dari 7 hari, banyak buah kurang matang; tetapi jika selang waktu lebih dari 10 hari, maka banyak buah kelewat matang; sehingga tandan buah segar tidak merata matangnya.



2.6.5



Pengolahan Hasil Panen



Hasil panen dari kebun merupakan tandan buah segar (TBS) yang harus segera diangkut ke pabrik pengolahan untuk mendapatkan hasil minyak kelapa sawit yang bermutu tinggi. Proses pengolahan hasil panen ini berlangsung cukup panjang, dimulai dari pengangkutan TBS dari lahan pertanaman ke pabrik pengolahan sampai menghasilkan minyak kelapa sawit dan hasil sampingannya. Hasil olahan utama TBS pada pabrik pengolahan adalah: 1)



Minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah,



2)



Minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit.



2.6.6 Pengangkutan TBS ke Pabrik Pengolahan



Tandan buah segar (TBS) yang baru dipanen harus segera diangkut ke pabrik dapat segera diolah. Buah yang tidak dapat segera diolah akan mengalami kerusakan atau akan menghasilkan minyak dengan kadar asam lemak bebas tinggi, sehingga sangat berpengaruh tidak baik terhadap kualitas minyak yang dihasilkan. Salah satu upaya untuk menghindari terbentuknya asam lemak bebas adalah pengangkutan buah dari kebun ke pabrik harus dilakukan secepatnya dan menggunakan alat angkut yang baik, seperti lori, traktor gandengan, atau truk. Sebaiknya dipilih alat angkut yang besar, cepat, dan tidak terlalu banyak membuat



guncangan selama dalam perjalanan. Hal ini untuk menjaga agar perlukaan pada buah tidak terlalu banyak. Segera setelah sampai di pabrik, pengolahan harus secepatnya ditimbang dulu, kemudian memasuki tahap-tahap pengelolaan selanjutnya. Tandan buah segar yang diterima dari kebun harus ditimbang dengan cermat yang nantinya perlu di dalam proses pengendalian mutu, rendemen hasil yang diperoleh. TBS yang sudah diterima dari kebun dan sudah ditimbang harus secepat mungkin masuk pengolahan tahap pertama agar gradasi mutu dapat ditekan sekecil mungkin, yaitu tahap perebusan atau sterilisasi tanda buah.



2.7. Hasil Produksi Tanaman kelepa Sawit



Minyak



sawit



digunakan



makan, margarin, sabun,kosmetika,



sebagai



bahan



baku minyak



industri baja, kawat, radio, kulit dan



industri farmasi. Minyak sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keunggulan sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang kosmetik. Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentahyang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin. Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil inti sawit itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam.



Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan temperatur 90 °C. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah lumpur.



BAB III PENUTUP



A.



KESIMPULAN Tanaman kelapa sawit adalah tanaman yang sangat berperan penting dalam kehidupan kita. Dari berbagai produk yang diproduksi industri dari bahan baku kelapa sawit ternyata masih banyak kegunaan-kegunaan lain yang membantu meringankan masyarakat. Selama ini kita tertutup atas informasi mengenai kelapa sawit, buktinya masih banyak dari kita yang berpikir bahwa hanya minyak yang dapat dihasilkan dari tanaman kelapa sawit, ternyata kelapa sawit dapat diolah menjadi berbagai macam kebutuhan



manusia



maupun



hewan.



Contohnya



seperti sabun, kosmetika,



industri baja, kawat, radio,kulit, industri farmasi, dan makanan ikan. Buah kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan bakar tradisional itu berarti ada kemungkinan dapat diolah menjadi bahan bakar umum.



Pengolahan kelapa sawit menjadi CPO pada intinya Melalui 4 Proses utama yaitu pemisahan brondol dengan janjang, Pencacahan dan pelumatan daging, pengepresan, dan pemurnian minyak. Sedangkan pengolahan kelapa sawit menjadi kernel (inti sawit) melalui proses pemisahan brondol dengan janjang, Pencacahan dan pelumatan daging, pengepresan, pemisahan serabut dengan inti dan pemisahan cangkang dengan inti.



DAFTAR PUSTAKA



1.



http://hendrasagio.blogspot.com/2010/10/blog-post.html. Diakses pada tanggal 20 Maret 2012.



2.



http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/2122285-panenkelapa-sawit/. Diakses pada tanggal 22 Maret 2012.



3.



http://isroi.com/2009/07/29/foto-foto-sawit/. Diakses pada tanggal 20 Maret 2012.



4.



http://kabarsawit.wordpress.com/. Diakses pada tanggal 20 Maret 2012.



5.



http://rony-bujangjumendang.blogspot.com/2012/01/manajemen-panen-kelapasawit-tujuan.html. Diakses pada tanggal 22 Maret 2012.



6.



http://sawitgembala.blogspot.com/2010/08/kegiatan-panen-buah-segar-kelapasawit.html. Diakses pada tanggal 22 Maret 2012.



7.



http://sawitku.wordpress.com/2009/10/31/berbagai-hasil-olahan-dari-kelapasawit/. Diakses pada tanggal 20 Maret 2012.



8.



http://wwwbutonutara.blogspot.com/2011/09/kelapa-sawit-butur-untukkepentingan.html. Diakses pada tanggal 20 Maret 2012.



9.



Tim Bina Karya Tani. 2009. Pedoman Bertanam Kelapa Sawit. Yrama Widya. Bandung.



10. Arif,Habibillah.2010. PASCA PANEN DAN STANDAR PRODUKSI KELAPA SAWIT 11. http//:www.habibiezone.wordpress.com/pasca-panen-dan-standar-produksikelapa-sawit.html 12. Panca wardanu,Adha.2009.Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. 13. http://apwardhanu.wordpress.com/2009/03/20/teknologi-pengolahan-kelapasawit.html 14. http://ghinaghufrona.blogspot.com/2011/07/serba-serbi-kelapa-sawit.html