Makalah Konsep Askep SKA [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data WHO menunjukkan 17 juta orang meninggal setiap tahunnya karena penyakit jantung dan pembuluh darah di seluruh dunia. Terdapat 36 juta penduduk atau sekitar 18% total penduduk Indonesia 80% diantaranya meninggal secara mendadak setiap tahunnya dan 50% tidak menunjukkan gejala. Data di RS Jantung dan Pembuluh Darah pasien penyakit jantung koroner baik rawat jalan maupun rawat inap mengalami peningkatan 10% setiap tahunnya dan di AS 1,5 juta orang mengalami serangan jantung dan 478.000 orang meninggal karena jantung koroner setiap tahunnya (Hediyani, 2012). Jantung merupakan organ muskular dengan empat buah bilik yang bertanggung jawab atas sirkulasi darah di seluruh tubuh.bilik ini disebut atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri, dan ventrikel kiri. Darah memasuki jantung melalui atrium.ada 2 pembuluh vena besar yang memasuki jantung pada sisi kanan dan membawa darah dioksigenasi ke dalam atrium kanan. vena kava superior membawa masuk darah dioksigenasi dari ekstremitas atas dan kepala sementara vena kava inferior membawa masuk darah dari tubuh dan ekstremitas bawah darah dioksigenasi ini akan dialirkan ke dalam ventrikel kanan dan di bawa ke paru, tempat terjadinya pertukaran gas, sebelum kembali ke atrium kiri melalui vena pulmonari kanan dan kiri. Darah yang kaya oksigen memasuki sisi kiri jantung dan di pompa keluar ke sirkulasi sitemik oleh ventrikel kiri yang lebih besar. Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan kejadian kegawatan pada pembuluh drah koroner (Andra, 2006). Sindrom ini juga merupakanfase akut 7dari angina pektoris tidak stabil (APTS) yang disertai infark miokardium akut (IMA) glombang Q dengan peningkatan non ST atau tanpa gelombang Q dengan peningkatan ST yang terjadi karena adanya trombosis akibat ruptur plak aterosklerosis yang tidak stabil (Wasid, 2007). 1



Istilah SKA banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. SKA merupakan satu sindrom yang terdiri atas beberapa penyakit koroner, angina tak stabil, infark miokard non-elevasi ST infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. SKA merupakan keadaan darurat jantung dengan manifetasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium (harun 2007). B. Tujuan 1.



2.



Tujuan umum Adalah untuk mengetahui penyakit Sindrom Koroner Akut dan asuhan keperawatan pada klien dengan Sindrom Koroner Akut. Tujuan Khusus a. Mengetahui penyakit Sindrom Koroner Akut b. Mengetahui etiologi Sindrom Koroner Akut c. Mengetahui patofisiologi dan WOC pada Sindrom Koroner Akut d. Mengetahui manifestasiklinis dari Sindrom Koroner Akut e. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada Sindrom Koroner Akut f. Mengetahui penatalaksanaan medis pada Sindrom Koroner Akut g. Mengetahui komplikasi dari Sindrom Koroner Akut h. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien Sindrom Koroner Akut



C. Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Apa yang dimaksud dengan Sindrom Koroner Akut ? Apa etiologi Sindrom Koroner Akut ? Bagaimana patofisiologi dan WOCdari Sindrom Koroner Akut ? Apa saja manifestasi klinis dari Sindrom Koroner Akut ? Apa saja pemeriksaan penunjang dari Sindrom Koroner Akut ? Apa saja penatalaksanaan medis dari Sindrom Koroner Akut ? Apa saja komplikasi dari Sindrom Koroner Akut ? Bagaimana asuhan keperawatan pada klien Sindrom Koroner Akut ?



D. Metode Penulisan Dalam pembuatan asuhan keperawatan ini penulis menggunakan metode studi pustaka dan pencarian di internet.



2



E. Sistematika Penulisan Makalah ini disusun terdiri dari 4 BAB yaitu : 1. BAB I Pendahuluan : Latar belakang, tujuan penulisan, rumusan masalah, metode penulisan, sistematika penulisan 2. BAB II Tinjauan teori : Pengertian, etiologi, patofisiologi dan WOC, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis dan komplikasi Sindrom Koroner Akut 3. BAB III Asuhan keperawatan : Pengkajian, diagnosa keperawatan, dan perencanaan (tujuan, kriteria hasil, intervensi dan rasional) 4. BAB IV Penutup : Kesimpulan dan saran



BAB II TINJAUAN TEORI A. Anatomi dan Fisiologi kardiovaskular (jantung)  Anatomi



3



Jantung merupakan organ muskular dengan empat buah bilik yang bertanggung jawab atas sirkulasi darah di seluruh tubuh.bilik ini disebut atrium kanan, ventrikel kanan, atrium kiri, dan ventrikel kiri. Darah memasuki jantung melalui atrium.ada 2 pembuluh vena besar yang memasuki jantung pada sisi kanan dan membawa darah dioksigenasi ke dalam atrium kanan . vena kava superior membawa masuk darah dioksigenasi dari ekstremitas atas dan kepala sementara vena kava inferior membawa masuk darah dari tubuh dan ekstremitas bawah darah dioksigenasi ini akan dialirkan ke dalam ventrikel kanan dan di bawa ke paru, tempat terjadinya pertukaran gas, sebelum kembali ke atrium kiri melalui vena pulmonari kanan dan kiri. Darah yang kaya oksigen memasuki sisi kiri jantung dan di pompa keluar ke sirkulasi sitemik oleh ventrikel kiri yang lebih besar. Darah meninggalkan jantung melalui aorta yaitu arteri terbesar didalam tubuh menuju tubuh bagian atas melalui arteri yang bercabang pada arkus aorta dan mengalir ke dalam torak, batang tubuh dan tubuh, bagian bawah melalui aorta desenden  Fungsi sistem kardiovaskuler (jantung) Memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan



dan



organ



tubuh



yang



diperlukan



dalam



proses



metabolisme.secara normal setiap setiap jaringan dan organ tubuh akan menerima aliran darah dalam jumlah yang cukup sehingga jaringan dan organ tubuh menerima nutrisi dengan adekuat.



B. Definisi Andra (2006) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner.Wasid (2007) menambahkan bahwa SKA adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q 4



(IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil. Harun (2007) berpendapat istilah SKA banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah coroner. Sindrom coroner Akut merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit coroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi coroner perkutan. Sindrom coroner Akut merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. C. Etiologi Rilantono (1996) mengatakan sumber masalah sesungguhnya hanya



terletak



pada



penyempitan



pembuluh



darah



jantung



(vasokonstriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat hal, meliputi: 1. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi kolesterol tinggi. 2. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus). 3. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus menerus. 4. Infeksi pada pembuluh darah. Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya SKA dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni: 1. Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan) 2. Stress emosi, terkejut 3. Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, dan kontraktilitas jantung meningkat. D. Klasifikasi Wasid (2007) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut menurut Braunwald (1993) adalah: 5



1.



Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.



2.



Kelas II: Sub akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu istirahat.



3.



Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.



Secara Klinis: 1. Klas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi, demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas. 2. Kelas B: Primer. 3. Klas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan anti angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium ) Antiangina dan nitrogliserin intravena. E. Patofisiologi Rilantono (1996) mengatakan SKA dimulai dengan adanya ruptur plak arter koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah coroner yang mendadak berkurang.Hal ini terjadi pada pla coroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque).Ini disebut fase plaque disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka faktor jaringan (tissue factor) dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner.Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosi akut’. Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut.Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan 6



ruptur plak. Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi pada kejadian coroner akut(IMA) dan mempunyai nilai prognostic. Pada 15% pasien IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun troponin-T negatif.Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal.Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/ NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung. Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases. Angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang poten.Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah melalui pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial. Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri coroner akibat disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu.Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin). Nitrit Oksid secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic.Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi coroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark. Sindrom coroner akut yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis 7



tebalnya fibrous cap



Arteriosclerosis Trombosis koroner Konstriksi arteri inti yang menutupi koronaria



lemak, adanya inflamasi pada



kapsul, dan hemodinamik stress Aliran darahmekanik. Adapun mulai terjadinya Sindrom coroner akut, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa O2 & nutrisi



keadaan, yakni aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), Jar. Miokard iskemik stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi



hari), dan hari dari suatu mingguan tersebut ada Nekrosis ( jika >(Senin). 30 menit Keadaan-keadaan ) hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan Infark Miokardium



darah meningkat, frekuensi debarInfark jantung meningkat, kontraktilitas Infark transmural Subendokardial



jantung meningkat, dan aliran coroner juga meningkat. Dari mekanisme



Iskemia jaringan, inilah perubahan beta blocker mendapat tempat sebagai pencegahan Metabolisme dan terapi. hipoksemia, Suplai O ke miokard 2 anaerob kontrol saraf otonom, Produksi Asam laktat gangguan Sellular hipoksia metabolisme, Integritas membran sel berubah ketidakseimbangan Nyeri elektrolit Komplikasi pasca infark Kontraktilitas Penurunan curah Gangguan jantung potensial aksi Beban jantung Mekanisme kompensasi Disfungsi Otot Papilaris, Perubahan Gagal jantung kiri mempertahankan curah Ventrikel Septum Defek, elektrofisiologi jantung dan perfusi Rupture Jantung, Resiko tinggi perifer AneurismaF.PATHWAYS Ventrikel, ACS aritmia Forward failure Backware Tromboembolisme, failure Perikarditis Reflek simpatis Bendungan atrium kiri COP vasokonstriksi sistem retensi Na dan air Vena pulmonalis pressure Pe perfusi perifer Suplai O2 cerebral Denyut jantung Pe perfusi Tekanan hidrostatik daya kontraksi jantung koroner Pe kapiler paru perfusi paru Beban akhir Tekanan onkotik Hipotensi, asidosis ventrikel kiri daya metabolik dan hipoksemia dilatasi ventrikel Transudasi cairan kiri Edema paru Resiko Ketidakefektifan Hipertrofi perfusi jaringan ventrikel kiri Infark pada bagian papilla dan korda tendinae, septum ventrikel dan gangguan perikardium



Kelebihan volume cairan



Syok kardigenik Kematian Kelemahan fisik



Intoleran Aktivitas



Kondisi dan 8 prognosis penyakit



Sumber: Suzanne C Smeltzer&Brenda G Bare, 2001. Depkes, 1996. Nanda, 2005-2006, Muttaqin, 2009



Kecemasan



Kurang pengetahuan



Koping individu tidak efektif



Pengembangan paru tidak optimal Pola nafas tidak efektif



F. Manifestasi klinis Rilantono (1996) mengatakan gejala Sindrom Koroner Akut berupa keluhan nyeri ditengah dada, seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar ke leher,lengan kiri dan kanan, serta ulu hati, rasa terbakar dengan sesak napas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri ini bisa merambat ke kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta punggung. Lebih spesifik, ada juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti masuk angin atau maag. Tapan (2002) menambahkan gejala kliniknya meliputi: 1.



Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati .



2.



Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina). Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung selama lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah, leher, bahu dan lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat. Nyeri ini dapat pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum pernah mengalami hal ini atau pada penderita yang pernah mengalami angina, namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebih berat atau lebih sering.



3.



Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya mengeluh seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di ulu hati. Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau keringat dingin. 9



G. Pemeriksaan Diagnostik 1. EKG 2. Pemeriksaan Laboratorium 3. Pemeriksaan Darah 4. Pemeriksaan Enzim Serum Wasid (2007) mengatakan cara mendiagnosis IMA, ada 3 komponen yang harus ditemukan, yakni: 1. Sakit dada 2.



Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q patologik



3.



Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal), terutama CKMB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1-0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl.



H. Penatalaksanaan Rilantono (1996) mengatakan tahap awal dan cepat pengobatan pasien SKA adalah: 1. Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2–3 liter/ menit secara kanul hidung. 2. Nitrogliserin (NTG): digunakan pada pasien yang tidak hipotensi. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit ) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri coroner besar dan 10



memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan). 3. Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan; mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance; menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan after load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi pernapasan 4. Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien Sindrom coroner akut jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial. 5. Penelitian ISIS-2 (International Study of Infarct Survival) menyatakan bahwa Aspirin menurunkan mortalitas sebanyak 19%, sedangkan "The Antiplatelet Trialists Colaboration" melaporkan adanya penurunan kejadian vaskular IMA risiko tinggi dari 14% menjadi 10% dan nonfatal IMA sebesar 30%. Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada tablet, terutama pada stadium awal 3,4. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah 4. Aspirin boleh diberikan bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned heparin). Ternyata efektif dalam menurunkan kematian, infark miokard, dan berulangnya angina pectoris. 6. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor platelet., sehingga menurunkan kejadian iskemi. Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal infark miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi trombosis dan iskemia berulang pada 11



pasien yang telah mengalami implantasi stent koroner. Pada pemasangan stent coroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk. memperoleh hasil yang baik dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%, dan menurunnya komplikasi perdarahan dari 10–16% menjadi 0,2–5,5%21. Namun, perlu diamati efek samping netropenia dan trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu II – III. Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien SKA yang diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah 17,22. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi dicapai dalam 3–7 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis (Product Monograph New Plavix). Rilantono (1996) menambahkan penanganan Sindrom Koroner akut (SKA) meliputi: 1. Heparin: Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih aman (tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih mudah



pemantauannya



(tanpa



aPTT).



Heparin



mempunyai



efek



menghambat tidak langsung pada pembentukan trombin, namun dapat merangsang aktivasi platelet. Dosis UFH yang dianjurkan terakhir (1999) ialah 60 ug/kg bolus, dilanjutkan dengan infus 12 ug/kg/jam maksimum 12



bolus , yaitu 4.000 ug/kg, dan infus 1.000 ug/jam untuk pasien dengan berat badan < 70 kg. 2. Low Molecular Heparin Weight Heparin( LMWH): Diberikan pada APTS atau NSTEMI dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai kelebihan dibanding dengan UFH, yaitu mempunyai waktu paruh lebih lama; high bioavailability; dose – independent clearance; mempunyai tahanan yang tinggi untuk menghambat aktivasi platelet; tidak mengaktivasi platelet; menurunkan faktor von Willebrand; kejadian trombositopenia sangat rendah; tidak perlu pemantauan aPTT ; rasio antifaktor Xa / IIa lebih tinggi; lebih banyak menghambat alur faktor jaringan; dan lebih besar efek hambatan dalam pembentukan trombi dan aktivitasnya. Termasuk dalam preparat ini ialah Dalteparin, Enoxaparin, dan Fraxi-parin. Dosis Fraxiparin untuk APTS dan NQMCI: 86 iu antiXa/kg intravena bersama Aspirin (maksimum 325 mg) kemudian 85 iu antiXa/kg subkutan selama 6 hari: 2 x tiap 12 jam (Technical Brochure of Fraxiparin . Sanofi – Synthelabo). 3. Warfarin: Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pemikiran bahwa pengobatan jangka panjang dapat memperoleh efek antikoagulan secara dini. Tak ada perbedaan antara pemberian Warfarin plus Aspirin dengan Aspirin saja (CHAMP Study, CARS Trial) sehingga tak dianjurkan pemberian kombinasi Warfarin dengan Asparin. 4. Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I): obat ini perlu diberikan pada NSTEMI SKA dengan risiko tinggi, terutama hubungannya dengan intervensi koroner perkutan (IKP). Pada STEMI, bila diberikan bersama trombolitik akan meningkatkan efek reperfusi. Efek GPIIb/IIIa-I ialah menghambat agregasi platelet tersebut dan cukup kuat terhadap semua tipe stimulan seperti trombin, ADP, kolagen, dan serotonin. Ada 3 perparat, yaitu Abciximab, Tirofiban, dan Eptifibatide yang diberikan secara intravena. Ada juga secara peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban, dan Ximilofiban. GPIIb/IIIa-I secara intravena jelas menurunkan kejadian coroner dengan segera, namun pemberian peroral jangka lama tidak menguntungkan, bahkan dapat meningkatkan mortalitas. Secara invitro, 13



obat ini lebih kuat daripada Aspirin dan dapat digunakan untuk mengurangi akibat disrupsi plak. Banyak penelitian besar telah dilakukan, baik GPIIb/IIIa-I sendiri maupun kombinasi dengan Aspirin, Heparin, maupun pada saat tindakan angioplasti dengan hasil cukup baik. Namun, tetap perlu diamati komplikasi



perdarahannya



(trombositopenia)



meskipun



dengan



menghitung



ditemukan



tidak



jumlah



platelet



serius.



Disebut



trombositopenia berat bila jumlah platelet < 50.000 ml 4,17,26. Dasgupta dkk. (2000) meneliti efek trombositopenia yang terjadi pada Abciximab tetapi tidak terjadi pada Eptifibatide atau Tirofiban dengan sebab yang belum jelas. Diduga karena Abciximab menyebabkan respons antibodi yang merangsang kombinasi platelet meningkat dan menyokong terjadinya trombositopenia.



Penelitian



TARGET



menunjukkan



superioritas



Abciximab dibanding Agrastat dan tidak ada perbedaan antara intergillin dengan derivat yang lain. Penelitian ESPRIT memprogram untuk persiapan IKP, ternyata hanya nenguntungkan pada grup APTS. 5. Direct Trombin Inhibitors: Hirudin, yaitu suatu antikoagulan yang berisi 65 asam amino polipeptida yang mengikat langsung trombin. GUSTO IIb telah mencoba terapi terhadap 12.142 pasien APTS/NSTEMI dan STEMI, namun tidak menunjukan perbedaan yang bermakna terhadap mortalitas 17,28. 6. Trombolitik: dengan trombolitik pada STEMI dan left bundle branch block (LBBB) baru, dapat menurunkan mortalitas dalam waktu pendek sebesar 18% 29, namun tidak menguntungkan bagi kasus APTS dan NSTEMI. Walaupun tissue plasminogen activator (t-PA) kombinasi dengan Aspirin dan dosis penuh UFH adalah superior dari Streptokinase, hanya 54% pasien mencapai aliran normal pada daerah infark selama 90 menit 30,31,32,33. Trombolitik terbaru yang diharapkan dapat memperbaiki patensi arteri coroner dan mortalitas ialah Reteplase (r-PA) dan Tenecteplase (TNK-t-PA), karena mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada t-PA. Namun, ada 2 penelitian besar membandingkan t-PA 14



dengan r-PA plus TNK-t-PA, namun ternyata tidak ada perbedaan dan risiko perdarahannya sama saja. 7. Kateterisasi Jantung: selain pengunaan obat-obatan, teknik kateterisasi jantung saat ini juga semakin maju. Tindakan memperdarahi (melalui pembuluh darah) daerah yang kekurangan atau bahkan tidak memperoleh darah bisa dilaksanakan dengan membuka sumbatan pembuluh darah coroner dengan balon dan lalu dipasang alat yang disebut stent.Dengan demikian aliran darah akan dengan segera dapat kembali mengalir menjadi normal.



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas klien (umumnya jenis kelamin laki-laki dan usia > 50 tahun) 2. Keluhan (nyeri dada, Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung ± 10 menit) 3. Riwayat penyakit sekarang (Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung ± 10 menit) 4. Riwayat penyakit sebelumnya (DM, hipertensi, kebiasaan merokok, pekerjaan, stress), dan Riwayat penyakit keluarga (jantung, DM, hipertensi, ginjal). Pemeriksaan Penunjang: 1. Perubahan EKG (berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q patologik) 2. Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal, terutama CKMB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk 15



nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl). Pemeriksaan Fisik 1.



B1: dispneu (+), diberikan O2 tambahan



2.



B2: suara jantung murmur (+), chest pain (+), crt 2 dtk, akral dingin



3.



B3: pupil isokor, reflek cahaya (+), reflek fisiologis (+)



4.



B4: oliguri



5.



B5: penurunan nafsu makan, mual (-), muntah (-)



6.



B6: tidak ada masalah



16



B. Analisa Data No 1.



Data Mayor DS:  Mengeluh nyeri DO:  Tampak meringis  Bersikap protektif  Gelisah  Frekuensi nadi meningkat  Sulit tidur



2.



DS:  Dyspnea DO:  Penggunaan



3.



Data Minor DS: DO:  TD meningkat  Pola nafas berubah  Nafsu makan berubah  Proses berpikir terganggu  Menarik diri  Berfokus pada diri sendiri



DS:  DO: otot bantu   pernapasan   Fase ekspirasi memanjang   Pola nafas abnormal  



Etiologi Agen Cedera Fisiologis



Masalah Nyeri Akut



Hambatan Upaya Nafas



Pola



Ortopnea



nafas



tidak



efektif



Pernapasan pursed lip Pernapasan Cuping hidung Ventilasi semenit menurun Kapasitas vital menurun Tekanan ekspirasi menurun Tekanan inspirasi menurun



DS: DS:  Proximal Noctural Dyspnea DO: (PND)  Ortopnea



Perubahan jantung



17



Kontraktilitas Penurunan jantung



curah



 Batuk  Cardiac indeks (CI) menurun DO:  Terdengar suara jantung S3  Left Vesticular Stroke work indeks (LVSWI) menurun dan/ S4  Ejection Fraction(EF)  Stroke Volume Indeks (SVI) menurun



4.



DS:    DO: 



menurun



Ortopnea Dyspnea Proximal Noctural Dyspnea Edema



Anasarka/



DS:Gangguan DO: Regulasi  Distensi vena jugularis  Terdengar suara nafas



Edema



   



Perifer  Berat badan meningkat dalam waktu singkat  JVP dan CVP meningkat  Refleks Hepatojugular (+) 5.



-



Mekanisme Hipervolemia



tambahan Hepatomegali Kadar Hb Atau Ht menurun Oliguria Intke lebih banyak dari



output  Kongesti Paru -



18



Penurunan Aliran



Resiko Perfusi Perifer



arteri/vena



tidak Efetif



C. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas jantung 2. Pola Nafas Tidak Efektif b.d hambatan upaya nafas 3. Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi 4. Nyeri akut b.d agen cedera Fisiologis (penurunan suplay oksigen ke miokard) 5. Intoleran Aktivitas b.d Kelemahan fisik 6. Risiko Perfusi Jaringan Perifer tidak efektif b.d penurunan aliran arteri/vena



19



D. Perencanaan Diagnosa



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



20



Rasional



Penurunan curah



Setelah diberikan tindakan



jantung b.d perubahan



keperawatan 3 x 24 jam



kontraktilitas jantung



diharapkan: NOC : Keefektifan Pompa Jantung



NIC : Perawatan Jantung (Akut)



1. Nyeri sekitar dada mengindikasikan adanya 1.



Evaluasi nyeri dada (intensitas, lokasi, radiasi, durasi, faktor pemicu



dan mengurangi) 2. Instruksikan pasien pentingnya melaporkan segera jika merasakan



 



Dipertahankan ke level .... Ditingkatkan ke level ....  1= Deviasi berat dari kisaran normal  2= Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal  3= Deviasi Sedang dari



mestinya, apakah terdapat perubahan segmen ST 4. Lakukan penilaian secara komprehensif terhadap status jantung



kisaran normal  4= Deviasi Ringan dari



termasuk didalamnya sirkulasi perifer 5. Monitor irama jantung dan



kisaran normal  5= Tidak ada deviasi



kecepatan denyut jantung 6. Auskultasi suara jantung



dari kisaran normal



7.



Dengan kriteria hasil : 



ketidaknyamanan dibagian dada 3. Monitor EKG sebagaimana



Tekanan darah sistol (....)



Monitor efektivitas terapi



oksigen, sebagaimana mestinya 8. Pilih lead EKG yang terbaik dalam rangka untuk memonitor secara terusmenerus sebagaimana mestinya



21



masalah pada daerah jantung 2. Mencegah terjadinya keterlambatan pemberian tindakan pada pasien 3. Untuk melihat adanya kelainan pada jantung dengan pemeriksaan EKG 4. Untuk memastikan keadaan pasien secara lengkap 5. Untuk mengetahui keadaan fungsi jantung 6. Suara jantung normal S1 dan S2 terdengar tidak ada suara tambahan dan tidak ada jeda. 7. Pemberian oksigen akan membantu dalam memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh) 8. Lead EKG yang terbaik untuk memaksimalkan hasil 9. Rekan EKG harus lengkap untuk mendapat hasil optimal 10. Untuk mendiagnosa pasien







Tekanan darah diastol (....)







Denyut jantung apikal (....)



9. 10. 11.



Rekam EKG 12 lead Tuliskan nilai SK, LDH, dan AST serum sebagaimana mestinya Monitor nilai laboratorium



11. Mencegah terjadinya disritmia 12. Takirkardi mungkin merupakan cerminanlangsung stimulasi otot jantung olehhormone tiroid distritmia sering







Denyut nadi perifer (....)







Distensi vena leher (.....)







Suara jantung abnormal



perhatikanadanya bunyi jantung



mumur yang menonjol yang berhubungan



(....)



tambahan, adanya irama gallop



dengan curah jantungmeningakat pada



dan mumur sistolik.



keadaan metabolic.Adanya S3 sebagai







Angina (....)







Edema Paru (....)



elektrolit yang dapat meningkatkan disritmia



12.



Auskultasi suara jantung,



kaliterjadi dan dapat membahnyakan fungsijantung atau curah jantug. S1 dan



tanda kemungkinan gagal jantung 13. Hidrasi yang cepat dapat terjadi yangakan menurunkan volume sirkulasi dan







Edema Perifer (....)







Mual (....)







Dyspnea pada saat istirahat (....)



13.



Observasi tanda dan gejala



menurunkan curah jantung. haus yang hebat, mukosa membran 14. Memberikan hasil pengkajian yang lebih



kering yang lemah. 14. Observasi nadi atau denyut jantungpada pada pasien saat tidur. 15. Berikan cairan IV sesuai indikasi.



22



akurat untuk menentukan takikardi. 15. Pemberian cairan melalui IV dengancepat untuk memperbaiki volum sirkulasi 16. Mempertahankan curah jantung yang adekuat. 17. Posisi kepala lebih tinggi dari ekstremitas (30 o) memperlancar aliran darah balik ke



16. 17.



Berikan obat sesuai indikasi. Berikan posisi kepala (> tinggi dari ekstrimitas)



jantung, sehingga menghindari bendungan vena jugular, dan beban jantung tidak bertambah berat) 18. Beristirahat akan mengurangi O2 demand sehingga jantung tidak berkontraksi



18.



Motivasi klien untuk istirahat (bed rest)



19.



20.



Kolaborasi medikasi:



melebihi kemampuannya) 19. Vasodilator dan diuretic bertujuan untuk mengurangi beban jantung dengan cara menurunkan preload dan afterload 20. Mengevaluasi terapi yang sudah diberikan



Pemberian vasodilator captopril,



dan sebagai perbaikan intervensi



ISDN, Pemberian duretik



selanjutnya



furosemide Evaluasi perubahan: TD, nadi, dan klinis



23



Diagnosa



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



24



Rasional



Pola Nafas Tidak



Setelah



dilakukanasuhan



Efektif b.d



keperawatan



Hiperventilasi



jamdiharapkan:



1. Monitor irama, kecepatan, kedalaman, dan kesulitan bernafas.



NOC : Status Pernafasan



2. Catat pergerakan dada



....



x



24







Dipertahankan







level ... Ditingkatkan ke level ... 1 = Deviasi berat dari



pada



kisaran normal 2 = Deviasi yang cukup berat



dari



kisaran



normal 3 = Deviasi sedang dari kisaran normal 4 = Deviasi ringan



dari



kisaran normal 5 = Tidak ada deviasi dari kisaran normal. Dengan kriteria hasil :



Monitor Pernafasan



3. Monitor pola nafas (misalnya, bradipneu,takipneu, hiperventilasi,kusmaul, pernafasan 1;1, apneustik, respirasi biot, dan pola ataxic) 4. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 5. Perkusi torak anterior dan posterior, dari apeks ke basis paru kanan dan kiri 6. Catat lokasi trakea 7. Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara nafas tambahan 8. Monitor nilai fungsi paru, terutama kapsitas vital paru, volume inspirasi normal, volume ekspirasi 25



1. Mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam menetukan intervensi yang akan diberikan. 2. Menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi dan menetukan intervensi yang akan diberikan 3. mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan keefektifan pola napas klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh. 4. Melihat apakah ada obstruksi di salah satu bronkus atau adanya gangguan pada ventilasi 5. Melihat apakah ada obstruksi di salah satu bronkus atau adanya gangguan pada ventilasi 6. Melihat ada atau tidaknya deviasi trakea 7. Suara napas tambahan dapat menjadi indikator gangguan kepatenan jalan napas yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecukupan pertukaran udara. Adanya bunyi ronchi menandakan terdapat penumpukan sekret atau sekret berlebih di jalan nafas. 8. Kapasitas vital paru yaitu volume udara



1. Frekuensi pernafasan normal x/menit) 2. Irama



(16-24 pernafasan



tidak ada deviasi dari kisaran



normal



(teratur) 3. Kedalaman inspirasi normal 4. tidak ada penggunaan otot bantu nafas 5. tidak ada retraksi dinding dada 6. tidak ada pernafasan cuping hidung 7. Sianosis tidak ada



Diagnosa



maksimal selama 1 detik sesuai dengan data yang tersedia 9. Monitor peningkatan kelelahan, kecemasan dan kekurangan udara pada pasien 10. Monitor keluhan sesak nafas pasien, termasuk kegiatan yang meningkatkan atau memperburuk sesak nafas tersebut. 11. Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (nebulizer) Terapi Oksigen 12. Bersihkan mulut, hidung dan sekresi trakea dengan tepat 13. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem humudifier sesuai dengan kebutuhan pasien. 14. Monitor aliran oksigen



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



26



yang dapat dikeluarkan semaksimal mungkin setelah melakukan inspirasi semaksimal mungkin juga, yang besarnya lebih kurang 3.500 mL. 9. Kelelahan dan kecemasan dapat mempeangaruhi jalan nafas 10. Mencegah pasien kekurangan oksigen. 11. Nebulasi dapat melebarkan jalan nafas. 12. Menjaga kepatenan jalan nafas 13. Meningkatkan ventilasi dan asupan oksigen 14. Mencegah keracunan oksigen.



Rasional



Kelebihan Volume



Setelah diberikan tindakan



Cairan b.d gangguan



keperawatan .... x ..... jam



mekanisme regulasi



diharapkan: NOC : Keseimbangan Cairan  



Dipertahankan ke level .... Ditingkatkan ke level ....  1= Sangat



NIC : Menejemen Hipervolemia



1.Timbang berat badan dengan waktu yang sama (misalnya setelah buang air



adanya gejala edema pulmonar



3.Monitor suara paru abnormal



terganggu/Cukup Berat  3= Cukup



4.Monitor suara jantung abnormal 5.Monitor edema perifer



terganggu/Ringan  5= Tidak ada







Keseimbangan Intake dan Ouput dalam 24 jam (....)



2. Kondisi yang menempatkan klien pada risiko perubahan ventilasi dideteksi dengan perubahan frekuensi,



6.Monitor data laboratorium yang menandakan adanya hemokonsentrasi 7.Monitor data laboratorium yang menandakan adanya potensi terjadinya



Dengan kriteria hasil :



cairan dan elektrolit.



kecil) 2.Monitor pola nafas untuk mengetahui



terganggu/Berat  2= Banyak



terganggu/Sedang  4= Sedikit



1. Indikasi adanya kelainan metabolisme



peningkatan onkolitik plasma 8.Monitor data laboratorium tentang penyebab yang mendasari hipervolemia 9.Monitor intake dan output 10. Berikan obat yang diresepkan 27



kedalaman, dan irama pernafasan 3. Untuk mengetahui adanya obstruksi jalan nafas atau adanya kelainan pada paru 4. Suara jantung abnormal seperti terdapat bunyi mur mur 5. Edema perifer menunjukkan adanya kelebihan volume cairan dalam tubuh 6. Data lab yang di monitor misalnya







Serum elektrolit (....)







Suara nafas adventif (....)



11.







Asites (....)



12.







Edema Paru (....)







Edema Perifer (....)



untuk mengurangi preload Tinggikan kepala tempat tidur



untuk memperbaiki ventilasi Berikan infus IV secara perlahan



natrium, BUN, hematokrit 7. Peningkatan protein dan albumin menandakan adanya peningkatan onkolitik plasma 8. Data lab misalnya : Kreatinin dan GFR untuk gagal jantung 9. Untuk mencegah terjadinya kelebihan volume cairan 10. Obat yang dapat mengurangi preload yaitu furosemid, morphine, spironolekton, dan nitrogliserin 11. Ventilasi yang baik dapat mengurangi terjadinya hipervolemia 12. Untuk mencegah peningkatan preload yang cepat.



28



Diagnosa



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



29



Rasional



Nyeri akut b.d agen



Setelah diberikan tindakan



cedera biologis



keperawatan .... x ..... jam



(penurunan suplay



diharapkan:



oksigen ke miokard)



NOC : Tingkat Nyeri  



Dipertahankan ke level .... Ditingkatkan ke level ....  1= Berat  2= Cukup Berat  3= Sedang  4= Ringan  5= Tidak ada



Dengan kriteria hasil : 







NIC : Menejemen nyeri



1.Catat lokasi, lamanya intensitas skala (0-10) penyebaran, perhatikan tanda



juga tanda-tanda perkembangan komplikasi.



non verbal. Contoh : peninggian



Membantu mengevaluasi tempat infeksi . Nyeri



tekanan darah dan nadi, gelisah,



tiba-tiba dan hebat dapat mencetuskan



merintih, menggelepar.



ketakutan , gelisah , ansietas berat dan



2.Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan



3.Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke staf



Nyeri yang dilaporkan



terhadap perubahan kejadian/



tidak ada (....)



karakteristik nyeri.



ada (.....)



meningkatkan relaksasi atau kenyamanan



3. Memberikan kesempatan untuk pemberian analgesi sesuai waktu.



(membantu



dalam meningkatkan kemampuan koping pasien dan dapat menurunkan ansietas), mewaspadakan staff akan kemungkinan terjadinya komplikasi.



Panjangnya Episode nyeri



Ekspresi nyeri wajah tidak



menimbulkan eksperesi wajah nyeri . 2. menurunkan rasa takut yang dapat



penerimaan pasien terhadap nyeri



tidak ada (....) 



1. Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan



4. Posisi semi fowler membuat pasien rileks 4.Memberikan posisi nyaman (semifowler)



30



karena jalan nafas lebih terbuka.



5. Mengarahkan kembali perhatian dan membantu







Mengerenyit tidak ada (....)







Ketegangan otot tidak ada



berfokus, bimbingan imajinasi, dan



(.....)



aktivitas terapeutik.







Frekuensi nafas tidak ada deviasi dari kisaran normal (.....)







dalam relaksasi otot.



5.Bantu atau dorong penggunaan nafas



6.Berikan kompres hangat pada sisi injeksi pentamidin/TV selama 20 menit setelah pemberian 7.Kendalikan faktor ligkungan yang



Denyut nadi radial tidak



dapat mencetuskan atau meningkatkan



ada deviasi dari kisaran



nyeri (misalnya, suhu ruangan,



normal.



6. Injeksi ini diketahui sebagai penyebab rasa sakit dan abses steril



7. Menurunkan faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri. Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi keadaan pasien baik dari fisik maupun psikis.



8. Faktor pencetus nyeri dapat bisa dari luar ataupun dari dalam.



pencahayaan, suara bising) 8.Kurangi atau eliminasi faktor-faktor yang dapat mencetuskan dan meningkatkan nyeri (misalnya, ketakutan, kelelahan, keadaan monoton dan kurang pengetahuan)



9.Berikan tindakan nyaman contoh lingkungan istirahat. Dukung istirahat/tidur yang



10.



adekuat untuk membantu penurunan nyeri.



31



9. Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan ootot, dan meningkatkan koping. 10. Membantu meningkatkan keadekuatan energi.



11. Menghilanghkan tegangan otot dan dapat menurunkan reflex spasme.



11.



Berikan analgesic/antipiretik,



analgesic narkotik.Gunankan ADP (analgesic yang dikontrol pasien) untuk memberikan analgesia 24 jam dengan dosis prn.



Diagnosa



Tujuan dan Kriteria Hasil



Intervensi



32



Rasional



Intoleran Aktivitas b.d Kelemahan fisik



Setelah



dilakukan



asuhan Manajemen Energi 1. Kaji tanda-tanda vital pasien keperawatan .... x 24 jam 2. Kaji status fisiologis pasien diharapkan: yang menyebabkan kelelahan sesuai dengan konteks usia dan perkembangan NOC : Toleransi Terhadap 3. Anjurkan pasien Aktivitas mengungkapakan secara verbal  Dipertahankan pada mengenai perasaan yang dialami level ...  Ditingkatkan ke level 5 4. Perbaiki defisit status fisiologis 1 = Sangat terganggu 2 = Banyak terganggu 5. Monitor kardiorespirasi pasien 3 = Cukup terganggu selama kegiatan (misal, 4 = Sedikit terganggu takikardia, dispnea, frekuensi 5 = Tidak terganggu pernafasan) Dengan kriteria hasil : 6. Bantu pasien identifikasi aktivitas-aktifitas yang akan 1. Saturasi oksigen saat dilakukan beraktivitas tidak 7. Batasi stimuli lingkungan yang mengganggu ( misalnya, terganggu jumlah pengunjung, cahaya 2. Frekuensi nadi ketika atau bising) untuk menfasilitasi beraktivitas tidak relaksasi 8. Memonitor intake/asupan terganggu nutrisi untuk mengetahui 3. Frekuensi bernafas ketika 33



1. Untuk mengetahui keadaan umum pasien 2. Mengetahui setiap perkembangan yang muncul segera setelah terapi aktivitas dan dapat memberikan intervensi yang tepat bagi pasien 3. Keluhan dari pasien merupakan data yang penting bagi perawat untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan. 4. Memperbaiki sumber kelelahan dapat mengurangi kelelahan yang dirakakan pasien. 5. Takikardia, dispnea menunjukkan adanya gangguan pada sistem kardiorespirasi sehingga harus segera ditindaklanjuti dan pasien dianjurkan untuk istirahat. 6. Memudahkan klien untuk mengenali kelelahan dan waktu untuk istirahat. 7. Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk klien beristirahat. 8. Nutrisi yang adekuat membantu dalam memberikan suplai energi tambahan pada psien dalam beraktivitas



beraktivitas



tidak



terganggu 4. Warna kulit



tidak



terganggu 5. Mudah dalam melakukan



sumber energi yang adekuat 9. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat 10. Berikan kegiatan pengalihan yang memenangkan untuk meningkatkan relaksasi.



aktivitas 6. Kekuatan otot bagian atas baik 7. Kekuatan



otot



bagian



bawah baik



34



9. Untuk memulihakan kondisi pasien dan tirah baring yang tinggi berpengaruh terhadap energi yang dimiliki pasien untuk istirahat. 10. Penguatan positif yang adekuat berpengaruh terhadap pemberian relaksasi/terapi yang tepat pada pasien



E.



Implementasi Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan



yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik



dilaksanakan



untuk



memodifikasi



faktor-faktor



yang



mempengaruhi masalah kesehatan klien. Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah sebagai berikut : 







Tahap 1 : persiapan Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk mengevaluasi yang diindentifikasi pada tahap perencanaan. Tahap 2 : intervensi Focus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan meliputi







tindakan : independen,dependen,dan interdependen. Tahap 3 : dokumentasi Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.



F. Evaluasi Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu : 1) Tujuan tercapai,apabila pasien telah menunjukan perbaikan/ kemajuan sesuai dengan criteria yang telah di tetapkan. 2) Tujuan tercapai sebagian,apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal, sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya. 3) Tujuan tidak tercapai,apabila pasien tidak menunjukan perubahan/kemajuan



sama



sekali



bahkan



timbul



masalah



baru.dalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan. Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi



35



kepada pasien,seluruh tindakannya harus di dokumentasikan dengan benar dalam dokumentasi keperawatan.



36



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan kejadian kegawatan pada pembuluh drah koroner (Andra, 2006). Sindrom ini juga merupakanfase akut dari angina pektoris tidak stabil (APTS) yang disertai infark miokardium akut (IMA) glombang Q dengan peningkatan non ST atau tanpa gelombang Q dengan peningkatan ST yang terjadi karena adanya trombosis akibat ruptur plak aterosklerosis yang tidak stabil (Wasid, 2007,Ns. Reni Yuli Aspiani, S.Kep). Rilantono (1996) mengatakan sumber masalah sesungguhnya hanya terletak pada penyempitan pembuluh darah (vasokontriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat hal, meliputi : 1. Adanya timbunan lemak (atreosklerosis) dalam pembuluh darah akibatkonsumsi kolestrol tinggi. 2. (trombosis) oleh sel beku darah(trombus). 3. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus menerus. 4. Infeksi pada pembuluh darah. Tahap nanada NIC-NOC(2002) menambahkan gejala klinis SKA meliputi: Sifat nyeri : Rasa sakit seperti di tekan, rasa terjepit, keram, rasa tertindih beban berat seperti di tusuk atau rasa terbakar di dada (angina). – Lokasi substernal,rerosternal, dan prekodial – Nyeri hebat pada dada kiri menyebar kebahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri – Nyeri membaik dengan istirahat atau dengan obat nitrat – Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan



37



– Gejala yang menyertai : keringat dingin, mual, muntah, sulit bernafas, cemas dan lemas – Dispnea B. Saran Setelah pembuatan makalah ini diharapkan agar pembaca khususnya mahasiswa dapat memahami dan mengaplikasikan apa yang telah dibahas. Untuk meningkatkan pengetahuan, mahasiswa dapat membaca atau mencari pengetahuan lebih banyak lagi dari sumber lain terkait dengan materi ini. Apabila dalam makalah ini pembaca menemukan kesalahan atau kekurangan diharapkan untuk memberikan saran atau masukan guna untuk perbaikan makalah yang selanjutnya.



38



DAFTAR PUSTAKA Carwin J. Elisabet.2004. Patofisiologi untuk Perawat. Jakarta:EGC. Doengoes, Marilyn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, 3th ed. Jakarta:EGC. Andra.(2006). Sindrom Koroner Akut.Pendekatan Invasif Dini atau Konservatif. Jakarta:EGC Carpenito. (1998). Diagnosa Keperawata: Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi VI. Jakarta: EGC Rilantono, dkk.(1996). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Heni Rokaeni, SMIP, CCRN. Et. Al. 2001. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Harapan Kita



39