Makalah Manajemen Konflik Keperawatan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

“MAKALAH MANAJEMEN KONFLIK” MATA KULIAH MANAJEMEN KEPERAWATAN



Disusun Oleh : Kelompok 4B 1.



Suci Rahmadani



: 1910035041



2.



Rina Ananda



: 1910035044



3.



Pratiwindya Nur Anika



: 1910035045



4.



Mega Eshi Marsauli Siahaan : 1910035061



5.



Khairunnisa Az Zahra



: 1910035069



6.



Yoga Bowo Leksono



: 1910035075



7.



Gita Almara Oktanella



: 1910035078



PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN 2022



KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr.Wb Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena  atas  limpahan  rahmat  dan  karunia – Nya lah sehingga kami dapat menyelesaikan “Makalah Manajemen Konflik” ini dengan baik.              Selama dalam menyusun makalah dengan judul “Makalah Manajemen Konflik”, penulis senantiasa mendapat inspirasi dan dorongan moril maupun materil dari berbagai pihak terutama dari Dosen Kewirausahaan yang telah memberikan saran serta petunjuk kepada kami kelompok 4B.             Kami menyadari akan keterbatasan dan kekurangan baik isi maupun redaksi. Oleh karena itu di dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dan bantuan dari berbagai pihak, maka kami menyampaikan terimakasih banyak. Kritik dan saran yang bersifat membangun, kami nantikan. Semoga karya ini berguna dan bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.



Samarinda, 14 Februari 2022



Kelompok 4B



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR......................................................................................................................i DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1 A.



Latar Belakang.....................................................................................................................1



B.



Rumusan Masalah................................................................................................................2



C.



Tujuan..................................................................................................................................2 1.



Tujuan Umum...................................................................................................................3



2.



Tujuan Khusus..................................................................................................................3



BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................................................3 A.



Konflik.................................................................................................................................4



1.



Definisi Konflik................................................................................................................4



2.



Teori Konflik.....................................................................................................................4



3.



Sumber Konflik.................................................................................................................5



4.



Penyebab Konflik..............................................................................................................6



5.



Jenis-jenis Konflik............................................................................................................7



B.



Manajemen Konflik.............................................................................................................8 1.



Definisi Manajemen Konflik............................................................................................8



2.



Gaya Penyelesaian Konflik...............................................................................................8



3.



Proses Manajemen Konflik.............................................................................................11



4.



Kunci Langkah dalam Manajemen Konflik....................................................................15



5.



Outcome Resolusi Konflik..............................................................................................15



6.



Pengaruh Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik....................................................16



7.



Strategi Penyelesaian Konflik.........................................................................................17



C.



Penerapan Manajemen Konflik dalam Keperawatan.........................................................18 1.



Contoh Kasus..................................................................................................................18



2.



Analisa Kasus..................................................................................................................19



BAB III PENUTUP.......................................................................................................................26 A.



Kesimpulan........................................................................................................................26



B.



Saran..................................................................................................................................26



DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................27 ii



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan sehari-hari. Konflik juga bahkan menjadi salah satu penyebab utama dari penurunan angka produktivitas kerja dari seorang karyawan. Konflik dapat terjadi pada keluarga, lingkungan sekitar, bahkan dalam tenaga medis sekalipun. Termasuk seorang perawat, sangat memungkinkan dalam menghadapi konflik selama menjalankan tugasnya. Beberapa sumber konflik dari bidang keperawatan adalah perbedaan gagasan dan ideologi dalam pendokumentasian asuhan keperawatan antar perawat. Jumlah pasien yang memiliki riwayat penyakit infeksius juga dapat menyebabkan perawat memiliki tingkat stres yang tinggi. Konflik jika terjadi secara terus-menerus dapat berpengaruh pada pasien, salah satunya adalah pasien meminta pulang paksa pada petugas. Sehingga hal tersebut akan berdampak buruk yaitu menurunya kualitas pelayanan pada instalansi kesehatan seperti rumah sakit, klinik, dan puskesmas (Damayanti, 2015). Perawat adalah salah satu profesi yang menyediakan pelayanan jasa keperawatan dan langsung berinteraksi dengan banyak orang dalam hal ini adalah klien. Profesi perawat juga menjalin hubungan kolaboratif antar tim kesehatan, baik itu dengan dokter, laboran, ahli gizi, apoteker, dan semua yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Dalam menjalankan pekerjaannya, perawat akan saling berinteraksi dengan tim kesehatan tersebut dan ketika tim ini memandang suatu masalah atau situasi dari sudut pandang yang berbeda maka dapat terjadi sebuah konflik. Perawat seringkali mengambil tindakan menghindar dalam menyelesaikan permasalahan atau konflik yang terjadi dengan tujuan mempertahankan status nyaman dan mencegah perpecahan dalam kelompok (Hudson, 2005). Ironisnya, strategi tersebut memberikan dampak destruktif terhadap perkembangan individu dan organisasi. Perawat sebagai pengelola, dalam hal ini sebagai manajer, memegang peranan penting dalam menentukan strategi penyelesaian konflik antar anggotanya. Seorang pemimpin yang dianggap berkompeten dalam menyelesaikan konflik (a conflict-competent leader) adalah pemimpin yang mampu memahami dinamika terjadinya suatu konflik, memahami reaksi yang ditimbulkan dari suatu konflik, mendorong respon konstruktif, dan membangun suatu 1



organisasi yang mampu menangani konflik secara efektif (a conflict-competent organization) (Runde and Flanagan, 2007). Penyelesaian konflik diharapkan bersifat sealami mungkin dengan tujuan meningkatkan proses belajar dan pemahaman individu atau organisasi dalam menyelesaikan konflik saat ini ataupun yang akan datang (Shetach, 2012). Menurut Rahim (2020), gaya kepemimpinan (demokratis, autokratis, dan Laissez 5 faire) sangat mempengaruhi pemilihan strategi penyelesaian konflik (integrating (problem solving), obliging, compromising, dominating (forcing), avoiding), dimana setiap strategi tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing tergantung pada batasan dan sumber konflik, serta tujuan yang ingin dicapai apakah berorientasi pada hubungan antar anggota (concern for others) atau berorientasi pada diri sendiri (concern for self). Oleh karena itu seorang pemimpin perlu memiliki pemahaman yang cukup tentang pengaruh gaya kepemimpinan terhadap penyelesaian konflik individu ataupun organisasi.



B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan konflik ? 2. Apa yang dimaksud dengan sumber konflik ? 3. Apa saja yang dimaksud dengan jenis-jenis konflik ? 4. Apa yang dimaksud dengan manajemen konflik ? 5. Bagaimana yang dimaksud dengan gaya penyelesaian konflik ? 6. Bagaimana yang dimaksud dengan proses manajemen konflik ? 7. Bagaimana yang dimaksud dengan outcome resolusi konflik ? 8. Apa saja kunci dari manajemen konflik? 9. Bagaimana yang dimaksud dengan kepeminpinan dalam manajamen konflik ? 10. Apa saja strategi penyelesaian manajemen konflik? 11. Bagaimana penerapan manajemen konflik dalam keperawatan ?



C. Tujuan 2



1. Tujuan Umum Setelah menyusun makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang penerapan manajemen konflik di seluruh tatanan. 2. Tujuan Khusus Mahasiswa diharapkan mampu : a. Menjelaskan tentang konflik b. Menjelaskan tentang sumber konflik c. Menjelaskan tentang jenis-jenis konflik d. Menjelaskan tentang manajemen konflik e. Menjelaskan tentang gaya penyelesaian konflik f. Menjelaskan tentang proses manajemen konflik g. Menjelaskan tentang outcome resolusi konflik h. Menjelaskan tentang kepeminpinan dalam manajamen konflik i. Menjelaskan tentang Apa saja kunci dari manajemen konflik j. Menjelaskan tentang strategi penyelesaian manajemen Konflik? k. Menjelaskan tentang Bagaimana penerapan manajemen konflik dalam keperawatan



BAB II 3



TINJAUAN TEORI A. Konflik 1. Definisi Konflik Menurut Puspita (2018) konflik merupakan sebuah situasi dimana dua orang atau lebih menginginkan tujuan yang menurut persepsi mereka dapat dicapai oleh salah seorang diantara mereka tetapi itu tidak mungkin dicapai oleh kedua belah pihak. Dan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik merupakan suatu percekcokan, perselisihan, atau pertentangan.(Nurman Hidaya 2020) Menurut Cardillo (2016) Konflik adalah perselisihan internal atau eksternal yang diakibatkan oleh perbedaan ide, nilai, atau perasaan antara dua orang atau lebih. Karena manajer memiliki hubungan itnterpersonal yang memiliki nilai, keyakinan, latar belakang, dan tujuan yang berbeda, konflik merupakan hasil yang diharapkan. (Riama Marlyn Sihombing 2021) Jadi, konflik adalah pertikaian atau perselisihan yang terjadi baik di internal maupun ekternal karena adanya pebedaan pendapat antara dua orang atau lebih. 2. Teori Konflik Berikut teori-teori konflik.(Safitri 2021) a. Taylor (1856–1915) Teori ini menyatakan bahwa suatu organisasi akan meningkat jika prinsipprinsip manajemen ilmiah diterapkan. Taylor secara khusus menegaskan bahwa konflik antara tenaga kerja dan manajemen akan hilang jika menerapkan beberapa prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) Penentuan hari kerja yang adil 2) Seleksi ilmiah dan pengembangan staf 3) Staf bekerja sesuai tugasnya masing-masing 4) Kerja sama manajer dan staf yang konstan dan intim 5) Penyediaan sarana 6) Pengembangan struktur organisasi b. Fayol (1841–1925)



4



Pendekatan ini lebih luas dan sistematis dari pada Taylor. Fayol menganjurkan bahwa fungsi manajerial, seperti perencanaan, pengorganisasian, komunikasi, koordinasi, dan kontrol berlaku. Selain itu, beberapa prinsip organisasinya, seperti persatuan perintah, rentang kendali, pembagian pekerjaan banyak digunakan. Struktur organisasi dengan garis wewenang dan pembagian kerja yang jelas akan mendorong keharmonisan dan kerja sama dan menekan atau menghilangkan konflik di antara anggota. c. Weber (1868–1933) Teori ini mengusulkan struktur organisasi birokrasi yang merupakan bentuk organisasi paling efisien. Organisasi birokrasi harus mengikuti prinsip: 1) Hirarki otoritas yang didefinisikan dengan baik 2) Pembagian kerja berdasarkan spesialisasi fungsional 3) Sistem peraturan yang mencakup hak dan kewajiban karyawan 4) Sistem prosedur untuk menangani situasi kerja 5) Impersonalitas dalam hubungan interpersonal 6) Pemilihan dan promosi karyawan sesuai kompetensi d. Follet (1868–1933) Teori ini menyatakan bahwa terdapat kemajuan individu dalam hal spiritual dan lebih berkembang ketika konflik semakin meningkat. Teori ini menganjurkan perlunya metode integratif (pemecahan masalah) untuk mengelola konflik dalam organisasi dan percaya bahwa metode lain seperti penindasan, penghindaran, dominasi keuangan dan kompromi tidak efektif dalam menangani konflik. 3. Sumber Konflik Menurut Robbins, konflik muncul karena ada kondisi yang melatarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu : komunikasi, struktur, dan variabel pribadi. (Tuasikal 2020) a. Komunikasi Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. 5



Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik b. Struktur Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan



kelompok,



gaya



kepemimpinan,



sistem



imbalan,



dan



derajat



ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik. c. Variabel Pribadi Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. 4. Penyebab Konflik Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab sebagai berikut.(Tuasikal 2020) a.



Batasan pekerjaan yang tidak jelas. Pendeskripsian batasan pekerjaan yang tidak jelas dapat memicu munculnya konflik dikarenakan adanya orang/individu yang tidak tahu pekerjaanya dan dapat mengganggu tugas dan wewenang dari orang lain.



b.



Hambatan komunikasi. Konflik juga dapat terjadi jika komunikasi dalam suatu komunitas tidak berjalan lancar, kondisi yang seperti ini akan menimbulkan misunderstanding/kesalahpahaman.



6



c.



Tekanan waktu. Tekanan waktu juga dapat memicu adanya konflik, jika dalam suatu komunitas tidak dapat memanage waktu dengan baik dan menggunakannya secara efektif dalam mencapai target yang ditentukan.



d.



Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal. Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal, juga dapat memicu konflik dikarenakan adanya standar, peraturan dan kebijakan yang tidak dapat diwujudkan.



e.



Pertikaian antar pribadi. Pertikaian antar pribadi juga dapat memicu adanya konflik karena akan muncul tidak adanya sinergi/kerjasama antara pribadi yang bertikai dan mencari pembenaran pribadi masingmasing.



f.



Perbedaan status. Perbedaan status juga termasuk pemicu munculnya konflik, karena adanya yang merasa superioritas/diatas daripada yang lain.



g.



Harapan yang tidak terwujud. Harapan yang tidak terwujud akan memicu konflik karena akan menjadi halangan tersendiri bagi komunitas atau individu ketika adanya



harapan



yang



tidak



terwujud



dapat



menurunkan



self



confidance/kepercayaan dirinya menurun sehingga terjadi kesusahan dalam mempercayai diri maupun orang lain. h.



Perilaku menentang. Perilaku menentang dapat menimbulkan konflik yang menghasilkan perasaan bersalah pada seseorang dimana perilaku itu ditunjukkan.



5. Jenis-jenis Konflik Menurut para peneliti dalam (Safitri 2021), konflik dikategorikan menjadi 3, yaitu: a.



Konflik tugas: berkaitan dengan konten dan tujuan pekerjaan.



b.



Konflik hubungan: berfokus pada hubungan interpersonal.



c.



Konflik proses: tentang bagaimana pekerjaan diselesaikan.



Menurut Rigio jenis-jenis konflik yang ada antara lain konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik intra kelompok dan konflik antar kelompok.(Kadek et al. 2016) a. Konflik Intrapersonal Konflik intrapersonal adalah konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah internal untuk mengklasifikasinilai dan keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetisi peran. Misalnya seorang manajer mungkin merasa konflik 7



intrapersonal dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap pekerjaan, dan loyalitas kepada pasien. b. Konflik Interpesonal Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih, dimana nilai, tujuan, dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara konstan berinteraksi dengan orang lain sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan. Sebagai contoh seorang manajer sering mengalami konflik dengan teman sesame manajer, atasan, dan bawahannya c. Konflik Intra Kelompok Konflik ini terjadi ketika seseorang didalam kelompok melakukan kerja berbeda dari tujuan, dengan contoh seorang perawat tidak mendokumentasikan rencana tindakan perawatan pasien sehingga akan mempengaruhi kinerja perawat lainnya dalam satu tim untuk mencapai tujuan perawatan di ruangan tersebut. d. Konflik Antar Kelompok Konflik ini dapat timbul ketika masing-masing kelompok bekerja untuk mencapai tujuan kelompoknya. Sumber konflik jenis ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas (kualitas jasa layanan), keterbatasan prasarana. B. Manajemen Konflik 1. Definisi Manajemen Konflik Manajeman konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah penyelesaian yang konstruktif atau destruktif. Manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menciptakan ketenangan, mufakat, hal positif atau agresif. Peran pemimpin dalam manajemen konflik.(Julianto 2019) 2. Gaya Penyelesaian Konflik Terdapat 2 hal yang memegang peranan penting dalam keberhasilan penyelesaian konflik, yaitu menentukan besarnya konflik dan gaya penanganan konflik. Yang dimaksud dengan besarnya konflik terkait dengan jumlah individu yang terlibat, apakah konflik mengarah pada intrapersonal, interpersonal, intra kelompok, atau antar 8



kelompok. Kreitner dan Kinicki mengungkapkan lima gaya penanganan konflik (Five Conflict Handling Styles). Model ini ditujukan untuk menangani konflik disfungsional dalam organisasi. Menggambarkan sisi pemecahan masalah yang berorientasi pada orang lain (concern for others) dan pemecahan masalah yang berorientasi pada diri sendiri (concern for self). Kombinasi dari kedua variabel ini menghasilkan lima gaya penanganan masalah yang berbeda, yaitu: integrating, obliging, dominating, avoiding, dan compromising. (Dalam Praktik, Profesional, and Edisi 2014) a. Integrating (Manajemen Solving) Proses integrasi berkaitan dengan mekanisme pemecahan masalah (problem solving), seperti dalam menentukan diagnosis dan intervensi yang tepat dalam suatu masalah. Dalam gaya ini pihak- pihak yang berkepentingan secara bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, bertukar informasi, kemudian mencari, mempertimbangkan dan memilih solusi alternatif pemecahan masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan oleh salah paham (misunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan masalah yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan utamanya adalah memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaian masalah. Langkahlangkah untuk mencapai solusi ini antara lain adalah mulai dengan berdiskusi, dengan waktu dan tempat yang kondusif, menghargai perbedaan individu, bersikap empati dengan semua pihak, menggunakan komunikasi asertif dengan mamaparkan isu dan fakta dengan



jelas, membedakan sudut pandang,



meyakinkan bahwa tiap individu dapat menyampaikan idenya masing-masing, membuat kerangka isu utama berdasarkan prinsip yang umum, menjadi pendengar yang baik. Setuju terhadap solusi yang menyeimbangkan kekuatan dan memuaskan semua pihak sehingga dicapai “win-win solution”. b. Obliging (Smoothing) Seseorang yang bergaya obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pihak lain daripada diri sendiri. Gaya ini sering pula disebut smothing (melicinkan), karena berupaya mengurangi perbedaan-perbedaan dan menekankan pada persamaan atau kebersamaan di antara pihak-pihak yang terlibat. Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk mendorong terjadinya 9



kerjasama. Kelemahannya, penyelesaian bersifat sementara dan tidak menyentuh masalah pokok yang ingin dipecahkan. c. Dominating (Forcing) Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan orang lain, mendorong seseorang untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah”. Gaya ini sering disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan masalah. Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara yang tidak populer hendak diterapkan dalam penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak terlalu penting, dan harus mengambil keputusan dalam waktu yang cepat. Namun, teknik ini tidak tepat untuk menangani masalah yang menghendaki adanya partisipasi dari mereka yang terlibat dan juga tidak tepat untuk konflik yang bersifat kompleks . Kekuatan utama gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan konflik. Kelemahannya, sering menimbulkan kejengkelan atau rasa berat hati untuk menerima keputusan oleh mereka yang terlibat. d. Avoiding Teknik menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sederhana, atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk konfrontasi jauh lebih besar daripada keuntungan yang akan diperoleh. Gaya ini tidak cocok untuk menyelesaikan masalah-malasah yang sulit atau “buruk”. Teknik ini kurang tepat pada konflik yang menyangkut isu-isu penting, dan adanya tuntutan tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah secara tuntas. Kekuatan dari strategi penghindaran adalah jika kita menghadapi situasi yang membingungkan atau mendua (ambiguous situations). Sedangkan kelemahannya, penyelesaian masalah hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalah. e. Compromising Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give and take approach) dari pihak-pihak yang terlibat. Kompromi cocok digunakan untuk menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan berbeda tetapi 10



memiliki kekuatan yang sama. Kekuatan utama dari kompromi adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan. Tetapi penyelesaian konflik kadang bersifat sementara dan mencegah munculnya kreativitas dalam penyelesaian masalah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan



oleh Hendel, gaya ini merupakan gaya yang paling banyak dipilih oleh perawat dalam menyelesaikan konflik yang terjadi Gambar 1. Gaya Penyelesaian Konflik 3. Proses Manajemen Konflik Proses manajemen konflik meliputi proses dari diagnosis, intervensi, dan evaluasi (feedback). Penentuan diagnosis merupakan dasar dari keberhasilan suatu intervensi. Berikut adalah skema proses manajemen konflik(Kusworo 2019) :



11



Dalam proses diagnosis yang perlu dilakukan adalah pengumpulan data-data antara lain identifikasi batasan konflik, besarnya konflik, sumber konflik, kemudian mengkaji sumber daya yang ada apakah menjadi penghalang atau dapat dioptimalkan untuk membantu penyelesaian konflik. Setelah proses identifikasi (measurement), selanjutnya dilakukan proses analisis terhadap datadata yang telah dikumpulkan, hal ini bertujuan untuk menentukan strategi resolusi konflik yang akan diambil disesuaikan berdasarkan besarnya konflik dan gaya manajemen konflik yang akan dipakai (integrating, obliging, dominating, avoiding, dan compromising). Proses selanjutnya adalah intervensi. Terdapat bermacam-macam strategi intervensi konflik, antara lain negosiasi, fasilitasi, konsiliasi, mediasi, arbitrasi, litigasi, dan force. Intervensi ditentukan berdasarkan dua hal, yaitu proses dan struktural. Proses yang dimaksud adalah intervensi yang dilaksanakan harus mampu memperbaiki keadaan dalam suatu organisasi, seperti misalnya intervensi mampu memfasilitasi keterlibatan aktif dari individu yang berkonflik, dan juga penggunaan gaya penyelesaian



konflik



diharapkan



bersifat



sealami



mungkin



dengan



tujuan



meningkatkan proses belajar dan pemahaman individu atau organisasi dalam menyelesaikan konflik saat ini ataupun yang akan datang . Proses ini juga diharapkan dapat merubah pola kepemimpinan seseorang dan budaya dalam menyelesaikan konflik. Dengan demikian organisasi atau individu akan memperoleh keterampilan baru dalam penanganan konflik. Selain itu, intervensi juga diharapkan dapat memperbaiki struktur organisasi, seperti dalam hal mekanisme integrasi dan diferensiasi, hirarki, prosedur, reward system, dan lain sebagainya. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan suatu organisasi untuk menyelesaikan konflik berdasarkan berbagai sudut pandang individu yang terlibat di dalamnya menuju ke arah konstruktif. Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan.(Tuasikal 2020) a. Konflik laten. Tahapan konflik yang terjadi terus-menerus (laten) dalam suatu organisasi. Misalnya, kondisi tentang keterbatasan staf dan perubahan yang cepat. Kondisi tersebut memicu pada ketidakstabilan organisasi dan kualitas produksi, 12



meskipun konflik yang ada kadang tidak nampak secara nyata atau tidak pernah terjadi. b. Konflik yang dirasakan (felt conflict). Konflik yang terjadi karena adanya sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman, ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai konflik affectiveness. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik dan tidak merasakan konflik tersebut sebagai suatu masalah/ancaman terhadap keberadaannya. c. Konflik yang tampak/sengaja dimunculkan. Konflik yang sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya. Tindakan yang dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat, atau mencari penyelesaian konflik. Setiap orang secara tidak sadar belajar menggunakan kompetisi, kekuatan, dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik. Sementara itu , penyelesaian konflik dalam suatu organisasi memerlukan upaya dan strategi sehingga dapat mencapai tujuan organisasi. d. Resolusi konflik. Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip win-win solution.



13



e. Konflik aftermath. Konflik aftermath merupakan konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar dan bisa menjadi penyebab dari konflik yang utama bila tidak segera di atasi atau dikurangi Langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik adalah(Adi 2019) : a. Pengkajian 1) Analisis situasi. Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan, setelah dilakukan pengumpulan fakta dan memvalidasi semua perkiraan melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang terlibat dan peran masingmasing. Tentukan jika situasinya dapat diubah. 2) Analisis dan mematikan isu yang berkembang. 14



Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan masalah utama yang memerlukan suatu penyelesaian yang dimulai dari masalah tersebut. Hindari penyelesaian semua masalah dalam satu waktu. 3) Menyusun tujuan. Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai. b. Identifikasi. 1) Mengelola perasaan. Hindari respons emosional: marah, sebab setiap orang mempunyai respons yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi, dan tindakan. c. Intervensi 1) Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan baik. Selanjutnya identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi. 2) Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik. Penyelesaian konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. 4. Kunci Langkah dalam Manajemen Konflik a. Set the tone : kendalikan diri dan jangan ada ancaman. b. Get the feeling : beri kesempatan untuk mengekspresikan perasaan. c. Get the fact : mendengarkan dan mengamati dengan saksama. d. Ask for help : beri kesempatan karyawan untuk mencari solusi yang terbaik dan gali konsekuensi dari keputusan yang akan dibuat. e. Get a commitment : komitmen dan pengorbanan. f. Follow up : tindak lanjuti secara konsisten.(Adi 2019) 5. Outcome Resolusi Konflik Outcome conflict adalah hasil dari proses manajemen konflik antara lain: a) Win-lose Salah satu pihak mendominasi dan pihak yang lain terabaikan. Yang menduduki porsi lebih besar mendapatkan kemenangan dan sebaliknya yang lebih sedikit mengalami kekalahan. b) Lose-lose Semua pihak yang bertentangan mengalami kerugian. Teknik penyuapan, memperjualbelikan, menggunakan pihak ketiga untuk mengancam dapat memuncullkan hasil resolusi ini. 15



c) Win-win Resolusi ini dicapai saat semua pihak menyetujui dan mendapatkan manfaat dari penyelesaian konflik(Dalam Praktik, Profesional, and Edisi 2014) 6. Pengaruh Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik Pemimpin yang dikatakan mampu menerapkan manejemen konflik



(a



conflictcompetent leader) adalah pemimpin yang mampu memahami dinamika terjadinya suatu konflik. Diversitas atau keragaman pihak yang terlibat dalam suatu konflik juga perlu diidentifikasi karena merupakan sumber potensial terjadinya konflik, antara lain budaya, gender, posisi (jabatan), dan umur.(Moh, Yanuar, and Dina 2021) Menurut keragaman budaya yang tidak mendapatkan perhatian dari pemimpin akan menimbulkan dampak destruktif pada suatu organisasi, seperti terhambatnya komunikasi dan koordinasi. Pemimpin juga harus mampu memahami reaksi yang ditimbulkan dari suatu 21 konflik, mendorong respon konstruktif, dan membangun suatu organisasi yang mampu menangani konflik secara efektif (a conflict-competent organization) (Kadek et al. 2016) Manajemen konflik yang konstruktif bisa diidentifikasi dari adanya proses kreativitas di dalamnya, penyelesaian masalah dilakukan secara bersama-sama, dimana konflik dianggap sebagai suatu masalah yang berkualitas terhadap perkembangan individu atau suatu organisasi yang harus ditemukan pemecahan masalahnya. Untuk meningkatkan respon konstruktif, seorang pemimpin juga harus mampu memanajemen timbulnya konflik emosional karena akan menghambat terbentuknya persatuan dan perkembangan organisasi. Gaya kepemimpinan sangat mempengaruhi pengambilan strategi penyelesaian masalah atau konflik, seperti misalnya gaya kepemimpinan demokratis cenderung memilih strategi integrating (problem solving), obliging, dan compromising yang lebih menekankan pada kepentingan bersama, gaya kepemimpinan autokratis cenderung memilih dominating (forcing), sedangkan gaya kepemimpinan Laissez faire cenderung memilih strategi avoiding.(Kadek et al. 2016) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Brewer dalam jurnal The International Journal of Conflict Management, gender juga memegang peranan penting dalam pemilihan strategi penyelesaian konflik, dimana berdasarkan kuisioner 16



yang dibagikan, feminine group cenderung memilih strategi avoiding, masculine group memilih dominating, dan androgynous group (transgender) cenderung memilih strategi integrating. Dalam penelitian tersebut tidak ditemukan kelompok gender tertentu yang khusus memilih strategi compromising dan obliging. Selain itu pemilihan strategi penyelesaian konflik juga dipengaruhi oleh suasana saat berkomunikasi. Bila suasana komunikasi terjalin baik, strategi yang bisa 22 digunakan adalah obliging, integrating, dan compromising. Sebaliknya, bila suasana komunikasi bersifat defensive, dominating dan avoiding menjadi pilihan . Pengaruh kepemimpinan dalam pemecahan masalah konflik juga bisa dilihat dalam model “CAPI” yang dirumuskan oleh Shetach. Dengan menerapkan CAPI (Coaleshing Authority, Power, and Influence) model’s dalam manajemen kelompok, diharapkan pemimpin mampu menggunakan kekuatan, otoritas, dan pengaruhnya dalam memutuskan strategi penyelesaian konflik yang tepat. 7. Strategi Penyelesaian Konflik Stategi Penyelesaian konflik menurut (Adi 2019) ada 6 cara, sebagai berikut. a.



Kompromi atau negosiasi suatu strategi penyelesaian konflik di mana semua yang terlibat saling menyadari dan sepakat pada keinginan bersama. Penyelesaian strategi ini diartikan sebagai lose-lose situation. Kedua pihak yang terlibat saling menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat. Di dalam manajemen keperawatan, strategi ini sering digunakan oleh middle dan top manajer keperawatan.



b.



Kompetisi. Strategi ini dapat diartikan sebagai win-lose situation. Penyelesaian ini menekankan hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah kemarahan, putus asa, dan keinginan untuk perbaikan di masa mendatang.



c.



Akomodasi Istilah lain yang sering digunakan adalah cooperative situation. Konflik ini berlawanan



dengan



kompetisi.



pada



strategi



ini,



seseorang



berusaha



mengakomodasi permasalahan, dan memberi kesempatan pada orang lain untuk menang. Pada strategi ini, masalah utama yang terjadi sebenarnya tidak 17



terselesaikan. Strategi ini biasanya digunakan dalam politik untuk merebut kekuasaan dengan berbagai konsekuensinya. d.



Smoothing Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi komponen emosional dalam konflik. Pada strategi ini, individu yang terlibat dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan daripada perbedaan dengan penuh kesadaran dan intropeksi diri. Strategi ini bisa diterapkan pada konflik yang ringan, tetapi tidak dapat dipergunakan pada konflik yang besar, misalnya persaingan pelayanan atau hasil produksi, tidak dapat dipergunakan.



e.



Menghindar Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang masalah yang dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan masalah. Strategi ini biasanya dipilih bila ketidaksepakatan membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih besar daripada menghindar, atau perlu orang ketiga dalam menyelesaikannya, atau jika masalah dapat diselesaikan dengan sendirinya.



f.



Kolaborasi Strategi ini merupakan strategi “win-win solution”. Dalam kolaborasi, kedua pihak yang terlibat menentuan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Oleh karena keduanya yakin akan tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan. Strategi kolaborasi tidak akan bisa berjalan bila kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan masalah, dan tidak adanya kepercayaan dari kedua kelompok atau seseorang.



C. Penerapan Manajemen Konflik dalam Keperawatan 1. Contoh Kasus Perawat R (wanita) 48 tahun (S2 Keperawatan, pengalaman bekerja 18 tahun) adalah manajer keperawatan di unit perawatan neuroscience di sebuah rumah sakit di Chicago. Beliau memiliki keinginan untuk melakukan renovasi pada unit perawatan yang dipimpinnya dan perawat R pun menemui direktur keperawatan di RS tersebut. 18



Ketika bertemu dan menyampaikan keinginannya, ternyata menurut direktur keperawatan, RS hanya memiliki biaya untuk merenovasi 1 unit saja untuk tahun ini, dan direktur mengatakan sudah ada perawat J (laki-laki) 56 tahun (S1 Keperawatan, pengalaman bekerja 30 tahun) yang merupakan manajer keperawatan di unit perawatan bedah ortopedi yang juga mengajukan proposal untuk renovasi. Direktur menyarankan mereka untuk bertemu satu sama lain untuk membahas masalah yang terjadi agar mendapatkan keputusan yang tepat. Perawat R dan Perawat J sebelumnya juga pernah berkonflik tentang penyusunan standar tindakan keperawatan sehingga mereka jarang menjalin komunikasi secara langsung. Perawat R pun merasa terpaksa harus menemui Perawat J, dan dalam pertemuan tersebut terjadi perbedaan pendapat antara keduanya, dimana kedua belah pihak beranggapan bahwa renovasi di unit perawatan mereka lebih penting dari renovasi di unit perawatan lainnya. Perawat J juga menganggap perawat R tidak berkewenangan untuk melakukan negosiasi dengannya, yang memiliki kewenangan tersebut adalah direktur keperawatan. Konflik ini berdampak pula pada kinerja staf perawat yang bekerja di unit masing-masing terutama dalam hal kolaborasi. Direktur keperawatan merasa bertanggung jawab terhadap kondisi ini, dan ingin segera menyelesaikannya.(Kadek et al. 2016) 2. Analisa Kasus a. Analisa Gaya kepemimpinan Konflik terjadi dari suatu ketidaksetujuan antara dua orang atau lebih dalam suatu organisasi dimana seseorang tersebut merasa ada yang akan mengancam kepentingannya. Sumber-sumber konflik di organisasi dapat ditemukan pada kekuasaan, komunikasi, tujuan seseorang dan organisasi, ketersediaan sarana, perilaku kompetisi dan personaliti serta peran yang membingungkan. Seorang pemimpin harus bisa mempengaruhi orang lain sebagai modal utama pemimpin dalam menyelesaikan konflik, untuk memperoleh kesan, rasa hormat, kepatuhan, loyalitas, dan kerjasama serta menimbulkan harapan. Dengan kemampuan ini pula seorang pemimpin dapat mengubah kepercayaan, nilai-nilai, pendapat, sikap, dan prilaku orang lain. Tanpa kemampuan ini seorang pemimpin tidak dapat menyelesaikan konflik dengan efektif (Nurman Hidaya 2020). 19



Pemimpin juga harus mampu menggunakan kekuatan, otoritas, dan pengaruhnya dalam memutuskan strategi penyelesaian konflik yang tepat. Hal ini sesuai dengan model “CAPI” (Coaleshing Authority, Power, and Influence) yang dicetuskan oleh Shetach. Menurut (Nurman Hidaya 2020), pemimpin, dalam kasus ini adalah direktur keperawatan, harus memiliki kemampuan untuk memahami sumbersumber konflik dan mengelola konflik tersebut agar konflik bisa dijadikan sebagai ekplorasi ide-ide yang kreatif, sehingga bisa meningkatkan kualitas dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien. Dalam kasus diatas teori keperawatan yang dapat diterapkan adalah participative theories dimana pemimpin yang baik mempertimbangkan apa yang orang lain miliki sebagai masukan. Jenis kepemimpinan pada teori ini memberikan kepercayaan terhadap bawahan untuk bersama-sama menyelesaikan konflik. Sedangkan gaya kepemimpinan yang sesuai dipakai oleh direktur keperawatan untuk menyelesaikan kasus di atas adalah democratic style dimana pemimpin mendorong partisipasi bawahan untuk berkontribusi pada proses pengambilan keputusan. Direktur keperawatan tetap membuat keputusan akhir tetapi kedua manajer keperawatan terlibat dalam brainstorming dan diskusi. Direktur keperawatan juga harus menjalankan perannya sebagai seorang pemimpin dalam menyelesaikan konflik pada kasus di atas, yaitu: 1) Peran interpersonal Untuk menyelesaikan konflik pada kasus diatas, seorang direktur keperawatan harus bisa menjalankan fungsinya sebagai seorang leader, dimana direktur keperawatan harus bisa mengajak perawat R sebagai manajer keperawatan ruangan neuroscience dan perawat J sebagai manajer ruangan orthopedic untuk duduk bersama dalam menyelesaikan konflik. Selain itu direktur keperawatan harus menjadi fasilitator antara kedua manager keperawatan dalam menyelesaikan konflik tersebut. 2) Peran informasional Direktur



keperawatan



harus



melakukan



pengamatan



dan



pemeriksaan langsung ke ruangan neuroscience dan ruangan orthopedic untuk



20



mendapatkan informasi yang valid, yakni melihat ruangan mana yang lebih prioritas untuk dilakukan renovasi. 3) Peran pembuat keputusan Direktur keperawatan harus menjalankan fungsinya sebagai pembuat keputusan, dimana direktur keperawatan harus memilih ruangan mana yang akan di renovasi terlebih dahulu agar tidak salah dalam mendistribusikan sumber dana yang ada. Direktur keperawatan harus mampu melakukan negosiasi kepada perawat R dan perawat J selaku manager keperawatan terkait sumber dana yang ada, sehingga dihasilkan keputusan yang win-win solution antara kedua belah pihak. b. Analisa Strategi Penyelesaian Konflik Pemimpin yang dikatakan mampu menerapkan manejemen konflik (a conflict-competent leader) adalah pemimpin yang mampu memahami dinamika terjadinya suatu konflik, memahami reaksi konflik, respon konstruktif, dan membangun suatu organisasi yang mampu menangani konflik secara efektif (a conflict-competent organization) (Riama Marlyn Sihombing 2021). Menurut (Adi 2019) proses manajemen konflik meliputi proses dari diagnosis, intervensi, dan evaluasi (feedback). Berdasarkan kasus di atas, berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan sebagai bentuk strategi penyelesaian konflik. 1) Diagnosis (Measurement dan analisis) a) Identifikasi batasan konflik Menurut (Kadek et al. 2016) jenis-jenis konflik yang ada antara lain konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik intra kelompok dan konflik antar kelompok. Berdasarkan kasus di atas, terdapat 2 jenis konflik yang terjadi antara lain konflik interpersonal dan konflik antar kelompok. Konflik interpersonal yang terjadi adalah antara Perawat J dan Perawat R yang sebelumnya sudah pernah berkonflik dan jarang menjalin komunikasi satu sama lain. Konflik kedua adalah konflik antar kelompok. Konflik ini dapat timbul ketika masing-masing kelompok bekerja untuk mencapai tujuan kelompoknya masingmasing, dalam kasus ini kelompok yang dimaksud adalah kelompok perawat yang bekerja di 21



unit perawatan neuroscience dan perawat yang bekerja di unit perawatan bedah ortopedi yang sama-sama menuntut adanya renovasi di unit perawatan masing-masing. b) Identifikasi penyebab konflik Konflik dapat muncul karena ada kondisi yang melatar belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu : komunikasi, struktur, dan variabel pribadi. Dalam kasus di atas sumber terjadinya konflik adalah 3 kategori tersebut. Kurangnya komunikasi yang terjalin antara Perawat J dan Perawat R menyebabkan komunikasi dua arah sulit tercapai. Perbedaan jenis kelamin menjadi salah satu penghambat dalam berkomunikasi asertif, dimana laki-laki cenderung agresif, independen, dan jarang melibatkan emosi, sebaliknya wanita cenderung pasif, dependen, dan melibatkan emosi. Istilah struktur dalam konteks ini mencakup adanya perbedaan tujuan dan kepentingan masingmasing kelompok, sedangkan variabel pribadi yang dimaksud adalah tipe kepribadian masing-masing pimpinan kelompok berbeda satu dengan yang lainnya. Menurut (Kusworo 2019) konflik juga dapat disebabkan oleh perbedaan interpersonal dan perbedaan kepentingan. Dalam kasus ini perbedaan interpersonal yang terjadi terkait pada dimensi-umur, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, dan pengalaman bekerja. Hal ini juga sesuai dengan diversitas atau keragaman yang menjadi sumber konflik potensial adalah budaya, gender, posisi (jabatan), pengalaman, dan umur. Kemudian untuk perbedaan kepentingan dapat dilihat dari adanya dua kelompok perawat yang memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda (terkait posisi, peran, status, dan tingkat hirarki). c) Identifikasi sumber daya yang dapat dioptimalkan dan yang dapat menjadi penghalang untuk manajemen konflik Sebelum menentukan strategi-strategi dalam penyelesaian konflik, Direktur keperawatan harus melakukan pengkajian faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyelesaian konflik, salah satunya sumber daya 22



manusia. Sumber daya manusia yang dimaksud adalah pemimpin terkait kemampuan,



peran



dan



fungsi



kepemimpinan,



serta



gaya



kepemimpinannya yang selanjutnya mempengaruhi pilihan strategi manajemen konflik yang dihadapi d) Identifikasi strategi penyelesaian konflik Konflik dapat menjadi konstruktif atau destruktif tergantung dari cara menyelesaikan atau memanajemen konflik. Kondisi konstruktif dapat



dirasakan



ketika



solusi



yang



diambil



memuaskan



dan



menguntungkan pihak-pihak yang mengalami konflik. Penentuan gaya penyelesaian konflik ditentukan dari gender, yaitu feminine group cenderung memilih gaya avoiding, masculine group memilih dominating, dan androgynous group (transgender) cenderung memilih strategi integrating. Dalam penelitian tersebut tidak ditemukan kelompok gender tertentu yang khusus memilih strategi compromising dan obliging. Sedangkan Pemilihan strategi penyelesaian konflik adalah berdasarkan suasana komunikasi. Bila suasana komunikasi terjalin baik, strategi yang bisa digunakan adalah obliging, integrating, dan compromising. Sebaliknya, bila suasana komunikasi bersifat defensif, dominating dan avoiding menjadi pilihan(Dalam Praktik, Profesional, and Edisi 2014). Berdasarkan kasus di atas, gaya penyelesaian konflik yang dipilih adalah berdasarkan suasana komunikasi bukan berdasarkan gender, yaitu compromising. Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give and take approach) dari pihak-pihak yang terlibat. Kompromi cocok digunakan untuk menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama, dan penyelesaian masalah dianggap sebagai prioritas agar tidak berkembang menjadi konflik baru yang melibatkan pihak lain. Kekuatan utama dari kompromi adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak



23



ada pihak yang merasa dikalahkan. Outcome resolusi konflik yang diharapkan dari kasus di atas adalah win-win solution.(Adi 2019) 2) Intervensi Intervensi Strategi intervensi penanganan konflik yang dipakai dalam kasus di atas adalah fasilitasi, mediasi, dan arbitrasi. Ketiga strategi itu melibatkan pihak ketiga yang dalam hal ini adalah direktur keperawatan. Fasilitasi dilakukan dengan cara mempertemukan kedua pihak yang berkonflik untuk membangun komunikasi dua arah, misalnya dalam suatu rapat. Mediasi dimana pihak ketiga membantu menjalin hubungan yang baik antara kedua belah pihak yang berkonflik. Kemudian arbitrasi adalah proses selanjutnya dari mediasi, dimana pihak ketiga akan mendengarkan persepsi atau sudut pandang kedua pihak. Hal ini juga membantu pemimpin untuk menentukan prioritas tindakan dan membantu untuk tercapainya suatu kesepakatan yang adil. Ketiga proses ini juga menjamin terbentuknya komunikasi yang baik sehingga kompromi merupakan hal yang tepat untuk dipilih. Dalam hal ini kesepakatan yang mungkin ditawarkan dengan menggunakan prinsip kompromi adalah : - Melakukan renovasi tahap pertama di kedua unit dengan biaya operasional dibagi 2, yaitu 50% untuk unit neuroscience, kemudian 50% untuk unit bedah ortopedi, kemudian di tahun selanjutnya renovasi dilanjutkan kembali. - Unit perawatan bedah ortopedi melakukan renovasi fisik dengan biaya 75%, sedangkan unit neuroscience membeli perlengkapan sekunder untuk unitnya dengan biaya 25%, di tahun berikutnya dilakukan barter, unit neuroscience mendapatkan 75% untuk renovasi fisik, dan unit bedah ortopedi mendapat 25% untuk melengkapi sarana dan prasarana lainnya. 3) Evaluasi Setelah



strategi-strategi



manajemen



konflik



dilaksanakan,



pemimpin melakukan evaluasi: a) Evaluasi proses Evaluasi terhadap keseluruhan proses manajemen konflik yang terdiri dari: 24



-



Bagaimana proses berjalan?



-



Terdapat progress atau tidak?



-



Berapa orang yang terlibat?



-



Apakah option yang ditawarkan diterima oleh pihak yang berkonflik?



-



Bagaimana



reaksi



pihak



yang



berkonflik



(negatif/positif,



verbal/nonverbal)? -



Apakah strategi yang dipilih mengarah pada penyelesaian masalah atau memunculkan masalah baru?



-



Apakah terdapat hambatan dalam implementasi strategi yang direncanakan dalam intervensi?



b) Evaluasi Hasil Membandingkan hasil yang didapatkan dengan indikator yang telah direncanakan dalam intervensi. Hal yang perlu dievaluasi adalah apakah hasil manajemen konflik mengarah pada proses yang konstruktif atau destruktif. Manajemen konflik yang konstruktif bisa diidentifikasi dari adanya proses kreativitas di dalamnya, penyelesaian masalah dilakukan secara bersama-sama, dimana konflik dianggap sebagai suatu masalah yang berkualitas terhadap perkembangan individu atau suatu organisasi yang harus ditemukan pemecahan masalahnya. Sedangkan konflik bersifat destruktif bila berfokus hanya pada satu individu saja, menggunakan emosi yang bersifat negatif, dan menurunkan fungsi suatu grup atau organisasi (Kadek et al. 2016)



25



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan 1. Konflik adalah adanya perselisihan yang terjadi ketika tujuan, keinginan, dan nilai bertentangan terhadap individu atau kelompok. 2. Sebagai manajer perawat harus menguasai dan memahami bagaimana cara mengelola konflik. 3. Konflik dapat dicegah atau diatasi dengan cara disiplin, bertanggung jawab dan komunikasi termasuk mendengarkan secara aktif, dan ketetapan tentang latihan asertif bagi manajer perawat. 4. Proses manajemen konflik meliputi proses dari diagnosis, intervensi, dan evaluasi (feedback) 5. Manajemen konflik mempunyai tujuan meningkatkan alternative pemecahan, dan mencapai kesepakatan dalam keputusan yang dapat dilaksanakan serta keikhlasan terhadap keputusan yang dibuat. Selain itu manajer perawat dapat mempelajari dan menggunakan ketrampilan khusus untuk mencegah dan mengelola konflik. B. Saran Setiap orang atau manajer keperawatan harus menggunakan manajemen konflik untuk menyelesaikan konflik permasalahannya agar tidak semakin meluas. Serta perlu adanya kegiatan pelatihan dasar kepemimpinan yang berkelanjutan bagi profesi keperawatan, khususnya sebagai perawat pengelola (manajer) untuk dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang baik dalam menentukan strategi penyelesaian konflik.



26



DAFTAR PUSTAKA Adi, Dewa. 2019. “Manajemen Keperawatan ‘Konsep Manajemen Konflik’: Oleh: Kelompok 6 Tingkat Iii.2 | PDF.” SCRIBD. https://www.scribd.com/document/404623103/Bab (February 9, 2022). Dalam Praktik, Aplikasi, Keperawatan Profesional, and Nursalam Edisi. 2014. Manajemen Keperawatan. ed. Aklia Suslia. Jakarta: Salemba Medika. http://www.penerbitsalemba.com (February 9, 2022). Julianto, Mito. 2019. “Peran Dan Fungsi Manajemen Keperawatan Dalam Manajemen Konflik.” Kadek, Ns, Cahya Utami, S Kep, and M Kep. 2016. “MANAJEMEN KONFLIK.” https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/948d79fe6b7aeeecbe85d5f510b66c01. PDF (February 4, 2022). Kusworo. 2019. Manajemen Konflik Dan Perubahan Dala Organisasi. ed. Adnan Abi. Sumedang Jatinagor: Alqaprint. Moh, I Made, Saifudin Yanuar, and Hasniah Dina. 2021. “Review : Manajemen Konflik Keperawatan Di Tatanan Klinis Studi Literatur.” Journal of Advanced Nursing and Health Sciences 2(1): 1–7. Nurman Hidaya, Alfianur. 2020. MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN - Google Books. ed. Deni Apriansyah. Jawa Barat: Penerbit Adab. https://www.google.co.id/books/edition/MANAJEMEN_DAN_KEPEMIMPINAN_DALA M_KEPERAW/cHcTEAAAQBAJ? hl=id&gbpv=1&dq=manajemen+konflik+keperawatan&printsec=frontcover (February 9, 2022). Riama Marlyn Sihombing, Peggy Sara Tahulending. 2021. Manajemen Keperawatan - Riama Marlyn Sihombing, Peggy Sara Tahulending, Uly Agustine, Christie Lidya Rumerung, Adventina Delima Hutapea, Novita Verayanti Manalu, Idauli Simbolon, Agung Mahardika Venansius Purba, Ineke Patrisia, Edi Wibowo Suwandi, Neila S. ed. Ronal watrianthos. Jakarta: Yayasan Kita Menulis. https://books.google.co.id/books? hl=id&lr=&id=8QgeEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA41&dq=manajemen+konflik+keperawat 27



an&ots=lySFywDnky&sig=8Jeevn2mJRkFs9_cZ7alaM6QLH4&redir_esc=y#v=onepage& q=manajemen konflik keperawatan&f=false (February 9, 2022). Safitri, Ayu. 2021. “Analisis Jenis Konflik Perawat Di Pelayanan Kesehatan.” 4(1): 1–2. http://www.ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/view/10544%0Ahttps:// scholar.google.com/scholar?hl=en&as_sdt=0%2C5&q=tawuran+antar+pelajar&btnG= %0Ahttps://doi.org/10.1016/j.jfca.2019.103237. Tuasikal, Hani. 2020. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. ed. Achmad Rozi. Banten: Desanta Muliavisitama.



28