Makalah Manajemen Nyeri [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH MANAJEMEN NYERI



Disusun Oleh Kelompok :



Dosen Pembimbing :



Wasis Pujiati, M.Kep



Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang Program Studi S-1 Keperawatan 2021



KATA PENGANTAR



Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah “Manajemen Nyeri”. Salawat berserta salam kami sanjungkan kepangkuan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan sekarang. Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kami juga menyadari bahwa tugas  makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi, maupun dari segi penulisan, untuk itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan tugas makalah ini.



Tanjungpinang,



Desember 2021



Penyusun



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Pada perkembangan dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkat pesat. Kemajuan dibidang teknologi membawa manfaat yang besar bagi manusia. Penambahan jalan raya dan penggunaan kendaraan bermotor yang tidak seimbang menyebabkan jumlah korban kecelakaan lalu lintas meningkat, tetapi peningkatan jumlah tertinggi lebih banyak terjadi di negara berkembang. Tingginya angka kecelakaan menyebabkan angka kejadian fraktur semakin tinggi, dan salah satu kondisi fraktur yang paling sering terjadi adalah fraktur, yang termasuk dalam kelompok tiga besar kasus fraktur yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dan harus menjalani pembedahan dengan konsekuensi didapatkan efek nyeri setelah operasi. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Tak luput juga kemajuan ilmu dibidang kesehatan dan semakin canggihnya teknologi banyak pula ditemukan berbagai macam teori baru, penyakit baru dan bagaimana pengobatannya. Manajemen nyeri merupakan salah satu cara yang digunakan dibidang kesehatan untuk mengatasi nyeri yang dialami oleh pasien. Pemberian analgesik biasanya dilakukan untuk mengurangi nyeri. Teknik relaksasi merupakan salah satu metode manajemen nyeri non farmakologi dalam strategi penanggulangan nyeri, disamping metode TENS (Transcutaneons Electric Nerve Stimulation), biofeedack, plasebo dan distraksi. Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat mengubah 2 persepsi kognitif dan motivasi afektif pasien. Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri (Potter & Perry, 2005). Pemberian analgesik dan pemberian narkotik untuk menghilangkan nyeri tidak terlalu dianjurkan karena dapat mengaburkan diagnosa (Sjamsuhidajat, 2005). Perawat berperan dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan pasien dan membantu serta menolong pasien dalam memenuhi kebutuhan tersebut termasuk dalam manejemen nyeri (Lawrence, 2002). Secara garis besar ada dua



manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan manajemen non farmakologi. Manajemen nyeri dengan melakukan teknik 3 relaksasi merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi respon internal individu terhadap nyeri. Manajemen nyeri dengan tindakan relaksasi mencakup latihan pernafasan diafragma, teknik relaksasi progresif, guided imagery, dan meditasi, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi (Brunner & Suddart, 2001). B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa keperawatan mampu memahami manajemen nyeri secara keseluruhan. 2. Tujuan Khusus a. Agar mahasiswa mampu memahami pengertian nyeri b. Agar mahasiswa mampu mengklasifikasikan nyeri c. Agar mahasiswa mampu memahami etiologi nyeri d. Agar mahasiswa mengetahui mekanisme nyeri e. Agar mahasiswa mengetahui factor yang mempengaruhi nyeri f. Agar mahasiswa mengetahui respon tubuh terhadap nyeri g. Agar mahasiswa mampu menentukan intensitas nyeri h. Agar mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan nyeri C.



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Nyeri         The International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai berikut nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan jaringan. Nyeri



adalah



pengalaman



sensorik



dan



emosional



yang



tidak



menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan definisi tersebut nyeri merupakan suatu gabungan dari komponen objektif (aspek fisiologi sensorik nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional dan psikologis). Sedangkan nyeri akut disebabkan oleh stimulasi noxious akibat trauma, proses suatu penyakit atau akibat fungsi otot atau viseral yang terganggu. Nyeri tipe ini berkaitan dengan stress neuroendokrin yang sebanding dengan intensitasnya. Nyeri akut akan disertai hiperaktifitas saraf otonom dan umumnya mereda dan hilang sesuai dengan laju proses penyembuhan. B. Klasifikasi nyeri Nyeri diklasifikasikan berdasar beberapa hal, antara lain 6 : 1) Berdasarkan waktu durasi nyeri: a. Nyeri akut: nyeri yang berlangsung kurang dari 3 bulan, mendadak akibat trauma atau inflamasi, tanda respons simpatis, penderita anxietas sedangkan keluarga suportif. b. Nyeri kronik: nyeri yang berlangsung lebih dari 3 bulan, hilang timbul atau terus menerus, tanda respons parasimpatis, penderita depresi sedangkan keluarga lelah. 2) Berdasarkan etiologi: a. Nyeri nosiseptif: rangsang timbul oleh mediator nyeri, seperti pada pasca trauma operasi dan luka bakar. b. Nyeri neuropatik: rangsang oleh kerusakan saraf atau disfungsi saraf, seperti pada diabetes mellitus, herpes zooster.



3) Berdasarkan intensitas nyeri: a. Skala visual analog score: 1- 10 b. Skala wajah Wong Baker: tanpa nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat. 4) Berdasarkan lokasi: a. Nyeri superfisial: nyeri pada kulit, subkutan, bersifat tajam, terlokasi. b. Nyeri somatik dalam: nyeri berasal dari otot, tendo, tumpul, kurang terlokasi. c. Nyeri



visceral:



nyeri



berasal



dari



organ



internal



atau



organ



pembungkusnya, seperti nyeri kolik gastrointestinal dan kolik ureter. d. Nyeri alih/referensi: masukan dari organ dalam pada tingkat spinal disalahartikan oleh penderita sebagai masukan dari daerah kulit pada segmen spinal yang sama. e. Nyeri proyeksi: misalnya pada herpes zooster, kerusakan saraf menyebabkan nyeri yang dialihkan ke sepanjang bagian tubuh yang diinervasi oleh saraf yang rusak tersebut sesuai dermatom tubuh. f. Nyeri phantom: persepsi nyeri dihubungkan dengan bagian tubuh yang hilang seperti pada amputasi ekstremitas. C. Etiologi 1. Trauma2 a. Mekanik Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan, misalnya akibat benturan, gesekan, luka, dan lain-lain. b. Thermis Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas, dingin, misal karena api dan air. c. Khemis Timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau basa kuat d. Elektrik Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa



nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar. 2. Neoplasm a. Jinak b. Ganas 3. Peradangan Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Misalnya : abses 4. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah 5. Trauma psikologis.



D. Mekanisme nyeri Tiga hal penting dalam mekanisme nyeri yakni: mekanisme nosisepsi, perilaku nyeri, dan plastisitas nyeri. 1) Mekanisme nosisepsi a. Proses transduksi adalah rangsang noksius dapat berasal dari bahan kimia, seperti yang terjadi pada proses inflamasi menimbulkan sensitisasi dan mengaktifasi reseptor nyeri. Bisa juga diartikan sebagai pengubahan berbagai stimuli oleh reseptor menjadi impuls listrik yang mampu menimbulkan potensial aksi akhiran saraf. b. Proses transmisi adalah penyaluran impuls saraf sensorik dilakukan oleh serabut A delta bermyelin dan serabut C tak bermyelin sebagai neuron pertama, kemudian dilanjutkan traktus spinothalamikus sebagai neuron kedua dan selanjutnya di daerah thalamus disalurkan sebagai neuron ketiga sensorik pada area somatik primer di korteks serebri.6 c. Proses modulasi terjadi pada sistem saraf sentral ketika aktivasi nyeri dapat dihambat oleh analgesik endogen seperti endorphine, sistem inhibisi sentral serotonin dan noradrenalin, dan aktivitas serabut A beta. d. Proses persepsi merupakan hasil akhir proses interaksi yang kompleks, dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi sepanjang aktivasi sensorik yang sampai pada area primer sensorik korteks serebri dan masukan lain bagian otak yang pada gilirannya menghasilkan suatu perasaan subyektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri atau disebut dengan kesadaran akan adanya nyeri.



Mekanisme nosisepsi dalam tubuh ditampilkan dalam gambar 1 berikut:



Gambar 1. Mekanisme nosisepsi. Dikutip dari : Dominic Wu, Pain management, 2012.



2) Perilaku nyeri (Neuromatrik Melzack) Neuromatrik adalah sistem yang kompleks, meliputi jaras-jaras yang melibatkan medulla spinalis, thalamus, jaringan abu-abu periaaqueductal, korteks somatosensorik, dan sistem limbik. Faktor yang mempengaruhi neuromatrik termasuk faktor genetik, keadaan fisiologik, faktor psikososial, termasuk masukan aferen primer yang dianggap dari kerusakan jaringan, sistem imunoendokrin, sistem inhibisi nyeri, tekanan emosi, dan status penyakit. Neuromatrik dianggap bertanggung jawab terhadap pembentukan persepsi kita terhadap nyeri dan menentukan perilaku nyeri.



6



3) Mekanisme adaptif menjadi maladaptive Mekanisme adaptif mendasari konsep nyeri sebagai alat proteksi tubuh, merujuk kerusakan jaringan pada proses inflamasi dan trauma pada nyeri



akut. Pada nyeri fisiologik, nyeri memiliki tendensi untuk sembuh dan berlangsung terbatas selama nosisepsi masih ada, serta dianggap sebagai gejala penyakit. Pada nyeri kronik, fenomena allodinia, hiperalgesia, nyeri spontan bukan saja menjadi gejala tetapi merupakan penyakit tersendiri. Keadaan nyeri patologik terjadi ketika nosisepsi tetap timbul setelah penyembuhan usai dan tidak proporsional dengan kelainan fisik yang ada. Mekanisme maladaptif terjadi karena plastisitas saraf di tingkat perifer maupun sentral. Tingkat perifer, mekanisme ditimbulkan oleh sensitisasi nosiseptor, aktivitas ektopik termasuk timbulnya tunas-tunas baru di bagian distal lesi dan di ganglion radiks dorsalis saraf lesi, interaksi antara serabut saraf dan timbulnya reseptor adrenergik alfa-2. Pada tingkat sentral, mekanisme ditimbulkan oleh sensitasi sentral berhubungan dengan reseptor glutamat paska sinaps, reorganisasi sentral dari serabut A beta, dan hilangnya kontrol inhibisi nyeri.



E. Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya adalah: 1. Arti nyeri  Bagi seserang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial kultural, lingkungan, dan pengalaman. 2. Persepsi Nyeri Persepsi nyeri merupakan penilaian sangat subyektif tempatnya pada korteks pada fungsi evaluatif kognitio. Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor yang dapat memicu stimulasi nociceptor. 3. Toleransi Nyeri Toleransi ini erat hubungannya dengan adanya intensitas nyeri yang dapat memengaruhi seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat memengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alkohol, obat-obatan, hipnosis, gesekan atau garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat dan sebagianya. Sedangkan faktor yang menurunkan toleransi antara lain



kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain. 4. Reaksi terhadap Nyeri Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk respons nyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, takut, cemas, usia dan lain-lain. 5. Skala Nyeri Reaksi yang dialami oleh pasien mempunyai ukuran tersendiri dari 0-10 dengan tingkatan sebagai berikut : a. Skala Normal  b. Skala ringan c. Skala sedang d. Skala berat Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut : 1) Skala intensitas nyeri      deskritif  2) Skala identitas nyeri numerik 3) Skala analog visual 4) Skala nyeri menurut bourbanis F. Respon Tubuh Terhadap Stres Nyeri Nyeri akut akan menimbulkan perubahan-perubahan didalam tubuh. Impuls nyeri oleh serat afferent selain diteruskan ke sel-sel neuron nosisepsi di kornu dorsalis medulla spinalis, juga akan diteruskan ke sel-sel neuron di kornu anterolateral dan kornu anterior medulla spinalis. Nyeri akut pada dasarnya berhubungan dengan respon stres sistem neuroendokrin yang sesuai dengan intensitas nyeri yang ditimbulkan. Mekanisme timbulnya nyeri melalui serat saraf afferent diteruskan melalui sel-sel neuron nosisepsi di kornu dorsalis medulla spinalis dan juga diteruskan melalui sel-sel dikornu anterolateral dan kornu anterior medulla spinalis memberikan respon segmental seperti peningkatan muscle spasm (hipoventilasi dan penurunan



aktivitas), vasospasm (hipertensi), dan menginhibisi fungsi organ visera (distensi abdomen,



gangguan



saluran



pencernaan,



hipoventilasi).



Nyeri



juga



mempengaruhi respon suprasegmental yang meliputi kompleks hormonal, metabolik dan imunologi yang menimbulkan stimulasi yang noxious. Nyeri juga berespon terjadap psikologis pasien seperti interpretasi nyeri, marah dan takut. 3,8



Gambar 2.6. Respon tubuh terhadap nyeri Impuls yang diteruskan ke sel-sel neuron di kornua antero-lateral akan mengaktifkan sistem simpatis. Akibatnya, organ-organ yang diinervasi oleh sistem simpatis akan teraktifkan. Nyeri akut baik yang ringan sampai yang berat akan memberikan efek pada tubuh seperti : a. Sistem respirasi Karena pengaruh dari peningkatan laju metabolisme, pengaruh reflek segmental, dan hormon seperti bradikinin dan prostaglandin menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen tubuh dan produksi karbondioksida mengharuskan



terjadinya



peningkatan



ventilasi



permenit



sehingga



meningkatkan kerja pernafasan. Hal ini menyebabkan peningkatan kerja



sistem pernafasan, khususnya pada pasien dengan penyakit paru. Penurunan gerakan dinding thoraks menurunkan volume tidal dan kapasitas residu fungsional. Hal ini mengarah pada terjadinya atelektasis, intrapulmonary



shunting,



hipoksemia,



dan



terkadang



dapat



terjadi



hipoventilasi. b. Sistem kardiovaskuler Pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi. Terjadi gangguan perfusi, hipoksia jaringan akibat dari efek nyeri akut terhadap kardiovaskuler berupa peningkatan produksi katekolamin, angiotensin II, dan anti deuretik hormon (ADH) sehingga mempengaruhi hemodinamik tubuh seperti hipertensi, takikardi dan peningkatan resistensi pembuluh darah secara sistemik. Pada orang normal cardiac output akan meningkat tetapi pada pasien dengan kelainan fungsi jantung akan mengalami penurunan cardiac output dan hal ini akan lebih memperburuk keadaanya. Karena nyeri menyebabkan peningkatan



kebutuhan



oksigen



myocard,



sehingga



nyeri



dapat



menyebabkan terjadinya iskemia myocardial. c. Sistem gastrointestinal Perangsangan



saraf



simpatis



meningkatkan



tahanan



sfinkter



dan



menurunkan motilitas saluran cerna yang menyebabkan ileus. Hipersekresi asam lambung akan menyebabkan ulkus dan bersamaan dengan penurunan motilitas usus, potensial menyebabkan pasien mengalami pneumonia aspirasi. Mual, muntah, dan konstipasi sering terjadi. Distensi abdomen memperberat hilangnya volume paru dan pulmonary dysfunction. d. Sistem urogenital Perangsangan saraf simpatis meningkatkan tahanan sfinkter saluran kemih dan menurunkan motilitas saluran cerna yang menyebabkan retensi urin. e. Sistem metabolisme dan endokrin Kelenjar simpatis menjadi aktif, sehingga terjadi pelepasan ketekolamin. Metabolisme



otot



jantung



meningkat



sehingga



kebutuhan



oksigen



meningkat. Respon hormonal terhadap nyeri meningkatkan hormon-hormon katabolik seperti katekolamin, kortisol dan glukagon dan menyebabkan penurunan hormon anabolik seperti insulin dan testosteron. Peningkatan



kadar katekolamin dalam darah mempunyai pengaruh pada kerja insulin. Efektifitas insulin menurun, menimbulkan gangguan metabolisme glukosa. Kadar gula darah meningkat. Hal ini mendorong pelepasan glukagon. Glukagon memicu peningkatan proses glukoneogenesis. Pasien yang mengalami nyeri akan menimbulkan keseimbangan negative nitrogen, intoleransi karbohidrat, dan meningkatkan lipolisis. Peningkatan hormon kortisol bersamaan dengan peningkatan renin, aldosteron, angiotensin, dan hormon antidiuretik yang menyebabkan retensi natrium, retensi air, dan ekspansi sekunder dari ruangan ekstraseluler. f. Sistem hematologi Nyeri menyebabkan peningkatan adhesi platelet, meningkatkan fibrinolisis, dan hiperkoagulopati. g. Sistem imunitas Nyeri merangsang produksi leukosit dengan lympopenia dan nyeri dapat mendepresi sistem retikuloendotelial. Yang pada akhirnya menyebabkan pasien beresiko menjadi mudah terinfeksi. h. Efek psikologis Reaksi yang umumnya terjadi pada nyeri akut berupa kecemasan (anxiety), ketakutan, agitasi, dan dapat menyebabkan gangguan tidur. Jika nyeri berkepanjangan dapat menyebabkan depresi. i. Homeostasis cairan dan elektrolit Efek yang ditimbulkan akibat dari peningkatan pelepasan hormon aldosterom berupa retensi natrium. Efek akibat peningkatan produksi ADH berupa retensi cairan dan penurunan produksi urine. Hormon katekolamin dan kortisol menyebabkan berkurangnya kalium, magnesium dan elektrolit lainnya. G. Pengukuran Intensitas Nyeri Nyeri merupakan masalah yang sangat subjektif yang dipengaruhi oleh psikologis, kebudayaan dan hal lainnya, sehingga mengukur intensitas nyeri merupakan masalah yang relatif sulit.



Ada beberapa metoda yang umumnya digunakan untuk menilai intensitas nyeri, antara lain : 1. Verbal Rating Scale (VRSs) Metoda ini menggunakan suatu word list untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan.



Pasien



disuruh



memilih



kata-kata



atau



kalimat



yang



menggambarkan karakteristik nyeri yang dirasakan dari word list yang ada. Metoda ini dapat digunakan untuk mengetahui intensitas nyeri dari saat pertama kali muncul sampai tahap penyembuhan. Penilaian ini menjadi beberapa kategori nyeri yaitu: - Tidak nyeri (none) - Nyeri ringan (mild) - Nyeri sedang (moderate) - Nyeri berat (severe) - Nyeri sangat berat (very severe) 2. Numerical Rating Scale (NRSs) Metoda ini menggunakan angka-angka untuk menggambarkan range dari intensitas nyeri. Umumnya pasien akan menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan dari angka 0-10. ”0”menggambarkan tidak ada nyeri sedangkan ”10” menggambarkan nyeri yang hebat. .



Gambar 2.7. Numeric pain intensity scale 3. Visual Analogue Scale (VASs) Metoda ini paling sering digunakan untuk mengukur intensitas nyeri. Metoda ini menggunakan garis sepanjang 10 cm yang menggambarkan keadaan tidak nyeri sampai nyeri yang sangat hebat. Pasien menandai angka pada garis yang



menggambarkan



intensitas



nyeri



yang



dirasakan.



Keuntungan



menggunakan metoda ini adalah sensitif untuk mengetahui perubahan intensitas nyeri, mudah dimengerti dan dikerjakan, dan dapat digunakan dalam



berbagai kondisi klinis. Kerugiannya adalah tidak dapat digunakan pada anakanak dibawah 8 tahun dan mungkin sukar diterapkan jika pasien sedang berada dalam nyeri hebat.



No Pain



The most intense pain imaginable



Gambar 2.8. Visual Analog scale



4. McGill Pain Questionnaire (MPQ) Metoda ini menggunakan check list untuk mendiskripsikan gejala-gejal nyeri yang dirasakan. Metoda ini menggambarkan nyeri dari berbagai aspek antara lain sensorik, afektif dan kognitif. Intensitas nyeri digambarkan dengan merangking dari ”0” sampai ”3”. 5. The Faces Pain Scale Metoda ini dengan cara melihat mimik wajah pasien dan biasanya untuk menilai intensitas nyeri pada anak-anak. Faces Pain Rating Scale (untuk anak)



Gambar 2.9. Faces Pain Scale



H. Penatalaksanaan Nyeri Akut 1. Terapi Multimodal Nyeri akut sering dikelola dengan tidak memadai. Ini tidak seharusnya demikian. Kontrol nyeri sering bisa diperbaiki dengan strategi sederhana, yaitu nilai nyeri, atasi dengan obat dan teknik yang sudah ada, nilai kembali nyeri setelah



terapi dan bersiap untuk memodifikasi pengobatan jika perlu. Analgesia yang baik mengurangi komplikasi pasca bedah seperti infeksi paru, mual dan muntah, DVT ,dan ileus. Penyebabnya



biasanya



lebih



mudah



dapat



ditentukan,



sehingga



penanggulangannya biasanya lebih mudah pula. Nyeri akut ini akan mereda dan hilang seiring dengan laju proses penyembuhan jaringan yang sakit. Semua obat analgetika efektif untuk menanggulangi nyeri akut ini. Diagnosa penyebab nyeri akut harus ditegakkan lebih dahulu. Bersamaan dengan usaha mengatasi penyebab nyeri akut, keluhan nyeri penderita juga diatasi. Intinya, diagnosa penyebab ditegakkan, usaha mengatasi nyeri sejalan dengan usaha mengatasi penyebabnya. Setelah diagnosis ditetapkan, perencanaan pengobatan harus disusun. Untuk itu berbagai modalitas pengobatan nyeri yang beraneka ragam dapat digolongkan sebagai berikut13 : a.



Modalitas fisik Latihan fisik, pijatan, vibrasi, stimulasi kutan (TENS), tusuk jarum, perbaikan posisi, imobilisasi, dan mengubah pola hidup.



b. Modalitas kognitif-behavioral Relaksasi, distraksi kognitif, mendidik pasiern, dan pendekatan spiritual. c.



Modalitas Invasif Pendekatan radioterapi, pembedahan, dan tindakan blok saraf.



d. Modalitas Psikoterapi Dilakukan secara terstruktur dan terencana, khususnya bagi merreka yang mengalami depresi dan berpikir ke arah bunuh diri e.



Modalitas Farmakoterapi Mengikuti ”WHO Three-Step Analgesic Ladder”



DISTRAKSI Distraksi adalah Gangguan yang berarti mengalihkan perhatian kita pada sesuatu. Kita menggunakan metode ini tanpa menyadari ketika kita menonton televisi atau mendengarkan radio untuk mengalihkan pikiran kita dari kekhawatiran/cemas/suatu masalah atau mungkin rasa sakit yang sedang kita alami. 1. Teknik Distraksi



Tehnik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien),. Stimulus yang menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang. Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat individu dalam stimulasi, oleh karena itu, stimulasi penglihatan, pendengaran dan sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimulasi satu indera saja (Tamsuri, 2007).



2. Jenis-jenis distraksi: a. Distraksi visual Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual. b. Distraksi pendengaran Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki. (Tamsuri, 2007). c. Distraksi pernafasan             Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada satu objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui hidung



dengan



hitungan



satu



sampai



empat



dan



kemudian



menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik.Bernafas ritmik dan massase, instruksi kan klien untuk melakukan pernafasan ritmik dan



pada saat yang bersamaan lakukan massase pada bagaian tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri. d. Distraksi intelektual Antara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita. e. Cara menggunakan Distraksi  Setiap kegiatan/aktifitas dimana kita harus fokus dapat digunakan untuk melakukan distraksi.  Distraksi bisa internal, seperti menghitung, menyanyi untuk diri sendiri, berdoa, atau mengulangi pernyataan seperti "Saya dapat mengatasinya." Atau Disraksi dapat eksternal, seperti menjahit, membuat/menggambar lukisan dll.



RELAKSASI Relaksasi adalah suatu cara untuk menenangkan fisik, pikiran dan jiwa dari hiruk pikuk kehidupan sehari-hari. Sangat berbeda dengan “kemalasan”. Sebenarnya, “malas” adalah suatu masalah di dalam pikiran, bahkan di dalam jiwa; dimana “si pemalas” secara tidak sadar menganggap bahwa bermalas-malasan adalah suatu cara terbaik untuk hidup. Pahamilah, bahwa rileks dan santai dalam hidup tidak berarti malas. Dengan Teknik Relaksasi Pernafasan ini, kita bisa memakai beberapa postur tubuh untuk memudahkan kita sampai pada posisi rileks yang dikehendaki; sekaligus dengan postur tubuh tersebut, kita akan mendapatkan stimuli yang dibutuhkan syaraf-syaraf tertentu. Teknik Relaksasi ini sebenarnya juga bertujuan untuk mengaktifkan kekuatan energi dari otak kanan, yaitu bagian otak yang mengurusi masalah emosi dan imajinasi manusia. 1. Teknik relaksasi Teknik relaksasi didasarkan kepada keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang merangsang pikiran karena nyeri atau kondisi penyakitnya. Teknik relaksasi dapat menurunkan ketegangan fisiologis. Teknik ini dapat dilakukan dengan kepala ditopang dalam posisi berbaring atau duduk dikursi.



Hal utama yang dibutuhkan dalam pelaksanaan teknik relaksasi adalah klien dengan posisi yang nyaman, klien dengan pikiran yang beristirahat, dan lingkungan yang tenang. Teknik relaksasi banyak jenisnya, salah satunya adalah relaksasi autogenic. Relaksasi ini mudah dilakukan dan tidak berisiko. Ketika melakukan relaksasi autogenic, seseorang membayangkan dirinya berada didalam keadaan damai dan tenang, berfokus pada pengaturan napas dan detakan jantung. Langkah-langkah latihan relaksasi autogenic adalah sebagai berikut: a. Persiapan sebelum memulai latihan 1) Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal, dan mata terpejam. 2) Atur napas hingga napas menjadi lebih teratur. 3) Tarik napas sekuat-kuatnya lalu buang secara perlahan-lahan sambil katakandalam hati ‘saya damai dan tenang’. b. Langkah 1 : merasakan berat 1) Fokuskan perhatian pada lengan dan bayangkan kedua lengan terasa berat. Selanjutnya, secara perlahan-lahan bayangkan kedua lengan terasa kendur, ringan, sehingga terasa sangat ringan sekali sambil katakana ‘saya merasa damai dan tenang sepenuhnya’. 2) Lakukan hal yang sama pada bahu, punggung, leher dan kaki. c. Langkah 2 : merasakan kehangatan 1) Bayangkan darah mengalir keseluruh tubuh dan rasakan hawa hangatnya aliran darah, seperti merasakan minuman yang hangat, sambil mengatakan dalam diri ‘saya merasa senang dan hangat’. 2) Ulangi enam kali. 3) Katakan dalam hati ‘saya merasa damai, tenang’. d. Langkah 3 : merasakan denyut jantung 1) Tempelkan tangan kanan pada dada kiri dan tangan kiri pada perut. 2) Bayangkan dan rasakan jantung berdenyut dengan teratur dan tenang. Sambil katakana ‘jantungnya berdenyut dengan teratur dan tenang’. 3) Ulangi enam kali. 4) Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’. e. Langkah 4 : latihan pernapasan 1) Posisi kedua tangan tidak berubah. 2) Katakan dalam diri ‘napasku longgar dan tenang’



3) Ulangi enam kali. 4) Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’. f. Langkah 5 : latihan abdomen 1) Posisi kedua tangan tidak berubah. Rasakan pembuluh darah dalam perut mengalir dengan teratur dan terasa hangat. 2) Katakan dalam diri ‘darah yang mengalir dalam perutku terasa hangat’. 3) Ulangi enam kali. 4) Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’. g. Langkah 6 : latihan kepala 1) Kedua tangan kembali pada posisi awal. 2) Katakan dalam hati ‘kepala saya terasa benar-benar dingin’ 3) Ulangi enam kali. 4) Katakan dalam hati ‘saya merasa damai dan tenang’. h. Langkah 7 : akhir latihan Mengakhiri latihan relaksasi autogenik dengan melekatkan (mengepalkan) lengan bersamaan dengan napas dalam, lalu buang napas pelan-pelan sambil membuka mata. 2. Farmakoterapi Nyeri Semua obat yang mempunyai efek analgetika biasanya efektif untuk mengatasi nyeri akut. Hal ini dimungkinkan karena nyeri akut akan mereda atau hilang sejalan dengan laju proses penyembuhan jaringan yang sakit. Dalam melaksanakan farmakoterapi terdapat beberapa prinsip umum dalam pengobatan nyeri. Perlu diketahui sejumlah terbatas obat dan pertimbangkan berikut:  Bisakan pasien minum analgesik oral?  Apakah pasien perlu pemberian iv untuk mendapat efek analgesik cepat?  Bisakan anestesi lokal mengatasi nyeri lebih baik, atau digunakan dalam kombinasi dengan analgesik sistemik?  Bisakan digunakan metode lain untuk membantu meredakan nyeri, misal pemasangan bidai untuk fraktur, pembalut luka bakar. Praktik dalam tatalaksana nyeri, secara garis besar stategi farmakologi mengikuti ”WHO Three Step Analgesic Ladder” yaitu :



1. Tahap pertama dengan menggunakan abat analgetik nonopiat seperti NSAID atau COX2 spesific inhibitors. 2. Tahap kedua, dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka diberikan obat-obat seperti pada tahap 1 ditambah opiat secara intermiten. 3. Tahap ketiga, dengan memberikan obat pada tahap 2 ditambah opiat yang lebih kuat. Penanganan nyeri berdasarkan patofisiologi nyeri paada proses transduksi dapat diberikan anestesik lokal dan atau obat anti radang non steroid, pada transmisi inpuls saraf dapat diberikan obat-obatan anestetik lokal, pada proses modulasi diberikan kombinasi anestetik lokal, narkotik, dan atau klonidin, dan pada persepsi diberikan anestetik umum, narkotik, atau parasetamol.



NYERI RINGAN Farmakoterapi Tingkat I Nama Obat



Dosis



Jadwal



Aspirin



325-650 mg, maks 4 g/hari



4 jam sekali



Asetaminofen



325-650 mg



4-6 jam sekali



Farmakoterapi Tingkat II Ibuprofen



200 mg



4-6 jam sekali



Sodium Naproksen



Awalan 440 mg Selanjutnya 220 mg



8-12 jam sekali



Ketoprofen



12,5 mg



4-6 jam sekali



NYERI SEDANG Nama Obat



Farmakoterapi Tingkat III Dosis



Jadwal



Asetaminofen Ibuprofen



Penyesuaian dosis. Misal: Aspirin 1000 mg



4-6 jam sekali 4-6 jam sekali



Sodium Naproksen



8-12 jam sekali



Ketoprofen



4-6 jam sekali



Farmakoterapi Tingkat IV Jika farmakoterapi tingkat III gagal, OAINS yang dipilih dapat diganti. Pilihan OAINS ke-2 sebaiknya dari kelompok kimia yang berbeda (Lihat tabel analgesik non-opioid yang sering digunakan) Farmakoterapi Tingkat V Opioid (misal:codein)



NYERI SEDANG Farmakoterapi Tingkat VI Nama Obat



Dosis



Tramadol



Jadwal



50-100 mg NYERI BERAT



4-6 jam



Farmakoterapi Tingkat VII Nama Obat



Indikasi



Morfin



Campuran agonisantagonis pentazosin



Mekanisme



Bila terapi non narkotik tidak efektif & terdapat riwayat terapi narkotik untuk nyeri



Agonis parsial



Blok aktifasi komponen m kompleks reseptor Blok aktifasi komponen m kompleks reseptor



Pada dasarnya ada 3 kelompok obat yang mempunyai efek analgetika yang dapat digunakan untuk menanggulangi nyeri akut. 1. Obat analgetika nonnarkotika. Termasuk disini adalah obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) Banyak jenis obat ini. Manfaat dan efek samping obat-obat ini wajib dipahami sebelum memberikan obat ini pada penderita. Obat antiinflamasi nonsteroid mempunyai titik tangkap kerja dengan mencegah



kerja



ensim



siklooksigenase



untuk



mensintesa



prostaglandin. Prostaglandin yang sudah terbentuk tidak terpengaruh oleh obat ini. Obat ini efektif untuk mengatasi nyeri akut dengan intensitas ringan sampai sedang. Obat ini tersedia dalam kemasan yang dapat diberikan secara oral (tablet, kapsul, sirup), dalam kemasan suntik. Kemasan suntik dapat diberikan secara intra muskuler, dan intravena.



Pemberian intravena dapat secara bolus atau infus. Obat ini juga tersedia dalam kemasan yang dapat diberikan secara supositoria.







Memiliki potensi analgesik sedang dan merupakan anti-radang. Efektif untuk bedah mulut dan bedah ortopedi minor. Mengurangi kebutuhan akan opioid setelah bedah mayor. Obat-obat AINS memiliki mekanisme kerja sama, jadi jangan kombinasi dua obat AINS yang berbeda pada waktu bersamaan.







Diketahui meningkatkan waktu perdarahan, dan bisa menambah kehilangan darah.







Bisa diberikan dengan banyak cara: oral, im, iv, rektal, topikal. Pemberian oral lebih disukai jika ada. Diklofenak iv harus dihindari karena nyeri dan bisa menimbulkan abses steril pada tempat suntikan.



Kontraindikasi AINS 



Riwayat tukak peptik







Insufisiensi ginjal atau oliguria







Hiperkalemia







Transplantasi ginjal







Antikoagulasi atau koagulopati lain







Disfungsi hati berat







Dehidrasi atau hipovolemia







Terapi dengan frusemide







Riwayat eksaserbasi asma dengan AINS



Gunakan AINS dengan hati-hati (risiko kemunduran fungsi ginjal) pada : 



Pasien > 65 tahun







Penderita diabetes yang mungkin mengidap nefropati dan/atau penyakit pembuluh darah ginjal







Pasien dengan penyakit pembuluh darah generalisata







Penyakit jantung, penyakit hepatobilier, bedah vaskular mayor







Pasien yang mendapat penghambat ACE, diuretik hemat- kalium, penyekat beta, cyclosporin, atau metoreksat.







Elektrolit dan kreatinin harus diukur teratur dan setiap kemunduran fungsi ginjal atau gejala lambung adalah indikasi untuk menghentikan AINS.



Ibuprofen aman dan murah. Obat-obat kerja lama (misal piroksikam) cenderung memiliki efek samping lebih banyak. Penghambat spesifik dari siklo-oksigenase 2 (COX-2) misal meloxicam mungkin lebih aman karena efeknya minimal terhadap sistem COX gastrointestinal dan ginjal. Pemberian AINS dalam jangka lama cenderung menimbul-kan efek samping daripada pemberian singkat pada periode perioperatif. Antagonis H2 (misal ranitidin) yang diberikan bersama AINS bisa melindungi lambung dari efek samping.



2. Obat analgetika narkotik Obat ini bekerja dengan mengaktifkan reseptor opioid yang banyak terdapat didaerah susunan saraf pusat. Obat ini terutama untuk menanggulangi nyeri akut dengan intensitas berat. Terdapat 5 macam reseptor opioid, Mu, Kappa, Sigma, Delta dan Epsilon. Obat analgetika narkotika yang digunakan dapat berupa preparat alkaloidnya atau preparat sintetiknya. Penggunaan obat ini dapat menimbulkan efek depresi pusat nafas bila dosis yang diberikan relatif tinggi. Efek samping yang tidak tergantung dosis, yang juga dapat terjadi adalah mual sampai muntah serta pruritus. Pemakaian untuk waktu yang relatif lama dapat diikuti oleh efek toleransi dan ketergantungan. Obat ini umumnya tersedia dalam kemasan untuk pemberian secara suntik, baik intra muskuler maupun intravena.



Pemberian intravena, dapat secara bolus atau infus. Dapat diberikan secara epidural atau intra tekal, baik bolus maupun infuse (epidural infus). Preparat



opioid Fentanyl juga tersedia dalam



kemasan yang dapat diberikan secara intranasal atau dengan patch dikulit. Sudah tersedia dalam bentuk tablet (morfin tablet). Juga tersedia dalam kemasan supositoria. Penggunaan



obat



narkotik



ini



harus



disertai



dengan



pencatatan yang detail dan ketat, serta harus ada pelaporan yang rinci tentang penggunaan obat ini ke instansi pengawas penggunaan obat-obat narkotika. Dengan ditemukannya reseptor opioid didaerah kornua dorsalis medulla spinalis di tahun 1970 an, obat ini dapat diberikan secara injeksi kedalam ruang epidural atau kedalam ruang intratekal. Bila cara ini dikerjakan, dosis obat yang digunakan menjadi sangat kecil, menghasilkan efek analgesia yang sangat baik dan durasi analgesia yang sangat lama/panjang. Pemakaian obat analgetika narkotika secara epidural atau intratekal, dapat dikombinasi dengan obat-obat Alfa-2 agonist, antikolinesterase atau adrenalin. Dengan kombinasi obat-obat ini, akan didapat efek analgesia yang sangat adekuat serta durasi yang lebih panjang, sedangkan dosis yang diperlukan menjadi sangat kecil. 3. Kelompok obat anestesia lokal. Obat ini bekerja pada saraf tepi, dengan mencegah terjadinya fase depolarisasi pada saraf tepi tersebut. Obat ini dapat disuntikkan pada daerah cedera, didaerah perjalanan saraf tepi yang melayani dermatom sumber nyeri, didaerah perjalanan plexus saraf dan kedalam ruang epidural atau interatekal. Komplikasi bisa terjadi: 



Komplikasi tersering berkaitan dengan teknik spesifik, misal hipotensi pada anestesi epidural karena blok simpatis, dan kelemahan otot yang menyertai blok saraf besar.







Toksisitas sistemik bisa terjadi akibat dosis berlebihan atau pemberian aksidental dari anestesi lokal secara sistemik. Ini bermanifestasi mulai dari kebingungan ringan, sampai hilang kesadaran, kejang, aritmia jantung dan henti jantung.







Pemberian obat yang salah merupakan malapetaka pribadi dan mediko-legal. Ekstra hati-hati diperlukan ketika memberikan obat.



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Manajemen nyeri harus menggunakan pendekatan yang menyeluruh, hal ini karena nyeri mempengaruhi keseluruhan aspek kehidupan manusia, oleh karena itu kita tidak boleh hanya terpaku hanya pada satu pendekatan saja tetapi juga menggunakan pendekatan-pendekatan yang lain yang mengacu kepada aspek kehidupan manusia yaitu biopsikososialkultural dan spiritual, pendekatan non farmakologik dan pendekatan farmakologik tidak akan berjalan efektif bila digunakan sendiri-sendiri, keduanya harus dipadukan dan saling mengisi dalam rangka mengatasi/ penanganan nyeri pasien. Pasien adalah individu-individu yang berbeda yang berrespon secara berbeda terhadap nyeri, sehingga penangananyapun tidak bisa disamakan antar individu yang satu dengan yang lainnya. Pengkajian yang tepat, akurat tentang nyeri sangat diperlukan sebagai upaya untuk mencari solusi yang tepat untuk menanganinya, untuk itu pengkajian harus selalu dilakukan secara berkesinambungan, sebagai upaya mencari gambaran yang terbaru dari nyeri yang dirasakan oleh pasien. B. SARAN Demikian makalah manajemen nyeri ini dibuat semoga dapat menambah pengetahuan dan pemahamanan pembacanya, kritik dan saran yang membangun kami tampung untuk kemajuan pada masa yang akan dating.



DAFTAR PUSTAKA Kozier. 2010. Fundamental Of Nursing. Potter dan Perry. Fundamental Keperawatan. Vol : 2. Jakarta: Salemba Medika Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika. Andarmoyo Sulistyo. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media http://ariasandyhasim.blogspot.co.id/2015/09/distraksi-dan-relaksasimanagement-nyeri.html. Diakses 12 Desember 2021 Morgan, G.E., Pain Management, In: Clinical Anesthesiology 2nd ed. Stamford: Appleton and Lange, 1996, 274-316. Latief, S.A., Petunjuk Praktis Anestesiologi, edisi II, Bag Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI, Jakarta, 2001. Loese, J.D., Peripheral Pain Mechanism and Nociceptic Plasticity, In Bonica’s Management of Pain, Lippicott Williams and Wilkins, 2001, 26-65 Avidan, M., Pain Managemnet, In Perioperative Care, Anaesthesia, Pain Management and Intensive Care, London, 2003, 78-102 Benzon, et al., The Assesment of Pain, In Essential of Pain Medicine and Regional Anaesthesia, 2nd ed, Philadelphia, 2005 angku G., Nyeri dan Mutu Kehidupan, Buletin IDI, Denpasar, 2005. Meliala A. Pemeriksaan Nyeri, Neuro Sains, Suplemen BNS Vol 4 No 2, 2003, 3337.