Makalah Lahan Rawa Banjarbaru [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH EKOLOGI LAHAN RAWA IDENTIFIKASI RAWA DI BANJARBARU



Oleh: Alya Afifa



(1610815220001)



Efrianti Eisya Rakha



(1610815120007)



M. Dhiyaul Auliya



(1610815310011)



Nadya Soraya Adhani



(1610815220019)



Elna Rasani



(1610815220007)



UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN BANJARBARU 2018



KATA PENGANTAR



Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai “Identifikasi Rawa di Banjarbaru.” Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang “Identifikasi Rawa di Banjarbaru” ini dapat memberikan manfaat dan inpirasi bagi pembaca.



Banjarbaru, September 2018



Penyusun



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 1 1.3. Tujuan ................................................................................................... 1 BAB II ISI 2.1. Pengertian Lahan Rawa ........................................................................ 2 2.2 Klasifikasi Wilayah Rawa .................................................................... 4 2.3 Identifikasi dan Karakterisasi Lahan Rawa di Banjarbaru ................... 6 2.4 Sifat-sifat Fisik Tanah di Lahan Rawa Lebak ...................................... 7 BAB III PENUTUP 3.1. Simpulan ................................................................................................ 12 DAFTAR PUSTAKA



ii



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Indonesia memiliki



lahan rawa terluas



di



kawasan tropika



denganbahansedimen yang terdiri atas tanah mineral, tanah gambut, atau kombinasi keduanya. Lahan rawa yang cocok untuk budidaya tanaman umumnya adalah yang bebas dari pirit minimal di zona perakaran, dan gambut tipis yang tetap bersifat hidrofilik. Lahan rawa merupakan lahan alternatif untuk pengembangan pertanian. Lahan rawa terdiri atas lahan pasang surut dan lahan lebak. Sejarah pemanfaatan rawa dilatar belakangi oleh kondisi kekurangan pangan yang dialami Indonesia pada masa-masa awal kemerdekaan. Lahan rawa (lebak dan pasang surut) memiliki potensi besar untuk dijadikan pilihan strategis guna pengembangan areal produksi pertanian kedepan yang menghadapi tantangan makin kompleks, terutama untuk mengimbangi penciutan lahan subur maupun



peningkatan



permintaan produksi, termasuk ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis. Pemanfaatan lahan rawa masih sangat terbatas akibat keterbatasan teknologi dan varietas. Untuk memanfaatkan lahan rawa tersebut, diperlukan teknologi yang dapat menghadapi permasalahan serius.



1.2



Rumusan Masalah Hal-hal yang dibahas di dalam makalah ini yaitu :



1.3



1.



Pengertian lahan rawa



2.



Klasifikasi wilayah rawa



3.



Karakteristik lahan rawa



Tujuan Tujuan yang ingin dicapai yaitu : 1.



Untuk mengetahui pengetrian lahan rawa



2.



Untuk mengetahui wilayah lahan rawa



3.



Untuk mengetahui karakteristik lahan rawa



1



BAB II ISI



2.1



Pengertian Lahan Rawa Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terusmenerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika, kimiawi dan biologis. Lahan rawa merupakan lahan yang menempati posisi peralihan antara daratan dan perairan, selalu tergenang sepanjang tahun atau selama kurun waktu tertentu, genangannya relatif dangkal, dan terbentuk karena drainase yang terhambat. Indonesia memiliki lahan rawa terluas di kawasan tropika dengan bahan sedimen yang terdiri atas tanah mineral, tanah gambut, atau kombinasi keduanya. Luas total lahan rawa belum dapat diidentifikasi secara pasti, ada yang menyebut luas lahan gambut Indonesia 34 juta ha, dan ada yang mengatakan 27,7 juta ha. Diperkirakan rawa yang layak untuk budidaya pertanian sekitar 6-7 juta ha. Lahan rawa yang cocok untuk budidaya tanaman umumnya adalah yang bebas dari pirit minimal di zona perakaran, dan gambut tipis yang tetap bersifat hidrofilik. Rawa yang tidak cocok untuk dikembangkan umumnya berupa gambut tebal dan tanah sulfat masam/berpirit pada jeluk yang dangkal. Ekosistem lahan rawa bersifat rapuh yang rentan terhadap perubahan baik oleh karena alam (kekeringan, kebakaran, kebanjiran) maupun karena kesalahan pengelolaan (reklamasi, pembukaan, budidaya intensif). Jenis tanah di kawasan rawa tergolong tanah bermasalah yang mempunyai beragam kendala. Misalnya, tanah gambut mempunyai sifat kering tak balik dan mudah ambles. Tanah gambut mudah berubah menjadi bersifat hidrofob apa bila mengalami kekeringan. Gambut yang menjadi hidrofob tidak dapat lagi mengikat air dan hara secara optimal seperti kemampuan semula. Selain itu, khusus tanah suffidik dan tanah sulfat masam mudah berubah apabila teroksidasi. Lapisan tanah (pirit) yang teroksidasi mudah berubah menjadi sangat masam (pH 2-3) dan meningkatnya kelarutan.



2



Ekosistem lahan rawa memiliki sifat khusus yang berbeda dengan ekosistem lainnya. Lahan rawa dibedakan menjadi lahan rawa pasang surut dan lahan rawa non pasang surut (lebak). Lahan rawa pasang surut adalah lahan yang airnya dipengaruhi oleh pasang surut air laut atau sungai, sedangkan lahan lebak adalah lahan yang airnya dipengaruhi oleh hujan, baik yang turun di wilayah setempat atau di daerah lainnya di sekitar hulu. Pengembangan lahan rawa mempunyai banyak keterkaitan dengan lingkungan yang sangat rumit karena hakekat rawa selain mempunyai fungsi produksi juga fungsi lingkungan. Apabila fungsi lingkungan ini menurun maka fungsi produksi akan terganggu. Oleh karena itu perencanaan pengembangan rawa harus dirancang sedemikian rupa untuk memadukan antara fungsi lahan sebagai produksi dan penyangga lingkungan agar saling menguntungkan atau konpensatif. Rancangan semacam inilah yang memungkinkan untuk tercapainya pertanian berkelanjutan di lahan rawa. Fungsi air di lahan rawa antara lain: a) sebagai tandon air di musim hujan, terutama di rawa belakang (backswamp); b) sebagai pelepas air secara perlahan lahan bilamana sumber air hujan/debit air sungai menurun di musim kemarau (aliran dari rawa belakang ke sungai); c) untuk mempertahankan suasana reduksi bilamana aliran lateral dalam tanah (seepage) sangat lambat. Di daerah rawa yang belum direklamasi, fungsi ini berjalan sangat bagus. Kelebihan air akan mengalir ke luar rawa melalui aliran permukaan yang terakumulasi dalam saluran alami sempit yang melebar ke arah sungai. Pengelolaan air di lahan rawa dapat diartikan sebagai pemanfaatan air secara tepat untuk keperluan domestik, meningkatkan produksi tanaman, antara lain untuk kebutuhan evapotranspirasi, pembuangan kelebihan air, mencegah terbentuknya bahan toksik dan melindi elemen toksik yang terjadi, serta mencegah penurunan muka tanah. Pengelolaan air ini sebetulnya mencakup kuantitas dan kualitas yang diinginkan oleh tanaman yang dibudidayakan dan rumah tangga. 3



2.2



Klasifikasi Wilayah Rawa Lahan rawa yang berada di daratan dan menempati posisi peralihanantarasungai atau danau dan tanah darat (uplands), ditemukan di depresi, dan cekungan-cekungan di bagian terendah pelembahan sungai, di dataran banjir sungai-sungai besar, dan di wilayah pinggiran danau. Mereka tersebar di dataran rendah, dataran berketinggian sedang, dan dataran tinggi. Lahan rawa yang tersebar di dataran berketinggian sedang dan dataran tinggi, umumnya sempit atau tidak luas, dan terdapat setempat-setempat. Lahan rawa yang terdapat di dataran rendah, baik yang menempati dataran banjir sungai maupun yang menempati wilayah dataran pantai, khususnya di sekitar muara sungai-sungai besar dan pulau-pulau deltanya adalah yang dominan. Pada kedua wilayah terakhir ini, karena posisinya bersambungan dengan laut terbuka, pengaruh pasang surut dari laut sangat dominan. Di bagian muara sungai dekat laut, pengaruh pasang surut sangat dominan, dan ke arah hulu atau daratan, pengaruhnya semakin berkurang sejalan dengan semakin jauhnya jarak dari laut. Berdasarkan pengaruh air pasang surut, khususnya sewaktu pasang besar (spring tides) di musim hujan, bagian daerah aliran sungai di bagianbawah (downstream area) dapat dibagi menjadi 3 (tiga) zona. Klasifikasi zona-zona wilayah rawa ini telah diuraikan oleh Widjaja-Adhi et al. (1992), dan agak mendetail oleh Subagyo (1997). Ketiga zona wilayah rawa tersebut adalah: a) Zona I : Wilayah rawa pasang surut air asin/payau, b) Zona II : Wilayah rawa pasang surut air tawar, c) Zona Ill : Wilayah rawa lebak, atau rawa non-pasang surut. Berdasarkan kondisi air dan tumbuh-tumbuhan yang hidup, rawa dibedakan menjadi beberapa jenis, yakni: 1.



Rawa Swamp Swamp merupakan daerah lahan bahan basah yang selalu digenangi oleh air. Pada umumnya daerah ini ditumbuhi flora seperti lumut, rumput-rumputan, semak-semak, dan tumbuhan jenis pohon.



4



2.



Rawa Marsh Rawa jenis marsh merupakan daerah lahan basah (sama seperti swamp). Perbedaannya ada pada jenis flora yang hidup di daerah tersebut. Adapun jenis floranya seperti jenis lumut-lumutan, rumputrumputan, dan alang-alang.



3.



Rawa Bog Lahan basah yang permukaan tanahnya relatif kering, tetapi lahan bagian dalamnya penuh air (bersifat basah).



4.



Rawa Pasang Surut Rawa pasang surut merupakan rawa yang jumlah kandungan airnya selalu berubah-ubah (pasang-surut), hal ini dikarenakan oleh adanya pengaruh pasang surutnya air laut. Oleh karena airnya selalu berganti dalam beberapa waktu, hal ini mengakibatkan kondisi air di wilayah rawa menjadi tidak terlalu asam sehingga beberapa spesies hewan maupun tumbuhan mampu beradaptasi dengan lingkungan. Bakau, rumbia dan nipah merupakan tanaman yang sering ada di daerah ini. Rawa pasang surut memiliki keadaan yang berbeda dengan daerah rawa yang airnya selalu tergenang seperti rawa swamp dan marsh dimana pada dua jenis rawa ini airnya bisa sangat masam dan warnanya kemerah-merahan karena terjadi reaksi oksida besi (pH tanahnya berkisar antara 4-4,5) sehingga airnya sulit digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berdasarkan letaknya, rawa bisa dibedakan menjadi 3 macam, antara



lain : 1.



Rawa Dataran Rendah Rawa dataran rendah terjadi di daerah depresi yang membentuk permukaan datar dan cekung. Air rawa ini berasal dari air hujan, air tanah, dan air sungai, serta kaya akan mineral. Rawa ini ditumbuhi oleh tumbuhan autotrophic. Gambut yang terbentuk di daerah ini berasal dari sisa-sisa tumbuhan autotrof.



5



2.



Rawa Dataran Tinggi Rawa jenis ini terletak di daerah tinggi (daripada daerah disekitarnya) dan memiliki permukaan cekung. Sumber air rawa jenis ini berasal dari air hujan dan airnya tidak begitu asam.



3.



Rawa Peralihan Rawa jenis ini sebagian tanahnya bisa digunakan sebagai lahan pertanian.



Daerah rawa memiliki beberapa manfaat diantaranya : 1.



Daerah rawa bermanfaat untuk dijadikan daerah komersil seperti tempat pariwisata.



2.



Daerah rawa dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian (terutama rawa pasang surut) dan perikanan.



3.



Daerah rawa dapat dimanfaatkan sebagai tempat pengendalian banjir. Misalnya bila daerah perkotaan mengalami banjir, maka air dapat dialirkan menuju rawa.



2.3



Identifikasi dan Karakterisasi Lahan Rawa di Banjarbaru Berdasarkan ketinggian tempat rawa lebak dapat dibagi menjadi dua tipologi, yaitu: 1.



Rawa lebak dataran tinggi dan



2.



Rawa lebak dataran rendah (lowland) Banjarbaru Berdasarkan ketinggian dan lamanya genangan, lahan rawa lebak



dapat dibagi dalam tiga tipologi, yaitu: 1.



Lebak dangkal,



2.



Lebak tengahan, dan



3.



Lebak dalam. Batasan dan klasifikasi lahan rawa lebak menurut tinggi dan lamanya



genangan adalah sebagai berikut (Anwarhan, 1989; Widjaja Adhi, 1989): 



Lebak dangkal: wilayah yang mempunyai tinggi genangan 25-50 cm dengan lama genangan minimal 3 bulan dalam setahun. Wilayahnya



6



mempunyai hidrotopografi nisbi lebih tinggi dan merupakan wilayah paling dekat dengan tanggul Banjarbaru. 



Lebak tengahan: wilayah yang mempunyai tinggi genangan 50-100 cm dengan lama genangan minimal 3-6 bulan dalam setahun. Wilayahnya mempunyai hidrotopografi lebih rendah daripada lebak dangkal dan merupakan wilayah antara lebak dangkal dengan lebak dalam Banjarbaru.







Lebak dalam: wilayah yang mempunyai tinggi genangan > 100 cm dengan lama genangan minimal > 6 bulan dalam setahun. Wilayahnya mempunyai hidrotopografi paling rendah. Lahan rawa lebak dangkal dapat ditanami dua kali setahun dengan



pola tanam padi surung (umur 180 hari) tanam pertama dan padi rintak (padi unggul: berumur 11-115 hari) untuk tanam kedua. Tanam pertama dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember dan panen pada bulan April, sedangkan tanam kedua antara bulan Mei-Juni dan panen pada kemarau Agustus-Oktober (Noor, 1996; Ar-Riza, 2005).



2.4



Sifat-sifat Fisik Tanah di Lahan Rawa Lebak Tanah-tanah di lahan rawa lebak, baik di wilayah tanggul sungai maupun di rawa belakang, secara morfologis mempunyai kenampakan mirip dengan tanah marin di lahan rawa pasang surut air tawar. Hanya bedanya, karena tanah-tanah di rawa lebak bukan merupakan endapan marin, maka tanah rawa lebak tidak mengandung pirit. Namun, di wilayah peralihan dengan rawa pasang surut air tawar, lapisan pirit masih mungkin diketemukan, tetapi biasanya pada kedalaman 50-70 cm atau lebih dari 120 cm (Subagyo, 2006). Secara skematis, pembagian tanah pada lahan rawa lebak berdasarkan ketebalan gambut, dan kedalaman lapisan bahan sulfidik. Ada dua kelompok tanah pada lahan lebak, yaitu Tanah Gambut dengan ketebalan lapisan gambut >50 cm, dan Tanah Mineral, dengan ketebalan lapisan gambut di permukaan 0-50 cm. Tanah mineral yang mempunyai lapisan gambut di permukaan antara 20-50 cm disebut Tanah Mineral Bergambut. 7



Sedangkan Tanah Mineral murni, sesuai kesepakatan, hanya memiliki lapisan gambut di permukaan tanah setebal 100 cm) sehingga disebut juga sawah barat. Apabila dimanfaatkan untuk tanam padi surung maka persiapan dimulai selagi masih kering(macakmacak), yaitu sekitar bulan September-Oktober dan panen pada bulan Januari-Februari pada saat air tergenang cukup tinggi (1,0-1,5 m). Jenis padi rintak pada dasarnya adalah padi sawah umumnya yang dipersiapkan pada bulan April, tergantung keadaan genangan. Sawah barat ini umumnya ditanami sawah padi surung (deep water rice) yang waktu tanamnya sampai akhir musim kemarau dan panen saat air tinggi (100-150 cm) pada musim hujan. Padi surung atau padi air dalam ini mempunyai sifat khusus, yaitu dapat memanjang (elogante) mengikuti kenaikan genangan air dan dapat bangkit kembali apabila rebah. Kemampuan memanjang ini karena pertumbuhan akar yang terus-menerus yang pada padi sawah umumnya tidak ditemukan. Padi yang tergolong jenis padi surung ini antara lain varietas alabio, tapus, nagara, termasuk yang dikenal dengan padi hiyang (Rien. 2010). Lahan rawa lebak dangkal dapat ditanami dua kali setahun dengan pola tanam padi surung (umur 180 hari) tanam pertama dan padi rintak (padi unggul: berumur 11-115 hari) untuk tanam kedua. Tanam pertama dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember dan panen pada bulan April,



10



sedangkan tanam kedua antara bulan Mei-Juni dan panen pada kemarau Agustus-Oktober (Noor M, 1996; Ar-Riza, 2005). Pada musim kemarau panjang semua sawah lebak, terutama rawa lebak dangkal dan rawa lebak tengahan menjadi hamparan tanaman sayuran dan buah-buahan. Untuk lebak dalam (watun III-IV) ditanami hanya pada saat musim kemarau panjang (apabila 4-5 bulan kering), selebihnya dibiarkan karena genangan air cukup tinggi. Akan tetapi, budidaya padi di lahan rawa lebak Sumatra justru berkembang pada musim hujan, karena sebagian lahan rawa lebak sudah mempunyai sistem pengatusan yang baik. Berbeda dengan di Kalimantan, khususnya di Kaimantan Selatan, sebagian lahan rawa lebak pada musim hujan menggenang berbulan-bulan. Namun demikian, sebagian rawa lebak dangkal sampai tengahan seperti di lahan rawa lebak Babirik, Kabupaten Hulu Sungai Utara sudah sejak tahun 1980an dapat melaksanakan pola tanam padi dua kali setahun dengan pola tanam padi varietas lokal-varietas unggul di lahan tabukan dan ubi alabio di lahan surjan. Tanam pertama padi varietas lokal (umur 180 hari) dilakukan pada bulan Oktober-November dan panen dilaksanakan bulan April. Kemudian tanam kedua padi varietas unggul (umur 110 hari) bulan Mei-Juni dan panen bulan Agustus-Oktober. Selain padi, lahan rawa lebak juga umum ditanami palawija, sayur, dan buah-buahan. Pola tanam atau tumpang antara tanaman palawija, sayuran, atau buah-buahan umum dilakukan petani pada lahan lebak dangkal dan tengahan dengan sistem surjan. Pada sistem surjan tanaman palawija (jagung, kedelai, kacang negara, dan atau umbi-umbian), sayuran (tomat, terong, waluh, timun, kacang panjang, buncis, kubis bawang, cabai) dan aneka sayuran cabut seperti sawi, selada, bayam, dan kangkung, buahbuahan (semangka, labu kuning, ubi jalar, ubi alabio, mangga rawa) ditanam di atas surjan (tembokan), sedangkan padi bagian tabukan (ledokan) ditanami padi (Rien, 2010).



11



BAB III PENUTUP



3.1



Simpulan 1.



Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-



menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika, kimiawi dan biologis. Lahan rawa merupakan lahan yang menempati posisi peralihan antara daratan dan perairan, selalu tergenang sepanjang tahun atau selama kurun waktu tertentu, genangannya relatif dangkal, dan terbentuk karena drainase yang terhambat. 2.



Ekosistem lahan rawa memiliki sifat khusus yang berbeda dengan



ekosistem lainnya. Lahan rawa dibedakan menjadi lahan rawa pasang surut dan lahan rawa non pasang surut (lebak). Lahan rawa pasang surut adalah lahan yang airnya dipengaruhi oleh pasang surut air laut atau sungai, sedangkan lahan lebak adalah lahan yang airnya dipengaruhi oleh hujan, baik yang turun di wilayah setempat atau di daerah lainnya di sekitar hulu. 3.



Fungsi air di lahan rawa antara lain:



a) sebagai tandon air di musim hujan, terutama di rawa belakang (backswamp); b) sebagai pelepas air secara perlahan lahan bilamana sumber air hujan/debit air sungai menurun di musim kemarau (aliran dari rawa belakang ke sungai); c) untuk mempertahankan suasana reduksi bilamana aliran lateral dalam tanah (seepage) sangat lambat. 4.



Klasifikasi zona wilayah rawa adalah:



a) Zona I : Wilayah rawa pasang surut air asin/payau, b) Zona II : Wilayah rawa pasang surut air tawar, c) Zona Ill : Wilayah rawa lebak, atau rawa non-pasang surut. 5.



Berdasarkan ketinggian tempat rawa lebak dapat dibagi menjadi



dua tipologi yaitu rawa lebak dataran tinggi dan rawa lebak dataran rendah (lowland) Banjarbaru. Sedangkan berdasarkan ketinggian dan lamanya



12



genangan, lahan rawa lebak dapat dibagi dalam tiga tipologi yaitu lebak dangkal, lebak tengahan, dan lebak dalam. 6.



Ada dua kelompok tanah pada lahan lebak, yaitu Tanah Gambut



dengan ketebalan lapisan gambut >50 cm, dan Tanah Mineral, dengan ketebalan lapisan gambut di permukaan 0-50 cm. Tanah mineral yang mempunyai lapisan gambut di permukaan antara 20-50 cm disebut Tanah Mineral Bergambut.



13



DAFTAR PUSTAKA



Achmadi dan Irsal, L. 2011. Inovasi Teknologi Pengembangan Pertanian Lahan Rawa Lebak. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Banjarbaru. Diakses pada tanggal 23 September 2018. Ismail, et al. 1993. Sewindu Penelitian Pertanian di Lahan Rawa (1985-1993). Kontribusi dan Prospek Pengembangan. Proyek Penelitian Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa Swamps II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Diakses pada tanggal 24 September 2018. Noor, M. 2007. Rawa Lebak: Ekologi, Pemanfaatan, dan Pengembangannya. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Noor, M, dkk. 2011. Status, Potensi dan Pengembangan Buah Eksotik di Lahan Rawa. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Banjarbaru. Diakses pada tanggal 23 September 2018. Rafieq, A. 2004. Sosial Budaya dan Teknologi Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Pengembangan Pertanian Lahan Lebak di Kalimantan Selatan. Balai Pengkajian dan Pengembangaan Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan. Banjarbaru. Diakses pada tanggal 24 September 2018. Rien.



2010. Rawa Lebak dan Pertaniannnya. http://rien2023.blogspot.com/2010/06/rawa-lebak-dan-pertaniannya.html. Diakses pada tanggal 23 September 2018.



Rohaeni, S. dan Yanti, R. 2011. Peluang dan Potensi Usaha Ternak Itik di Lahan Lebak. BPTP Kalimantan Selatan dan Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra). Banjarbaru. Diakses pada tanggal 24 September 2018. Rupawan. 2011. “Beje” Sebagai Kolam Produksi di Lahan Rawa Lebak. Balai Riset Perikanan Perairan Umum Palembang. Diakses pada tanggal 24 September 2018. Subagyo. 2006. Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Diakses pada tanggal 23 September 2018. Suryana. 2011. Usaha Pengembangan Kerbau Rawa di Kalimantan Selatan. Balai Pengkaji Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan, Jalan Panglima Batur Barat No. 4 Banjarbaru 70711. Diakses pada tanggal 24 September 2018.



14