Makalah Keperawatan Bencana Temu 8 Kelompok 6 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA “Permasalahan dan Penanganan Tanah Longsor dan Banjir”



OLEH : KELOMPOK 6



1.



NI PUTU SRI APRIANTINI



(183222945)



2.



NI PUTU YUVI GITAYANI



(183222946)



3.



NI WAYAN CINTIA DEVI UTAMI



(183222947)



4.



NI WAYAN NIA ARDITYA SARI



(183222948)



5.



NI WAYAN SUMARNI



(183222949)



6.



NI WAYAN WAHYU ESTY UDAYANI (183222950)



7.



PUTU RIAS ANDREANI



(183222951)



8.



PUTU SRI UTAMI DEVI



(183222952)



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN AHLI JENJANG SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI 2019



KATA PENGANTAR “Om Swastyastu” Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan Bencana. Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak dan sumber. Oleh karena itu kami sangat menghargai bantuan dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan dukungan juga semangat, buku dan sumber lainnya sehingga tugas ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu melalui media ini kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna untuk menyempurnakan makalah ini.



“Om Santih, Santih, Santih Om”



Denpasar, 30 Oktober 2019



Penulis



i



DAFTAR ISI halaman KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................. 2 1.3 Tujuan ............................................................................................................................... 2 1.4 Manfaat ............................................................................................................................. 3 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Jenis Banjir Dan Karakteristik Kejadian Longsor Dan Banjir ......................................... 4 2.1.1 Banjir .............................................................................................................................. 4 2.1.2 Tanah Longsor ................................................................................................................ 9 2.2 Data Kejadian dan Permasalahan ................................................................................... 17 2.3 Karakteristik Korban dan Penanganan Bencana yang Diperlukan ................................. 18 2.3.1 Pola Penanganan Bencana Secara Umum .................................................................... 18 2.3.2 Pola Penanganan Banjir................................................................................................ 21 2.3.3 Pola Penanganan Tanah Longsor ................................................................................. 23 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 25 3.2 Saran ............................................................................................................................... 25 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 26



ii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana alam tinggi, seperti letusan gunung api, gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya. Tercatat setidaknya 257 kejadian bencana terjadi di Indonesia dari keseluruhan 2.866 kejadian bencana alam di Asia selama periode tersebut. Wilayah Indonesia dilalui oleh 3 lempengan tektonik yaitu Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik dan dilalui oleh rangkaian pegunungan vulkanik yang aktif. Material hasil erupsi gunung berapi melalui proses alam melapuk menjadi tanah yang mudah longsor saat hujan dengan intensitas tinggi. Lempengan tektonik yang melalui wilayah Indonesia juga dapat menyebabkan adanya garis-garis patahan yang merupakan daerah labil dan mudah longsor. Selain itu, sebagian besar wilayah Indonesia berupa daerah perbukitan dan pegunungan yang memiliki kelerengan tinggi yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Faktor lain yang dapat menyebabkan tanah longsor yaitu pemanfaatan sumberdaya alam yang melampaui daya dukungnya dan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan lahannya. Bencana alam merupakan kejadian bencana yang disebabkan oleh faktor alam seperti geologis, morfologis, klimatologis, dan hidrologis. Bencana alam memiliki dampak yang dapat merusak suatu kawasan baik dalam skala kecil maupun besar dalam bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat dari total bencana hidro-meteorologi yang paling sering terjadi di Indonesia adalah bencana banjir dan longsor. Berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kecenderungan bencana alam tanah longsor di Indonesia dari tahun 2005 hingga tahun 2015 semakin meningkat. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat pada tahun 2005 terdapat 50 kejadian bencana longsor, kemudian semakin meningkat hingga tahun 2013 tercatat 296 kejadian, 385 kejadian pada tahun 2014 dan 501 kejadian pada tahun 2015.



1



Potensi tanah longsor sangat tinggi terutama pada daerah-daerah yang curah hujannya tinggi, kondisi geologis terdiri dari batuan yang telah lapuk dan kedalaman solum tanah cukup tebal, di bawah lapisan tanah tebal itu terselip lapisan-lapisan batuan yang tidak tembus air (impermeable layers) yang berfungsi sebagai bidang gelincir, serta mempunyai kemiringan lereng lebih dari 30 derajat (Sudibyakto, 2011: 71). Di Indonesia, bencana longsor banyak ditimbulkan oleh pengaruh intensitas hujan yang besar atau gempa bumi. Berdasarkan posisi geografinya, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk terjadinya longsor. Sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat 647 kejadian bencana di Indonesia, dimana 85% dari bencana tersebut merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Peningkatan kejadian longsor lahan di Indonesia disebabkan oleh konsekuensi pembangunan yang kurang memperhatikan keseimbangan tata guna lahan. Perubahan penggunaan lahan yang tidak dikelola dengan baik telah meningkatkan tingkat kerentanan terhadap bahaya (Purnomo, 2008). Salah satu upaya penanggulangan bencana alam dalam hal ini



bencana



longsor memerlukan data spasial tingkat bahaya longsor suatu wilayah. Data spasial daerah bahaya longsor disajikan dalam bentuk peta risiko bahaya longsor. Tujuan dari informasi tentang bahaya longsor adalah untuk mengurangi jumlah korban jiwa dan kerugian harta benda yang akan timbul akibat bencana longsor. Berdasarkan uraian diatas, hal tersebut yang mendasari penulis untuk membahas tentang permasalahan dan penanganan tanah longsor dan banjir. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apa saja jenis banjir dan karakteristik kejadian banjir dan tanah longsor ? 1.2.2 Bagaimana data kejadian dan permasalahan banjir dan tanah longsir ? 1.2.3 Apa saja karakteristik korban dan penanganan yang diperlukan ?



1.3 Tujuan 1.3.1 Untuk mengetahui apa saja jenis dan karakteristik banjir dan tanah longsor. 1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana data kejadian dan permasalahan banjir dan tanah longsor.



2



1.3.3 Untuk mengetahui apa karakteristik korban dan penanganan yang diperlukan. 1.4 Manfaat 1.4.1 Bagi Mahasiswa Keperawatan Makalah ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan untuk menambah ilmu pengetahuan tentang permasalahan dan penanganan tanah longsor dan banjir. 1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan Makalah ini dapat bermanfaat sebagai referensi di Institusi Pendidikan dan sebagai bahan bacaan tentang keperawatan bencana.



BAB II KAJIAN PUSTAKA



3



2.1



Jenis Banjir Dan Karakteristik Kejadian Longsor Dan Banjir



2.1.1 Banjir 2.1.1.1 Pengertian Banjir adalah salah satu bencana alam, yaitu peristiwa ketika tergenangnya daratan oleh aliran air yang berlebihan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), banjir diartikan berair banyak dan deras kadang kadang meluap, atau peristiwa terbenamnya daratan karena peningkatan volume air. Biasanya banjir terjadi karena adanya peningkatan volume air di suatu badan air seperti sungai dan danau, sehingga menjebol bendungan dan air keluar dari batasan alaminya. 2.1.1.2 Jenis Indonesia merupakan negara dengan angka kejadian banjir yang cukup tinggi, dengan ciri khas iklim tropis memungkinkan terjadinya curah hujan yang tnggi. Dilihat dari penyebabnya, ada beberapa jenis banjir, yaitu : 1.



Banjir Air Sesuai dengan namanya, banjir air adalah panjir yang terjadi karena meluapnya air dari beberapa tempat panampungan seperti sungai, danau, waduk, ataupun selokan. Banjir ini merupakan banjir yang paling sering terjadi.



2.



Banjir Cileuncang Cileuncang merupakan istilah dalam Bahasa Sunda yang digunakan untuk menggambarkan terjadinya genangan air di suatu tempat akibat terhambatnya pembuangan atau saluran air di daerah tersebut. Berdasarkan kamus lengkap bahasa Sunda-Indonesia, arti dari kata Cileuncang adalah air hujan yang tidak diserap tanah dan kemudian menggenang.



3.



Banjir Rob (Laut Pasang) Banjir rob adalah banjir air laut atau naiknya permukaan air laut. Banjir Rob sering juga disebut banjir laut pasang karena diakibatkan oleh air laut pasang yang menggenangi daratan. Biasanya banjir rob terjadi di daerah dataran rendah di sekitar laut. Jika di Indonesia, banjir Rob sering sudah menjadi masalah yang cukup lama menerpa kota Semarang.



4.



Banjir Bandang



4



Banjir bandang atau yang juga sering disebut dengan air bah adalah banjir besar yang datang secara tiba-tiba dengan meluap, menggenangi, dan memiliki aliran deras yang mampu menghanyutkan benda-benda besar. Biasnya penyebab banjir bandang adalah hujan deras yang terjadi secara terus menerus pada daerah dataran rendah. Banjir bandang terjadi ketika penyerapan air pada daerah tersebut sudah memasuki titik jenuh (tidak bisa diserap lagi), tetapi hujan deras terus berlangsung dengan sangat cepat. Penyebab lain terjadinya banjir bandang adalah karena pecahnya bendungan atau tanggul yang besar. 5.



Banjir Lahar Banjir lahar adalah tergenangnya sekumpulan lahar yang dimuntahkan oleh gunung berapi pada daratan di sekitarnya. Lahar sampai ke permukaan karena dorongan batuan atau air hujan. Lahar yang datang ini dapat bersuhu dingin ataupun panas. Banjir lahar merupakan banjir yang sangat jarang terjadi.



6.



Banjir Hulu Banjir yang terjadi di wilayah sempit, kecepatan air tinggi, dan berlangsung cepat dan jumlah air sedikit. Banjir ini biasanya terjadi di pemukiman dekat hulu sungai. Terjadinya banjir ini biasanya sebab tingginya debit air yang mengalir, sehingga alirannya sangat deras dan bisa berakibat destruktif.



7.



Banjir Lumpur Banjir lumpur merupakan tergenangnya daerah daratan dengan sesuatu berbentuk seperti tanah cair yang licin (lumpur). Biasanya berwarna coklat atau abu-abu, dapat ditemui di dasar sumber air atau genangan air. Banjir lumpur biasanya terjadi melalui penumpukan endapan tanah di tanah pertanian sedimen yang kemudian terangkut dan menumpuk di dasar sungai. Ketika terjadi hujan deras, maka kemungkinan daderah yang berlumpur tersebut akan mengeluarkan lumpur dan membuat daerah daratan di sekitarnya tergenang.



2.1.1.3 Karakteristik kejadian Menurut Kodoatie dan Sjarief (2006), karakteristik yang berkaitan dengan banjir, diantaranya :



5



1.



Durasi waktu banjir tergantung dari besarnya banjir, bisa lama atau singkat. Artinya banjir bisa sesaat dan dapat langsung mengalir atau menggenang dengan perlahan.



2.



Genangan bisa sesaat,



berhari -hari atau bahkan berminggu –minggu,



datangnya banjir bisa cepat atau perlahan-lahan. 3.



Kecepatan datangnya banjir bisa perlahan atau sangat cepat, bisa juga menjadi banjir bandang, bahkan dalam kondisi tertentu akibat daya rusak air yang besar, banjir bisa bercampur lumpur, batu besar dan kecil serta material lainnya.



4.



Pola banjirnya musiman.



5.



Akibat yang ditimbulkan adalah terjadinya genangan, erosi dan sedimentasi.



6.



Akibat



lainnya



adalah



terisolasinya



daerah



pemukiman



dan



diperlukannya evakuasi penduduk. Selain itu terdapat delapan pembagian wilayah untuk mengklasifikasikan kecenderungan karakteristik bencana untuk banjir dan bencana sedimen. Kedelapan klasifikasi wilayah yang ditunjukkan berdasarkan pada geologi, saluran sungai dan penggunaan tanahnya. Klasifikasi Wilayah



Wilayah Pegunungan 1 Barat Laut



Wilayah Piedmont 2 Barat Laut



Wilayah Piedmont 3 Timur Laut



4 Wilayah Pegunungan Timur Laut



Kecenderungan bencana banjir dan bencana sedimen serta karakteristik wilayah Wilayah yang sering terkena banjir dan bencana sedimen Sebagian besar tanah digunakan untuk daerah hutan dan perkebunan serta persawana padi. Di wilayah tersebut, terutama yang dekat dengan “Wilayah Piedmont Barat Laut” dan “Wilayah Pedmont Timur Laut”, kepadatan penduduknya relatif agak tinggi dan aktivitas perekonomiannya juga lebih aktif. Wilayah yang sering terkena banjir dan juga terjadi bencana sedimen Sebagian besar lahan digunakan untuk lahan perkebunan dan persawahan padi. Di wilayah ini, kepadatan penduduknya agak tinggi dan aktivitas perekonomiannya aktif. Wilayah yang jarang terjadi bencana banjir dan bencana sedimen Sebagian besar lahan digunakan untuk persawahan padi. Di wilayah ini, kepadatan penduduknya relatif cukup tinggi dan aktivitas perekonomiannya aktif. Wilayah yang terkena bencana sedimen Sebagian besar lahan digunakan untuk daerah hutan dan perkebunan serta persawahan padi. Di wilayah ini, kepadatan 6



penduduknya relatif agak rendah.



5 Wilayah Pegunungan Tenggara



Wilayah Pusat 6 Pemukiman



7 Lahan datar di wilayah Barat Daya 8 Wilayah pesisir dan muara di Barat Daya



Wilayah yang sering terkena banjir dan bencana sedimen Sebagian besar lahan digunakan untuk daerah hutan dan juga perkebunan serta persawahan padi. Di wilayah ini, kepadatan penduduknya relatif agak rendah. Wilayah yang sering terjadi banjir Wilayah ini merupakan pusat Kabupaten Jember, daerah pemukiman terbesar dengan kepadatan penduduk tertinggi. Wilayah yang terkena banjir Sebagian besar lahan digunakan untuk persawahan padi,. Di wilayah ini, kepadatan penduduknya relatif agak tinggi dan ktivitas perekonomiannya aktif. Wilayah yang terkena banjir dan bencana tsunami Sebagian besar lahan digunakan untuk persawahan padi. Di wilayah ini, kepadatan penduduknya relatif agak tinggi dan aktivitas perekonomiannya aktif.



2.1.1.4 Penyebab Penyebab banjir dan



genangan di



suatu



danSugiyanto (2002) disebabkan oleh dua hal,



tempat menurut Kodoatie



yaitu faktor alam dan faktor



manusia. 1.



Faktor alam a. Curah hujan b. Kapasitas Sungai c. Pengaruh fisiografi/geofisik sungai d. Pengaruh air pasang e. Penurunan tanah dan rob f. Kerusakan bangunan pengendali banjir (oleh bencana alam)



2.



Faktor-faktor penyebab banjir karena faktor manusia a. Perubahan tata guna lahan (land use) di Daerah Aliran Sungai (DAS) b. Pembuangan Sampah c. Erosi dan Sedimentasi d. Kawasan kumuh di sepanjang sungai/drainase e. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat f. Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai g. Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang air laut) 7



h. Drainase lahan i. Bendung dan bangunan air j. Kerusakan bangunan pengendali banjir 2.1.1.5 Dampak 1.



Dampak Primer Kerusakan fisik-Mampu merusak berbagai jenis struktur, termasuk jembatan, mobil, bangunan, sistem selokan bawah tanah,jalan raya, dan kanal.



2.



Dampak Sekunder Persediaan air–Kontaminasi air. Air minum bersih mulai langka. PenyakitKondisi tidak higienis. Penyebaran penyakit bawaan air. Pertanian dan persediaan makanan-Kelangkaan hasil tani disebabkan oleh kegagalan panen. Namun, dataran rendah dekat sungai bergantung kepada endapan sungai akibat banjir demi menambah mineral tanah setempat. Pepohonan-Spesies yang tidak sanggup akan mati karena tidak bisa bernapas. Transportasi-Jalur transportasi rusak, sulit mengirimkan bantuan darurat kepada orang-orang yang membutuhkan.



3.



Dampak tersier/jangka panjang Ekonomi-Kesulitan ekonomi karena kerusakan pemukiman yang terjadi akibat banjir; dalam sector pariwisata, menurunnya minat wiasatawan; biaya pembangunan kembali; kelangkaan makanan yang mendorong kenaikan harga, dll. Dari berbagai dampak negatif yang ditimbulkan, ternyata banjir (banjir air



skala kecil) juga dapat membawa banyak keuntungan, seperti mengisikembali air tanah, menyuburkan serta memberikan nutrisi kepada tanah. Air banjir menyediakan air yang cukup di kawasan kering dan semi-kering yang curah hujannya tidak menentu sepanjang tahun. Air banjir tawar memainkan peran penting dalam menyeimbangkan ekosistem di koridor sungai dan merupakan faktor utama dalam penyeimbangan keragaman makhluk hidup di dataran. Banjir menambahkan banyak nutrisi untuk danau dan sungai yang semakin memajukan industri perikanan pada tahun-tahun mendatang, selain itu juga karena kecocokan dataran banjir untuk pengembangbiakan ikan (sedikit predasi dan banyak nutrisi).



8



2.1.2 Tanah Longsor 2.1.2.1 Definisi Tanah longsor atau dalam bahasa Inggris disebut Landslide, adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan,tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut : air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng. Tanah longsor adalah salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah./batuan penyusun lereng (Ramli, 2010). 2.1.2.2 Jenis dan karakteristik Setiap longsoran memiliki karakteristik yang khas untuk masing-masing jenis material yang terlibat (Sadisun, 2005). Untuk itulah, para ahli telah mencoba mengklasifikasikan



longsoran menjadi beberapa jenis atau tipe. Perbedaan



klasifikasi biasanya timbul akibat perbedaan dasar atau sudut pandang yang digunakan, dan secara umum jenis material dan



mekanisme pergerakan



merupakan dasar-dasar yang paling banyak digunakan dalam



klasifikasi



longsoran. Berdasarkan jenis materialnya, longsoran dapat dibedakan atas longsoran batuan dan longsoran tanah – yang dibagi lagi menjadi longsoran tanah halus dan longsoran tanah kasar atau bahan rombakan (debris). Sementara itu, berdasarkan mekanisme pergerakannya, longsoran dapat dibagi menjadi 6 yaitu : 1.



Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.



9



2.



Longsoran Rotasi Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.



3.



Pergerakan Blok Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.



10



4.



Runtuhan Batu Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan ataumaterial lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-gantung terutama di daerah pantai. batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.



5.



Rayapan Tanah Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat.jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. jenis tanah longsor inihampir tidak dapat dikenali. !etelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.



6.



Aliran Bahan Rombakan Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. gerakannya terjadi disepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungaidi sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.



11



Pada prinsipnya longsoran terjadi bila gaya tarik material penyusun lereng menuju ke bawah (beban) tidak dapat ditahan oleh friksi (gaya penahan) sehingga kondisi keseimbangannya tidak tercapai. Pergerakan pada lereng dapat terjadi akibat interaksi pengaruh antara berbagai kondisi, seperti kondisi morfologi, geologi, klimatologi, dan tata guna lahan. Kondisi-kondisi tersebut saling berpengaruh



sehingga



mengakibatkan



suatu



kondisi



lereng



mempunyai



kecenderungan atau berpotensi untuk bergerak. Longsoran dapat diketahui keberadaannya melalui indikasi atau tanda-tanda yang menyertainya. Salah satu usaha mitigasi yang cukup sederhana adalah dengan mengetahui tanda-tanda ini dan menyebarkan informasi-informasi kepada masyarakat akan tanda-tanda ini. Beberapa tanda-tanda umum yang harus diwaspadai akan adanya longsoran antara lain : 1.



Lapisan tanah yang searah kemiringan lereng



2.



Curah hujan yang tinggi



3.



Curah hujan tidak tinggi tetapi terus-menerus dalam waktu lama



4.



Susunan tanah atau batuan yang lolos air di atas yang kompak dan relatif kedap air



5.



Rembesan air pada lereng atau munculnya mata air baru secara tiba-tiba



6.



Munculnya tetakan pada lereng dan retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing.



7.



Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.



2.1.2.3 Penyebab Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gayapenahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi 12



oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Faktor-faktor Penyebab Tanah Longsor yaitu : 1.



Hujan Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karenamelalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena airakan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah.



2.



Lereng terjal Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, airlaut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.



3.



Tanah yang kurang padat dan tebal Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.



4.



Batuan yang kurang kuat Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal. 13



5.



Jenis tata lahan Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan,perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah danmembuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.



6.



Getaran Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan,getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.



7.



Susut muka air danau atau bendungan Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudahterjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti olehretakan.



8.



Adanya beban tambahan Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor,terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya kearah lembah.



9.



Pengikisan/erosi Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain ituakibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.



10. Adanya material timbunan pada tebing Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asliyang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadipenurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah. 11. Bekas longsoran lama



14



Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lamamemilki ciri: a.



Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuktapal kuda.



b.



Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebalkarena tanahnya gembur dan subur.



c.



Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.



d.



Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.



e.



Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada longsoran lama.



f.



Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan danlongsoran kecil.



g.



Longsoran lama ini cukup luas.



12. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung) Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri: a.



Bidang perlapisan batuan



b.



Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar



c.



Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuanyang kuat.



d.



Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak melewatkan air (kedap air).



e.



Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat. Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor.



13. Penggundulan hutan Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang. 14. Daerah pembuangan sampah Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan, seperti yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwi gajah di Cimahi. Bencana ini menyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal. 15



2.1.2.4 Dampak Dampak epidemiologi terhadap masyarakat yang terjadi akibat bencana tanah longsor, yaitu sebagai berikut (Pan American Health Organization, 2006 ) : 1.



Peningkatan Morbiditas Tingginya angka kesakitan dalam keadaan terjadinya bencana dibagi dalam 2 kategori, yaitu : a. Kesakitan primer, adalah kesakitan yang terjadi sebagai akibat langsung dari kejadian bencana tersebut, kesakitan ini dapat disebabkan karena trauma fisik, termis, kimiawi, psikis dan sebagainya. b. Kesakitan sekunder, kesakitan sekunder terjadi sebagai akibat sampingan usaha penyelamatan terhadap korban bencana, yang dapat disebabkan karena sanitasi lingkungan yang buruk, kurangan makanan dan sebagainya.



2.



Tingginya Angka Kematian (Mortalitas) Kematian akibat terjadinya bencana alam dibagi dalam dua kategori, yaitu : a. Kematian primer, adalah kematian langsung akibat terjadi bencana, misalnya tertimbun tanah longsor. b. Kematian sekunder, adalah kematian yang tidak langsung disebabkan oleh bencana, melainkan dipengaruhi oleh faktor-faktor penyelamatan terhadap penderita cedera berat, seperti kurangnya persediaan darah, obat-obatan, tenaga medis dan para medis yang dapat bertindak cepat untuk mengurangi kematian tersebut.



3.



Masalah Kesehatan Lingkungan Mencakup masalah-masalah yang berkaitan erat dengan sanitasi lingkungan, tempat penampungan yang tidak memenuhi syarat, seperti penyediaan air bersih, tempat pembuangan tinja dan air bekas, tempat pembuangan sampah, tenda



penampungan



dan



kelengkapannya,



kepadatan



dari



tempat



penampungan, dan sebagainya. 4.



Suplai Bahan Makanan dan Obat-obatan Apabila kekurangan suplai bahan makanan dan obat-obatan untuk membantu korban bencana, maka kemungkinannya akan menimbulkan berbagai masalah, diantaranya : 16



a. Kekurangan gizi dari berbagai lapisan umur b. Penyakit infeksi dan wabah, diantaranya infeksi pencernaan (GED), infeksi pernapasan akut seperti influensa, penyakit kulit. 5.



Kerusakan Infrastruktur Kesehatan, Keterbatasan Tenaga Medis Dan Paramedis serta Transportasi ke Pusat Rujukan.



2.2



Data Kejadian dan Permasalahan Berdasarkan data statistik



yang diperoleh dari Badan Nasional



Penanggulangan Bencana, sepanjang tahun 10 tahun terakhir bencana yang paling sering terjadi di Indonesia adalah banjir dan tanah longsor.



Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga menyatakan bahwa telah terjadi 1.538 kejadian bencana di Indonesia selama 2019, terhitung sejak 1 Januari hingga 30 April. Jumlah bencana ini mengakibatkan 325 orang meninggal, 113 orang hilang, 1.439 orang luka-luka, dan sebanyak 996.143 orang mengungsi dan menderita. Berdasarkan rilis dari BNPB, sejumlah daerah yang terdampak bencana juga mengalami kerusakan fisik yang meliputi 3.588 rumah rusak berat, 3.289 rumah rusak sedang, 15.376 rumah rusak ringan, dan juga ratusan bangunan pendidikan, fasilitas peribadatan dan fasilitas kesehatan rusak. Dari kejadian-kejadian tersebut, bencana banjir paling banyak menelan korban jiwa, yakni mencapai 253 jiwa. Disusul oleh bencana tanah longsor sebanyak 106



17



jiwa. Sementara gempa bumi dan puting beliung masing-masing menelan korban jiwa sebanyak 57 dan 15 orang. Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, ada tiga kejadian bencana yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian yang cukup besar selama 2019. Pertama, banjir dan longsor di Sulawesi Selatan (22/1/2019) yang menyebabkan 82 orang meninggal dan kerugian yang ditaksir sebesar Rp 926 miliar. Kedua, kejadian banjir dan longsor di Sentani, Papua (16/3/2019). Bencana ini menyebabkan 112 orang meninggal dunia, 82 orang hilang, dan 965 orang luka-luka. Adapun kerugian yang dialami diperkirakan sebesar Rp 668 miliar. Ketiga, banjir dan longsor di Bengkulu (27/4/2019) menyebabkan 29 orang meninggal dunia, 13 orang hilang, dan 4 orang luka-luka. Data sementara menunjukkan kerugian yang dialami sekitar Rp 200 miliar Statistik bencana ini bermakna bahwa ancaman bencana terus meningkat yang disebabkan adanya pemicu banjir dan longsor, yaitu curah hujan yang deras. Selain itu, faktor lain ancaman bencana ini karena tingkat kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana masih rendah. 2.3



Karakteristik Korban dan Penanganan Bencana yang Diperlukan



2.3.1 Pola Penanganan Bencana Secara Umum Pilihan



tindakan



yang



dimaksud



disini



adalah



berbagai



upaya



penanggulangan yang akan dilakukan berdasarkan perkiraan ancaman bahaya yang akan terjadi dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan.Secara lebih rinci pilihan tindakan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1.



Pencegahan dan Mitigasi Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana.Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif. Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah: a.



Penyusunan peraturan perundang undangan.



b.



Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.



c.



Pembuatan pedoman/standar/prosedur 18



d.



Pembuatan brosur/leaflet/poster.



e.



Penelitian/pengkajian karakteristik bencana



f.



Pengkajian/ analisis risiko bencana



g.



Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan



h.



Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana



i.



Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat,seperti forum



j.



Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan



Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain: a.



Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan,bahaya,larangan memasuki daerah rawan bencana dsb.



b.



Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang,ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana.



c.



Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.



d.



Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman.



e.



Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.



f.



Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi bencana.



g.



Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana,seperti: tanggul,dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa dan sejenisnya. Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang



bersifat non-struktural (berupa peraturan,



penyuluhan, pendidikan) dan yang bersifat struktural (berupa bangunan dan prasarana). 2.



Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipsi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada



19



saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain: a. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya. b. Pelatihansiaga/simulasi / gladi / teknis bagi setiap sector Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum). c. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan. d. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya /logistik. e. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan. f. Penyiapan dan pemasangan instrument sistem peringatan dini (early warning). g. Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan). h. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan). 3.



Tanggap Darurat Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi: a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan,kerugian, dan sumber daya b. Penentuan status keadaan darurat bencana c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana d. Pemenuhan kebutuhan dasar e. Perlindungan terhadap kelompok rentan f. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.



4.



Pemulihan Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu kekondisi normal yanglebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi: a. Perbaikan lingkungan daerah bencana 20



b. Perbaikan prasarana dan sarana umum c. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat d. Pemulihan sosial psikologis e. Pelayanankesehatan f. Rekonsiliasi dan resolusi konflik g. Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya h. Pemulihan keamanandan ketertiban i. Pemulihan fungsi pemerintahan j. Pemulihan fungsi pelayanan public Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui suatu perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sector terkait. a. Pembangunan kembali prasarana dan sarana b. Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat c. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat d. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana e. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan masyarakat f. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi,dan budaya g. Peningkatan fungsi pelayanan public atau h. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat 2.3.2 Pola Penanganan Banjir 1.



Umum Pola penanganan bencana banjir dilakukan dengan mengutamakan upaya kesiapsiagaan dan kecepatan bertindak sejak kesiapsiagaan tanggap darurat hingga pemulihan darurat.



2.



Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan dilakukan oleh Pemerintah Daerah cq SATLAK PB dan SATKORLAK PB. Sedangkan Pemerintah pusat yang dikoordinasikan 21



BAKORNAS PB sebagai unsur pendukung. Adapun Kegiatan yang dilakukan antara lain: a. Pemantauan cuaca b. Pemantauan debit air sungai c. Pengamatan peringatan dini d. Penyebaran informasi e. Inventarisasi kesiapsiagaan f. Penyiapan peta rawan banjir g. Penyiapan sumberdaya untuk tanggap darurat h. Penyiapan alat-alat berat dan bahan banjiran i. Penyiapan pompa air, mobil tangki air dan mobil tinja. j. Penyiapan tenaga medis dan para-medis dan ambulance k. Penyiapan jalur evakuasi dan lokasi penampungan sementara l. Penyiapan keamanan 3.



Tanggap Darurat, dengan kegiatan : a. Pendirian POSKO b. Pengerahan personil (Tim Reaksi Cepat) Mengerahkan kekuatan personil dari berbagai unsur operasi (pemerintah dan non-pemerintah) terutama untuk penyelamatan dan perlindungan (SAR) dengan membentuk TRC untuk memberikan pertolongan/ penyelamatan dan inventarisasi kerusakan. c. Pemenuhan kebutuhan dasar dalam penampungan sementara. a) Distribusi bantuan (hunian sementara, pangan dan sandang) Pada tahap



awal, bantuan pangan berupa makanan siap-santap. b) Pendirian dapur umum.



d. Pemberian layanan air bersih, jamban dan sanitasi lainnya. e. Pemberian layanan kesehatan, perawatan dan rujukan. f. Pengoperasian peralatan Mengoperasikan peralatan sesuai kebutuhan di lapangan, termasuk alatalat berat. g. Pengerahan sarana transportasi udara/laut



22



Dilakukan pada situasi/kondisi tertentu yang memerlukan kecepatan untuk penyelamatan



korban



bencana



dan



distribusi



bantuan



kepada



masyarakat/korban bencana terisolasi. h. Koordinasi dan Komando a) Setiap kejadian penting dilaporkan kepada POSKO SATLAK PB/ SATKORLAK PB/BAKORNAS PB. Komando dilakukan oleh penanggungjawab



(Incident



Commander).



Di



tingkat



nasional



penanggungjawab adalah Kalakhar BAKORNAS PB, di tingkat Provinsi adalah Danrem dan di tingkat Kabupaten/Kota adalah Dandim. b) Penyampaian laporan perkembangan penanganan bencana ke media massa melalui POSKO SATLAK PB dan SATKORLAK PB. 4.



Pemulihan Darurat, dengan Kegiatan : Mengembalikan sarana/prasarana vital dapat berfungsi normal agar masyarakat dapat beraktivitas kembali. Evaluasi penanganan darurat dan pernyataan tanggap darurat selesai. Kegiatan, pelaku dan waktu pelaksanaan kegiatan dalam kedaruratan.



2.3.3 Pola Penanganan Tanah Longsor Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Upaya Penanggulangan Bencana Tanah Longsor 1.



Kesiapsiagaan Pra Bencana Ada beberapa hal yang harus dilakukan masyarakat dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana tanah longsor, antara lain : a) Tidak menebang atau merusak hutan. b) Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat, seperti nimbi,



bambu, akar wangi, lamtoro dan sebagainya pada lereng-lereng yang gundul. c) Membuat saluran air hujan. d) Membangun dinding penahan di lereng-lereng yang terjal. e) Memeriksa keadaan tanah secara berkala. f) Mengukur tingkat kederasan hujan



Ada beberapa cara yang dapat dilakukan masyarakat untuk menghindari korban jiwa dan harta akibat tanah longsor, diantaranya : 23



a) Membangun pemukiman jauh dari daerah yang rawan. b) Bertanya pada pihak yang mengerti sebelum membangun. c) Membuat peta ancaman. d) Melakukan deteksi dini



2.



Kesiapsiagaan Saat Bencana Ada beberapa tindakan yang harus dilakukan masyarakat saat tanah longsor terjadi, diantaranya : a) Segera keluar dari daerah longsoran atau aliran runtuhan/puing kebidang



yang lebih stabil. b) Bila melarikan diri tidak memungkinkan, lingkarkan tubuh anda seperti



bola dengan kuat dan lindungi kepala anda.posisi ini akan memberikan perlindungan terbaik untuk badan anda. 3.



Kesiapsiagaan Pasca Bencana Ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan masyarakat setelah tanah longsor terjadi, diantaranya : a) Hindari daerah longsoran, dimana longsor susulan dapat terjadi. b) Periksa korban luka dan korban yang terjebak longsor tanpa langsung



memasuki daerah longsoran. c) Bantu arahkan SAR ke lokasi longsor. d) Bantu tetangga yang memerlukan bantuan khusus anak-anak, orang tua,



dan orang cacat. e) Dengarkan siaran radio lokal atau televisi untuk informasi keadaan terkini. f) Wapada akan adanya banjir atau aliran reruntuhan setelah longsor. g) Laporkan kerusakan fasilitas umum yang terjadi kepada pihak yang



berwenang. h) Periksa kerusakan pondasi rumah dan tanah disekitar terjadinya longsor. i) Tanami kembali daerah bekas longsor atau daerah sekitarnya untuk



menghindari erosi yang telah merusak lapisan atas tanah yang dapat menyebabkan banjir bandang. j) Mintalah nasehat pada ahlinya untuk mengevaluasi ancaman dan teknik



untuk mengurangi resiko tanah longsor.



24



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Banjir adalah salah satu bencana alam, yaitu peristiwa ketika tergenangnya daratan oleh aliran air yang berlebihan. Biasanya banjir terjadi karena adanya peningkatan volume air di suatu badan air seperti sungai dan danau, sehingga menjebol bendungan dan air keluar dari batasan alaminya.Banjir di Indonesia terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu : Banjir Bandang, Banjir Hujan Ekstrim, Banjir Luapan Sungai/Banjir Kiriman, Banjir Pantai (ROB), Banjir Hulu, Banjir lahar dingin, Banjir lumpur Penyebab banjir dan genangan di suatu tempat disebabkan oleh dua hal, yaitu faktor alam dan faktor manusia. Dampak Yang Ditimbulkan Oleh Banjir yaitu Dampak Primer dan Dampak Sekunder serta Dampak tersier/jangka panjang. Tanah longsor adalah salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah./batuan penyusun lereng. Longsoran dapat dibagi menjadi 6 yaitu : Longsoran Translasi, Longsoran Rotasi, Pergerakan Blok, Runtuhan Batu, Rayapan Tanah, Aliran Bahan Rombakan. 3.2 Saran Bencana apapun jenisnya dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, namun kita harus mengetahui jenis-jenis bencana, sebab-sebab yang menimbulkan bencana dan akibat-akibat yang ditimbulkannya. Penulis berharap dengan penyusunan makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca untuk mengantisipasi dan penanggulangan bencana agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, korban meninggal dan kerugian harta benda yang besar.



25



DAFTAR PUSTAKA



Tim Penyusun BNPB. (2009). Data Bencana Indonesia Tahun 2009. Jakarta: BNPB Tim BAKORNAS PB. (2007). Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Jakarta: Direktorat Mitigasi, Lakhar BAKORNAS PB Imam A. Sadisun, Dr. Eng. 2008., Pemahaman Karakteristik Bencana: Aspek Fundamental dan Penanganan Tanggap Darurat Bencana. http://www.sadisun.enggeol.org.



Purnomo, H. (2010). Pengantar Pengendalian Hayati. Yogyakarta: C.V Andi Offset. Ramli, S. (2010). Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja OHSAS 18001.



Jakarta : Dian Rakyat. Saanin,



Syaiful.



Penilaian



Resiko



nc/neurosurgery/risiko.



26



Bencana.



http://www.angelfire.com/



1