Makalah Meso [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH FARMASI KOMUNITAS TETANG MONITORING EFEK SAMPING OBAT



Dosen Pengampu : Ika Andriana M.Farm., Apt



Disusun Oleh Kelompok 3 : Erisa Apriliyani



/ 1704101002



Oviano Prasilia Rahmallah



/ 1704101005



Ismail Daimul Ikhsan



/ 1704101010



Siti Nuraini



/ 1704101013



PRODI S1-FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN SAINS UNIVERSITAS PGRI MADIUN 2019/2020 1



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana guna memenuhi tugas mata kuliah Farmasi Komunitas Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, bimbingan orang tua, dosen pembimbing sehingga kendala-kendala yang penulis alami teratasi. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas tentang Monitoring Efek Samping Obat yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi dan berita. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi kemahasiswaan. Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca khususnya mahasiswa Universitas PGRI Madiun. Saya sadar makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca dan kepada dosen pembimbing untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.



Madiun, 24 Maret 2020



2



DAFTAR ISI



3



BAB 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Republik Indonesia, sebagai lembaga yang mengemban otoritas regulatori di bidang obat di Indonesia mempunyai tanggung jawab kepada masyarakat untuk menjamin bahwa semua produk obat yang beredar (pasca pemasaran) memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu. Dalam hal ini, Badan POM melakukan langkah pengawalan dan pemantauan baik dari aspek keamanan, kemanfaatan dan mutu obat yang beredar, mulai dari evaluasi pra pemasaran hingga pengawasan pasca pemasaran obat yang beredar di wilayah Republik Indonesia. Secara khusus, kegiatan pengawasan pasca pemasaran utamanya pemantauan aspek keamanan obat merupakan upaya Badan POM dalam rangka jaminan keamanan obat (ensuring drug safety) pasca pemasaran. Kegiatan ini merupakan kegiatan strategis pengawasan yang harus dilakukan secara berkesinambungan, karena upaya jaminan keamanan obat pasca pemasaran akan 5 berdampak pada jaminan keamanan pasien (ensuring patient safety) sebagai pengguna akhir dari suatu obat. Pengawalan dan pemantauan aspek keamanan obat pasca pemasaran dilakukan untuk mengetahui efektifitas (efectiveness) dan keamanan penggunaan obat pada kondisi kehidupan nyata atau praktik klinik yang sebenarnya. Banyak bukti menunjukkan bahwa sebenarnya efek samping obat (ESO) dapat dicegah, dengan pengetahuan yang bertambah, yang diperoleh dari kegiatan pemantauan aspek keamanan obat pasca pemasaran (atau yang sekarang lebih dikenal dengan istilah Farmakovigilans. Sehingga, kegiatan ini menjadi salah satu komponen penting dalam sistem regulasi obat, praktik klinik dan kesehatan masyarakat secara umum. Pengawalan atau pemantauan aspek keamanan suatu obat harus secara terus menerus dilakukan untuk mengevaluasi konsistensi profil keamanannya atau riskbenefit ratio-nya. Dimana kita harus mempertimbangkan benefit harus lebih besar dari risk, untuk mendukung jaminan keamanan obat beredar. Pengawalan aspek keamanan obat senantiasa dilakukan dengan pendekatan risk management di setiap tahap perjalanan atau siklus obat.



4



Badan POM tidak dapat melakukan pengawalan aspek keamanan obat ini secara sendiri, namun perlu juga dukungan partisipasi semua pemeran kunci (key players) yang terlibat dalam perjalanan atau siklus suatu obat, sejak obat melalui proses perijinan (pra-pemasaran) hingga peresepan dokter dan penggunaan oleh pasien (pasca – pemasaran). Untuk tujuan menggalakkan kembali peran partisipasi aktif semua pemeran kunci, utamanya sejawat tenaga kesehatan, Badan POM melakukan pemutakhiran terhadap panduan pemantauan aspek keamanan obat atau ESO di Indonesia. Sejawat tenaga kesehatan yang bertugas di pelayanan kesehatan baik di sektor pemerintah maupun swasta merupakan mitra kerja Badan POM dalam hal aktifitas pemantauan aspek keamanan obat pasca – pemasaran. Hingga saat ini sistem pemantauan dan pelaporan ESO oleh sejawat tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela, namun demikian dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan juga standar pelayanan kesehatan dalam rangka patient safety, pemantauan ESO menjadi bagian yang sangat penting. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksud dengan MESO ? 2. Siapa saja yang terlibat dalam melakukan MESO ? 3. Siapa yang melaporkan MESO ? 4. Mengapa perlu adanya MESO ? 5. Apa yang dilaporkan dalam MESO ? 6. Bagaimana cara melaporkan ESO? 7. Apakah tujuan dilakukan MESO ? 8. Obat-obat apa saja yang perlu MESO ? C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH 1. Untuk mengetahui pengertian dari MESO 2. Untuk mengetahui orang orang yang terlibat dalam melakukan MESO 5



3. Untuk mengetahui orang orang yang melaporkan MESO 4. Untuk lebih memahami dan mengetahui adanya MESO 5. Untuk mengetahui obat obat yang dilaporkan dalam MESO 6. Untuk mengetahui caranya melaporkan ESO 7. Untuk mengetahui tujuan dilakukan MESO tersebut 8. Untuk mengetahui dan memahami obat-obat yang terdapat dalam MESO



6



BAB 2. PEMBAHASAN A. DEFINISI MESO Monitoring Efek Samping Obat, adalah program pemantauan keamanan obat sesudah beredar (pasca-pemasaran). Program ini dilakukan secara berkesinambungan untuk mendukung upaya jaminan atas keamanan obat, sejalan pelaksanaan evaluasi aspek efikasi, MESO oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary reporting) dengan menggunakan formulir pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal sebagai Form Kuning (Lampiran 1). Monitoring tersebut dilakukan terhadap seluruh obat yang beredar dan digunakan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Aktifitas monitoring ESO dan juga pelaporannya oleh sejawat tenaga kesehatan sebagai healthcare provider merupakan suatu tool yang dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya ESO yang serius dan jarang terjadi (rare). keamanan dan mutu sebelum suatu obat diberikan ijin edar (pra-pemasaran). B. PEMANTAUAN DAN PELAPORAN EFEK SAMPING OBAT (ESO) MESO oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary reporting) dengan menggunakan formulir pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal sebagai Form Kuning (Lampiran 1). Monitoring tersebut dilakukan terhadap seluruh obat beredar dan digunakan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Aktifitas monitoring ESO dan juga pelaporannya oleh sejawat tenaga kesehatan sebagai healthcare provider merupakan suatu tool yang dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya ESO yang serius dan jarang terjadi (rare). C. PETUGAS YANG TERLIBAT DALAM MELAKUKAN MESO MESO DI RUMAH SAKIT Merupakan salah satu tugas PFT Tim Meso dalam PFT adalah : -



Para Klinisi Terkait



-



Ahli Farmakologi



-



Apoteker 7



-



Perawat



D. YANG MELAPORKAN MESO Tenaga kesehatan, dapat meliputi : - Dokter - Dokter spesialis - Dokter gigi - Apoteker - Bidan - Perawat - Tenaga kesehatan lain E. PELAKSANAAN MESO Program MESO menggunakan metode pelaporan secara sukarela (Voluntary reporting) dari tenaga kesehatan dengan formulir pelaporan yang dirancang sesederhana mungkin sehingga memudahkan pengisiannya (formulir kuning). Hasil pengkajian aspek keamanan berdasarkan laporan ESO di indonesia atau informasi ESO internasional, dapat digunakan untuk pertimbangan suatu tindak lanjut regulatori berupa pembatasan indikasi, pembatasan dosis, pembekuan atau penarikan ijin edar dan penarikan obat dari peredaran untuk menjamin perlindungan keamanan masyarakat. Indonesia telah tercatat sebagai negara anggota dalam kegiatan WHOUMC Collaborating Centre for International Drug Monitoring. Untuk itu laporan ESO di Indonesia yang diterima oleh Pusat MESONasional dari Saudara, akan dikirim ke “Pusat Monitoring Efek Samping Obat Internasional” (WHO-UMC Collaborating Centre), di Uppsala, Swedia. Data ESO dari seluruh dunia yang dikirimkan termasuk dari Indonesia, selanjutnya akan masuk dalam data base Pusat MESO Internasional. Drug Regulatory Authorities (DRAs) dari negara-negara anggota saling bertukar menukar informasi berkaitan drug safety melalui e-mail Vigimed Lists. Laporan efek samping yang dikaji atau dievaluasi sesuai derajat atau tingkat kegawatan efek samping atau insidens atau hal lain, hasilnya dapat berbentuk saran 8



serta tindak lanjut terhadap kasus yang bersangkutan oleh pihak regulatori, dan dipublikasi di dalam bulletin BERITA MESO. Pusat MESO Nasional sangat mengharapkan dan menghargai peran aktif untuk berpartisipasi di dalam kegiatan MESO dengan cara mengirimkan laporan efek samping produk terapetik yang Saudara jumpai. F. CARA MELAPOR DAN INFORMASI MESO YANG HARUS DILAPORKAN Setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek samping obat perlu dilaporkan, baik efek samping yang belum diketahui hubungan kausalnya (KTD/AE) maupun yang sudah pasti merupakan suatu ESO (ADR). Ketika suatu obat telah mendapat persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makan an (POM) untuk diedarkan, penggunaan obat secara luas oleh masyarakat tidak dapat dihindari. Untuk itu, tuntutan pengawalan dan pemantauan aspek keamanan suatu obat pun harus terusmenerus dilakukan. Hal itu lebih dikenal dengan istilah pemantauan aspek keamanan obat pascapemasaran (post-marketing surveillance). Dalam hal ini Badan POM melakukan langkah pengawalan dan pemantauan baik dari aspek keamanan, kemanfaatan, dan mutu obat yang beredar. Kegiatan itu dilakukan Badan POM dalam upaya menjamin keamanan obat (ensuring drug safety) pascapemasaran. Bila kegiatan strategis itu dilakukan secara berkesinambung an akan berdampak pada jaminan keamanan pasien (ensuring patient safety) sebagai pengguna akhir dari suatu obat. Dengan pemantauan aspek keamanan pascapemasaran, efek samping obat dapat dicegah. Kegiatan itu juga menjadi salah satu komponen penting dalam sistem regulasi obat, praktik klinik, dan kesehatan masyarakat secara umum. Peran masyarakat merupakan salah satu unsur penting dalam perjalanan suatu obat. Masyarakat atau pasien adalah pengguna akhir suatu produk obat. Pasien menerima pengobatan yang diberikan dokter untuk perawatan kesehatannya. Saat itulah pasien berhak mengetahui informasi apa pun tentang obat yang hendak digunakan. Untuk itu, tenaga kesehatan, baik dokter maupun apoteker, harus dapat memberikan informasi yang jelas terkait de ngan penggunaan obat tersebut. Mereka juga harus menyarankan kepada pasien untuk tidak sungkan kembali lagi kepada dokter apabila merasakan halhal yang tidak nyaman selama menggunakan obat. Beragam pertanyaan yang dapat diajukan terkait dengan penggunaan obat menunjukkan obat merupakan suatu produk khusus yang membutuhkan perhatian dan kewaspadaan serta kepatuhan dalam 9



penggunaannya. Kepatuhan penggunaan itu sesuai dengan rambu-rambu yang diberikan secara khusus oleh dokter pada saat meresepkan obat ataupun ramburambu yang melekat pada obat tersebut, yaitu yang tercantum dalam brosur yang menyertai produk obat. Brosur di dalam obat itu terdapat informasi untuk penga walan keamanan penggunaannya, seperti indikasi (obat diberikan sesuai dengan indikasi penyakit yang diderita pasien), kontraindikasi (obat dilarang untuk diberikan kepada pasien dengan kondisi medis tertentu yang disebutkan), peringatan dan perhatian (halhal yang harus diperhatikan pasien selama menggunakan obat tersebut), dan informasi efek samping. Lantas, bagaimana aspek keamanan obat dapat dikawal agar manfaatnya tetap konsisten sesuai dengan pada saat pertama kali disetujui beredar? Untuk itulah dibutuhkan partisipasi pengawalan aspek keamanan obat oleh pasien atau masyarakat. Caranya dengan melaporkan efek samping yang dialaminya kepada dokter yang meresepkan obat. Pasien atau masyarakat adalah sumber utama dalam hal pemantauan efek samping obat karena pasienlah yang mengalami dan merasakannya.Pelaporan itu dapat mencegah kemungkinan efek samping yang sama terjadi pada orang lain apabila diresepkan obat yang sama. Di beberapa negara, kasus efek samping obat yang menyebabkan pasien memerlukan perawatan di rumah sakit menunjukkan persentase yang tidak dapat diabaikan (misal di Norwegia 11,5%, Prancis 13%, Britania Raya 16%) (WHO). Di beberapa negara lainnya, pembiayaan kesehatan di rumah sakit dapat mencapai 15% hingga 20% untuk menangani permasalahan komplikasi yang terkait dengan penggunaan obat (WHO). Dalam upaya mendorong partisipasi semua pihak terkait dengan penggunaan obat, Badan POM melakukan program pemantauan efek samping obat. Peran tenaga kesehatan Selain masyarakat atau pasien, dibutuhkan pula peranan tenaga kesehatan dalam melaporkan kasus efek samping obat. Saat ini sistem pelaporan efek samping oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary reporting). Karena itu, keberhasilan berjalannya sistem ini bergantung pada peran tenaga kesehatan itu sendiri. Oleh karena itu, setiap laporan efek samping yang diinformasikan pasien kepada dokter, sangat didorong (encouraged) untuk dapat diteruskan kepada Badan POM dalam bentuk laporan efek samping. Badan POM memberikan fasilitasi pelaporan efek samping obat dengan menyirkulasikan formulir



10



pelaporan berwarna kuning (dikenal dengan formulir kuning) kepada tenaga kesehatan di seluruh Indonesia. Di dalam formulir kuning, tenaga kesehatan diharapkan memberikan informasi yang lengkap. Informasi itu terkait dengan empat unsur penting, yaitu informasi tentang pasien, efek samping yang dialami, obat yang dicurigai penyebab efek samping, dan tenaga kesehatan pelapor. Formulir kuning dapat diperbanyak dan dikirim tanpa menggunakan prangko. Metode pelaporan itu sedikit membutuhkan biaya dan cukup efektif. Keuntungan lainnya adalah dapat menemukan efek samping obat yang jarang terjadi, fatal, atau gawat. Dengan populasi yang sangat besar di negara kita, pelaporan efek samping obat oleh tenaga kesehatan merupakan potensi yang penting untuk mengevaluasi profi l keamanan suatu obat pasca pemasaran. Laporan efek samping obat itu merupakan langkah deteksi dini dan pencegahan adanya permasalahan terkait dengan penggunaan suatu obat. Dengan mengetahui efek samping atau informasi aspek keamanan suatu obat tersebut membangun rasa percaya diri dokter dalam meresepkan obat tersebut kepada pasiennya. Beberapa survei menunjukkan rasa percaya diri dokter dalam meresepkan suatu obat lebih besar dengan mengetahui informasi efek samping atau aspek keamanan yang harus diwaspadai sehingga keberhasilan terapi kepada pasien juga meningkat. Pengkajian profil keamanan obat Terhadap semua laporan efek samping yang diterima, Badan POM selanjutnya akan mengevaluasi setiap laporan untuk menentukan hubungan kausalitasnya. Dalam melakukan evaluasi aspek keamanan, Badan POM melakukan penilaian tentang kemanfaatan dan risiko (riskbenefit assessment). Perimbangan yang diharapkan antara kemanfaatan dan risiko adalah kemanfaatan melebihi risiko.Laporan efek samping yang disampaikan tenaga kesehatan kepada Badan POM merupakan masukan penting untuk melakukan identifi kasi kemungkinan bergesernya perimbangan antara kemanfaatan dan risiko. Bila profil keamanan suatu obat dengan pergeseran perimbangan dengan risiko menjadi lebih besar daripada kemanfaatan, Badan POM akan mengkaji profil keamanan obat tersebut. Pengkajian harus dilakukan untuk penetapan langkah tindak lanjut regulatori yang tepat. Dalam pengkajian komprehensif tersebut, Badan POM menunjuk tim ahli sesuai dengan spesifikasi keahlian yang dibutuhkan. Selanjutnya mereka akan memberikan



rekomendasinya.



merekomendasikan



perlunya



Jika



hasil



pengambilan 11



pengkajian langkah



mengindikasikan



tindak



lanjut



atau



regulatori,



pembahasan akan dibawa ke tingkat Komite Nasional Penilai Obat Jadi. Rekomendasi yang dilakukan harus berpihak pada kepentingan keamanan pasien secara khusus, dan kesehatan masyarakat secara umum. Rekomendasi tindak lanjut regulatori yang dihasilkan dari proses pengkajian dan pembahasan aspek keamanan suatu obat dapat berupa pembatasan indikasi, perubahan dosis pemberian dan posologi, perubahan penandaan (penambahan informasi aspek keamanan), pembekuan sementara izin edar, pembatalan izin edar, dan penarikan dari peredaran. Langkah berikutnya, tindak lanjut regulatori ini harus dapat diinformasikan secara luas utamanya kepada tenaga kesehatan sebagai penyedia pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Penyebaran informasinya dilakukan dengan penerbitan informasi untuk dokter atau yang dikenal dengan dear doctor letter. Informasi itu disampaikan kepada asosiasi profesi ke sehatan (IDI) untuk dapat disebarluaskan ke seluruh anggotanya. Di samping itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan juga menerbitkan buletin berita MESO, yang disebarluaskan ke hampir seluruh pelayanan kesehatan di Indonesia. Aktivitas pemantauan aspek keamanan obat pascapemasaran saat ini telah berkembang secara pesat dan merupakan suatu yang mendesak bagi Indonesia untuk dapat sejajar dengan negara lainnya. Untuk itu, perlu dilakukan intensifi kasi program dalam rangka meningkatkan peran serta tenaga kesehatan dan kesadaran masyarakat agar lebih proaktif dalam melaporkan efek samping obat. Selain itu juga menumbuhkan budaya pelaporan efek samping (reporting culture). Dibutuhkan kerja sama antara Badan POM dan semua pihak yang terkait, untuk mendorong budaya kepedulian dan kewaspadaan terhadap penggunaan obat yang lebih baik. Pihak-pihak terkait itu mulai dari pasien sendiri, tenaga kesehatan, rumah sakit atau sarana pelayanan kesehatan, institusi pendidikan kesehatan, organisasi profesi kesehatan, hingga penyedia obat (industri farmasi pemegang izin edar), dan media. Informasi KTD atau ESO yang hendak dilaporkan diisikan ke dalam formulir pelaporan ESO atau formulir kuning yang tersedia. Dalam penyiapan pelaporan KTD atau ESO, sejawat tenaga kesehatan dapat menggali informasi dari pasien atau keluarga pasien. Untuk melengkapi informasi lain yang dibutuhkan dalam pelaporan dapat diperoleh dari catatan medis pasien. Informasi yang diperlukan dalam pelaporan suatu KTD atau ESO dengan menggunakan formulir kuning, adalah sebagai berikut : a. Kode sumber data b. Informasi tentang penderita - Nama (singkatan)



Di isi oleh BPOM Diisi inisial atau singkatan nama pasien, 12



-



untuk menjaga kerahasiaan identitas pasien Diisi angka dari tahun sesuai umur pasien.



Umur



Untuk pasien bayi di bawah 1 (satu) tahun, diisi angka dari minggu (MGG) atau bulan (BL) sesuai umur bayi, dengan diikuti penulisan huruf MGG atau BL, misal 7 -



Suku



BL. Diisi informasi nama suku dari pasien,



-



Berat badan



misal suku Jawa, Batak, dan sebagainya. Diisi angka dari berat badan pasien,



Pekerjaan



dinyatakan dalam kilogram (kg). Diisi apabila jenis pekerjaan



-



pasien



mengarah kepada kemungkinan adanya hubungan antara jenis pekerjaan dengan gejala atau manifestasi KTD atau ESO. Contoh : buruh pabrik kimia, pekerja -



bangunan, pegawai kantor, dan lain-lain. Agar diberikan tanda (X) sesuai pilihan



Kelamin



jenis kelamin yang tercantum dalam formulir kuning. Apabila pasien berjenis kelamin wanita, agar diberi keterangan dengan memberikan tanda (X) pada pilihan kondisi berikut: hamil, tidak hamil, atau -



tidak tahu. Diisikan informasi diagnosa penyakit yang



Penyakit utama



diderita pasien sehingga pasien harus menggunakan -



obat



yang



dicurigai



menimbulkan KTD atau ESO. Diisi informasi kesudahan /outcome dari



Kesudahan penyakit utama



penyakit



utama,



pada



saat



pasien



mengeluhkan atau berkonsultasi tentang KTD atau ESO yang dialaminya. Terdapat pilihan yang tercantum dalam formulir kuning, agar diberikan tanda (X) sesuai dengan



informasi



yang



diperoleh.



Kesudahan penyakit utama dapat berupa 13



sembuh, meninggal, sembuh dengan gejala -



Penyakit



kondisi



lain



sisa, belum sembuh, atau tidak tahu. yang Diisi informasi tentang penyakit atau



menyertai



kondisi lain di luar penyakit utama yang sedang dialami pasien bersamaan dengan waktu



mula



menggunakan



obat



dan



kejadian KTD atau ESO. Terdapat pilihan yang tercantum dalam formulir kuning, agar diberikan tanda (X) sesuai informasi yang diperoleh, yang dapat berupa : gangguan ginjal, gangguan hati, alergi, kondisi



medis



lainnya,



dan



lain-lain



sebutkan jika di luar yang tercantum. Informasi ini bermanfaat untuk proses evaluasi hubungan kausal, untuk memverifikasi kemungkinan adanya faktor penyebab lain dari terjadinya KTD atau ESO. c. Informasi tentang MESO - Bentuk atau manifestasi ESO



Diisi informasi tentang diagnosa ESO yang dikeluhkan atau dialami pasien setelah menggunakan obat yang dicurigai. Bentuk atau manifestasi ESO dapat dinyatakan dengan istilah diagnosa ESO secara ilmiah atau deskripsi secara harfiah, misal bintik kemerahan di sekujur tubuh, bengkak pada



-



kelopak mata, dan lain lain. Diisi tanggal awal terjadinya KTD atau



Saat atau tanggal mula terjadi



ESO, dan juga jarak interval waktu antara pertama -



kali



obat



diberikan



sampai



terjadinya KTD atau ESO. Diisi informasi kesudahan atau outcome



Kesudahan KTD atau ESO



dari KTD atau ESO yang dialami oleh pasien, pada saat laporan ini dibuat. Terdapat pilihan yang tercantum dalam 14



formulir kuning, agar diberikan tanda (X) sesuai dengan informasi yang diperoleh. Kesudahan penyakit utama dapat berupa : sembuh, meninggal, sembuh dengan gejala -



Riwayat



ESO



yang



sisa, belum sembuh, atau tidak tahu. pernah Diisi informasi tentang riwayat



dialami



atau



pengalaman ESO yang pernah terjadi pada pasien di masa lalu, tidak terbatas terkait dengan obat yang saat ini dicurigai menimbulkan KTD/ESO yang dikeluhkan, namun juga obat lainnya.



d. Obat - Nama Obat



Ditulis semua nama obat yang digunakan oleh pasien, baik yang diberikan dengan resep maupun yang digunakan atas inisiatif sendiri,



termasuk



suplemen,



obat



tradisional yang digunakan dalam waktu yang bersamaan. Nama obat dapat ditulis dengan nama generik atau nama dagang. Apabila ditulis nama generik, apabila diketahui nama pabrik atau industri farmasi dapat ditambahkan. Apabila ditulis nama dagang, tidak perlu ditulis nama pabrik -



atau industri farmasi. Diutlis bentuk sediaan dari obat yang



Bentuk sediaan



digunakan pasien. Contoh: tablet, kapsul, -



sirup, suspensi, injeksi, dan lain-lain. Beri tanda (X) untuk obat yang Sejawat Tenaga Kesehatan dapat dicurigai



membubuhkan tanda (X) pada kolom obat yang dicurigai menimbulkan KTD/ESO yang dilaporkan, sesuai informasi produk atau pengetahuan dan pengalaman sejawat



-



tenaga kesehatan terkait hal tersebut. Ditulis cara pemberian atau penggunaan



Cara pemberian



obat oleh pasien. Contoh : oral, rektal,



15



-



topikal, i.v, i.m, semprot, dan lainlain. Dosis : Ditulis dosis obat yang digunakan



Dosis atau waktu



oleh pasien, dinyatakan dalam satuan berat atau volume. Waktu : Ditulis waktu penggunaan obat oleh pasien, dinyatakan dalam satuan -



waktu, seperti jam, hari dan lain-lain. Ditulis tanggal dari pertama kali pasien



Tanggal mula



menggunakan lengkap -



obat



dengan



yang bulan



dilaporkan, dan



tahun



(Tgl/Bln/Thn) Ditulis tanggal dari kali terakhir pasien



Tanggal akhir



menggunakan obat yang dilaporkan atau tanggal penghentian penggunaan obat, lengkap -



dengan



bulan



dan



tahun



(Tgl/Bln/Thn) Ditulis jenis penyakit atau gejala penyakit



Indikasi penggunaan



untuk maksud penggunaan masing masing -



obat. Ditulis semua keterangan tambahan yang



Keterangan tambahan



kemungkinan



ada



kaitannya



secara



langsung atau tidak langsung dengan gejala KTD/ESO



yang



dilaporkan,



misal



kecepatan timbulnya ESO, reaksi setelah obat dihentikan, pengobatan yang -



diberikan untuk mengatasi ESO. Ditulis hasil uji laboratorium dinyatakan



Data lab (bila ada)



dalam parameter yang diuji dan hasilnya, apabila tersedia. Cukup Jelas. Informasi pelapor diperlukan



e. Informasi pelapor



untuk klarifikasi lebih lanjut dan follow up, apabila diperlukan.



G. MENGAPA PERLU MESO



16



Pemantauan keamanan obat sesudah beredar masih perlu dilakukan karena penelitian atau ijin yang dilakukan sebelum obat diedarkan, baik uji preklinik maupun uji klinik belum sepenuhnya dapat mengungkapkan efek samping obat (ESO) utamanya efek samping yang jarang terjadi ataupun yang timbul setelah penggunaan obat untuk jangka waktu lama. Disamping itu pada uji klinik seringkali tidak melibatkan penggunaan obat yang termasuk kelompok anak-anak, wanita hamil, wanita menyusui atau usia lanjut. Maka perhatian terhadap reaksi yang tidak diinginkan selama pemakaian sangat perlu dipantau secara sistemik. H. TUJUAN MESO TUJUAN LANGSUNG DAN SEGERA : -



Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal sekali yang baru saja ditemukan



-



Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi timbulnya ESO atau mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya reaksi ESO.



-



Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan



-



Membuat peraturan yang sesuai



-



Memberi peringatan pada umum bila dibutuhkan



-



Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO



I. OBAT OBAT YANG PERLU DI MONITORING EFEK SAMPINGNYA Obat-obat yang perlu di monitoring efek sampingnya : -



Obat golongan PPI (Proton Pump Inhibitor) merupakan golongan obat yang bekerja dengan menurunkan jumlah atau menekan sekresi asam lambung. Obat– obat yang dikategorikan sebagai PPI dan beredar di Indonesia antara lain: (esomeprazole, omeprazole, lansoprazole dan pantroprazole.) Informasi aspek keamanan terkini terkait produk obat golongan PPI yang diperoleh dari US FDA menyebutkan bahwa terdapat kemungkinan peningkatan risiko penurunan kadar magnesium (hypomagnesemia) jika digunakan dalam jangka waktu panjang. 17



Hypomagnesemia dilaporkan terjadi pada pasien dewasa yang menerima PPI minimal 3 bulan, tetapi sebagian besar hypomagnesemia terjadi setelah 1 tahun terapi dengan PPI. Kadar serum magnesium yang rendah menyebabkan efek samping serius termasuk muscle spasm (tetany), irregular heartbeat (arrhytmias) dan convulsions (seizures), namun tidak semua pasien mempunyai gejala-gejala tersebut. Hypomagnesemia juga menyebabkan sekresi hormon parathyroid terganggu dan dapat berkembang menjadi hypocalcemia. -



Obat golongan Fibrat merupakan golongan obat yang telah digunakan ber tahuntahun untuk menurunkan kadar lipid, seperti trigliserida dan kolesterol dalam darah. Hasil review menyimpulkan bahwa obat golongan fibrat memiliki rasio manfaat yang lebih besar daripada risiko. Namun, dokter sebaiknya tidak meresepkan fibrat sebagai pengobatan lini pertama pada pasien baru yang didiagnosis



mengalami



gangguan



lipid



darah,



kecuali



pada



pasien



hipertrigliseridemia parah atau pasien yang tidak dapat menggunakan statin. Jenis obat golongan fibrat yang beredar antara lain: bezafibrat, ciprofibrat, fenofibrat dan gemfibrozil. Sementara itu, efek samping terkait penggunaan obat golongan fibrat yang sering dilaporkan adalah ini antara lain: digestive, gastric or intestinal disorders (seperti abdominal pain, nausea, vomiting, diare, dan perut kembung); skin reactions (seperti rash, pruritus, urticaria dan photosensitivity, dan pada beberapa pasien dapat mengalami cutaneous photosensitivity dengan manifestasi eritema, vesiculation atau nodulation pada bagian kulit yang terpapar matahari). -



Rosiglitazone merupakan antidiabetik oral yang bekerja dengan meningkatkan sensitivitas insulin. Rosiglitazone mengontrol glikemia dengan mengurangi kadar insulin dalam sirkulasi darah. Di Indonesia, terdapat 2 (dua) jenis sediaan obat, yaitu dalam bentuk tunggal rosiglitazone dan kombinasi rosiglitazone dengan metformin atau rosiglitazone dengan glimepiride. Informasi aspek keamanan terbaru rosiglitazone menunjukkan potensi efek samping pada cardiovascular. Hal ini didasarkan pada safety data yang diperoleh dari suatu pooledanalysis of controlled clinical trials (42 randomized controlled clinical studies), menunjukkan adanya peningkatan secara signifikan risiko efek samping serangan jantung dan heart-related deaths pada pasien yang menggunakan obat ini.



18



-



Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan cephalosporin spektrum luas terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. Informasi keamanan terkini menyebutkan bahwa terdapat beberapa laporan kasus efek samping fatal terkait penggunaan bersama ceftriaxone dengan sediaan yang mengandung calcium. Terdapat laporan kematian pada bayi/neonatal dimana penggunaan bersama kedua obat tersebut menyebabkan presipitasi pada paru-paru dan ginjal. Pada beberapa kasus, dilaporkan bahwa obat yang mengandung calcium diberikan pada waktu pemberian dan rute administrasi yang berbeda dengan ceftriaxone. Oleh karena itu, sebaiknya ceftriaxone tidak diberikan kepada bayi atau neonatal yang mengalami hyperbilirubinaemia, khususnya bayi prematur.



-



Metoclopramide merupakan suatu dopamine receptor antagonist yang disetujui beredar di Indonesia dengan indikasi diabetik gastroparesis, mual muntah dan esofagitis refluks. informasi baru atau terkini terkait aspek keamanan obat metoclopramide yang dilansir oleh US FDA dan kemudian juga dimuat dalam WHO News Letter. Disebutkan bahwa obat ini berisiko menyebabkan tardive dyskinesia pada penggunaan jangka panjang (kronis) atau dosis tinggi, utamanya pada pasien wanita usia lanjut. Tardive dyskinesia adalah kondisi medis yang ditandai dengan gejala gangguan perubahan bentuk (disfiguring disorder) berupa gerakan-gerakan yang diluar kesadaran (involuntary) pada wajah, lidah atau ekstrimitas, yang berpotensi irreversible. Pada umumnya atau sebagian besar laporan kasus efek samping obat yang diterima oleh US FDA, kasus tardive dyskinesia terjadi pada pasien yang menggunakan metoclopramide lebih dari tiga bulan.



-



Clopidogrel merupakan suatu obat golongan thienopyridine, yang secara struktur kimia mirip dengan ticlopidine, bekerja dengan mekanisme menghambat ADPinduced platelet aggregation. Obat ini disetujui beredar di Indonesia dengan indikasi untuk mengurangi kejadian atherothrombotik. Pada tanggal 29 Mei 2009 yang menyatakan terdapat beberapa studi yang menunjukkan bahwa clopidogrel bekerja kurang efektif pada pasien yang dalam waktu bersamaan juga mengkonsumsi obat proton pump inhibitors (PPI) Hal inilah yang dapat meningkatkan risiko thrombotic events, termasuk acute myocardial infarction. Pada praktik klinik kemungkinan kedua obat ini diresepkan secara bersama, karena Clopidogrel dapat mengakibatkan efek samping nyeri lambung dan ulser 19



lambung, dan biasanya untuk mengatasi hal tersebut diresepkan juga obat golongan PPI tersebut. J. LAPORAN EFEK SAMPING OBAT DI INDONESIA 1. Carbamazepin Seorang wanita, suku Sunda, usia 27 tahun dengan berat badan 50 kg, penderita epilepsi, diberikan tablet carbamazepin (100 mg) 2 kali sehari 1 tablet. Setelah minum obat selama 12 hari timbul purpura, ptekhie, ekhimosis , sugulasi pada wajah,leher, dada dan punggung, bokong dan menyebar ke seluruh tubuh disertai nyeri menelan, nyeri buang air kecil dan buang air besar yang didiagnosa sebagai Stevens Johnson Syndrom. Penggunaan obat dihentikan, 10 hari kemudian pasien sembuh, namun pada laporan tidak disebutkan pengobatan yang diberikan dalam mengatasi efek samping obat tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi Panitia MESO Nasional, hubungan kausal antara carbamazepin dengan Stevens Johnson Syndrom pada kasus ini adalah probable. 2. Amoksisilin + Paracetamol + Asam Mefenamat Seorang laki-laki, suku Sunda, usia 37 tahun dengan berat badan 55 kg, menderita infeksi saluran pernapasan bagian atas, diberikan amoksisilin 500mg 3 kali sehari 1 tablet, paracetamol 500 mg 3 kali sehari 1 tablet, asam mefenamat 500 mg 3 kali sehari 1 tablet. Pasien datang kerumah sakit karena pada hari ke 3 setelah pemakaian obat timbul makula eritema dan skuama yang terasa gatal pada hampir seluruh tubuh. Penggunaan obat dihentikan, kesudahan ESO tidak diketahui, dan pada laporan tidak disebutkan pengobatan yang diberikan untuk mengatasi ESO tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi Panitia MESO Nasional, hubungan kausal antara penggunaan bersama obat Amoksisilin + Paracetamol + Asam Mefenamat pada kasus adalah certain. Kedua laporan kasus efek samping obat yang diterima Pusat MESO Nasional ini dapat menjadi pengalaman teman sejawat. K. KARAKTERISTIK LAPORAN EFEK SAMPING OBAT YANG BAIK



20



Karakteristik laporan efek samping obat yang baik. Karakteristik suatu pelaporan spontan (Spontaneous reporting) yang baik, meliputi beberapa elemen penting antara lain : a. Diskripsi efek samping yang terjadi atau dialami oleh pasien, termasuk waktu mula gejala efek samping (time to onset of signs or symptoms). b. Informasi detail produk terapetik atau obat yang dicurigai, antara lain: dosis, tanggal, frekuensi dan lama pemberian, lot number, termasuk juga obat bebas, suplemen makanan dan pengobatan lain yang sebelumnya telah dihentikan yang digunakan dalam waktu yang berdekatan dengan awal mula kejadian efek samping. c. Karakteristik pasien, termasuk informasi demografik (seperti usia, suku dan jenis kelamin), diagnosa awal sebelum menggunakan obat yang dicurigai, penggunaan obat lainnya pada waktu yang bersamaan, kondisi ko-morbiditas, riwayat penyakit keluarga yang relevan dan adanya faktor risiko lainnya. d. Diagnosa efek samping, termasuk juga metode yang digunakan untuk membuat atau menegakkan diagnosis. e. Informasi pelapor meliputi nama, alamat dan nomor telepon. f. Terapi atau tindakan medis yang diberikan kepada pasien untuk menangani efek samping tersebut dan kesudahan efek samping (sembuh, sembuh dengan gejala sisa, perawatan rumah sakit atau meninggal). g. Data pemeriksaan atau uji laboratorium yang relevan. h. Informasi dechallenge atau rechallenge (jika ada). i. Informasi lain yang relevan. L. ANALISIS KAUSALITAS Analisis kausalitas merupakan proses evaluasi yang dilakukan untuk menentukan atau menegakkan hubungan kausal antara kejadian efek samping yang terjadi atau teramati dengan penggunaan obat oleh pasien. Badan Pengawas Obat dan Makanan akan melakukan analisis kausalitas laporan KTD/ESO. Sejawat tenaga 21



kesehatan dapat juga melakukan analisis kausalitas per individual pasien, namun bukan merupakan suatu keharusan untuk dilakukan. Namun demikian, analisis kausalitas ini bermanfaat bagi sejawat tenaga kesehatan dalam melakukan evaluasi secara individual pasien untuk dapat memberikan perawatan yang terbaik bagi pasien. Tersedia beberapa algoritma atau tool untuk melakukan analisis kausalitas terkait KTD/ESO. Pendekatan yang dilakukan pada umumnya adalah kualitatif sebagaimana Kategori Kausalitas yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO), dan juga gabungan kualitatif dan kuantitatif seperti Algoritma Naranjo. Di dalam formulir pelaporan ESO atau formulir kuning, tercantum tabel Algoritma Naranjo, yang dapat sejawat tenaga kesehatan manfaatkan untuk melakukan analisis kausalitas per individu pasien.



22



BAB 3. PENUTUP A. KESIMPULAN Monitoring Efek Samping Obat, adalah program pemantauan keamanan obat sesudah beredar (pasca-pemasaran). Program ini dilakukan secara berkesinambungan untuk mendukung upaya jaminan atas keamanan obat, sejalan pelaksanaan evaluasi aspek efikasi, MESO oleh tenaga kesehatan di Indonesia masih bersifat sukarela (voluntary reporting) dengan menggunakan formulir pelaporan ESO berwarna kuning, yang dikenal sebagai Form Kuning. Monitoring tersebut dilakukan terhadap seluruh obat yang beredar dan digunakan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA). B. SARAN Semoga dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami tentang monitoring efek samping obat sehingga pembaca dapat menambah pengetahuan mengenai materi tersebut. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca agar makalah ini lebih sempurna dan bisa berguna bagi pembaca



23



DAFTAR PUSTAKA BPFK, Malaysia, Guideline for the reporting and monitoring, Kuala Lumpur, March, 2002 Health Canada, Adverse reaction Reporting and Health Product Safety Information, Guide for Professionals Health Sciences Authority, Guidance for industry, safety reporting requirements for registered medicinal products, Singapore, October, 2008 International Society of Pharmacovigilance, Drug Safety, ADIS International, 1994;10:93102 The Uppsala Monitoring Centre, Safety Monitoring of Medicinal Products: Guidelines for Setting-up and Running a Pharmacovigilance Centre, Sweden, WHO Collaborating Centre for International Drug Monitoring, 2000. The Uppsala Monitoring Centre, WHO International Drug Monitoring Program: Guide to Participating countries, Sweden, WHO Collaborating Centre for International Drug Monitoring, 2002 WHO Pharmaceuticals Newsletter, No.4, 2007 Data Badan POM WHO, Safety of Medicines: A guide to detecting and reporting adverse drug reactions – Why health professional need to take action, WHO, Department of Essential Drugs and Medicines Policy, Geneva, 2002



24